Lee Junho menepikan mobilnya di pelataran parkir Taman Nasional Gunung Halla. Tidak terlalu banyak orang hari ini, hanya terlihat tiga sampai empat bus wisata yang membawa para turis untuk menikmati pemandangan Jeju-do dari ketinggian.
“Kajja,” ajak Junho sambil melepaskan seatbelt yang melilit tubuhnya.
Soeun mengikutinya turun dari mobil dan mengekor berjalan di belakang Junho.
“Hhhh.. lama tidak menghirup udara sesegar ini,” katanya dan menghirup napas dalam-dalam sambil memejamkan matanya.
Soeun hanya memperhatikan atasannya itu sambil tersenyum geli.
“Wae?” tanya Junho tiba-tiba karena mempergoki Soeun sedang tersenyum.
“Aniyo Sajangnim. Hanya saja, aku belum pernah melihat anda seperti ini.”
“Maksudmu?”
“Ya, biasanya aku hanya mendengar kau marah-marah dan tidak pernah melihatmu tersenyum seperti ini. Eh, tapi aku pernah melihatmu tersenyum sekali sewaktu hari pertamaku masuk. Di Lobby.”
“Eiii.. ikut aku,” katanya sambil mengacak rambut Soeun.
“Sajangnim…!!” kata Soeun kesal lalu merapikan rambutnya yang sudah acak-acakan akibat Junho.
Setelah satu jam mereka berwisata dadakan, berfoto, ikut mendengar penjelasan dari pemandu wisata yang sedang memandu turis-turisnya – meskipun hanya Junho yang mengerti karena Soeun tidak terlalu paham dengan bahasa inggris – , membeli odeng yang dijual oleh Ahjumma di stand makanan sambil sesekali merapatkan mantel yang mereka pakai. Oke ralat, hanya Soeun yang memakai mantel dan itupun mantel milik Junho. Junho hanya mengenakan jas yang rapat-rapat ia dekap dibadannya, ia memberikan mantelnya kepada Soeun dengan alasan tidak tega melihat Soeun kedinginan dengan pakaian tipisnya. Ia baru ingat kalau lupa membelikan mantel untuk Soeun, angin musim gugur di Jeju memang lebih dingin daripada di Seoul.
“Wuah bungeoppang,” pekik Soeun.
“Kau mau?”
Soeun mengangguk kuat-kuat tanda ia sangat ingin makan bungeoppang.
“Eommoni, igeo eolmaeyo?”
“3 bungeoppang 1000Won,” kata penjual itu ramah.
“Kalau begitu, aku beli 2000Won.”
“Kalian sedang bulan madu disini?” tanya penjual itu sambil tersenyum.
“Ne?” jawab Junho dan Soeun bersamaan karena tidak menyangka pertanyaan itu mampir ke mereka.
“Ah, anak muda jaman sekarang senang sekali menikah muda.”
“Aniyo Eommoni. Kami tidak sedang bulan madu,” jawab Soeun sambil salah tingkah.
“Benarkah? Karena aku lihat, kalian sangat serasi seperti pasangan,” katanya sambil memberikan bungeoppang kepada Junho.
“Kamsahamnida,” kata Soeun dan Junho bersamaan kemudian langsung pergi dari sana.
Tanpa mereka mengerti, wajah mereka berubah menjadi merah dan detak jantung seakan terforsir untuk bekerja lebih cepat.
Soeun memandang pemandangan yang berada disebelah kirinya. Menyembunyikan seburat rona merah dipipinya.
“Ini, kau yang meminta tadi,” kata Junho sambil memberikan bungeoppang pada Soeun.
“Kamsahamnida Sajangnim.”
Mereka akhirnya memakan bungeoppang dalam diam sambil berjalan menuju tempat parkir.
-Soeun POV-
Aku mengalihkan pandanganku keluar mobil, sebisa mungkin aku menghilangkan rona merah di wajahku.
"Kau alergi seafood?" tanyanya memecah kesunyian.
"Aniyo Sajangnim," kataku cepat.
"Baguslah karena hari ini aku ingin makan seafood."
"Kau punya rekomendasi tempat yang enak disini?"
"Tentunya."
"Apa tempatnya dipinggir pantai? Sebentar lagi sunset, pasti bagus sekali sunset di Jeju," kataku sambil tersenyum membayangkan makan malam dipinggir pantai dengan pemandangan sunset.
Junho tidak menjawab. Dia membelokkan mobilnya kearah sebuah restoran kecil yang ternyata pas disebelah pantai. Restoran sederhana tetapi banyak sekali pelanggan yang berdatangan. Meja-meja kecil yang tiap mejanya hanya bisa diisi oleh empat orang, berjejer rapi sedemikian rupa luar restoran lebih tepatnya diatas pasir pantai yang sudah dilapisi sebelumnya dengan kayu-kayu bervernis cokelat.
"Wuaaa.." hanya decak kagum yang bisa kukeluarkan dari mulutku.
"Bagaimana menurutmu? Baguskan? Aku sudah bertahun-tahun tidak kesini tetapi tempat ini tidak banyak berubah," katanya sambil memandang kesekeliling restoran tersebut.
Ada seburat rasa sedih yang terpancar dari matanya. Kenapa? Apa karena wanita yang ia sebut kemarin itu?
"Soeun-ssi, kau tidak mau masuk?" tanya Junho yang ternyata sudah berada di dalam restoran.
"Ne," aku berlari menghampirinya.
Kami mendapatkan tempat duduk paling dekat dengan pantai. Kalau kata Junho, tempat duduk ini salah satu terfavorit karena paling dekat dengan pantai jadi kalau untuk melihat sunset paling bagus.
Ia memesan Obunhagi Ttukbaegi, sejenis sup dengan banyak seafood didalamnya. Kemudian ia juga memesan cumi bakar serta gurita kecil yang dimasak pedas dengan bumbu-bumbu khas Jeju.
"Jalmeoggeseumnida," seruku untuk berterima kasih atas makanan yang tersedia.
Aku memasukkan potongan cumi bakar kedalam mulutku dan rasanya benar-benar enak.
"Eotte?"
"Neomu massissoyo," kataku dengan wajah berseri-seri.
"Kau coba gurita ini, rasanya tidak kalah enak dengan cumi tersebut," katanya lalu memberikan gurita keatas sendok.
Aku memasukan sendok yang penuh dengan nasi dan gurita ke mulutku.
"Hmm... Igo neomu massissoyo Sajangnim. Wuahh daebak," kataku menyendokkan lagi gurita ke mulutku.
-Junho POV-
Aku tersenyum kecil melihat nafsu makan gadis didepanku ini. Tempat ini mengingatkanku pada Yujin. Tempat ini menjadi kunjungan terakhir aku dan Yujin ke Jeju dan tempat ini juga awal masalah kami terjadi.
"Sajangnim?"
"Ne?" tanyaku kaget. Sepertinya Soeun sudah berkali-kali memanggilku.
"Sajangnim waeyo?"
"Ani. Makanlah."
-Author POV-
Setelah mereka menyelesaikan makan malam dan dibuat kagum oleh keindahan sunset di Pulau Jeju, mereka akhirnya kembali ke hotel untuk beristirahat karena besok pagi meeting dimulai pada pukul 09.00 pagi.
"Besok kau jangan lupa untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang kuperlukan untuk meeting. Ingat, jangan sampai ada yang terlewat lagi."
"Ne Sajangnim."
Setelah Soeun sampai kamar, ia langsung merebahkan diri ke tempat tidurnya.
"Lelah sekali. Kalau begini caranya, aku tidak mungkin bisa keluar malam ini untuk jalan-jalan. Sepertinya harus aku tunda sampai besok malam."
Soeun sedang menimbang untuk mandi atau tidak karena ia enggan untuk bangun dari tempat tidur. Namun karena ajaran Eommanya untuk selalu mandi setiap habis keluar rumah, akhirnya ia memaksakan diri untuk menyeret jiwa dan raganya untuk mandi.
-Soeun POV-
Alarm berbunyi nyaring disebelah telingaku, sontak aku terbangun karena teringat meeting dimulai pukul 09.00. Setelah aku mandi dan bersiap-siap, memakai dress terusan berwarna tosca yang kupadu dengan blazer berwarna putih -kuakui selera fashion bossku oke juga- dan tak lupa berdandan seperlunya -patut bersyukur tas makeup kecilku ada ditas yang selalu kubawa-. Aku melangkah keluar menuju kamar bossku untuk memastikan kalau ia sudah bangun.
Kuketuk pelan pintu kamar bossku. Sekali, dua kali tidak ada respon. Tiga sampai lima kali kuketuk juga tidak ada respon. Kutekan panggilan ke nomornya, ketika kupastikan nada sambung terdengar aku mendekatkan telingaku ke pintu kamarnya berharap mendengar nada dering ponselnya didalam.
"Wae?" tanya suara di seberang. Suara berat tanda ia baru bangun.
"Sajangnim, kau baru bangun? Sekarang sudah pukul 08.20 dan kita ada meeting pukul 09.00."
"Aahhh baiklah," katanya dengan malas. "Kau sarapan saja dahulu, tidak usah menungguku."
"Ne Sajangnim."
Aku melangkah menuju lift untuk turun sarapan di restoran.
"Siapa pula yang akan menunggunya. Tak perlu disuruhpun aku juga ingin sarapan," gumamku sambil melangkah kearah restoran.
Aku mengambil piring dan mulai memilih beberapa pastry yang kusukai, aku juga mengambil salad buah yang kusiram dengan banana yogurth. Aku berjalan untuk mencari tempat duduk yang sudah sangat penuh. Memang, hotel ini sedang penuh-penuhnya karena turis-turis luar ingin sekali menginap di Hotel yang kudengar sih milik salah satu personel JYJ.
"Soeun-ssi," panggil seseorang diarah sebelah kiriku. Aku mencari asal suara tersebut yang ternyata adalah Cho Kyuhyun. Meskipun aku bingung mengapa ia berada disini, tetapi aku membuang rasa penasaranku terlebih dahulu karena saat ini yang aku butuhkan adalah meletakkan kedua piring yang ada di tangan kanan dan kiriku.
"Annyeonghaseyo," sapaku sambil membungkuk kearahnya.
"Kau sendiri? Duduklah, lagipula sudah tidak ada lagi tempat yang kosong."
Aku langsung meletakkan piring-piringku dan duduk dihadapannya.
"Aigoo, berat sekali," helaku.
"Kau ingin makan sebanyak ini?" tanyanya kagum.
"Apakah ini terlalu banyak? Hanya dua potong roti dan sepiring salad buah," kataku heran.
"Hahaha.. karena banyak wanita yang kukenal hanya makan sedikit dan terkadang malah tidak makan hanya untuk mendapatkan badan yang 'katanya' langsing."
"Aku bukan tipe wanita yang rela berlapar-lapar ria dan menyiksa diri untuk bisa mendapatkan badan seperti itu, untung saja aku lahir dari gen yang meskipun banyak makan tetapi badanku tetap seperti ini."
"Hahaha.. Kau sungguh wanita yang menarik Soeun," katanya yang berhasil membuat aku tersipu malu.
"Wuaahhh.. wajahmu memerah. Sebaiknya kau cepat makan, sepertinya kau kelaparan jadi wajahmu memerah seperti itu," candanya yang sekali lagi berhasil membuatku merona dan langsung kusendokkan salad buah ke mulutku.
"Dimana Junho?" tanyanya sambil terus memandangiku makan.
"Tadi sih baru bangun. Tapi entah ia langsung siap-siap atau kembali tidur."
"Kemarin Junho kemana saja?"
"Kemarin ia mengajakku ke Gunung Halla dan makan malam di restoran seafood pinggir pantai."
"Aahhh.. ketempat itu lagi ternyata."
"Lagi? Maksudmu?"
"Aniya, bukan apa-apa."
Kata-kata penuh misterinya berhenti dan pandangannya lurus kebelakangku. Aku berbalik badan untuk melihat arah pandangnya. Ternyata Lee Junho sudah berjalan menuju tempat kami.
"Annyeonghaseyo Sajangnim," kataku sambil cepat berdiri dan membungkuk kearahnya.
"Sepertinya tempat yang lain tidak ada yang kosong. Dengan berat hati, aku harus duduk disini bersama kalian."
"Silahkan duduk disebelahku," kata Kyuhyun sambil menarik kursi yang ada didekatnya, tetapi ia malah duduk di kursi sebelahku.
"Soeun-ssi, tolong kau ambilkan aku kopi."
"Ne Sajangnim," dengan berat hati aku meletakkan sendok yang berisi salad yang seharusnya sudah berhasil kumasukkan ke dalam mulutku.
Dengan cepat aku menuju tempat kopi dan membuat sendiri kopi untuk bossku. Kucicipi sedikit dengan sendok lain dan ketika rasanya sudah pas, aku langsung membawa hasil karyaku ke hadapannya.
"Lumayan," katanya sehabis menyesap kopi yang kubuatkan.
Tiba-tiba ia mengambil piring berisi rotiku dan memakan salah satunya. Tanpa seijinku. Ya mengambil makanan tanpa seijin pemiliknya.
"Sajangnim, bukankah itu punyaku?" tanyaku pelan.
"Kau ambil saja lagi."
"Tapi roti yang seperti itu sudah habis."
"Kau makan saja punyaku," kata Kyuhyun tiba-tiba.
"Aniyo kwenchana," kataku dengan memasang wajah kesal.
"Ya Lee Junho. Kau benar-benar tidak berubah eo?" kata Kyuhyun tiba-tiba sambil menggetok kepala Junho.
"Ya Hyung. Appo!"
Ia memegang kepalanya yang dipukul oleh Kyuhyun tetapi tetap saja memakan roti punyaku. Aahhh.. Awas kau Lee Junho, bukan berarti kau bossku tetapi aku tidak bisa berbuat apa-apa.
-Author POV-
Meeting hari pertama berjalan dengan lancar. Meskipun diwarnai argumen antara Junho dan Kyuhyun. Junho juga baru mengerti mengapa Kyuhyun ada di Jeju, karena ia juga menginvestasikan sahamnya di untuk proyek ini. Soeun tak henti-hentinya mengucap syukur karena dalam meeting kali ini, ia tidak melakukan kesalahan sekecil apapun.
Setelah meeting, mereka semua berbondong-bondong menuju lokasi dimana hotel tersebut akan dibangun.
"Soeun-ssi, nanti tolong kau ambil foto-foto disekitar lokasi. Lalu jangan lupa untuk mengirim foto-foto tersebut ke emailku."
"Ne Sajangnim."
Soeun mengalihkan pandanganya keluar jendela mobil, disebelah kanannya terhampar luas lautan lepas dengan ombak yang bergulung ganas. Memang cuaca agak kurang bersahabat karena peralihan musim. Soeun hanya berdoa hujan tidak akan segera turun.
Don't forget to leave comment and click love button..
Salam sayang dari Eye Smile Couple... *lopelopelope*