-Soeun POV-
Entah sudah berapa kali aku keluar masuk ruangan Lee Junho untuk melaksanakan perintah-perintah menyebalkannya. Aku juga harus bolak balik ke mini market untuk membeli keperluannya yang dia minta satu persatu. Rasanya aku ingin sekali menjitak kepalanya dengan sepatu heels-ku, sayangnya aku masih membutuhkan penilaiannya sebagai bossku.
"Soeun-ssi."
"Ne Sajangnim," kataku sambil mengehela napas kemudian menghampiri Junho yang ada di dalam ruangan.
"Soeun-ssi, tolong kau pesankan tiket untuk ke Jeju-do besok pagi dan siapkan berkas-berkas rapat tadi. Oh ya, kau juga ikut besok."
"Ne? Bukankah seharusnya Sajangnim baru lusa akan kesana? Dan kenapa aku harus ikut?" tanyaku penuh tanda tanya.
"Aku hanya ingin kesana lebih awal dan kau harus ikut karena kau sekretarisku," katanya sambil menatapku dalam. "Ada pertanyaan lagi?"
"Aniyo Sajangnim," jawabku lalu membungkuk pamit. "Mwo-ya. Kenapa mendadak seperti ini? Ingin rasanya aku menjitak kepalanya itu," runtukku setelah aku duduk ditempatku.
Aku langsung mengutak-atik komputerku untuk mencari tiket keberangkatan ke Jeju besok pagi.
-Author POV-
"Jadi besok pagi kau berangkat?"
"Eo. Mau tidak mau aku harus berangkat,"
"Soeun-a mian, hari pertama kau kerja sampai pertama kalinya kau dinas keluar, Eomma tidak dirumah. Eomma tidak tega kalau meninggalkan bibimu sendirian di Rumah Sakit. Dan sepertinya Eomma akan disini seminggu lagi."
"Kwenchana Eomma. Bagaimana keadaan Yooin Imo sekarang?"
"Sudah lebih baik, kau tidak perlu khawatir."
"Eo gerom, titip salamku untuk Yooin Imo," kata Soeun lalu mengakhiri panggilannya.
Soeun menata barang-barangnya yang akan dibawanya besok kedalam koper. Dia menghitung sekali lagi jumlah pakaian yang dibawanya dan menimbang apakah cukup pakaian-pakaian ini untuk lima hari kedepan.
Soeun sangat bersemangat untuk kepergiannya kali ini karena terakhir kali Soeun ke Jeju sekitar lima tahun yang lalu, itupun hanya dua hari karena dia hanya menghadiri pernikahan teman ayahnya. Dan dia berharap kali ini bisa menikmati Jeju lebih lama, meskipun harus mencuri waktu dimalam hari untuk jalan-jalan toh Junho juga tidak akan membutuhkannya pada malam hari.
keesokan paginya
Dering handphone memenuhi pendengaran Soeun, sekali dua kali ia abaikan. Dengan sedikit perasaan kesal, ia akhirny menjawab panggilan dari handphone-nya tersebut.
"Yak Kim Soeun, eoddiya?" tanya sebuah suara diseberang telepon. Suara marah tapi terdengar manis dan seksi, begitu pikirnya.
"Jib, wae? nugu?" tanyanya balik masih tetap memejamkan mata.
"Mwo? Aku tunggu setengah jam lagi karena pesawat akan berangkat dalam waktu kurang dari sejam," katanya lalu memutuskan panggilannya.
"Mwo-ya? michin sarameun? Pesawat? Siapa yang mau naik pesawat?" tanyanya pada diri sendiri dan masih tetap memejamkan mata. "PESAWAT? MWO-YA AKU TELAT," akhirnya Soeun sadar dan langsung bergegas bersiap-siap sambil meruntuki kebodohannya.
sementara itu di Gimpo Airport
"Gadis ini pasti baru bangun," kata Junho sambil menyesap kopinya.
Ia menunggu di kedai kopi yang ada di dalam Airport, ia masih belum bisa masuk kedalam ruang tunggu karena masih belum bisa check-in. Soeunlah yang memesan tiket kemarin, jadi Junho sama sekali tidak memegang informasi apapun tentang penerbangannya, yang ia tahu hanyalah ia akan berangkat pukul 08.10 dan sampai sekarang sekretaris barunya belum juga datang.
"Lee Junho-ssi?" sapa seorang perempuan dari belakang Junho.
Junho berbalik mencari asal suara tersebut.
"Eo? Tiffany-ssi."
-Junho POV-
"Lee Junho-ssi?" sapa sebuah suara, suara seorang perempuan. Tidak mungkin Soeun pikirku, mana mungkin gadis itu kesini dalam waktu sepuluh menit.
Akhirnya aku berbalik untuk melihat siapa yang menyapaku sepagi ini di Airport. Dia. Senyum ini.
"Eo? Tiffany-ssi," kataku lalu tersenyum dan bangkit dari tempatku kemudian mengulurkan tanganku untuk menyalaminya.
"Lama tak berjumpa. Apa kabarmu?"
"Aku baik. Kau sendiri?"
"Selalu baik. Aku pikir aku salah mengenalimu tadi, ternyata aku benar. Kau mau kemana sepagi ini?"
"Ah, aku mau ke Jeju-do. Ada proyek yang harus aku kerjakan disana."
"Wuah, kau sekarang menjadi seorang yang sangat sukses sepertinya," pujinya yang membuatku tersipu.
"Ah aniya, tidak seperti itu. Kau sendiri mau kemana sepagi ini?"
"Sama sepertimu. Aku ingin menemui seseorang disana."
"Ah ara. Apakah dia disana?"
"Eo. Oh ya, sepertinya aku mau check-in duluan. Atau kau mau juga check-in bersama?"
"Aniya, aku mau menunggu sekretarisku dulu, dia yang membawa semuanya."
"Ah arata. Ne Sajangnim, aku duluan ya. Bye, sampai bertemu di Jeju-do," katanya menggodaku sambil melambaikan tangan.
"Anyyeong."
Hwang Miyoung atau yang lebih dikenal dengan Tiffany Hwang adalah salah satu designer muda berbakat yang brand-nya sedang digilai akhir-akhir ini, dari kalangan selebritis sampai anak-anak muda. Aku kenal dengannya karena kami kuliah di kampus yang sama di Amerika, meskipun kami berbeda jurusan tapi kami kenal satu sama lain karena kami sama-sama orang Korea.
Aku kembali menyesap kopiku dengan bosan, sambil sesekali melihat jam yang melingkar ditanganku berharap waktu cepat berlalu. Aku tidak sabar untuk sampai di Jeju-do, aku tidak sabar untuk bertemu dengannya. Ya dengannya.
- Soeun POV-
"Ah, Soeun pabo. Bisa-bisanya kau malah mematikan alarmnya," runtukku sambil menarik koperku kearah halte bus.
Aku memang sudah memasang alarm tepat waktu, tapi karena aku tidur terlalu larut karena menyelesaikan bawaanku hari ini, aku jjadi tidak sadar kalau mematikan alarm dari handphoneku.
Pagi yang tidak baik. Pertama aku telat bangun padahal aku harus berangkat hari ini ke Jeju-do. Kedua bossku menelpon dan aku malah bertanya siapa dia. Ya Tuhan, apa yang harus aku katakan nanti ketika aku bertemu dengannya.
Untung saja lalu lintas hari ini sangat bersahabat, jadi waktu pukul 07.40 menit aku sudah sampai di airport. Aku langsung berlari menuju kedai kopi yang ada disana, ya untuk mencari bossku.
"Josonghamnida Sajangnim," kataku sambil membungkuk. Aku bertaruh, penampilanku pasti kacau sekali sekarang.
"Telat 15 menit. Apa yang ada dipikiranmu sampai-sampai kau telat?" katanya sambil masih santai menyesap kopinya.
"Jalmotesoyo Sajangnim."
"Dwaesso, aku tidak ingin mendengar penjelasan apapun sekarang. Apa kau sudah check-in?"
"Ajik."
"Lalu apa yang masih kau tunggu Kim Soeun-ssi?" katanya sambil menatap dalam kearahku.
"Ne Sajangnim."
Aku langsung berlari meninggalkan Junho, tapi aku langsung berbalik lagi kearahnya karena aku melupakan koperku. Benar-benar lengkap penderitaanmu Kim Soeun. Pabooo.
Untung saja bandara pagi ini tidak terlalu padat jadi aku bisa cepat menyelesaikan tugasku. Aku langsung mengirim pesan kepada bossku supaya kami bisa langsung masuk ke pesawat.
"Miyoung Seonbae?" gumamku sambil memperhatikan kearah seorang wanita yang masuk ke pintu pesawat.
"Yak. Kaja," kata Junho tiba-tiba sudah ada didepanku.
"Ah Ne Sajangnim."
-Author POV-
Soeun menunduk pasrah dipesawat dan Junho yang duduk disebelah kanannya diam sambil menyilangkan tangannya. Ya kali ini Soeun salah memilih kelas penerbangan, Junho terbiasa memakai kelas penerbangan eksekutif atau minimal bisnis tetapi kali ini ia memakai kelas penerbangan ekonomi. Soeun tidak mengetahui hal seperti ini.
Untung saja jarak Seoul ke Jeju-do hanya memakan waktu satu jam, meskipun Soeun merasa perjalanan tadi menghabiskan waktu setahun.
"Soeun, belikan aku kopi," kata Junho sesampainya di airport.
"Ne? Bukankah tadi Sajangnim sudah minum kopi sewaktu di Gimpo?" tanya Soeun heran.
"Ini semua karenamu, aku pusing dengan ulahmu hari ini. Ppali!"
"Ne."
Soeun berlari menuju kedai kopi yang jaraknya hanya sekitar lima meter dari tempat Junho duduk.
BRAAAKK
"Aduh,"
"Josonghaeyo. Kwenchanayo?" tanya sebuah suara pria.
"Ah apo. Kalau jalan pakai mata dong," kata Soeun lalu melihat pria didepannya.
"Neomu josonghaeyo. Mari kubantu kau berdiri. Kwenchana? Aku buru-buru untuk menemui seseorang, kulihat tidak ada luka yang serius. Kalau begitu aku tinggalkan kartu namaku saja," katanya sambil mengulurkan kartu namanya. "Kalau kau butuh biaya pengobatan, cepat hubungi aku."
Soeun hanya terdiam dengan sikap pria tersebut. Dia ditabrak dan ditinggal begitu saja, meskipun dia meninggalkan kartu namanya. Pria yang tampan namun Soeun yakin kalau ia bukanlah orang asli orang Korea.
"Dr. Nichkhun Buck Harvejkul? Nama yang rumit," kata Soeun lalu memasukkan kartu nama tersebut kedalam tasnya dan ia melanjutkan tujuan utamanya yaitu membeli kopi untuk Lee Junho.
-Junho POV-
"Kedai kopi hanya berjarak lima meter dari sini, lalu kenapa kau lama sekali membelinya? Apa kau membeli kopi di Seoul?" tanya Junho ketus ketika aku datang membawa kopi untuk Junho.
"Aniyo Sajangnim."
"Kaja, orang yang menjemput kita sudah menunggu diluar."
Junho berlalu berjalan didepanku, aku hanya bisa menjitak kepalaku sendiri saat ini. Entah cobaan apa yang sedang Tuhan berikan kepadaku dan mengapa disaat seperti ini.
-Author POV-
Orang yang menjemput mereka adalah Park Yoon Jae. Pria yang berumur sekitar pertengahan 40 tahun, berwajah ramah dan selalu menyunggingkan senyumnya. Soeun duduk didepan di bangku penumpang, sedangkan Junho duduk dibelakang asyik dengan handphone dan kopinya.
“Ah Jeongmalyo? Kau baru sekali ke Jeju-do dan belum sempat jalan-jalan?”
“Ne,” jawab Soeun dengan muka melas.
“Kasihan sekali kau. Aku bisa meminta tolong anakku untuk mengajakmu keliling Jeju-do,” katanya penuh keyakinan.
“Jongmalyo? Neomu Kamsahamnida,” kata Soeun dengan senyum penuh kebahagiaan. Ia memikirkan akan mulai dari mana petualangannya, apakah kuliner terlebih dahulu atau ke laut atau….
“Kau disini untuk kerja, bukan untuk jalan-jalan,” kata Junho tiba-tiba membuyarkan semua angan-angan Soeun.
“Ne?”
“Apa tadi kurang jelas perkataanku?”
“Aniyo Sajangnim.”
Sisa perjalanan menuju hotel yang berjarak kurang lebih 1,5 jam perjalanan dilalui dengan keheningan. Park Yoon Jae sedari tadi melihat khawatir ke arah Soeun, seperti tahu kalau Soeun saat ini sangat kecewa. Ia tidak habis pikir dengan sikap Junho barusan, apakah mereka bekerja penuh tanpa henti disini? Kenapa tidak diberi waktu untuk berlibur walau hanya sehari?
Soeun hanya bisa mengarahkan pandangannya keluar jendela dalam diam. Meskipun dirinya harus menelan pil kekecewaan dari Junho tadi, tapi ia tidak akan berlarut dalam kekecewaan. Soeun sedang merencanakan untuk perlariannya di malam hari, bukankah memang sudah ia rencanakan untuk jalan-jalan di malam hari?
-Soeun POV-
Akhirnya mobil yang kami tumpangi berhenti tepat di depan lobby hotel. Hotelnya sangat megah dan mewah, interiornya juga sangat bagus. Kalau aku tidak salah, nantinya kami akan membangun satu lagi hotel yang serupa dengan ini namun letaknya agak jauh sini, letaknya nanti akan lebih dekat dengan airport.
Kami disambut oleh seorang pria berpakaian jas dan sedari tadi menyunggingkan senyum terbaiknya sambil menjabat tangan Junho.
“Selamat datang di Toscana Hotel, kami sudah menyiapkan kamar untuk anda dan sekretaris anda,” katanya penuh semangat namun agak berlebihan pikirku.
“Oh ya, perkenalkan ini sekretarisku Kim Soeun-ssi,” katanya tiba-tiba yang membuatku maju untuk membungkuk ke arah pria tersebut. “Kalau ada sesuatu kau bisa memberitahukan terlebih dahulu dengannya.”
“Ah Ne. Aku Manajer di sini, namaku Yoon Ji Young. Kau bisa memberitahuku kalu menginginkan sesuatu,” katanya sambil memberikan kartu namanya kepadaku.
“Ah Ne. Kamsahamnida.”
“Mari aku tunjukkan kamar kalian,” katanya lalu berjalan berdampingan dengan Junho dan meninggalkanku sendiri.
“Cih, tipe orang pencari perhatian,” cibirku lalu melihat koper yang sedang melewatiku. “Seolma, kemana koperku?” tanyaku bingung karena hanya ada satu koper yang dibawa oleh petugas hotel tersebut. “Jogiyo.”
“Ne?” tanya petugas hotel tersebut.
“Apakah hanya ini yang kau turunkan dari mobil tersebut?”
“Ne, karena hanya ada satu koper di mobil itu.”
“Mwo? Soeeuuunnn…” aku berteriak untuk diriku sendiri. Bisa-bisanya aku meninggalkan koperku di airport. Pasti tadi aku lupa karena sibuk membeli pesanan Junho, aku pikir koperku sudah dipindahkan di mobil tapi ternyata koperku masih ada di airport dan belum aku ambil.
“Soeun-ssi.”
“Ne?” jawabku saat kudengar suara Junho memanggilku.
“Apakah kau ingin tidur diluat atau masuk?”
“Sajangnim,” kataku lalu mendekat kearahnya.
“Wae?” tanyanya waspada.
“Bisakah kita kembali ke airport?”
“Mworago? Michyoseo?”
“Sajangnim, ini sangatlah penting.”
“Wae? Kau mau kembali ke Seoul?”
“Aniyo. Genyang…” aku menggantung kalimatku yang akhirnya di beri tatapan dalam oleh Junho. “Koperku tertinggal disana. Eottokhae?”
“Mwo? Neo jeongmal pabo-ya. Ada apa denganmu hari ini?” katanya frustasi sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Josonghamnida."
Akhirnya chapter baru selesai juga, lama karena musti nyuri-nyuri waktu di sela kerja dan main..
Hahhahaha...
Bikinnya lama banget tapi pasti dibaca gak lebih dari lima menit...
But, It's okay...
Just want to say don't forget leave your comment in here and click love button in right side...
Neomu Gomawoyo...