“Mwo? Kenapa kau menatapku seperti itu” tanya Jin ketika melihat ekspresi wajah JinWoo yang telah menunggunya sekitar setengah jam di dalam ruangannya.
Mungkin agak aneh jika Jin bertanya tentang ekspresi wajah pada JinWoo, mengingat JinWoo tidak terlalu ekspresif dan hanya memiliki beberapa ekspresi yang sering di perlihatkannya, termasuk saat ini. Ekspresi datar dan dingin yang sangat kaku.
“Bagaimana? Apa kau sudah siap?” Jin mengenakan kemeja kerjanya sebelum memulai terapinya dengan JinWoo. Menatap JinWoo dengan tatapan tidak percaya setelah melihat lelaki itu menggelengkan kepalanya pelan.
“Aishhh, kau sepertinya sama sekali tidak mempunyai kemauan untuk sembuh”
“I’ve tried” jawab JinWoo membalas senyum sarkastik Jin.
“But, you’re not trying hard” tatapan menghakimi Jin membuat JinWoo tidak bisa membela diri lagi.
“Kau tau kan kalau aku adalah psikiater dan bukan tukang hipnotis? Aku tidak bisa menyembuhkanmu tanpa suntikan ini agar kau membuka fikiranmu. Dan lagi, sampai kapan kau akan terus begini?” lanjut dokter muda itu.
Jin memasukkan sebotol kecil cairan ke dalam suntikan, menatap JinWoo dan mengisyaratkannya untuk duduk di kursi terapi. Kursi terapi di ruangan kerja Jin bukanlah seperti yang kalian bayangkan. Bukan sebuah kursi yang biasa di temui di ruang praktek dokter gigi atau semacamnya. Ini adalah sebuah sofa, sofa berwarna krem yang terlihat sangat nyaman. Sofa yang selama 2 tahun ini selalu menjadi tempat paling nyaman di hidup JinWoo.
“Aku tidak bisa melakukan apa-apa jika tidak ada niat sedikitpun dalam dirimu untuk sembuh”
“Pastikan ini adalah suntikan terakhirmu, karena selanjutnya aku mau memberimu terapi saat kau sadar”
Jin menyuntikan jarum yang berisi cairan itu ke tubuh JinWoo yang saat ini sedang terpejam. Dokter itu memulai ritual terapinya seperti yang selalu dia lakukan bersama pasien yang mengidap ‘Social Phobia’ akut ini.
***
JungKook menjatuhkan tubuh DaRa dari atas punggungnya ke atas tempat tidur dengan hati-hati. Maknae itu berusaha tidak membuat kedua sahabatnya yang kini sudah berada di kasur yang sama itu terbangun. Entah kenapa, jika melihat V dan DaRa tidur itu merupakan sebuah kesenangan tersendiri bagi JungKook. Mungkin karena dia merasa berhasil membuat ‘Duo Rusuh’ itu tenang. Walaupun untuk sementara, karena dalam beberapa jam lagi mungkin akan ada hal-hal aneh yang bakal mereka lakukan.
JungKook membuka ponsel yang sejak tadi belum sempat di sentuhnya. Melihat puluhan Missed Calls dan belasan pesan yang sejak kemarin malam sudah masuk di ponselnya.
“Eomma pasti membunuhku” rutuk JungKook mengacak-acak rambut hitamnya setelah membaca satu-persatu pesan yang seluruhnya berasal dari eomma-nya.
Dengan satu hebusan nafas yang keras, JungKook mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk menyentuh satu tombol ‘Call’ pada kontak Eomma-nya.
“Oh my God, JungKookie. Where have you been???” suara lembut Eomma JungKook langsung terdengar dari balik ponsel sebelum JungKook sempat mengatakan apa-apa.
“V Hyung Jib-e gasseo-sseo yo, eomma (aku pergi ke rumah V hyung)”
“English please JungKookie”
“I’m at V Hyung’s home, Eomma” JungKook membuang nafasnya pelan, memberi kesan tidak nyaman dengan Eommanya yang saat ini sedang gencar menyuruhnya untuk menggunakan Bahasa inggris di setiap percakapan mereka. Hal itulah yang kadang membuat JungKook tidak terlalu nyaman ketika berbicara dengan Eommanya.
Eommanya yang baru beberapa tahun ini bekerja sebagai guru bahasa asing terkadang menyusahkan JungKook kerena setiap tahun ia selalu mengajarkan dan memintanya untuk berkomunikasi dengan bahasa asing. Tahun lalu, Eommanya sudah sukses membuatnya bisa sedikit banyak menguasai bahasa Perancis dengan 2 tahun penuh mengajaknya berkomunikasi dengan bahasa itu. Kali ini, JungKook harus mempelajari Bahasa Inggris atas perintah Eommanya.
“How dare you not answered my call! Go-home-now”
“I’m sorry, I dozed off” JungKook memutar matanya seakan bersiap menerima omelan. “Eomma, can you pick me up?” lanjut JungKook ketika hanya mendengar desahan kecewa dari Eommanya.
“I can’t. I had to go to work, now. Make sure that you already at home at 10. Please obey our rules JungKookie. Okay?” jawab Eomma dengan memberi penekanan pada setiap katanya, berharap JungKook benar-benar mengerti.
“Nee”
“English Please..” koreksi Eommanya setelah mendengar jawaban berbahasa Korea JungKook.
“Yes, yes i got it Eomma”
JungKook langsung mengakhiri panggilannya. Membuang nafasnya dengan keras seakan ingin membuat kekesalannya hilang bersama hembusan nafas kasarnya. Terkadang memang menyebalkan mendengar perkataan Eommanya yang terlalu overprotektif padanya. Tapi mau bagaimana lagi, sebagai seorang single parent, pasti sangat berat untuk merawat anak lelaki sendirian. Dan karena JungKook adalah anak satu-satunya, tidak heran jika Eommanya memperlakukannya seperti itu.
“AKKKK!!!!!”
GUBRAK!!!
Teriakan melengking DaRa dan suara debuman keras membuat JungKook tersentak dan segera berlari menghampiri tempat tidur,
“Wae, wae, wae?” JungKook berjalan cepat menghapiri DaRa yang langsung menunjukkan sisi lain tempat tidur, mengisyaratkan JungKook untuk kesana.
“Akkkkk.. appooo…” suara yang terdengar dari bawah tempat tidur membuat JungKook dan DaRa buru-buru mencari sumber suara.
“Hhhhh!!!!!!” DaRa menahan nafasnya ketika melihat V berada di bawah kasur, menutup kedua mulutnya berusaha untuk tidak berteriak saking terkejutnya dengan apa yang baru dilihatnya. “V-AH?? Gwaenchana??” lanjutnya lagi dan buru-buru turun dari tempat tidur setelah meyakinkan dirinya sendiri jika lelaki yang baru saja di tendangnya keluar dari tempat tidur itu adalah V.
“Wae???? kenapa kau menendangku?? Akkk.. tanganku” V memijat-mijat pelan lengannya dan menatap sebal kearah DaRa.
“Mian, mian, aku fikir kau ajusshi tadi malam. Mianhae mianhae V-ah. Jinjja mianhae” rajuk DaRa sembari ikut mengelus lengan V yang di gunakannya untuk menopang tubuhnya ketika terjatuh dari tempat tidur yang bisa dibilang lumayan tinggi itu.
JungKook dengan hati-hati membantu V untuk berdiri. Jatuh dari tempat tidur yang tingginya hampir 1 meter itu cukup membuat JungKook khawatir dengan lengan V yang bisa saja patah.
“Hyung, gwaenchana? Coba gerakkan lenganmu. Seperti ini” JungKook memutar bahunya ke depan dan kebelakang, mengisyaratkan V untuk mengikutinya.
“Akkkkk..” erang V setelah merasakan sakit yang luar biasa ketika mencoba menggerakkan bahunya.
DaRa menatap V dengan khawatir dan rasa bersalah. Dia mengira V adalah ajusshi yang mengantarnya semalam. Karena DaRa masih tertidur dan tidak sadar jika JungKook telah memindahkannya ke kamar V. Jantungnya berdegup sangat kencang saat mendengar desahan V yang mencoba menahan sakitnya.
“Kajja, kita kerumah sakit sekarang”
***
“Kau tau, sepertinya kau harus mencari yeoja cinggu”
JinWoo melirik kearah Jin setelah mendengar perkataan itu. Melihat Jin seakan Jin baru saja mengatakan hal yang sangat tidak masuk akal padanya.
“Aku serius” ujar Jin lagi karena merasa Jin Woo tidak benar-benar menghiraukan perkataannya tadi.
“Hmm” JinWoo hanya mengiyakan perkataan Jin dengan asal, berharap lelaki itu tidak lagi meneruskan perbincangan tentang ini.
“Kau harus sembuh jika kau ingin menjadi seorang jaksa. Mana ada seorang jaksa yang mengidap Social Phobia sepertimu? Setidaknya mereka harus bisa bersosialisasi”
“Karena itulah aku membayarmu, hyung”
“Percuma saja kau membayarku tetapi kau tidak mempuanyai niatan sama sekali untuk bersosialisasi dengan orang lain. Kau tidak benar-benar ingin sembuh” Jin menelusupkan kedua tangannya ke dalam saku kemeja dokternya.
“Apa ‘mempunyai pacar’ adalah salah satu bentuk treatment penyembuhan?” tanya JinWoo dingin, seakan Jin benar-benar memberikan saran yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakitnya.
“Yep, ini termasuk Psikoterapi. Sudah saatnya kau mendapatkan terapi seperti ini. Yah, walaupun ini mungkin merupakan situasi yang paling kau takuti”
“Mereka akan terbunuh, seperti yang lainnya” JinWoo menatap mata dokter dihadapannya dalam-dalam. Kakinya bergetar, dia mulai merasakan keringat dingin mengucur melewati garis wajahnya. Ya, seperti itulah reaksi yang akan dia alami ketika dia mulai menceritakan sesuatu tentang dirinya pada orang lain. Oleh sebab itu, Jin selalu memberinya terapi dengan menyuntiknya, agar dia bisa menceritakan semua melalui alam bawah sadarnya.
Jin menarik bibirnya kesamping, mengulas sebuah senyum tipis setelah mendengar perkataan JinWoo. Kemudian menghempaskan punggungnya ke belakang, merasa kecewa karena ternyata JinWoo masih mengingat-ingat kejadian yang menyebabkan penyakit ‘Social Phobia’nya ini muncul pada dirinya.
Drttttttt!!!!
Jin melirik ponsel yang tergeletak diatas meja kerjanya. Berfikir sebentar sebelum mengangkat nomor yang tidak tersimpan di ponselnya.
“Yoboseyo?”
“Ajusshi, ponselku ada di dashboard mobilmu! Kau dimana sekarang? Biasakah kau mengantarkan ponselku?”
Jin tersenyum lebar setelah mendengar suara itu, seakan menemukan sebuah pencerahan. Dia kembali melirik ke arah JinWoo yang sudah tampak tenang dan sedang menatapnya dengan tatapan dinginnya seperti biasa.
***
“Ada sedikit keretakan, mungkin butuh beberapa bulan untuk membuatnya bisa menggerakkan tangannya dengan normal lagi”
DaRa mengangguk-anggukkan kepalanya pelan, pertanda dia memahami perkataan dokter yang baru saja memasangkan gips ke tangan V. Kemudian melirik ke arah V yang masih memasang tampang menyedihkannya. Sepertinya bocah itu sedang memikirkan sesuatu untuk sedikit ‘membalas dendam’ pada DaRa yang telah membuat tangannya terbalut gips. Membuat DaRa melakukan sesuatu sesuka hatinya sepertinya akan sangat menyenangkan mengingat tangan kanannya sedang tidak bisa bergerak bebas saat ini.
“Pastikan untuk control setiap minggu, kau juga akan kami terapi agar tanganmu bisa lebih cepat kau gerakkan secara normal. Untuk saat ini, jangan memaksakan tanganmu untuk bergerak karena itu akan memperlambat proses penyembuhanmu”
Kata-kata terakhir Dokter seketika membuat V memperlihatkan smirk-nya. Membuat DaRa bergidik ngeri ketika melihatnya karena dia membayangkan hal-hal aneh yang akan V perintahkan padanya.
“Algeseumnida, Gamsahamnida” V dan DaRa membungkukkan tubuhnya pada dokter dan berjalan keluar dari ruangan itu.
---
“Kau pulanglah, aku mau menemui orang dulu” ujar DaRa sesampainya mereka di parkiran, supir yang sejak tadi menunggu mereka di dalam mobil segera keluar dan membukakan pintu untuk V.
“Odie? (dimana)” tanya V sebelum memasuki mobilnya.
“Mengambil ponselku, aku meninggalkannya di mobil seseorang”
“Nugu? (siapa)”
“Bimilida (rahasia). Kha (pergilah)” DaRa mendorong tubuh V agar cepat-cepat masuk ke dalam mobil.
“Ya! Aku bisa mengantarmu”
“Andwae, kau harus beristirahat” DaRa menutup pintu mobil V agar bocah itu tidak terus bertanya padanya.
“Apa kau akan kembali kerumahku nanti?” tanya V lagi dari balik jendelanya. Sepertinya tidak rela membiarkan DaRa lolos dari rencana-rencana usilnya hari ini.
“Tentu saja, mobilku masih ada di garasimu. Aku tau kau pasti sudah memikirkan rencana-rencana jahatmu padaku. Aisshhhh jinjja!!” DaRa mengarahkan kepalan tangannya pada V dan membuat lelaki itu terkekeh girang ternyata pemikirannya sudah diketahui oleh DaRa. “Khandaa (aku pergi)” DaRa melambaikan tangannya kearah V dan berjalan menjauh dari sana.
***
JinWoo menelusupkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, berjalan menuju pintu keluar gedung rumah sakit dengan membawa banyak fikiran di otaknya.
“Jika kau tidak bisa mendapatkan pacar dalam minggu ini, aku akan memperkenalkanmu dengan seorang kenalanku. Dan kau harus menjadi pacarnya, suka tidak suka”
Kata-kata Jin barusan kembali terngiang di fikirannya. Bagaimana bisa dia mendapatkan pacar dalam waktu satu minggu? Dia sama sekali tidak pernah punya teman perempuan seumur hidupnya. Bahkan, untuk teman lelakipun bisa di hitung dengan satu tangan. JinWoo sudah terbiasa dengan hidup di apartemennya seorang diri tanpa bersosialisasi.
JinWoo mengangkat kepalanya yang semula tertunduk. Dia mengacak rambutnya pelan mencoba mengembalikan akal sehatnya.
Sesosok tubuh perempuan yang sedang berjalan di depannya menggugah indra pengelihatannya untuk terus memperhatikannya. Perempuan yang sedang berjalan dengan beberapa kali menolehkan kepalanya itu saat ini tampak sedang membuka snapbacknya dan berjalan menuju meja informasi.
Entah kenapa tubuh JinWoo seketika menolak untuk bergerak, seakan masih terus betah berdiri disana dan memperhatikan perempuan gerak-gerik perempuan itu. Ya, tentu saja. DaRa berhasil menggugah fikirannya yang sedang penuh tentang tugas ‘mencari pacar’ dari Jin.
“Cogiyo..” panggil JinWoo ketika DaRa sudah menyelesaikan urusannya di meja resepsionis.
DaRa menghentikan langkahnya ketika mendengar suara yang familiar itu memanggilnya.
“Kau?” tunjuk DaRa pada JinWoo seakan tidak percaya jika mereka bertemu disini “Wae?” lanjutnya lagi sembari memperhatikan JinWoo yang sedang melangkah mendekatinya.
“Apa kau mau jadi pacarku?” JinWoo berusaha meminimalkan degupan jantungnya yang mulai membuatnya sesak. Dia mencoba menatap mata DaRa, mengabaikan keringat dingin yang mengucur deras hingga alirannya berbelok menuju rahangnya. Mencoba menebak-nebak jawaban DaRa melalui matanya yang pastinya perempuan ini sudah menganggapnya gila saat ini.
***
Please Leave your Love or Comment ^^