Mataku membulat ketika melihat sosok kurus tinggi di depan pintu rumah. Otomatis, dahiku berkerut. Kumiringkan kepala beberapa derajat.
Pria itu menyunggingkan senyum miring. Sama sekali tak terlihat tulus. Aku tahu itu.
“Untuk apa ke sini?” sindirku sembari mendengus sebal. Melihat wajahnya saja membuatku kesal setengah mati.
Jika kau tanya, apa atau siapa yang membuat seorang Im Hyuna bad mood? Jawabannya hanya satu: Cho Kyuhyun!
Ia terkekeh dengan menyebalkan. Seolah kedatangannya sudah menjadi sesuatu yang sepantasnya, tidak perlu penjelasan apa pun.
“Tentu saja mengantarmu ke dokter. Bukankah hari ini jadwalmu untuk check up?”
Kuhela napas berlebihan. Memuntahkan emosi yang menjalari kepala. Demi apa pun, Kyuhyun selalu berhasil memancing emosiku.
“Oh, Tuan Cho Kyuhyun yang terhormat, bukankah kau sibuk sampai meminta Sungmin untuk mengantarku?
“Karena aku pria yang bertanggungjawab.”
Eh? Apa Kyuhyun membaca personal message-ku di Kakao Talk?
“Kyuhyun! Ah, sudah lama tak melihatmu!” seru Haelmoni dari arah belakangku.
Oke. Drama dimulai.
Aku mundur satu langkah. Memberi ruang bagi Haelmoni untuk mengadakan sesi temu kangen dengan member idol grup favoritnya.
“Haelmoni, apa kabar?” sapa Kyuhyun sopan seraya sedikit membungkukkan tubuh.
Cih. Drama macam apa yang tengah diperankannya?
Haelmoni tertawa kecil. Senang dengan sikap sopan yang diperlihatkan Kyuhyun. “Kenapa lama tak datang?” tanya Haelmoni.
Kyuhyun terkekeh pendek. “Hyuna bilang lebih ingin dijemput Sungmin daripada aku,” jawabnya seraya memperlihatkan mimik wajah terluka.
Apa?!
Haelmoni tertawa lalu melirikku. “Jadi kau sudah jadian dengan Sungmin?” bisiknya seraya menyikuku.
“Tidak ada! Jangan percaya padanya!” seruku tertahan.
Kutikam Kyuhyun dengan tatapan tertajam yang pernah kuperlihatkan padanya. Ia terkekeh, terlihat puas dengan sandiwara yang diangkatnya.
“Ah, hari ini jadwal check up ke dokter kan? Pergilah,” kata Haelmoni seraya tersenyum senang.
Kyuhyun mengangguk sopan sembari tersenyum palsu.
Aku berdecak sebal melihat aktingnya yang benar-benar buruk.
Ketika akan beranjak, Haelmoni menahan lenganku. “Kau tahu kalau Kyuhyun datang karena memenuhi permintaan perusahaannya kan?” bisik Haelmoni.
Aku mengangguk.
Tidak perlu diingatkan seperti itu juga aku sangat tahu mengenai hal itu. Seorang Cho Kyuhyun tidak akan dengan gratis memberikan tumpangan jika bukan untuk menaikkan popularitasnya.
“Jadi, Haelmoni harap kau tidak bingung dengan perasaanmu.”
“Ne?”
Apa Haelmoni pikir aku akan menyukai dua pria yang selama ini mengantar-jemputku? Astaga! Haelmoni terlalu banyak menonton drama!
*
Saat yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Gips yang bersarang di kaki kiriku selama tiga minggu akhirnya dilepaskan. Dokter yang melihat hasil rontgen juga mengatakan retak kecil di tulangku telah membaik – walau tentu saja aku masih tidak dibolehkan untuk berlari.
Aku pulang dengan sekantong kecil obat-obatan dengan senyum mengembang di wajah.
Tidak ada yang lebih menggembirakan selain mendapati diri ini akhirnya terbebas dari makhluk menyebalkan bernama Kyuhyun. Pulihnya kakiku menandakan tidak ada lagi alasan bagi kami untuk bertemu, apalagi untuk mengantar-jemputku kuliah.
“Ah… akhirnya bebanku menyingkir!” celetuk Kyuhyun dari belakang.
Aku segera menghentikan langkah, mendelik kesal pada Kyuhyun yang berjalan di belakangku.
“Akhirnya aku tidak perlu bertemu denganmu lagi!” balasku dengan penuh penekanan. “Terima kasih atas tumpanganmu selama ini!”
Kyuhyun tertawa meremehkan. “Berterima kasihlah karena aku seorang Cho Kyuhyun, member Super Junior. Jika bukan karena itu, sudah kupastikan kau tidak akan mendapatkan pelayanan dokter terbaik di negeri ini dan tidak akan menjadi populer di kampus karena diantar-jemput olehku.”
Ah, mulai lagi. Kecongkakannya memang tiada tara. Membuat perutku bergejolak mual.
“Ya… ya… ya… aku sungguh berterima kasih karena telah ditabrak oleh Cho Kyuhyun, member idol grup terpopuler di dunia – Super Junior!”
Kyuhyun tertawa. Puas dengan sahutanku yang bersifat sarkastis. Mataku membelalak ketika Kyuhyun menipiskan jarak di antara kami lalu merangkul bahuku dengan santai. Seolah kami bersabahat puluhan tahun.
“Saatnya merayakan kebaikan hari ini!” serunya seraya mengajakku melanjutkan langkah, dengan mendorong leherku dengan pitingan lengannya.
*
“Kau sebut ini perayaan?!” sindirku ketika Kyuhyun menyerahkan segelas kopi ke depan daguku.
Dua gelas karton kopi dan sungai Han. Kombinasi membosankan. Aku baru tahu, artis besar seperti Super Junior memiliki selera tempat favorit yang sama. Sialnya, mengajak orang yang sama. Dan minuman yang sama.
Ah, kesialan berlipat ganda.
Untunglah keadaan sekitar sepi. Mungkin karena hari Kamis, masih jam kerja dan cuaca akhir musim gugur menjadi alasan tepat mengapa tidak terlihat siapa pun di taman tepian sungai Han.
Hanya Sungmin dan Kyuhyun yang memilih duduk di sini di tengah cuaca dingin. Dengan berbekal segelas kopi di tangan yang menjanjikan kehangatan.
“Iya. Kadang, perayaan secara sederhana lebih memiliki makna mendalam kan?” jawabnya sok bijak seraya menyunggingkan senyum miring yang membuatku mual.
“Atau karena uangmu telah habis untuk menyediakan pelayanan dokter terbaik di negeri ini?” lanjutku.
Kyuhyun terkekeh. Dari sudut mata, dapat kulihat Kyuhyun meletakkan gelas karton kopinya di sisi kiri kursi panjang yang kami duduki. Kemudian, ia memiringkan posisi duduknya, menghadapku. Tahu ia tengah menatapku lekat, kupaksakan diri untuk tidak menoleh – meladeni tatapannya yang sepertinya menyelidik. Kukuatkan diri untuk tetap menatap lurus ke sungai panjang yang menjadi kebanggaan negeri ini. Memandang sungai Han seolah hal tersebut adalah ciptaan Tuhan yang patut kuhargai dengan baik.
Tetapi, dengan semena-mena, Kyuhyun memanjangkan tangan kanannya, meraih daguku lalu memutar ke arahnya. Memaksaku untuk menghadap padanya. Membuat mata kami akhirnya bertemu. Memberi efek samping pada dada yang tiba-tiba saja berdebar secara hiperaktif, seolah yang terdengar di telingaku hanya suara detak jantung.
Ah, pikir apa aku ini!
Tidak mungkin seorang Cho Kyuhyun membuatku salah tingkah seperti ini. Aku pasti terlalu bahagia karena kakiku telah pulih, sehingga debar jantungku menjadi setingkat lebih cepat dari detakan normal.
“Karena mulai besok kau dan Sungmin tidak perlu menjemputku lagi, tolong sampaikan ucapan terima kasihku untuknya.” Kubuka pembicaraan demi mengusir canggung yang tiba-tiba melanda akibat tatapan selama beberapa detik.
Ia tak menanggapi. Masih sibuk menyelidiki kedua bola mataku yang berlarian panik, menghindarinya. Kini punggung kursi kayu yang kami duduki seolah menjadi pemandangan terbaik yang dapat ditangkap oleh sepasang mataku.
“Kau jangan lupa sampaikan padanya. Aku khawatir Sungmin lupa dan masih menjemputku besok,” lanjutku, masih terus memandang punggung kursi.
“Kenapa membicarakan orang yang tidak ada di sini?” tanyanya dingin.
Aku terdiam.
Mau tak mau, kukembalikan objek mata ke sepasang mata milik Kyuhyun. Dahiku berkerut. “Ne?”
“Saat ini, yang ada adalah aku dan kau. Kenapa membicarakan Sungmin yang tidak ada di sini?” Ia mempertegas kalimatnya.
“…”
“Kau menyukai Sungmin?”
“Ten… tentu saja tidak!” jawabku gugup.
Astaga. Untuk apa aku gugup?
“Bagus. Karena sepertinya aku menyukaimu.” Sedetik setelah menyelesaikan kalimatnya, dengan gerakan yang sangat cepat – tanpa mampu kucegah, Kyuhyun mendekatkan jarak wajah di antara kami. Membiarkan bibirnya menyentuh bibirku yang dingin. Bibirnya pun dingin. Efek musim dingin yang sebentar lagi akan tiba. Namun, tak sampai satu detik, dapat kurasakan hangat menguar dari pertemuan bibir kami.
Satu… dua… tiga detik.
Segera kulepaskan ciuman itu ketika berhasil mengendalikan diri. Kini degupan jantungku lebih mirip tabuhan perkusi super cepat yang nyaris memekakkan telinga.
“YA!” pekikku tak terima. “Siapa yang mengizinkanmu menciumku?!” teriakku penuh emosi.
“Aku.” Ia menjawab dengan kesombongan di atas rata-rata. “Aku ingin ikut bergabung dalam persaingan cinta kalian.”
“Persaingan cinta apa?! Sinting!” seruku kesal seraya menghapus bekas ciuman itu dengan punggung tangan.
“Kurasa akan menyenangkan. Aku, Sungmin… dan Changmin.” Kyuhyun tertawa rendah. “Aku ingin lihat, siapa yang berhasil mendapatkanmu.”
“Aku bukan barang yang dapat kalian perebutkan! Tidak perlu bersaing. Aku bukan siapa-siapa sampai kalian harus bersaing untuk mendapatkanku! Karena aku pun tidak akan pernah menyukai salah satu dari kalian!” seruku penuh amarah kemudian beranjak dari bangku panjang. Meninggalkan Kyuhyun begitu saja.
*