Hi dreamers..... nah kan masih pada jadi silent readers nih. mana nih commentnya? Oiya Miss J pengen buat forum gitu jadi kita bisa share soal FF atau apa gitu, gimana? forum di whatsapp atau line gitu. gimana menurut kalian?
Ri menatap langit-langit kamar Ra Chel yang ia diami saat ini. Ia memandangi bintang-bintang yang jika malam hari akan menyala bila lampu dimatikan. Tak hanya bintang, di langit kamar itu juga ditempeli planet-planet dan matahari, seperti tata surya sungguhan. Mungkin saat ini hanya seperti tempelan biasa. Tapi jika malam hari ia bisa melihat bulan dan bintang bersinar di langit malam dalam versi kamarnya. Siapa yang membuat? Bagus sekali?
Ri masih mengingat dengan jelas, malam pertamanya mendiami kamar ini, saat ia mematikan lampu, ia tak mendapati gelap. Tetapi kerlap-kerlip yang ada di langit kamar membuatnya seperti di lapangan yang hanya dilindungi langit. Jadi ia tak merasa sepi.
Lalu pikirannya berkelana saat ia bertemu lelaki yang menjadi Ketua acara Night of Art. Lelaki yang telah mempermainkan Ra Chel. Lelaki yang memandanginya di halaman sehabis ia berbicara dengan dua orang gadis. Yonghwa
Ri melangkah ke tempat ruang Senat Seni Musik, kata seseorang yang ia tanyai. Jika ingin bertemu Yonghwa , ia bisa menuju Ruang Senat Seni Musik. Karena Yonghwa biasa ada di sana, ia Ketua Senat Seni Musik.
Sesampainya ia disana, kebetulan ruang sedang sepi karena mungkin masih jam makan siang, semuanya masih makan siang. Tapi beruntungnya ada dua lelaki yang ada di sana,bermain gitar sambil sesekali mengobrol. Salah satunya lelaki yang memadanginya saat dihalaman tadi. Ri tentu saja langsung bertanya ingin bertemu Yonghwa. Lalu salah seorang dari lelaki itu undur diri, menyisahkan lelaki yang memandangi Ri. Dan setelah itu Ri tahu, dialah Jung Yong Hwa.
“Apa yang kau bicarakan?”Tanya Ri ketus. Ia sungguh tidak mau berbasa-basi saat itu, apalagi ia tahu lelaki itu Yonghwa yang mempermainkan Ra Chel.
“Apa kau yakin memilih berkompetisi dengan Howon? Dan bukan menjadi Ketua?”Tanya Yonghwa dengan tenang dan wajah datar.
Rasanya saat itu Ri ingin berteriak ‘Untuk apa? Untuk kau permainkan lagi?’, tapi sayangnya kalimat itu hanya tersampaikan lewat wajahnya yang malah terlihat lucu.
“Maksudku, bukannya aku mengaturmu atau apa. Kau tentu masih ingat bagaimana Howon”Lanjut Yonghwa yang sedikit mengerti gelagat amarah yang diperlihatkan Ri.
Ri menghela napas kasar, kedua bahunya ikut naik turun.
“Dengar ya Tuan Yonghwa, saya bisa menjaga diri saya sendiri. Jadi kau tidak perlu khawatir padaku”Ucap Ri dengan emosi tertahan.
Yonghwa menaikkan sebelah alisnya, ia menyeringai.
“Silahkan kalau begitu. Aku harap kalian memenangkan kompetisi”Balas Yonghwa yang membuat Ri melongo.
Ri pikir Yonghwa akan bagaimana, yang penting tidak seperti yang ada dihadapannya barusan. Tapi itu malah membuat emosi Rim akin tersulut, kedua alisnya sudah bertaut menakutkan.
“Ngomong-ngomong kau sedikit berbeda hari ini”Ucapan Yonghwa membuat emosi Ri ilang berganti tatapan dengan kening berkerut bingung.
“Apa maksudmu?”Tanya Ri, tangannya ia lipat di dada.
“Untuk pertama kalinya kau mengobrol dengan orang yang tidak kau kenal, dua gadis dari Seni Musik tadi”Ri mengingat dan berpikir dan bertanya apa ia salah menjawab pertanyaan orang lain?
“Lalu kau membalas sapaan orang-orang dengan senyuman dan bukan seringaian angkuh”Ri menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu, ia semakin bingung bagaimana harusnya ia bersikap seperti Ra Chel. Ia memang galak dan kejam, tapi itu jika dengan seseorang yang menyebalkan.
“Kemudian kau terlihat sangat mencoba mengontrol emosimu dan memperlihatkannya, tidak seperti biasanya kau akan tetap terlihat angkuh dan berbalik bicara”Ucapan terakhir Yonghwa membuat Ri terbelalak terkejut. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri karena terlalu bodoh. Bisa bisa ia dimarahi Ra Chel jika gadis itu tahu.
“Ah satu lagi, kau terlihat lebih sopan” Yonghwa terlihat menahan tawanya, tapi ia berhasil tetap bersikap tenang dan terlihat tak perduli dan sedang menilai orang.
Ri berdehem, memperbaiki emosi dan ekspresinya. Mencoba berekspresi angkuh,
“Kalau sudah tidak ada yang dibicarakan, aku permisi”Ucapnya lalu cepat-cepat meninggalkan ruangan itu sambil sibuk merutuki dirinya dalan hati.
Ri menepuk kasur yang ia rebahi saat ini.
“Haisshhh kenapa kau begitu memalukan tadi?”Gumamnya kesal.
“Sudahlah lupakan, lupakan”Katanya kemudian, tangannya menepuk-nepuk keningnya, mengusir ingatan tadi siang dari kepalanya.
Kemudian Ri bangkit dan keluar dari kamar. Ia merasa harus mendinginkan kepalanya dengan air dingin. Tapi melihat pintu samping terbuka, ia penasaran dan berjalan menuju pintu itu yang terdapat halaman berisi taman bunga. Ti mendapati Ibunya sedang merawat bunga-bunganya. Entah mengapa ia senang melihat Ibunya berjongkok dengan sarang tangan dan semprotan Bunga ditangannya. Dia juga suka bunga, sangat menyukai. Ah, aku jadi merindukan Taman Bunga.
“Ra Chel”Panggil Park Mira.
Namun Ri masih berkelana dengan lamunannya, membuat Ibunya itu gemas dan mencubit pipi yang terdapat rona merah alami itu.
“Omoo, pipiku”Ucap Ra Chel mengaduh lalu mengusap-usap pipinya dan membuat Ibunya tertawa.
“Mengapa Eomma mencubitku?”Tanya Ri dengan pipi menggembung.
“Kau ini, salah sendiri pagi-pagi melamun. Tidak baik melamun diantara bunga-bunga cantik ini”Jawab Park Mira. Lalu Ibunya itu tersenyum kemudian membelai kepala Ri sayang, membuat Ri tersenyum lembut.
“Eomma sangat suka berkebun”Ucap Ri, wajahnya menatap bunga-bunga yang berwarna-warni itu.
Park Mira menatap wajah Ri yang tampak sumringah memandang bunga-bunga.
“Ne, seperti yang kau lihat selama ini. Tapi Eomma lebih senang jika kau ikut berkebun bersama”Ucap Park Mira sambil menyemprotkan air ke bunga anyelir merah.
Ri tersenyum, ia berjongkok disamping Ibunya dan membuat Park Mira menoleh.
“Tapi sayangnya lagi, Puteri ibu lebih memilih ke berkotor ria dengan cat dan kanvas daripada berkebun bersama Eomma”Lanjut Park Mira sambil menatap Ri.
Ri memandang Park Mira bingung. Keningnya berkerut, cat dan kanvas? Ra Chel belum pernah bilang kalau ia suka melukis.
Tapi ia buru-buru merubah raut bingungnya dengan tersenyum menatap Park Mira lalu menatap bunga anyelir putih dihadapannya.
Ya, kau memang lebih menyukai melukis. Sama seperti Ayahmu, batin Park Mira sedih.
“Bunga apa yang Eomma suka?”Tanya Ri.
“Eomma menyukai anyelir putih”
Ri menoleh menatap Park Mira yang tersenyum menatap bunga anyelir putih.
Woah, Eomma menyukai bunga yang sama denganku. Pikir Ri senang.
“Mengapa eomma menyukai anyelir putih?”Tanya Ri. Tangannya membelai kelopak anyelir putih yang basah terkena semportan air.
Park Mira menyemprot tangkai anyelir putih yang lain,
“Anyelir putih itu melambangkan kesucian, kejujuran, cinta yang dalam dan menggebu, yang tak pernah padam dimakan waktu …..”
“Yang selalu bisa menarik perhatian karena kecantikannya”Lanjut Ri yang membuat Park Mira terkejut dan menatap Ri.
“Kau mengerti maknanya Ra Chel?”Tanya Park Mira dengan wajah penuh harapnya.
Namun Ri tersadar telah melakukan kesalahan. Matanya bergerak-gerak menatap bunga-bunga anyelir dengan cemas.
“Itu… itu karena Eomma terlalu banyak memelihara Anyelir putih. Jadi aku mencari tahu tentang Anyelir”Jawab Ri cepat.
Ah bagaimana bisa kau mengucapkan hal itu tadi? Semoga saja tidak membuat curiga.
“Ah jadi begitu, Eomma kira kamu memang mengerti”Jawab Park Mira lalu menghela napas.
Tentu saja aku tahu Eomma, Anyelir adalah kerajaanku.
“Tapi, sayangnya Anyelir tidak bisa berdiri sendiri”Ucap Park Mira, tangannya merapatkan batang bunga anyelir ke sebuah kayu penopang.
“Mengapa?”Tanya Ri.
“Semakin dalam cinta yang tumbuh dalam Anyelir, semakin ia membutuhkan penopang untuk berdiri tegak”Jawab Park Mira, tangannya kini mengikat kayu dan batang itu menjadi satu.
“Jika tidak?”Tanya Ri, matanya tak lepas mengamati tangan Park Mira yang sibuk.
“Jika tidak, ia akan terjatuh karena semakin beratnya cinta yang ia topang”Jawab Park Mira lalu menepuk-nepuk sarung tangannya yang terkena tanah.
Ri terpaku mendengar jawaban Park Mira, ia masih mencerna maknanya. Sebuah kebetulan atau apa?
Park Mira tersenyum lembut melihat Ri yang tampak memikirkan sesuatu dengan keningnya yang berkerut. Ia menjetikkan tangannya di kening Ri. Membuat Ri mengerjapkan matanya.
“Kajja! Masuk kedalam”Ucap Park Mira.
“Ne Eomma”Jawabnya.
Ia melangkahkan kakinya menuju pintu untuk masuk. Namun, Ri menoleh menatap Anyelir puih yang bergoyang terkena hembusan angin musim panas.
Apa mungkin karena itu Kerajaan membutuhkan Kerajaan Fightern sebagai penopang?
***********
Ra Chel berjongkok di hadapan hamparan bunga-bunga anyelir putih yang bermekaran. Ia tak perduli gaunnya kotor terkena rumput basah atau tanah di taman ini. Ia hanya menatap anyelir putih di depannya, membelai kelopaknya.
Ia tahu itu, ia tahu bagaimana perasaan Ri sekarang. Bagaimana ia jika mendapat bentakan dari Ayahnya jika emosinya sedang meluap, tapi ia tidak memiliki sandaran seperti Ibunya yang siap kapan saja mendengar keluh kesahnya.
Tapi kenapa rasanya sesedih ini?
“Eommaaaa aku merindukanmu….”Bulir-bulir air menetes dari mata indahnya.
Ra Chel menelungkupkan kepalanya di kedua lututnya, menutupinya dengan sebelah tangannya. Sedangkan sebelahnya lagi menangkup kelopak anyelir itu.
“Eommaaaa…hiks…hiks….”
Ia terus menangis meluapkan kesedihannya, mengingat betapa bahagianya Ibunya saat berkebun menanami bunga-bunga anyelir. Ra Chel pasti bisa membayangkan Ibunya akan sangat senang jika melihat hamparan anyelir berwarna-warni di taman ini. Tapi ia lebih senang jika Ibunya disini saat ini untuk mendekapnya, untuk membuat hatinya lebih tenang atas apa yang sebenarnya masih ia tidak tahu.
Seseorang berjongkok disampingnya, menatapnya dengan tatapan teduhnya, berbeda dengan beberapa hari ini yang menatapnya dengan tatapan jahilnya. Pria itu menggigit lidahnya kelu mendengar tangisan Ra Chel. Kenapa tangisannya membuatku sedih? Sesedih inikah ia mengikuti pertunangan ini?
Tangannya terulur mencoba menggapai kepala Ra Chel, sampai membelai kepala Ra Chel dengan lembut yang menimbulkan keterjutan pada Ra Chel.
Ra Chel mendongak dan menoleh kesamping, mendapati Pangeran Ed sedang tersenyum lembut menatapnya. Ra Chel masih sesegukan menatapnya sedih. Lalu membasuh wajahnya dengan punggung tangannya, menghapus aliran air mata yang membasahi pipinya. Mungkin jika dalam keadaan sadar ia akan berteriak-teriak menaham malu padaku.
“A..appaa yang kau lakukan disini?”Tanya Ra Chel dengan tatapan menunduk.
“Aku mencari Tunangan Kerajaanku yang kabur dari pesta. Ternyata disini dan sedang menangis.. mmmm… apa kau sedih karena pertunangan ini?”Tanya Ed hati-hati.
Dalam hati ia merutuki sikapnya yang tidak suka berbasa-basi. Lalu ia memohon semoga Ra Chel tidak bersedih lagi. Lebih baik ia berteriak marah daripada menangis.
“Ti…tidak, aku tidak menangis karena hal itu”Jawab Ra Chel.
Dalam hati Ed bersyukur dan senang, dan ia harap itu kejujuran. Edgar meraih dagu Ra Chel dengan jemarinya dan mengangkatnya. Membuat Ra Chel menatapnya dengan mata sembabnya. Edgar menghapus sisa air mata di sudut mata Ra Chel dengan lembut, membuat jantung Ra Chel berdegup cepat. Oh Tuhan, makhluk yang mirip dengan Cho Kyuhyun ini sangan tampan.
“Jika kau bersedih karena ada masalah, kau bisa cerita padaku. Aku siap mendengarnya, Tunanganku. Aku disini bersedia menjadi Tunanganmu karena aku ingin menjadi penopang untuk Anyelir, agar ia bisa berdiri dikakinya sendiri dengan tegak bersamaku. Membangun kerajaan yang lebih besar bersamaku dan tersenyum dengan sangat cantik setelah denganku, sehingga tidak ada yang bisa merebutnya. Karena ia sudah bersamaku”Edgar berujar dengan tatapan yang tak lepas dari mata Ra Chel.
Ra Chel terdiam, mencerna kalimat indah yang diberikan Edgar. Ia tersipu, ia tahu ia tersipu.
“Jadi, maukah kau menikah denganku?”Tanya Edgar.
Ra Chel tahu wajahnya memerah saat ini, ia senang. Tahu jika pria didepannya ini tulus dan sungguh-sungguh. Ra Chel bisa melihat jelas itu semua dari tatapannya, tatapan yang biasanya bersinar jahil, tapi saat ini tatapan itu teduh penuh cinta.meskipun ia tak yakin atas apa yang ia lihat dan apa yang dirasakan Edgar.
“Aku mau”
Edgar menangkap Ra Chel dalam dekapan hangatnya, membawa Ra Chel seakan taman ini mengelilingi mereka berdua. Bunga-bunga disana bergoyang seakan ikut merasakannya.
Kali ini, aku biarkan merasakan ketulusan itu, tak perduli ia menganggapku sebagai Ri atau siapa.