Sudah seminggu ini, Jin terus menghabiskan jam makan siang dan makan malam di Interlude Cafe. Ketampanan Jin dan sikapnya yang ramah -terutama bagian murah senyum- sukses menjadi perbincangan diantara para pegawai cafe. Sohye sebenarnya tidak ambil pusing dengan kunjungan Jin namun laki-laki itu selalu meminta siapapun agar pesanannya dibawakan oleh Sohye.
Ini menjengkelkan.
Bagaimana tidak? Sekarang seluruh pegawai cafe terus menggodanya bahkan Kim ahjeomma, si pemilik cafe mengatakan bahwa Sohye akan menjadi seorang Cinderella yang bertemu seorang pangeran tampan dan... kaya? Penampilan Jin bukanlah semabarang terutama barang-barang bermerk yang melekat ditubuhnya dengan sempurna.
Seperti biasa, siang ini Jin berkunjung ke Interlude Cafe namun ia tidak menjumpai sosok mungil dan manis yang selalu dinantikannya. Ia pun memutuskan untuk bertanya pada petugas kasir.
"Kau mencari Sohye?" tebak Soo Ah.
"Ah, nde. Aku tidak melihatnya hari ini."
"Hari ini ia tidak masuk."
"Oh," terdengar nada kecewa disana.
"Kau kecewa?"
Jin menatap Soo Ah dan tertawa hambar, membuat gadis itu tertawa.
"Kalau kau menyukainya, sebaiknya cepat katakan. Sebelum dia menganggapmu main-main dengannya."
Jin mengangguk pelan, ia tidak menyangka kalau sekarang pegawai di cafe itu sudah memberikan saran sampai sejauh ini. Apa dia juga cukup populer di interlude Cafe? Ya, Jin tidak tahu kalau dia sudah menjadi topik hangat pegawai cafe selama tiga hari belakangan ini.
--
Rumah sakit.
Sohye memandangi ruang ICU dengan raut wajah khawatir. Pagi ini ia mendapat telepon dari ibunya kalau ayahnya tiba-tiba jatuh pingsan. Sohye pun memutuskan untuk tidak pergi bekerja ataupun kuliah, ia membawa ayahnya ke rumah sakit. Ia bahkan belum memikirkan berapa biaya yang akan ia keluarkan untuk rumah sakit. Ibunya, berdiri di depan puntu ICU sejak tadi.
"Eomma, duduklah."
"Tidak, eomma ingin menemani appamu."
"Eomma, aku akan membeli makan siang untuk kita."
"Mian Sohye-ya, eomma merepotkanmu."
"Ani, gwaenchana."
"Eomma akan tetap disini, menjaga appamu."
Sohye tersenyum, mengangguk sebagai tanda mengerti dan segera meninggalkan ibunya. Ia memeriksa isi tasnya, hanya ada beberapa lembar won dengan nominal kecil disana. Gadis itu menghela nafas, setidaknya ia bisa membeli dua buah roti dengan harga murah di kantin rumah sakit.
--
"Tidak bisakah kau mengendalikan rasa takutmu atau rasa khawatirmu?"
"Jung eisa (dokter),berikan padaku obat penenang itu."
Baekhyun tidak mengindahkan ucapan dokter pribadinya itu. Ia sedang tidak ingin mendengar saran dari siapapun, yang ia butuhkan adalah obat penenang untuk membuatnya merasa benar-benar sehat. Sedangkan Dr. Jung sendiri tampaknya terlalu mengerti seorang Byun Baekhyun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi melainkan mengeluarkan tempat kecil yang berisi obat.
"Setidaknya kau harus berusaha. Tidak selamanya mengkonsumsi obat itu baik."
"Arraseo seonsaengnim."
Baekhyun bangkit dari duduknya, membungkuk sejenak sebelum benar-benar keluar dari ruangan dokter tersebut. Ia menatap obatnya dengan perasaan lega sekaligus khawatir. Ia tentu saja mengerti dengan pasti mengenai pemakaian obat jangka panjang, namun ia sendiri tidak keberatan kalau pada akhirnya benar-benar mengalami ketergantungan meski tampaknya hal itu sudah terjadi padanya saat ini.
#Bruk!
Seseorang menabrak Baekhyun, membuat botol plastik obat di tangannya jatuh bergelinding di lorong rumah sakit. Ia menatap seorang gadis yang menabraknya dan menatapnya dengan panik sekaligus menyesal.
"Mian."
Gadis itu, yang tak lain adalah Sohye langsung mengambil botol obat tersebut dan menyerahkannya pada Baekhyun dengan sedikit rasa takut. Ia sibuk mengkalkulasikan keuangannya sehingga tidak terlalu fokus menatap ke depan. Jujur, kali ini Sohye mengaku salah.
Baekhyun mengambil obatnya dengan kasar, memasukkannya ke dalam saku celana lalu bergegas pergi. Meninggalkan Sohye begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun. Sedangkan gadis itu menunduk dengan penuh penyesalan. Namun hal itu hanya berlangsung beberapa detik karena sekarang Sohye mulai menggerutu.
"Menyebalkan! Setidaknya bicaralah sedikit. Huh!"
Baekhyun menghentikan langkahnya, melirik ke belakang karena ia mendengar ucapan Sohye. Sedangkan Sohye langsung bergegas pergi sambil terus menggerutu. Tidak ada yang Baekhyun lakukan selain memberi pandangan merendahkan lalu pergi menuju mobilnya terparkir.
--
Sohye -ya, lelaki yang biasa datang ke cafe dan menanyakanmu. Tampaknya ia benar-benar menyukaimu. Tidak bisakah kau mengambil kesempatan ini?
Sohye memandang peasn yang dikirimkan Soo Ah untuknya. Ia membentuk kerucut kecil pada bibirnya lalu menyandarkan tubuhnya di sofa, melirik ibunya yang tertidur di samping tempat tidur ayahnya. Ia tidak peduli dengan siapa yang sedang menyukainya atau apapun itu. Yang penting sekarang adalah bagaimana ia membayar biaya rumah sakit. Hanya itu.
Sohye menghela nafasnya, kemudian berusaha memejamkan matanya. Setidaknya malam ini ia harus beristirahat dan kemungkinan ia harus mencari pekerjaan sampingan lainnya. Ia akan lebih memadatkan jadwal kuliahnya agar ia memiliki banyak waktu untuk bekerja. Hanya itu ide yang terpikirkan untuk saat ini.
--
#tingtongtingtong
Jin membuka matanya dengan enggan. Ia melirik jam dindingnya. Sekarang jam satu dini hari dan ada seorang tamu memencet bel apartemennya. Orang gila mana yang bertamu pada jam segini kecuali mungkin Taehyung yang tinggal bersamanya. Tapi setahunya anak itu sudah pergi tidur sejak jam 9 tadi.
Ia beranjak dari tempat tidurnya, interkomnya sudah ia matikan dan ia tidak ingin repot-repot menyalakannya lagi sehingga ia terus berjalan lurus menuju pintu depan.
"Jin-ah!"
Matanya langsung terbuka lebar begitu melihat siapa yang datang. Park Chanyeol.
"Sedang apa kau di tempatku pada jam segini?"
Chanyeol tidak menjawab apa-apa, ia langsung begegas masuk, menyeret Baekhyun bersamanya. Jin tidak mengatakan apa-apa, ia menutup pintu lalu mengikuti Chanyeol yang menaruh tubuh Baekhyun di sofa panjang.
"Ada apa dengan anak ini?"
"Dia mabuk berat."
"Kenapa tidak kau bawa ke apartemennya."
"Sudah kulakukan dan ada banyak pengawal keluarga Byun disana. Tidak mungkin anak ini tidur di tempatku yang sempit,'kan?"
Jin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Benar juga, Chanyeol anak orangkaya yang sedang dalam pelarian. Biaya hidupnya tergantung dari gaji kecilnya sebagai seorang bartender. Harga dirinya adalah yang segalanya, sehingga ia sama sekali tidak meminta sepeser pun dari keluarganya. Dan Chanyeol hanya menyewa sebuah apartemen kecil.
"Jin, akan ku tinggalkan anak ini disini."
"Baiklah."
"Tolong jaga dia. Biarpun dia menyebalkan, dia satu-satunya sahabat terbaik yang kumiliki selain harumi, kucing cantikku."
"Aku mengerti."
"Oke, sampai nanti."
Chanyeol menghilang di balik pintu, Jin kembali ke kamarnya untuk mengambil sebuah selimut dan menyelimuti Baekhyun. Jin menatap wajah Baekhyun sesaat, rasa penyesalannya kembali muncul. Jika dulu ia berniat untuk melakukan balas dendam pada keluarga Byun, sekarang tidak lagi. Ia malah merasa menyesal karena melakukan hal itu. Jika saja semuanya tidak seperti ini, mungkin dirinya dan Baekhyun bisa tinggal bersama sebagai saudara.
Meskipun begitu, tidak ada yang berubah. Baekhyun masih tetap menggantungkan diri padanya. Entah kenapa hal ini membuat Jin tersenyum lega. Tidak ada seorang kakak di dunia ini yang tidak menyayangi adiknya, bukankah begitu?
--
"Sarapan sudah siap, sebaiknya kalian makan."
Jin menatap Taehyung yang baru keluar dari kamarnya dan Baekhyun yang sedang menatapnya dengan kesal. Ia masih tidak mengerti kenapa dirinya terdampar di apartemen Jin.
"Hyeong, bisa pinjamkan aku mobilmu yang berwarna merah itu?" tanya Taehyung sambil menggeser kursi untuk duduk.
"Oke. Kembalikan kunci mobil hitamku."
"Kutaruh di laci dekat televisi."
Jin kembali menatap Baekhyun yang masih mematung di tempatnya. Sementara Taehyung tidak ambil pusing dengan keberadaan Baekhyun, ia sudah terbiasa dengan Baekhyun yang tiba-tiba berada di apartemen itu. Lagipula kehadiran Baekhyun bukanlah hal yang asing lagi. Dulu, sebelum Hana noona meninggal, mereka bertiga biasanya akan menggelar acara barbeque bersama untuk menyambut Hana entah itu hari ulangtahun atau ketika nilai kuliahnya menanjak.
"Kau tidak makan?"
"Aku tidak lapar. Dimana kunci mobilku?"
"Ada di meja dekat telepon. Chanyeol yang semalam mengantarmu."
"Kenapa harus kesini?"
"Apartemenmu di penuhi anjing penjaga keluarga Byun."
Baekhyun tidak bertanya lebih jauh lagi. Ia mengambil kunci mobilnya dan bergegas keluar apartemen itu namun Taehyung lebih dulu menjejalkan sandwich ke dalam mulut Baekhyun. Nyaris membuat Baekhyun tersedak.
"Setidaknya makanlah sedikit untuk mengisi tenagamu dan hargai Jin hyeong."
Taehyung mengambil jaketnya lalu pergi. Sementara itu Jin hanya menatap Baekhyun singkat lalu bergegas mencuci peralatan makannya. Baekhyun tidak mengatakan apa-apa, ia memakan roti itu sambil bergegas menuju kantornya. Kali ini kantor milik keluarganya.
--
Seperti biasa, siang ini Jin kembali mengunjungi Interlude Cafe dan berniat mengajak Sohye untuk makan di luar bersamanya. Ia bahkan sudah meminta izin pada atasan Sohye yang membuat gadis itu tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Ia diam di sepanjang perjalanan makan siang tanpa peduli kemana mereka akan pergi.
Mereka berhenti di sebuah restoran mewah. Ini sudah cukup menjelaskan taraf ekonomi seorang Kim Seok Jin. Sohye mengikuti laki-laki itu dan ia menatap seorang laki-laki yang sedang memesan sesuatu dari daftar menu. Jin tampak riang dan melambaikan tangannya.
"Kau sudah lama menunggu?"
"Tidak."
"Kau sudah memesan sesuatu?"
"Baru saja."
Jin tersenyum kecil melihat sikap Baekhyun. Ia sengaja mengundang Baekhyun, ia ingin memperkenalkan Sohye pada anak itu. Sohye masih berdiri kaku.
"Duduklah, Sohye-ya."
Menyadari ada orang lain selain Jin, Baekhyun langsung mengangkat kepalanya dan menatap Sohye.
"Siapa dia? Korban barumu?" tanya Baekhyun singkat.
Jin tertawa mendengar pertanyaan dari Baekhyun sedangkan Sohye mengerutkan alisnya dengan tidak suka. Laki-laki itu pikir tentang apa sih sampai mengatakan hal menjijikkan dan mengerikan seperti itu?
Sohye terus memandangi Baekhyun rasanya ia tidak asing dengan wajah lelaki itu. Jin bangkit dari duduknya, membuat Sohye menatap laki-laki itu dengan penuh tanda tanya.
"Aku mau ke toilet sebentar."
Pertanyaannya terjawab. Sohye mengangguk pelan sedangkan Baekhyun tampak tidak peduli, ia memilih untuk membaca majalah bisnis yang tadi di bawakan oleh pramusaji. Ia harus mempelajari beberapa hal tentang perekonomian di China dan Jepang, ayahnya meminta agar perusahaan mereka menembus pasar dua negara itu secepatnya. Pandangan Sohye tidak terlepas dari Baekhyun sampai ia mengingat sesuatu tentang laki-laki itu. Pertemuan pertama di halte bus dan yang kedua di rumah sakit.
"Apa kau mengenalku?" tanya Baekhyun tak sabaran ketika menyadari kalau Sohye terus memperhatikannya sejak tadi.
"Tidak, kita hanya pernah bertemu secara kebetulan saja."
Mendengar jawaban Sohye, Baekhyun hanya mendengus pelan dan melanjutkan aktifitasnya lagi. Sohye mendecakkan lidahnya, laki-laki dihadapannya ini benar-benar membosankan dan menyebalkan. Sekarang penilaiannya terhadap Jin berubah. Setidaknya Jin jauh lebih komunikatif dan bersahabat dibanding manusia yang satu ini.
"Tampaknya bacaanmu sangat menarik," lanjut Sohye lagi.
Baekhyun melirik kearah gadis itu dengan ekspresi datarnya, "Jangan mencampuri urusan orang lain."
Mendengar kalimat Baekhyun barusan sukses membuat Sohye mengutuk laki-laki itu dalam hati. Hanya wajahnya saja yang tampan namun kepribadiannya benar-benar mengerikan. Seandainya saja ia tidak berada di restoran mewah, mungkin ia sudah menghadiahi wajah Baekhyun dengan kain lap. Dan selanjutnya, acara makan siang itu sama sekali tidak berjalan dengan lancar.
--
"Percuma, kau tidak akan percaya kalau aku jatuh cinta pada pandangan pertama."
"Kau siapa? Kau mau apa?"
Jang! Jang! Thanks for reading~
Author akan mengadakan sesi tanya-jawab bersama para cast disini yaitu Sohye, Baekhyun dan Jin. Silahkan kalian bertanya apa saja pada mereka mengenai ff ini dan tulis di kolom komentar dengan format nama#pertanyaan. Sampai jumpa besok.^^