Spending a night together, what will be Kyungsoo and Minhye doing?
Sheet 8: The Night at Woollim High
Kyungsoo’s POV
Semuanya menyambutku dengan hangat, meskipun dengan cara mereka yang agak konyol, aku tersentuh. Disambut seperti ini,membuatku merasakan bahwa aku dibutuhkan. Aku diperlukan. Dan aku dianggap ada. Semua perasaan itu, membuatku merasakan seperti menjadi manusia yang lebih berguna dari sebelumnya. Setelah menyambutku, kami saling memperkenalkan diri. Sang Drummer Lee Sungyeol, Sang Bassist Jang Dongwoo dan Sang Guitaris Park Chanyeol.
“Kyungsoo-ya, pilihlah salah satu lagi di antara ketiga lagu ini. Tema festival band kali ini adalah untuk mengaransemen dan menyanyikannya kembali lagu-lagu dari boyband terkenal di Korea.” Minhye menghampiriku dengan tiga kertas di tangannya. Ia lalu berdiri di depanku dan memperkenalkan lagunya satu per satu. “Pertama, 365 oleh EXO. Berkonsep ceria, tapi kita nanti akan menyelipkan musik rock dan tempo lambat di beberapa bagiannya.”
Ia menatapku sekilas, kemudian beranjak ke lembaran selanjutnya. “Yang kedua, XOXO. Ini juga lagu oleh EXO. Berkonsep cukup ceria juga. Kita sudah mengaransemennya dengan cara menyelipkan rock dan sedikit jazz di dalamnya.”
Minhye menarik nafas lalu menunjukkanku lembar ketiga. “Yang ketiga, Chajatta. Ini lagu yang cukup lawas oleh JYJ. Berkonsep agak melankolis sehingga meskipun masih ada sisipan musik rocknya, nanti kami juga akan memberikan nuansa ballad di dalamnya.”
Ia kemudian memberikan semua kertas musik itu kepadaku. Aku melihat-lihat isinya lalu menimang-nimang sejenak.
“Umm..Aku lebih menyukai lagu ketiga, lebih familiar di telingaku.” Jawabku sambil melihat ke kertas musik ketiga “Aku tidak begitu suka EXO, aku lebih suka JYJ.”
Tentu saja aku lebih familiar dengan lagu milik JYJ karena mereka merupakan salah satu artis yang telah disponsori oleh Do Cosmetics.
Minhye dan semua yang ada di studio saling bertukar tatap dan sedetik kemudian Minhye menuju ke keyboardnya “Baiklah, ayo kita latihan.”
Eomma, semuanya tinggal selangkah lagi , hingga aku bisa mewujudkan mimpi itu. Mimpiku dan mimpi eomma.
Jadi, di lagu Chajatta ini, akan ada dua sesi. Sesi musik rock dan musik ballad. Semuanya itu dilakukan secara berselingan. Ketika memasuki sesi rock, musik yang dimainkan jelas akan berubah menjadi keras dan didominasi oleh gitar listrik yang dipegang oleh Chanyeol serta bass oleh Dongwoo. Dan ketika memasuki sesi ballad, tempo menjadi lebih pelan dan musiknya pun menjadi lebih lembut.
“Yaa..Kyungsoo-ya, baru latihan pertama kali saja kamu sudah bisa menyesuaikan dengan musiknya.” Chanyeol menepuk pundakku dari belakang.
“Kamsahamnida, sunbaenim.” Aku membungkuk ke arah Chanyeol.
“Ndae, Kyungsoo-ya. Vokalmu sangat bagus.” Sahut Sungyeol dan aku kembali membungkuk “Kamsahamnida.”
“Tapi, Kyungsoo-ya. Bisakah kita naik satu tingkat lagi? Kamu pasti bisa, kan?” ujar Minhye pula, disusul oleh anggukan semua yang ada di studio.
“Baiklah.” Aku kemudian menyanyikan lagunya dengan mengambil nada satu tingkat di atas sebelumnya. “Seperti ini?” tanyaku setelah mempraktekkan lagu dengan nada satu tingkat di atas sebelumnya.
Chanyeol mengangkat kedua jempolnya “Baiklah, ayo kita mulai latihan lagi.”
End of Kyungsoo’s POV
Author’s POV
“Aah..Sudah pukul 17.00. Aku, Dongwoo dan Sungyeol harus segera ke bimbingan belajar, eotte?” Chanyeol beranjak dari kursinya dan meletakkan gitarnya membuatnya bersandar pada sebuah penyandar khusus untuk gitar.
Minhye tampak memanyunkan bibirnya “eottohke oppa. Waktu kita tinggal 5 hari lagi..”
“Aish..Apa memang secepat itu..” Sungyeol menggaruk-garuk tengkuknya.
“Tapi kita juga tidak bisa untuk membolos bimbingan belajar Minhye-a.” Sahut Dongwoo, seraya mencabut kabel bassnya dari sound stereo.
Chanyeol tampak bingung. Wajar saja, dia merupakan ketua band dari EXOFINITE dan ia tahu benar, ambisi EXOFINITE untuk menang tahun ini sangatlah besar. Sudah dua kali EXOFINITE menjadi juara 2 dan kalah oleh band lain. Band yang anggotanya berasal dari sekolah elit di Korea, SM High. Band yang bahkan sudah debut dan memproduksi berpuluh ribu keping DVD. Band yang menyebut diri mereka sendiri bernama INFEXO.
Setelah lama bercengkrama dengan kediaman, Chanyeol berdiri dari sofa dan memasang wajah sumringah.
“Yeorobun..Aku ada ide.”
“Menginap?!” EXOFINITE adalah band yang kompak, begitu juga saat berteriak. Mereka dapat mengatakannya secara bersamaan.
“Ya, lirihkan suara kalian. Jangan sampai ada yang dengar.”
“Oppa, miccheosso? Sekolah akan tutup pada pukul 21.00 dan tidak ada seorang pun yang boleh menginap di sekolah.” Protes Minhye, mengerutkan dahinya.
“Peraturan ada untuk dilanggar. Tentu saja kita akan bersembunyi ketika pukul 21.00 sudah tiba. Toh, kita juga memiliki kunci studio.” Ujar Chanyeol sambil mengayun-ayunkan kunci yang berada di tangannya.
“aah.. Matta.” Dongwoo mengangguk-angguk.
“Jadi, bagaimana?” Chanyeol menaikkan salah satu alisnya.
“Okay, call!” Semuanya kemudian melihat ke arah Kyungsoo.
“Lihatlah, vokalis baru kita saja setuju.” Chanyeol mendekat ke arah Kyungsoo dan menepuk lengannya.
Semuanya lalu memproklamirkan bahwa mereka setuju, kecuali satu orang, yaitu Minhye. Ia tampak kurang setuju dengan ide menginap.
“Bagaimana dengan sekolah besok?” tanyanya kepada semua.
“Sekolah? YA, pa~~bo~~ Besok hari Sabtu dan sekolah libur.” Jawab Chanyeol sambil menepuk pelan kepala Minhye
Setelah perbincangan yang cukup lama, mereka akhirnya memutuskan untuk menginap. Dongwoo, Sungyeol dan Chanyeol melesat keluar dari studio mereka, meninggalkan Minhye dan Kyungsoo sendiri di dalam studio.
“Aku akan kembali pukul 20.30 dan membawakan selimut serta makanan untuk kalian.” Chanyeol melambaikan tangannya sembari menutup pintu studio.
Kyungsoo dan Minhye saling menatap satu sama lain. Minhye mungkin biasa saja dengan hal itu tapi tidak bagi Kyungsoo. Ia masih teringat dengan dua pelukan tidak sengaja yang telah Minhye buat hari ini. jangan lupakan juga, reaksi tubuh Kyungsoo ketika Minhye melakukannya. Hal itu cukup kuat untuk membuat bulu kuduk Kyungsoo berdiri ketika memikirkannya. Sudah sejak lama Kyungsoo merasakan dekat dengan seorang yeoja sehingga peristiwa tadi siang masih mengejutkannya.
Hingga satu jam telah berlalu dengan mereka tanpa melakukan apa-apa. Kyungsoo hanya membaca buku dari dalam tasnya dan Minhye bermain game di hapenya.
Aku harus segera melupakannya. Aku harus segera melupakannya. Aku harus segera melupakannya. Aku harus segera melupakannya. Kyungsoo menanamkan pikiran itu terus menerus ke dalam kepalanya dan sepertinya cukup berhasil karena ia kini akhirnya bisa fokus ke dalam bacaannya.
Tapi, siapa yang tahu, itu hanya berlangsung selama beberapa menit saja. sementara itu, Kyungsoo kini menengok ke arah Minhye dan mendapati Minhye sedang fokus dengan keyboardnya, memainkan sebuah lagu.
Lagu itu,..lagu yang Kyungsoo tahu.
Pachelbel’s Canon. Otaknya melaporkan.
Itu salah satu lagu favoritnya ketingga menunggu Kang Saem datang. Dan Kyungsoo merasakan, Minhye salah beberapa nada ketika memainkannya.
Tanpa berpikir panjang, Kyungsoo melangkah ke arah Minhye dan keyboardnya.
“Ya, Minhye-a. Kamu salah nada.” Saat itu juga, Minhye mendongak dan memasang wajah ‘benarkah?’
Kyungsoo mendekat, dan berusaha membenarkan beberapa kesalahan yang Minhye buat. “Ini seharusnya begini..dan ini seharusnya C# bukan D#..Dan, tempomu sedikit lebih lambat di bagian ini..Seharusnya begini. Pachelbel’s Canon terdengar lebih indah dengan tempo agak cepat..dst.”
Minhye’s POV
Kami akhirnya memutuskan untuk menginap. Fiuh..apa lagi yang bisa kulakukan? Akhirnya, aku pasrah saja dengan keputusan mereka.
Chanyeol oppa menutup pintu, meninggalkan diriku dan Kyungsoo seorang diri di dalam studio. Ada satu kebiasaan yang selalu kulakukan ketika sedang kesal, memainkan keyboard. Keyboard telah menjadi jiwaku yang lain. Kebutuhanku, penghiburku dan pelengkap jiwaku. Oke, mungkin ini terdengar sedikit berlebihan tetapi yang jelas, aku tidak bisa melewati hariku tanpa semenit saja memainkan keyboard.
Pachelbel’s Canon. Salah satu lagu orkestra yang berhasil menarik perhatianku.
Aku tahu piano dan keyboard adalah hal yang berbeda, tapi tak apa bukan jika aku menganggap mereka sama. Maksudku, satu jenis. Mereka sama-sama memiliki tuts hitam dan putih.
Kugerakkan jariku ke sana dan kemari mengikuti apa yang kertas musik katakan. Kupejamkan mataku sejenak sambil menekannya karena aku hafal beberapa notes di lagu tsb. Hingga, Kyungsoo kemudian mendatangiku.
“Ya, Minhye-a. Kamu salah nada.” Ia kini berada hanya beberapa cms saja dariku. Kuulangi, beberapa CMS saja.
“Ini seharusnya begini..dan ini seharusnya C# bukan D#..Dan, tempomu sedikit lebih lambat di bagian ini..Seharusnya begini. Pachelbel’s Canon terdengar lebih indah dengan tempo agak cepat..dst.” lanjutnya.
Bukannya memperhatikan penjelasannya, aku malah menilik ke arah Kyungsoo. Tinggi tubuhnya hampir sama denganku, hanya saja mungkin lebih tinggi Kyungsoo sedikit. Puncak kepalaku sejajar dengan bibirnya. Tubuhnya tidak begitu kekar seperti milik Chanyeol oppa, aku akui. Tapi urat-urat banyak yang menyembul dari berbagai permukaan tubuhnya. Seperti di leher serta tangannya yang kini sedang menunjuk ke arah music sheet dari Pachelbel’s Canon.
Urat-urat itulah yang memberinya kesan manly tersendiri dan entah mengapa, aku ingin sekali menyentuhnya, merasakan betapa kokohnya urat-urat tsb.
Eh? Baru saja aku berpikiran apa? Bukankah itu pemikiran seorang byuntae? Ya, Park Minhye, sadarlah!
Kugeleng-gelengkan kepalaku sambil memejamkan mata.
“Ya, apa kamu masih juga tidak mengerti?”
Kyungsoo sepertinya salah menginterpretasi ‘gelengan kepalaku’ sebagai tanda aku tidak mengerti. Untung saja, ia tidak bisa membaca pikiranku. Jika bisa, aku bisa mati karena malu dia tahu aku mengagumi urat-urat tubuhnya. “A-aa b-bisa k-kah k-kau j-jelaskan kepada—ku lagi, Kyungsoo-ya?”
Kyungsoo menghela nafas. Begitu juga diriku yang telah berhasil
Fokus, Minhye-a. Fokus!
Kuatur detak jantungku yang saat ini tidak stabil dan mencoba mengilangkan segala pikiran kotorku mengenai urat milik Kyungsoo.
Kudengarkan dengan seksama setiap penjelasan darinya.
Hingga lagi-lagi, pikiran yang lainnya datang ke kepalaku.
Suara bass itu,...Aku baru menyadari bahwa ketika Kyungsoo berbicara, ia mengeluarkan suara bass yang begitu dalam. Sangat namja-ish dan suara bass dalam yang keluar dari pita suara milik Kyungsoo itu entah mengapa menggelitik di telingaku. Apalagi ketika ia mengucapkan kata “Minhye-ah” dengan agak panjang. Aku menjadi ingin ia mengucapkan kata itu terus menerus dan merekamnya menggunakan ponselku.
Eh, tapi, tunggu! Bukankah ini juga pemikiran seorang byuntae?
Bwoya?! Apa, satu ruangan dengan hanya seorang namja saja bisa membuatku menjadi berpikiran seperti ini? Pasti ada yang salah dengan diriku. Beberapa menit yang lalu, aku memikirkan uratnya dan sekarang aku memikirkan suara bass dalam miliknya?
Demi diskon sepatu N*KE 50%, aku benar-benar telah berubah menjadi byuntae yang setengah gila! Atau mungkin sepenuhnya gila!
Dan mengapa jantungku menjadi lebih nakal dari sebelumnya. Degupannya, lebih keras melebihi ketika aku lomba lari marathon beberapa bulan yang lalu.
Ini semua tidak benar, Minhye-a. Kamu seharusnya sadar bahwa se-seksi apapun urat dan suara bass milik Kyungsoo, kamu tidak seharusnya memikirkannya.
Eh tunggu, apa baru saja aku bilang seksi? Park Minhye, katakan kepadaku itu semua tidak benar! Aku ulangi, apa aku baru saja mengatai urat dan suaranya itu seksi?
Detik selanjutnya, aku mengelus-elus dadaku pelan. Berusaha menenangkan diri dan tidak menggeleng-gelengkan kepala lagi agar Kyungsoo tidak salah interpretasi lagi.
Tenanglah, Park Minhye. Ini semua akan berakhir beberapa menit lagi tapi bwo? Ini baru pukul 19.07?! Berarti Chanyeol oppa akan kemari satu setengah jam lagi? Itu waktu yang sangat lama!
Aku kembali mengambil nafas dan berusaha menenangkan diri. beberapa detik kemudian, aku akhirnya kembali tenang. Namun, mataku kembali melebar ketika sesuatu tidak sengaja menyenggol tanganku. Sesuatu yang hangat, lembut, kokoh dan bergerak.
Kutengokkan ke arah tanganku dan mendapati tangan Kyungsoo tidak sengaja menyenggol ke arahku.
Kami terdiam dan saling memandang satu sama lain. Kyungsoo tampak begitu terkejut. Matanya seperti akan keluar dari tempatnya dalam beberapa detik saja kemudian ia melangkah mundur beberapa langkah. Hening kembali mencengkram.
Tidak lagi ketika aku berteriak. “Aa-aa-AKU HARUS KE TOILET!” dan melesat keluar dari studio.
Aku berlari menyusuri lorong hingga akhirnya aku sampai ke ruangan di ujung lorong, toilet. Ketika sampai di dalamnya, kubasuh wajahku dengan air yang mengalir dari wastafel. Nafasku ternegah-engah dan degup jantungku masih sama. Tidak karuan.
Ada apa ini? Aku tidak pernah merasakan semua ini sebelumnya.
Aku sudah dekat dengan berbagai namja di sekolah tetapi tidak pernah kurasakan seperti ini sebelumnya.
Kupegang dadaku sebelah kiri dan menyuruh jantungku untuk tenang,
“Hey benda kecil, tenanglah sedikit, Aish jinjjha! Hampir saja aku salah tingkah di dekatnya!”
“Dan juga, hei otak! Mengapa kamu memikirkan hal yang aneh-aneh saja!” Aku mengutuki diriku sendiri.
Untung saja kamar kecil sedang sepi. Atau lebih tepatnya sudah sepi. Sehingga aku bisa berkata semauku. Memang, ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang berlangsung malam tapi itu hanya beberapa. Beberapa ekstrakurikuler yang membutuhkan waktu latihan lama, seperti theater, paduan suara dan lain-lain. Band? Hanya EXOFINITE satu-satunya band di sekolah ini sehingga kami bisa dengan leluasa menggunakan studio. Bisa dibilang, siswa sekolah ini aktif di bidang lain, seperti Karya Ilmiah Remaja, Lomba Siswa Teladan, dan lain semacamnya. Sedangkan aktivitas psikomotor seperti band, theater dll menjadi pilihan terakhir bagi para siswa baru. Mereka lebih memilih untuk mengasah kemampuan akademis mereka.
Kubasuh lagi wajahku dengan air dan kulihat wajahku di kaca depan wastafel.
“Hei kamu yang di kaca! Mengapa kamu bisa sebodoh ini!”
End of Minhye’s POV
Author’s POV
Kalian salah jika hanya Minhye yang memikirkannya. Saat ini, Kyungsoo juga sedang memikirkan sesuatu yang kurang lebih sama dengan Minhye.
Skinship tidak sengaja yang ia buat. Itulah yang Kyungsoo pikirkan sejak tadi dan pikirannya mengenai itu tak kunjung lepas dari kepalanya.
Betapa getaran itu ia rasakan ketika kulit tak terlindungi milik Minhye menyentuh kulit miliknya. Seakan ada sengatan kecil yang mengejutkan semua saraf di tubuhnya.
Tubuhnya ia biarkan mondar-mandir ke sana kemari. Berjalan tak tentu arahnya dengan tangan berada di kepala, mengutuki mengapa ia begitu ceroboh bisa menggerakkan tangannya tidak sengaja ke tangan Minhye.
Ia memegang dadanya dan merasakan perasaan yang lebih kurang sama dengan apa yang ia rasakan di UKS beberapa jam yang lalu. Hingga akhirnya ia mengambil nafas dalam dan menenangkan diri, berusaha menstabilkan setiap emosi yang meluap-luap dari kepalanya.
“Untung saja ia segera pergi tadi..” gumamnya pelan sambil mengelus-elus dadanya.
Saat ia sudah bisa menenangkan dirinya, ditengoknya jam yang menggantung di dinding studio.
Pukul 19.48?
Mengapa ia lama sekali? Batinnya.
Tapi, ia memutuskan untuk tetap menunggu.
Beberapa menit kemudian, ia menengok ke arah jam dinding lagi dan mendapati jarum jam sudah menunjukkan ke angka 8.
Bwoya? Pukul 20.00 tepat? Apa memang ia selama itu berada di kamar kecil?
Perasaan gelisah dan khawatir mulai merayapi jiwanya. Bukan hanya karena sang satpam akan mulai berkeliling di jam 20.00 tapi juga karena saat ini sudah malam dan Minhye adalah seorang yeoja.
Mematikan lampu, ia melangkah keluar ruangan dan menutup pintunya.
Disusurinya seluruh penjuru sekolah. Hingga dari yang paling pojok hingga yang pojok sekali. Sepuluh menit telah berlalu, namun Kyungsoo tak kunjung menemukan Minhye. Sedengarnya tadi, Minhye berpamit untuk ke toilet, tetapi ketika Kyungsoo menuju ke sana, Minhye tidak menampakkan diri. memang sih, ia hanya memanggilnya karena, secara, ia tidak bisa dan tidak boleh memasuki kamar kecil wanita tapi dengan bantuan pendengarannya ia tidak mendengarkan ada tanda-tanda kehidupan di dalam kamar mandi wanita. Minhye juga tak kunjung menjawab panggilannya. Oleh karena itulah, ia kini sedang mencarinya ke seluruh sisi sekolah.
Kakinya terus melangkah, hingga ia akhirnya sampai di kelasnya, kelas 2-D. Sebuah bayangan terkaptur di matanya. Siluet seorang yeoja berseragam. Kyungsoo akhirnya yakin jika itu adalah Minhye saat ia menyadari bahwa siluet itu berkuncir tinggi. Tanpa ragu-ragu lagi, Kyungsoo masuk ke dalam kelas.
“Ya, kamu kemana saja?” bisik Kyungsoo ke arah Minhye yang sedang berdiri di depan bangkunya “Ini sudah pukul 20.11!” lanjut Kyungsoo setelah melihat ke jam tangan hitamnya.
“J-jinjjha?” tanya Minhye menunjukkan ekspresi wajah kaget dan setengah tidak percaya.
Setelah menengok ke arah jam dinding di kelas, Minhye tersadar bahwa ucapan Kyungsoo benar. “Ah matta.”
Mereka lalu melangkah keluar dari kelas dan memutuskan untuk kembali ke studio.
“Ya, mengapa kamu kembali ke dalam kelas?” tanya Kyungsoo sembari melirik ke arah Minhye yang sekarang berada di sisi kanannya.
“Mengambil ini.” jawab Minhye pelan sambil menunjukkan sebuah buku yang tampak seperti majalah.
“Majalah?” Kyungsoo merebutnya dari tangan Minhye. Dan saat itulah, Kyungsoo, lagi-lagi, tidak sengaja menyenggol tangan milik Minhye, membuatnya terlonjak. Begitu juga Minhye, ia juga terlonjak. Saking terkejutnya mereka berdua, mereka sampai membatu di tempat. Tidak sedikitpun mengeluarkan suara dan menggerakkan anggota tubuh mereka.
Meskipun samar, sepertinya Kyungsoo enggan untuk menjauhkan tangannya dan begitu juga Minhye. Ia seperti enggan untuk menarik tangannya.
Waktu seakan berhenti dikarenakan keheningan yang kembali mencengkeram atmosfir.
Untung saja Kyungsoo segera tersadar dan menjernihkan tenggorokannya.
Ia lalu membuka majalah tersebut pelan dan mengangkatnya untuk menutupi wajah memerahnya.
“L-lebih t-tepatnya k-katalog, kurasa?” Minhye melanjutkan kalimatnya yang sempat terputus. Dan segera, Minhye menyadari bahwa kalimat yang ia ucapkan tersebut lebih terdengar seperti pertanyaan karena saking gugupnya.
“A-aah..I-iya, katalog sepatu N*KE?” Kyungsoo sepertinya tak kalah gugup. Terbukti dari majalah yang masih ia gunakan untuk tameng.
Tap tap tap..Kyungsoo menengok ke depan dan melihat sesuatu.
Dan mata bulatnya melaporkan bahwa bayangan itu adalah bayangan satpam sekolahnya.
Dengan gerak segera, ia menarik tangan Minhye cepat dan membawanya masuk ke sebuah ruang kelas.
Minhye yang masih tidak aware dan menundukkan kepalanya ke lantai itu tidak bisa mengelak, terbawa oleh tarikan Kyungsoo ke dalam ruang kelas.
Ia juga akhirnya menyadari, Kyungsoo sekarang berada di belakangnya, melekatkan badan bagian depan miliknya ke badan bagian belakang milik Minhye dengan tangan berada di mulutnya. Suara langkah kaki mulai mendekat, Minhye akhirnya menyadari bahwa gerakan gesit yang Kyungsoo lakukan adalah untuk menyembunyikan diri mereka.
“Aaah. Sepertinya semuanya sudah kembali ke rumah masing-masing.”
Saat kalimat itu terdengar semakin keras, Minhye dan Kyungsoo mulai menahan nafas. Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulit mereka. Dan jantung mereka mulai berdetak tidak keruan.
Beberapa menit berlalu.
Hembusan nafas kasar mulai mereka keluarkan ketika suara langkah kaki maupun suara yang terucap dari mulut sang satpam tak juga terdengar yang berarti, saat ini mereka sudah aman.
Saat itu juga, Kyungsoo menyadari bahwa ia telah melakukan sebuah sesuatu. Sesuatu yang ia sadari bahwa itu adalah backhug secara tak langsung. Terdiam sebentar, menunggu otaknya meloading semua yang telah terjadi, Kyungsoo melepaskan cengkeramannya ke Minhye. Ia juga melepaskan bekapan tangannya ke mulut Minhye.
“Maaf..” ujar Kyungsoo sambil menggosok-gosok tengkuknya dan melihat ke arah lain.
“Gwaenchanaa..” jawab Minhye lirih sambil melihat ke arah lain karena ia merasakan wajahnya terasa sangat panas.
Mereka kini telah keluar dari kelas. Minhye selalu menunduk ke lantai karena kejadian tadi. Ia seharusnya tidak merasakan sesuatu apapun. Seharusnya! Tapi, entah, tubuhnya bereaksi aneh ketika Kyungsoo melakukannya ke Minhye. Sentuhan kulit Kyungsoo ke kulitnya, Minhye menyadari perutnya terasa bergejolak ketika Kyungsoo melakukannya.
Tidak ada hal lain yang mereka pikirkan kecuali backhug tidak sengaja yangn telah Kyungsoo lakukan.
Sesampainya di ujung lorong, ponsel milik Minhye bergetar. Iya, sekarang Minhye merasa kapok untuk menghidupkan silent mode karena ia tidak ingin kejadian ‘banjir missed calls’ terjadi kembali. Ia merasa bahwa ia harus mengubahnya ke mode getar saja.
Melihat ke arah layar ponsel, Minhye melihat nama Chanyeol berkedip-kedip.
“Yoboseyo?” jawab Minhye setelah menekan tombol hijau.
“Minhye-a. Aku sekarang berada di lobi sekolah. Keluarlah dari studio dan tunggu hingga pukul 21.00 nae? Tepat pukul 21.00, satpam menyebalkan itu pasti akan kembali ke peristirahatannya. Ketika sudah pukul 21.00 kembali lah ke depan studio, aku akan menyusul kalian.” Terdengar suara gelisah oppanya melalu panggilan yang merea buat.
Minhye mengangguk, meskipun ia masih sedikit risih mendengar pilihan kata peristirahatannya yang telah oppanya katakan.
‘Tet tot tet tot’ Dan panggilan begitu saja tertutup.
Minhye mengerjapkan matanya. Chanyeol oppa pasti ingin membunuhku secara perlahan..Bagaimana bisa aku bersama Kyungsoo menunggu hingga pukul 21.00?! batinnya sambil memejamkan matanya.
Kyungsoo menjernihkan tenggorokannya dan melihat ke arah jam tangannya.
Pukul 20.30. Itulah yang ia dapatkan ketika ia menengok ke arah jam tangannya.
Digosokkannya kembali tengkuknya. Bulu kuduknya kembali berdiri. Bukan karena gosip hantu malam yang santer diberitakan oleh teman-temannya. Juga bukan karena ia takut tertangkap oleh satpam yang sedang berkeliling. Tapi itu semua karena ia takut satu hal yang menurutnya lebih menakutkan.
Yaitu,
Yeoja yang ada di sampingnya saat ini.
Kyungsoo dan Minhye terduduk di halaman belakang sekolah. Mereka tidak tahu lagi harus pergi kemana, tempat itu adalah tempat yang paling dekat dengan studio.
Mereka mendongak, ke arah langit. Melihat ke arah langit yang ditaburi bintang dan digantungi oleh sebuah bulan yang masih belum sepenuhnya bulat. Meskipun mereka sudah bisa sedikit menyingkirkan ‘perasaan tidak enak’ di antara mereka, sepertinya keheningan adalah pilihan yang mereka pilih saat ini.
Tapi semakin lama waktu berlalu, semakin Minhye menyadari bahwa terus menerus diam adalah pilihan yang salah. Kediaman malah hanya akan menambah rasa gugup serta awkward di antara mereka. Hal itulah yang memutuskan Minhye untuk mengatakan sesuatu.
“Kyungsoo-yaa..” Kyungsoo menoleh.
“Hidupmu sungguh menyenangkan.” Minhye terhenti, kini perhatiannya kembali ke arah bintang yang menghiasi langit. “Kamu pasti bisa membeli apapun dengan uangmu, mungkin juga termasuk bintang yang ada di sana.”
Kyungsoo terkikik tidak menjawab sedikitpun ucapan dari Minhye, ia malah memasukkan tangannya ke saku celananya.
Minhye ikut terkikik. “Aku..harus menabung seumur hidup untuk bisa membeli salah satu mobil yang kamu miliki, sementara kamu, hanya tinggal menjentikkan jari.” Lanjut Minhye.
Kini ia melirik ke arah Kyungsoo yang sedang tertawa kecil.
“Bwoya? Bukankah kita sama semua saat ini.” jawab Kyungsoo, melihat ke arah langit lalu menilik ke arah Minhye yang menatapnya dengan raut wajah bingung.
“Iya, Kamu dan aku sama saat ini.” Kyungsoo terdiam sejenak.
“Kita..sama-sama masih mengemis uang orang tua kita.” Lanjut Kyungsoo melihat ke arah Minhye yang mulai mengerti maksud dari Kyungsoo.
“Malah, aku takut jika nanti aku tidak sesukses ayahku dan menanggung rasa malu.”
Tak sadar, Minhye mengembangkan sebuah senyum. Dalam hati, ia tertegun oleh jawaban Kyungsoo. Biasanya, anak chaebol seperti kyungsoo akan membanggakan diri dan merendahkan anak pegawai biasa seperti Minhye tetapi kali ini, semuanya berbeda. Kyungsoo seperti menganggap bahwa anak seorang chaebol adalah hal yang biasa. Malah, ia mengkhawatirkan hal yang sama sekali tak terpikirkan oleh Minhye.
“Ya, mengapa kau tiba-tiba berubah pikiran? Mengapa kau tiba-tiba memutuskan untuk bergabung dengan EXOFINITE?” Minhye melontarkan pertanyaan lain.entahlah, saat ini Minhye seperti ingin mengenal Kyungsoo lebih jauh.
Kyungsoo tersenyum tipis lalu kembali melihat ke arah langit. “Nan Eomma. Aku ingin eomma tersenyum di surga sana karena aku telah mewujudkan mimpinya.”
Minhye mengangguk-angguk, mengerti apa yang Kyungsoo maksud.
Malam itu, Minhye banyak melihat sisi lain dari Kyungsoo dan sepertinya, secara perlahan tapi pasti, pandangannya terhadap Kyungsoo mulai berbeda.
Kyungsoo bukan lagi namja anti-sosial yang dingin tapi ia merasa bahwa Kyungsoo adalah namja hangat yang terasingkan.
Annyeong readers~
Apa kalian benar-benar kepengin ff ini untuk lanjut?
Jika iya, please give me love and subscribbers biar aku tahu kamu di sana baca ffku, nggak cuma ngeview.
Sekian, terimakasih :)