Dont walk away from fear,
Face it, and fear will fear of you
Sheet 7: Finally, he realizes something
Setengah jam telah berlalu semenjak bel masuk berbunyi. Sejenak, Kyungsoo menengok ke arah Minhye yang sedang menyangga kepalanya dengan kedua tangannya. Dilihatnya wajah kantuk Minhye siap untuk terlelap kapan saja tetapi mengingat ini adalah pelajaran Choi Seonsangnim tampaknya ia memaksakan diri untuk terjaga. Sudah menjadi rahasia umum jika Choi Seonsangnim merupakan guru yang sedikit berbeda dari guru lainnya. Ketegasannya dan hukuman yang ia berikan dapat memberikan bencana kepada siapa saja yang lengah, termasuk siapa saja yang tidur ketika ia menjelaskan semua materi mengenai Sosiologi, ilmu yang mempelajari tentang hubungan sosial manusia.
Trauma dibagi menjadi dua, yaitu trauma fisik dan trauma emosi. Di sini, saya akan menjelaskan mengenai trauma emosi. Trauma emosional dan psikologis adalah hasil dari peristiwa luar biasa stres yang merusak rasa aman, membuat Anda merasa tidak berdaya dan rentan di dunia yang berbahaya. Pengalaman traumatis bukan hanya sering melibatkan ancaman terhadap kehidupan atau keselamatan, tetapi setiap situasi yang membuat Anda merasa kewalahan dan sendirian dapat traumatis, bahkan jika tidak melibatkan kerugian fisik. Ini bukan fakta-fakta objektif yang menentukan apakah suatu kejadian traumatik, tetapi pengalaman subjektif emosional Anda acara. SemakinAnda merasa takut dan tidak berdaya , semakin besar kemungkinan Anda akan mengalami trauma
Jika mau bicara jujur, Kyungsoo sama sekali tidak memperhatikan pelajaran Cho Seonsangnim. Pikirannya sedang terpusat pada hal lain. Jangan tanya apa, tentu saja kegalauannya mengenai tawaran Minhye sepertinya tidak akan ada habisnya. Toh, Kyungsoo bisa mempelajari semua pelajaran Choi seonsangnim sendiri di rumah. Dilihatnya seksama selebaran yang disebarkan oleh Minhye. Terus menerus. Hingga akhirnya bel pelajaran kedua berbunyi. Bel yang menandakan bahwa pelajaran olahraga akan segera dimulai 10 menit lagi.
Choi seonsangnim berpamit kepada semua siswa dan melesat keluar dari kelas. Permulaan dari riuhnya kelas.
Minhye’s POV
Mataku berat sekali pagi ini. Aku terlupa pukul berapa aku tertidur semalam tapi yang jelas itu cukup malam karena terakhir kutengok jam, sudah lebih dari jam 12 malam.
‘Teet’ Bel menyegarkan itu akhirnya berbunyi juga. Wajahku langsung sumringah. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah sosiologi. Karena, lihatlah, tanpa menguasai Sosiologi aku sudah memiliki teman dan komunitas, bukan?
“Ya, Minhye-a, kajja. Ambil seragam olahragamu. Kita harus segera sampai di gym dalam 10 menit.”
Aku mendongak ke arahnya dengan wajah zombie-ku “Ha? Olahragaa? Aaah arasso..”
Soojung menatapku antara aneh dan takjub, tapi sepertinya lebih ke aneh “Omona. Ya, ada apa dengan wajahmu? Apa kamu baru saja bertemu dementor? Atau mungkin jiwamu telah dihisap olehnya?”
“Aniyo, aku hanya lelah saja.” jawabku lemah.
Setelah kupancing baju olahraga berwarna serba merah dan hitam itu, aku melihat ponselku berada di bawahnya.
Aaah...aku jadi teringat sesuatu. Dari kemarin sejak sepulang sekolah band, aku sama sekali belum membukanya. Yang lebih parahnya, aku lupa menonaktifkan silent mode-nya. Ini semua berawal dari keisengan Chanyeol oppa. Dulu, ketika aku masih polos, masih menginjak kelas X, Chanyeol oppa sering menelponku di jam pelajaran sehingga aku harus diusir dari dalam kelas oleh guru yang sedang mengajar. Mengubahnya menjadi getar tidak akan mengubah apapun. Aku terlalu geli untuk mendengar suara getaran.
Kuambil ponsel itu segera dari dalam tas. Ponsel yang malang, ponsel yang aku telantarkan karena aku terlalu fokus pada pencarianku. Pencarian panjangku.
Dalam hati aku berpikir bahwa tidak ada yang memanggilku dan mengkontakku jadi aku santai saja dengan kenyataan aku sama sekali belum memegangnya sejak kemarin sore tetapi ketika layar kunci aku buka, tampak angka missed calls menakjubkan. Seingatku, ini angka missed calls rekorku selama mempunyai ponsel.
20 missed calls, bwoya? Dan nomor asing?
Setahuku, yang tahu nomorku hanya beberapa orang saja seperti Chanyeol oppa, Sungyeol oppa, Dongwoo oppa, Baekhyun oppa dan beberapa teman akrabku di kelas tapi..ini nmor asing?
Aku menegok ke seluruh penjuru kelas, memikirkan kemungkinan siapa yang menghubungiku kemarin. Hingga mataku menangkap Kyungsoo sedang melangkah keluar dari kelas.
Mungkinkah..dia? Aku baru saja memberinya nomor kontak kemarin. Tapi..apakah mungkin itu berarti dia menerima tawaranku?
Setibanya di ruangan loker, aku melepaskan bajuku dan menggantinya menggunakan seragam olahraga.
“Ya, kemarin kamu pulang lewat mana Soojung-a?” tanyaku ketika melipat seragam sekolahku lalu memasukkannya ke dalam loker.
“Tentu saja seperti biasanya. Tapi bedanya..Kai yang mengantarku.” Jawab Soojung sambil memasang senyum yang susah diartikan. Seperti senyum seseorang ketika sedang mengganyang ganja.
“Aigoo..Setiap hari kau selalu membicarakan Kai.Dasar pengantin baru.” Ledekku sambil mencolek lengannya. Tapi tunggu, lewat seperti biasanya? Bukankah Soojung pulang lewat jalan yang sama denganku? Dan bukankah kemarin ada perang barat vs timur?
“Ya, bukankah kemarin ada perang barat vs timur? Bagaimana kamu bisa pulang lewat biasanya?” tanyaku heran lalu mengunci loker.
Soojung menengok ke arahku sambil memiringkan kepalanya.
“Perang barat vs timur? Ani. Semuanya baik-baik saja kemarin, tidak ada tawuran dan kerusuhan lainnya.”
Jeleggar! Apa maksud dari semua ini?
“Kamu yakin?” tanyaku memastikan. Soojung mengangguk “Nae, kemarin semuanya baik-baik saja.”
Xi Luhan...XI LUHAN...Aku benar-benar akan mencincangmu menjadi makan malam!
Bagaimana bisa aku semudah ini dikibuli namja menyebalkan itu?! Bagaimana bisa, yeoja sepintar diriku dibohongi oleh tipuan murahan seorang Xi Luhan?!
“Sial, Xi Luhan menipuku.” Gumamku pelan sambil melaju keluar dari ruangan ganti.
“Xi Luhan teman dari Kai? Ya, apakah dia membicarakan diriku dengan Kai?” kutengokkan wajahku heran ke arah Soojung. Aku sedang sangat kesal seperti ini dia malah membicarakan asmaranya dengan Kai. “Omo omo, pasti iya bukan? Astaga, aku malu Minhye-a.” Lanjutnya sembari memukul pelan lenganku. Dia ini, bukannya menanyakan sesuatu tentang penipuan Xi Luhan terhadapku malah membicarakan Kai. Apakah gadis yang jatuh cinta bisa se-error ini?
Sepenuhnya keluar dari ruangan ganti, pemandangan kelas 2-D sedang pemanasan terkaptur di mataku. Melihat Kim Jongkook Saem sudah berada di sana, aku dengan Soojung pun segera menyusup ke barisan. Saat pemanasan itulah aku melihat Kyungsoo di pojok barisan. Hal itu lah yang mengingatkanku mengenai missed calls yang berjumlah 20 biji itu.apa..bocah bermata bulat itu serius untuk menerima tawaranku?
“Yak selesai, selamat pagi semua. Pagi ini, kita akan bermain bola voli tapi sekedar service dan saling mengoper saja. jadi berpasanganlah dengan teman kalian.”
Rasa penasaranku memuncak. Tidak kupedulikan lagi semua omongan Kim Jongkook Saem dan semua temanku. Fokusku kini hanya tertuju pada Kyungsoo. Entah kenapa, akau benar-benar ingin menanyakannya sekarang juga.
Tap..tap..Kugerakkan kakiku ke arahnya. Tapi, sesuatu terjadi pada tubuhku. Mataku semakin kabur. Pendegaranku semakin buyar. Tubuhku seolah melayang. Nyawaku seakan menguap perlahan. Dan ketika Kyungsoo benar-benar sudah di depanku, semuanya memburuk. Sangat buruk hingga aku tidak tahu apa yang telah terjadi karena semuanya berubah menjadi hitam.
End of Minhye’s POV
Kyungsoo’s POV
Akhirnya aku telah memutuskan semuanya. Baru kusadari bahwa dari relung hatiku yang terdalam,sebenarnya aku juga ingin menerima tawaran Minhye. Sebenarnya bukan keinginan yang menjadi motif utamaku, tentu saja itu karena janji terakhirku kepada eomma. Entah, aku hanya berpikir, aku yang dulu masih berusia 9 tahun saja sudah berani mengikrarkan mimpiku ke eomma dan sekarang aku sudah sebesar ini malah takut untuk mewujudkannya? Ini sangat nonsense. Aku sangat malu kepada eomma yang sudah istirahat di alam sana. Seharusnya aku bisa mewujudkannya. Umurku sudah lebih dari cukup untuk merealisasikan apa yang telah kuucapkan 7 tahun yang lalu.
Kulempar pandanganku ke seluruh penjuru gym, mencari sosok Minhye. Pemanasan telah berakhir dan kini kami sedang mencari pasangan tetapi sepertinya aku akan menjadi pilihan terakhir seperti biasanya.
Kulihat sosok Minhye yang tampak bingung mencari seseorang dan kemudian mata kami bertemu.
Omo..apakah Minhye mendekat ke arahku?
Aku mengerjapkan mataku untuk melihat Minhye semakin mendekat dan mendekat. Tapi..ada yang aneh pada dirinya. Matanya sayu. Lingkar hitam mengelilingi matanya. Dan jalan kakinya sempoyongan tidak keruan.
Mungkinkah, ...
Tanpa berpikir panjang lagi, aku berlari ke arahnya dan tepat ketika aku berada di depannya, dia terjatuh.
Di dadaku. Dan aku menerimanya. Beban tubuhnya benar-benar bertumpu ke tubuhku.
Jika tampak dari jauh, kita pasti tampak seperti sepasang kekasih yang sedang berpelukan.
“Minhye-a” panggilku sembari melihat ke wajahnya yang tampak sangat pucat.
Tidak ada respon. “Park Minhye!” panggilku lagi, untuk hasil yang sama. Tidak ada jawaban.
Perlahan, Minhye membuka matanya disusul oleh hembusan nafas lega dari mulutku. Awalnya, Minhye tampak bingung seraya melihat ke sekitar yang hanya berwarna satu macam. Putih. Sekat kain putih. Tembok putih. Langit-langit putih.
Matanya tampak lemah, tidak seperti Minhye biasanya yang memancarkan aura kuat dari tatapan matanya. Kini Minhye tampak sangat lemah.
“Do Kyungsoo..”ujarnya ketika melihat bayanganku tepat di depan matanya.
“Aku dimana?” tanyanya lemah.
“UKS.” Jawabku singkat sambil mengambil segelas teh hangat dari meja. “Kamu pingsan tadi. Minumlah.”
Sejenak Minhye ragu lalu ia mengambilnya dan meneguknya pelan. “Sebenarnya aku benci teh. Apa tidak ada minuman lain selain teh. Susu mungkin?” ujarnya pelan, masih dengan suaranya yang pelan.
Bwoya? Baru saja ia tak sadarkan diri dan kini ia sudah bisa mengeluh?
Tak sadar, sudut bibirku terangkat membentuk senyuman ketika mendengar ucapannya.
“Ya, berapa nilai yang kau dapatkan di pelajaran Biologi? Teh manis itu mengandung sukrosa dimana sukrosa lebih cepat dipakai di tubuh daripada maltosa pada susu yang merupakan disakarida. Sementara sekarang ini kamu sedang hypoglikemia..” belum selesai aku menjelaskan, Minhye sudah menampakkan wajah kesal itu kepadaku.
“Ah sudahlah, hentikan ceramahmu. Kepalaku menjadi bertambah pening mendengar su-ker-ro-sa, di-sa-kar-idah dan kawan-kawan itu.” Tegas Minhye dengan pengucapan nama biologis yang salah.
Entah apa yang menghantui diriku, aku tertawa. Sangat lepas. Hingga Minhye melihatku heran.
“Daebak. Kamu bisa tertawa.” Minhye kemudian bangkit dari senderannya pada bed lalu terduduk dan bertepuk tangan.
“Ini tertawa murni pertama yang pernah kulihat darimu, Kyungsoo-ya. Bukan tertawa menghina, sarkatis ataupun mengejek.” Kata Minhye sambil menampakkan wajah heran itu.
Menjernihkan tenggorokanku, aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Wajahku terasa sangat panas saat ini sehingga aku tidak ingin Minhye untuk melihatnya. Pasti sangat memalukan.
“Ya, apa kamu tidak sarapan tadi pagi?” tanyaku mencoba mengalihkan topik.
Ekspresi heran lantas kembali melekat di wajahnya. “Bwoya? Bagaimana kamu bisa tahu?”
Aku mengeluarkan sesuatu dari saku celana training olahragaku dan menunjukkannya ke Minhye. Sebuah selebaran yang ia edarkan tadi pagi. “Kamu pasti sibuk mempersiapkan ini.”
Ia meringis kecut.
“Mungkin kamu juga tidak makan malam.” Ujarku lagi seraya memasukkan selebaran tsb kembali ke dalam celana training olahragaku, memandanginya penuh selidik. Kembali, ia melontariku cengirannya.
“Hehe. Bagian itu juga benar.”
Jika mau jujur, bagian dari diriku sempat terhenyak ketika melihat cengirannya. Cengiran yang bagi mataku tampak terlihat sedikit menggemaskan. Hampir saja aku mencubit kedua belah pipinya. Tapi, itu sama sekali bukan image ku, bukan? Aku adalah Do Kyungsoo yang ia baru ia kenal beberapa hari.
“Aigoo..Kamu benar-benar..apa kamu pernah berpikir jika kamu bisa saja tidak bisa mengikuti festival band jika tubuhmu tidak sehat?”
Cengiran Minhye terhenti. Berganti menjadi wajah kalut. Wajah kalut yang entah membuatku ikut merasakan kesedihannya.
Ia menunduk. “Mau bagaimana lagi...Festival Band tinggal 5 hari lagi..”
Suaranya begitu lemah hingga aklimat itu tampak seperti bisikan. Minhye yang seperti ini, aku baru mengetahuinya sekarang. Minhye yang tampaknya kuat, ternyata juga bisa menampakkan sisi lainnya seperti ini. aku merasa sedikit berdosa, jika aku menerima tawarannya sejak kemarin, Minhye pasti tidak akan serepot ini. Minhye tidak akan senelangsa ini, luntang-luntung ke sana sini mencari vokalis pengganti.
Secara tak langsung, aku hampir menyerah kepada mimpiku..kepada janjiku kepada eomma...dan secara tak langsung pula, aku telah menyusahkan orang lain.
Minhye begitu serius mewujudkan mimpinya, sementara aku? Aku masih saja terbelenggu akan masa lalu yang sama sekali tidak bisa kuubah. Masa laluku pasti akan tetap seperti itu, tapi, masa depanku, aku masih bisa melakukan sesuatu untuk masa depanku. Aku masih bisa mewujudkannya, mewujudkan semua mimpiku dan janjiku kepada eomma.
Minhye secara tidak langsung, mengajariku akan arti dari perjuangan.
Perjuangan yang menyingkirkan semua egonya. Perjuangan yang menyingkirkan semua kesenangan sementaranya sejenak. Minhye secara tak langsung telah mengajari sesuatu dan aku baru saja menyadarinya.
Memikirkan semua itu, kedua sudut bibirku secara tak langsung terangkat, membentuk seutas senyum.
“Keokjongma, akulah yang akan menjadi vokalis pengganti EXOFINITE.Jadi, kamu tidak perlu bersusah payah lagi”
“. . .” Minhye terdiam, mulutnya melongo sekaan baru saja melihat alien saja.
Dan berubah menjadi wajah ketus. “Ya! Ini bahkan bukan bulan April, jangan mencoba untuk memberiku April Mop, nae?!” Ia memanyunkan bibirnya.
Bwoya? Apa dia tidak percaya kepadaku?
Aku terkikik sebentar lalu kembali mengutarakan bahwa aku serius dengan ucapanku sebelumnya. “Aku serius Minhye-a.”
Ia mengerjapkan matanya berulang kali. “Jinjjha?!”
Aku mengangguk berulang kali, mengiyakan. Mata Minhye tampak berbinar-binar dan sedetik kemudian, ia menghempaskan tubuhnya ke tubuhku yang kini berada di samping bed tempat ia tidur.
Singkatnya, ia memelukku. MEMELUKKU!
“Gomawo, Kyungsoo-ya!”
Tangannya melingkar di leherku dan tubuhnya benar-benar melekat ke tubuhku. Semuanya berlangsung begitu cepat sehingga aku tidak bisa mengelaknya lagi. Darahku terpompa begitu kuat oleh benda itu. Benda yang tiba-tiba memompakan darahnya penuh tenaga ke seluruh tubuhku. Dugeun! Dugeun!! Dugeun!!!
Aroma wangi sampo yang berasal dari surai cokelatnya memenuhi hidungku. Oiya, aku lupa bilang bahwa sebelum aku mebaringkan dirinya ke kasur tadi, perawat sekolah ini, Mrs.Park, menyuruhku untuk melepas ikatan rambutnya karena kucirannya yang sangat tinggi mengganjal kepalanya ketika Minhye direbahkan . Wajah Minhye, menjadi sangat berbeda. Dan aku diam-diam menyukainya, rambut Minhye yang digerai.
Mataku hampir membulat sempurna dan aku baru saja menyadari ada sesuatu yang menyentuh dadaku.
Aku menjernihkan tenggorokanku, membuat suara berdeham. “J-Minhye-a..A-aku t-tidak b-bisa bernafas..”
Tentu saja bukan karena eratnya pelukannya, aku seorang namja. tapi, nafasku entah menjadi sesak karena apa.
Mendengar permintaanku, ia kemudian melepaskan pelukannya. Ia menunjukkan wajah haru dan air mata bahagia tampak dari wajahnya. “Gomawo Kyungsoo-ya. Aku tidak tahu harus bicara apa lagi.”
“Ya..Ulijima..”
Sejak aku mem’prokalamasikan’ keikutsertaanku ke dalam EXOFINITE, Minhye selalu mengikutiku atau lebih tepatnya mengganggu kedamaianku. Sebenarnya, aku belum bisa melupakan kedua ‘pelukan’ yang ia buat hari ini sehingga pikiranku entah melayang kemana ketika istirahat pertama. Tapi, sepertinya Minhye tidak memikirkannya sama sekali seakan itu bukan apa-apa baginya. Tapi bagiku, itu sesuatu yang mengejutkanku.
“Kyungsoo-yaa! Andwae! Kamu tidak boleh meminum juice malcoa ini!” ia merebutnya tepat ketika aku hendak mengisapnya dari sedotan. “Seorang vokalis tidak boleh meminum barang dingin dan mengandung cokelat seperti ini. Minumlah air mineral!” Ia menyodoriku sebotol air mineral.
“Astaga apa ini? Dumpling goreng? Ya! No no no! Gorengan juga tidak boleh!” ujarnya lagi, sambil menyerobot dumpling goreng yang kutusukkan ke garpu yang sedetik lagi tiba di mulutku. Ia juga mengambil sepiring dumpling goreng yang berada di nampanku. “Makanlah roti ini.” ujarnya sembari menyodoriku sebungkus besar roti.
Bwoya? Apa dia sekarang menjadi semacam managerku atau apa?
Sementara dia menyita semua makananku, sekarang ini dia menikmati semuanya dengan nikmat. Seorang diri.
Soojung yang sedari berada di sampingnya hanya bisa menatap teman karibnya itu heran. “Daebak. Ya, Park Minhye. Apa kamu tahu berapa jumlah lemak yang ada di dumpling goreng dan juice malcoa mu itu? Itu setara dengan makanku tiga hari!” ucapnya, entah sedang protes atau iri dengan Minhye.
“Masa bodoh. Aku hanya ingin pita suara serta tenggorokanku jernih dan tidak terganggu.” Jawab Minhye, berusaha mengeluarkan kata-kata sementara mulutnya penuh oleh makanan.
“Alasan klasik!”
“Kamu iri kan, Jung Soojung? Kai tidak akan tahu jika beratmu bertambah barang 1 kg, tenang saja.”
“Ya! Park Minhye!”
“Mehrong!”
Aku hanya bisa melongo.
Sejenak, aku kembali mengutas sebuah senyum melihatnya.
Beginikah rasanya memiliki teman ketika makan siang?
“Ya! Do Kyungsoo! Apa kamu baru saja tersenyum?” aku tersentak mendengar pertanyaan dari Minhye.
“Ndae?”
Minhye’s POV
Ketika aku sedang menghabiskan makanan sitaan sambil bertengkar dengan Soojung, ekor mataku menatap pihak ketiga yang sedang menatap ke arahku.
Ia tersenyum, dan senyum itu, aku sudah melihatnya dua kali hari ini. senyum manisnya itu, aku begitu senang bisa melihatnya tersenyum bebeas seperti itu. Deretan rapi giginya, rahangnya yang menjadi semakin tegas ketika tertawa dan keteduhan yang ia tunjukkan ketika tersenyum, aku menyukainya. Mengapa tidak sejak dulu saja ia menunjukkan wajah ramahnya seperti ini? Aku sudah sejak di Sekolah Dasar mengenal Kyungsoo meskipun saat SMP kita berbeda kelas, dan kesanku terhadap Kyungsoo kurang baik. Ia tidak pernah tersenyum dan selalu memasang wajah dinginnya kepada siapapun. Ia tidak memiliki ekspresi. Sama sekali. Layaknya topeng.
“Ya! Do Kyungsoo! Apa kamu baru saja tersenyum?”tanyaku spontan. Ia tampak kaget dengan pertanyaanku lalu memegang tengkuknya.
“Ndae?”
“Geunyang..(hanya saja), teruslah tersenyum. Pasti akan banyak yang mau menjadi temanmu jika kamu terus tersenyum seperti itu.” Kini aku yang memberinya sebuah senyuman.
“Aah..” Kini ia menunduk malu sambil menggosok punggung lehernya. Apakah ia sedang malu saat ini? omo, gwiyeopda~
“Jadi..Kyungsoo-ya, sore ini akan ada latihan di pojok sekolah.Aku tidak ingin mendengar alasan tidak bisa karena kamu sekarang sudah menyetujui kontrak dengan EXOFINITE. Tidak ada kata mundur, arasso?”
“Bwoya?! Geurae geurae, keokjongma. Aku konsisten dengan ucapanku.”
Dan kami pun bertukar senyum.
“Ehem..Pengantin..Ehem..Baru..Ehem..” goda Soojung yang tak kuindahkan, karena sampai saat ini, gosip kita berpacaran masih santer dan entah, aku terlalu malas untuk membenarkannya.
Aku tidak peduli apa kata orang lain dan tampaknya Kyungsoo juga berpikir yang sama denganku, tampak dari wajah datarnya. Malah, dia menutupi wajahnya menggunakan buku yang sedari tadi ia bawa. Begitulah jika orang cuek bebek sepertiku bertemu dengan orang yang tidak kalah cuek seperti Kyungsoo. Begitu menerima apa saja yang orang lain katakan.
“Aah..Seandainya Kai satu sekolah denganku.Kami pasti bisa bermesraan seperti kalian di kantin.” Soojung memanyunkan bibirnya sambil memegang sedotan lemon tea di tangannya.
Sepulang sekolah, Aku langsung melesat menuju studio pribadi kami. menyeret Kyungsoo ke sini? Tidak, aku ingin Kyungsoo melangkahkan kakinya sendiri ke sini. Aku ingin, langkah dan keputusannya untuk masuk EXOFINITE berasal dari dirinya sendiri. Bukan dari hasil paksaan. Yah, meskipun cara merayu dirinya dari kemarin termasuk sebuah paksaan.
Dongwoo oppa dan Sungyeol oppa kini tengah memegang terompet dan bersembunyi di samping pintu masuk. Sementara Chanyeol oppa kini tengah memotong kertas membentuk confetti.
Jantungku berdebar begitu kencang. Perasaan bahagia bercampur khawatir ini, begitu berkecamuk di dada. Gelisah, bahagia, khawatir dan antusias larut menjadi satu.
Hingga akhirnya, sebuah pintu terbuka dan menampakkan sosok patung bermata bulat itu.
“Selamat Datang!” ucap kami secara bersamaan. Wajah terkejutnya sangat epic saat ini, hingga aku ingin sekali mengabadikannya.
“Selamat datang vokalis pengganti EXOFINITE!” seru kami bertiga.Dongwoo oppa dan Sungyeol oppa lalu meniupkan terompet kecil yang mereka pegang.
“Ya, Park Chanyeol! Mana confetiinya? Aish jinjjha!” kesal Dongwoo oppa.
Lalu,...
Senyum Kyungsoo kembali terpasang di wajahnya.
Senyum yang menghipnotisku untuk ikut tersenyum.
“Kamsahamnida” ia membungkuk sopan ke semua yang ada di dalam studio.
End of Minhye’s POV
Akhirnyaa pemirsaah! :’’’D
AKHIRNYA, aku bilang! OMO betapa aku menunggu saat-saat menulis semua ini #alay
Jangan lupa RCLnya.
Ngetik komen gampang kok. :D