Tidak ada yang lebih melegakan selain berhasil menendang Cho Kyuhyun dari kehidupanku. Rasanya, risiko hipertensiku menurun. Kepala terasa lebih ringan - tak lagi menampung emosi berlebih setiap kali bertemu pria itu. Pita suaraku pun terjaga baik sebab tak berteriak penuh amarah. Hidupku mulai kembali pada formula semestinya, tenang.
Hampir seminggu tak bertemu pria bernama Kyuhyun, berhasil melunasi kedongkolan yang bercokol selama dua minggu.
"Besok jadwalmu konsultasi ke dokter kan?" tanya Sungmin seraya menyerumput black coffee-nya. Dengan gerakan yang elegan, pria itu meletakkan cangkir putihnya dengan perlahan lalu mengambil potongan cheese cake dengan garpu.
Aku mengangguk sambil menggumam. "Kenapa kau bisa tahu jadwal konsultasi?"
Sungmin tersenyum kecil. "Kyuhyun memintaku mengantarmu besok."
Aku mendengus pelan lalu menusuk potongan strawberry cake di hadapanku dengan garpu - seolah kue malang itu adalah Cho Kyuhyun. Dia ingat jadwal konsultasi tapi tak berniat bertanggungjawab. Apa dia pikir Sungmin pembantunya? Dia yang menabrakku, kenapa malah meminta Sungmin yang mengantarku ke dokter?
Sungmin tertawa kecil. "Kenapa kau terlihat sangat terganggu begitu mengetahui Kyuhyun memintaku mengantarmu ke dokter?"
"Aku benci orang yang tak bertanggungjawab!" seruku seraya memasukkan potongan kue tersebut dan melumatnya dengan kasar.
Lagi-lagi Sungmin tersenyum. Disilangkannya kedua tangan di atas meja lalu menatapku dalam. "Sebenarnya, apa yang terjadi di antara kalian? Kalian terlihat aneh sejak Kyuhyun memintaku menjemputmu."
"Tidak ada," jawabku cepat lalu melontarkan pandangan ke jendela. Seolah arus lalu lintas di sekitar Coffee Prince lebih menarik.
"Kalian terlihat seperti pasangan yang sedang bertengkar," komentar pria itu sambil tertawa.
Aku memutar bola mata. "Siapa yang sudi jadi pasangannya?!" pekikku tak terima, membuat nyaris seisi cafe menoleh ke arah kami.
Untung saja penyamaran kami berhasil sehingga mereka hanya menoleh sekilas. Yah, sejak kejadian di sungai Han, Sungmin menyarankanku untuk menyamar juga setiap kali bersamanya - kecuali ke kampus.
"Kalau denganku?" tanyanya dengan nada lembut, lengkap dengan tatapan yang begitu mengintimidasi.
"Apa?"
"Kalau berpasangan denganku?" ulangnya sambil mengangkat kedua sudut bibir ke atas.
Mataku mengerjap dua kali. Mendadak, segala isi kepalaku lenyap dikejutkan pertanyaan pria itu.
Apa maksudnya, ia ingin aku menjadi kekasihnya? Sungmin mencintaiku?
Sepasang mata jernih Sungmin masih menatapku lekat-lekat. Aku salah tingkah. Kemudian, kuangkat sebelah tanganku untuk memanggil waitress dan memesan secangkir cappuccino lagi. Tak ingin membalas tatapan pria itu, kuusir bola mataku ke arah jendela.
"Hyuna," panggil Sungmin.
Ragu, aku menoleh.
Aku terbata, menggumam tak jelas - bahkan aku pun tak tahu apa kata yang sedang kukumur.
Kupejamkan mata sejenak, meredakan badai yang mendadak menghantam pertahanan. Bukan ini sikap yang seharusnya kutunjukkan padanya. Bukankah sangat jelas bahwa aku telah tersumpah tidak akan berteman - apalagi memiliki hubungan istimewa - dengan siapapun yang berasal dari dunia hiburan? Ya, seharusnya begitu. Mengapa aku harus linglung?
"Maaf," kataku pelan tanpa berani menatap matanya.
Sungmin tersenyum seraya menggaruk tengkuknya. "Tidak perlu meminta maaf. Aku yang terlalu terburu-buru." Ia memanjangkan tangan, kemudian meraih sepuluh jemariku yang tengah mencari kehangatan di cangkir cappuccino yang baru saja diantar waitress. "Kau tidak perlu langsung menjawabku. Beri aku waktu untuk membuktikan keseriusanku."
Mataku mengerjap. Hanya itu yang mampu kulakukan di saat seperti ini. Rasanya aku tersihir. Kalimatnya bergelantungan di kedua telingaku.
Aku tersentak kaget ketika tiba-tiba saja wajah Kyuhyun muncul di benak - mendominasi ingatanku dengan setiap tingkahnya yang menyebalkan, membuyarkan sihir magis Sungmin yang memabukkan.
Ah, ada apa ini? Sepertinya ada yang salah denganku.
*
"Hyuna, kenapa seminggu ini Haelmoni tak melihat Kyuhyun?" tanya Haelmoni seraya memasukkan potongan apel ke mulutnya.
"Dia sibuk," jawabku sekenanya lalu memutar tubuh yang tengah berbaring di sofa, mencari posisi yang nyaman untuk istirahat.
"Benarkah?" Haelmoni terlihat sangsi dengan apa yang kukatakan.
Aku mengangguk kecil seraya mengendurkan otot-ototku yang pegal.
"Ya! Makanlah buah! Bagaimana bisa sehat jika kau pun malas makan buah," omel Haelmoni sambil mendelik sebal melihat tingkahku.
Aku mengangguk malas lalu memanjangkan tangan mengambil potongan apel tersebut.
“Bagaimana hubunganmu dengan Sungmin?” tanya Haelmoni, lengkap dengan tatapan jahil.
Aku tersedak.
Haelmoni yang terkejut langsung meraih gelas berisi air di meja lalu menyodorkannya padaku. Segera kuteguk air itu, mendorong potongan apel yang menyangkut di kerongkongan.
“Ya! Jangan-jangan kalian sudah berpacaran?” tuduh Haelmoni seenaknya sambil menepuk punggungku dengan cukup keras dan tertawa bahagia.
“Haelmoni!” seruku tak terima.
Haelmoni tertawa lalu menatapku lekat. “Katakan pada Haelmoni, bagaimana ia menyatakan perasaannya? Romantis?”
Aku meneguk ludah. Bagaimana mungkin Haelmoni bisa bertanya hal ini tepat setelah Sungmin menyatakan perasaannya? Apa Haelmoni ternyata memiliki indera keenam?
“Tidak ada,” jawabku cepat. Persis maling yang tertangkap basah.
Haelmoni terkekeh. “Lalu kenapa sekarang kau terlihat gugup?”
“Tidak sama sekali,” elakku lagi. Semakin terlihat tolol.
Haelmoni mengusap punggungku dengan sayang. “Haelmoni dengar dari Hee Joo, kau pernah berpacaran dengan Changmin? Itu kenapa kau tidak pernah suka dengan siapa pun dari dunia artis?”
Mataku melebar. Sial! Kenapa Hee Joo harus menceritakan hal ini pada Haelmoni?!
Aku tak menjawab. Bagiku, Changmin bukan topik yang pantas untuk diangkat dalam percakapan.
“Haelmoni hanya berpesan satu hal padamu. Kau tidak bisa langsung membuang sekeranjang apel hanya karena menemukan satu yang busuk.” Begitu menyelesaikan kalimat tersebut, Haelmoni bangkit dari sofa lalu pergi begitu saja.
Aku hanya mampu mengerjap. Pertama, mencerna apa yang dikatakan Haelmoni. Kedua, tak biasanya Haelmoni bersikap bijak seperti ini.
Yang kutahu, Haelmoni adalah seorang ELF sejati. Mungkin itu maksud agar aku membuka hati bagi Sungmin – yang dipikirnya telah berpacaran denganku, atau setidaknya sedang mendekatiku.
*
"Kalau berpasangan denganku?"
Kalimat tadi terus terngiang-ngiang di telingaku – bahkan sampai aku telah merebahkan tubuh ini ke ranjang.
Ada yang salah dengan diriku.
Seharusnya aku dapat dengan lantang menolak perasaan Sungmin. Namun, aku malah memilih untuk bersikap gantung dan membuatnya berpikir aku hanya perlu beberapa saat untuk memantapkan pilihan padanya.
Ini sama saja menjilat ludah sendiri!
"Argh!" erangku seraya menggaruk kepala yang tak gatal ketika tiba-tiba saja bayangan Kyuhyun melintas di pikiranku.
Sial, hanya dengan teringat pada pria itu saja sukses memancing emosi lagi.
"Meminta Sungmin mengantarku?" Aku tertawa mengejek.
Kuambil ponsel yang tergeletak di meja rias lalu membuka aplikasi KakaoTalk.
Dasar tak bertanggungjawab!
Kuhela napas dengan kasar sedetik setelah mengetikkan kalimat tersebut di personal message KakaoTalk. Selesai mengupdate status, aku melempar tubuh lelahku ke ranjang. Kuangkat lengan kanan lalu meletakkannya di atas dahi, menghalau cahaya lampu yang menyilaukan mata. Cukup lama kuamati langit-langit kamar yang kosong - tanpa pernak-pernik apa pun.
"Kau tidak perlu langsung menjawabku. Beri aku waktu untuk membuktikan keseriusanku."
Aku menggigit bibir kemudian menutup mataku dengan lengan kanan yang sebelumnya bertengger di dahi. Beberapa detik kemudian, kuturunkan lengan kanan tersebut ke dada. Aneh. Jantungku melonjak abnormal.
Aku menyukai Sungmin?