Aku menjalankan mobilku dengan kecepatan cukup tinggi tidak memperdulikan jalanan yang menjadi licin jika sedang hujan deras seperti ini. Tanpa sadar menahan napasku saat sekelebat bayangan kecelakaan beberapa hari lalu kembali menyergap memaksa masuk ke dalam otakku. Eunah menghubungiku melalui nomor yang tidak dikenal saat aku sedang mencarinya di daerah Gwangjin, dan itu berarti sekarang aku harus segera sampai di tempatnya menunggu sekarang. Berharap semoga saja dia mendapat tempat untung berlindung disana.
Sudah seharian aku mencari-cari disekeliling Seoul tapi tidak juga menemukan batang hidung gadis itu. Aku sudah bertingkah seperti orang gila begitu keluar dari ruang kerja pribadi Yesung hyung di restoran siang tadi. Saat mendapati gadis itu sudah tidak duduk di kursi yang seharusnya di tempatinya, hanya meninggalkan ice chocolatenya yang sudah tidak dingin lagi. Kenapa dia tidak juga mengingat kata-kataku untuk tetap di tempatnya untuk tidak pergi sendirian dan menjauh dariku? Atau memang aku yang salah karena sudah bosan menungguku dan Kyuhyun sehingga akhirnya dia pergi berkeliaran sendiri?
Tanganku mengepal menggenggam setir erat sehingga membuatnya terasa panas dan kebas. Aku menggelengkan kepalaku cepat berusaha kembali memfokuskan pandanganku pada jalanan di depanku, berharap untuk tidak mengulangi kecelakaan maut lagi. Aku membelokkan kemudi memasuki komplek taman yang dimaksud Eunah dalam telepon tadi. Mulai memperlambat kecepatan mobilku saat mataku menangkap sesosok gadis yang berdiri di bawah hujan, tanpa perlindungan apapun yang membuat hatiku terasa nyeri.
Aku mengehentikan mobil tepat di depannya dan berlari keluar dari mobil sambil melepas jaket kupakai dan menjadikannya payung di atas tubuhnya walaupun aku tahu itu sama sekali tidak akan berguna. Berdiri di depannya membuatku semakin dapat jelas melihatnya yang menggigil kedinginan. Sekujur tubuhnya basah, sedangkan giginya mengatup keras dengan pandangan lurus ke depan.
“Harus berapa kali aku katakan padamu untuk jangan pergi menjauh dari pandanganku?! Kau tidak mendengarkanku hah?!” Gadis di depanku hanya diam menatap dadaku yang sejajar dengan wajahnya. Rasanya seperti seseorang menusukku tepat di jantung melihatnya seperti ini. Membuatnya terasa semakin sesak karena guyuran air hujan musim gugur yang dingin. Aku menariknya kedalam pelukanku berharap bisa memberikan energi hangat yang masih tersisa di dalam tubuhku ke dalam tubuhnya, mengecup ujung kepalanya yang basah.
“Maafkan aku. Aku hanya terlalu khawatir sesuatu yang buruk terjadi padamu. Mulai saat ini kau tidak perlu repot-repot lagi untuk berusaha selalu berada di dekatku, karena aku yang akan selalu berada di dekatmu.”
***
Setiap mata dari berpuluh-puluh orang yang sedang berada di jalan seakan tertarik seperti sebuah kutub utara yang bertemu dengan kutub selatan dalam sebuah magnet. Terang-terangan melempar tatapan tertarik saat melihat sosok laki-laki tinggi berbadan tegap yang berjalan melewati mereka. Bertanya-tanya bagaimana mungkin seorang manusia yang terlihat bergitu sempurna diciptakan untuk tinggal di bumi yang sudah kotor. Beberapa gadis SMA bahkan tidak tanggung-tanggung menatap bibirnya yang terlihat penuh, hidung mancung, mata yang memiliki sorot membunuh namun menarik dan rambutnya yang terkesan berantakan ditiup angin musim gugur. Berfikir akan begitu beruntung jika mereka bisa menjadikan laki-laki sempurna itu miliknya.
Sedangkan Kyuhyun tanpa peduli tetap berjalan lurus sambil memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celananya, memfokuskan pikirannya untuk membantu Hyukjae mencari Eunah. Dia sudah berjalan berkeliling cukup jauh sejak siang tadi, menyadari perubahan warna langit yang sudah berubah keemasan. Dia membelokkan langkahnya menuju tengah pemukiman dan mencari tempat yang cukup sepi yang setidaknya bisa dipakainya untuk beristirahat tanpa diganggu oleh tatapan mengerikan dari orang-orang di jalan. Dia melihat nama Hyukjae tertera di layar ketika ponselnya bergetar.
“Ne, hyung?”
“Aku sudah menemukannya. Kau bisa kembali dan mengambil kunci apartemenmu di meja ruang TV. Ambillah beberapa makanan dari dalam kulkas yang bisa kau bawa. Maaf sudah merepotkanmu, Kyuhyun-ah.”
“Ehmm. Sama-sama hyung.” Dia kembali memasukkan ponselnya kedalam saku setelah mendengar nada telepon yang terputus. Kembali melanjutkan langkahnya untuk menuju apartemennya. Sengaja memotong jalan melewati komplek pemukiman rumah-rumah mewah. Matanya menyipit menatap sebuah mobil putih yang terparkir di depan sebuah rumah tinggi modern minimalis. Matanya membelalak saat mendengar suara tamparan keras yang mendarat di pipi seorang gadis yang berdiri di samping mobil itu dengan seorang laki-laki.
“Kau bisa bertingkah dingin dan sesuka hatimu dengan orang lain, tapi tidak denganku! Dengarkan aku Suri sayang. Aku sudah memberikan semua yang kau mau. Pekerjaan, rumah, kekayaan, bahkan aku bisa memberikanmu seluruh isi bumi ini hanya untukmu! Hanya dengan satu syarat, jadilah milikku selamanya.” Kyuhyun menahan geraman dalam tenggorokkannya dengan tangan yang mengepal kuat di samping tubuhnya.
“Kau bodoh atau tidak tahu? Aku tidak pernah menginginkan semua itu. Kau bisa mengambil kembali semuanya dan menjauhlah dari hidupku.” Suara dingin gadis itu terdengar sedikit gemetar di telinganya. Dia berjalan semakin mendekati kedua orang itu ketika tangan laki-laki yang tidak dikenalnya itu mengunci tangan Suri dan menarik pinggang gadisnya mendekat.
“Sayang sekali kau tidak bisa menolak, sayangku. Dirimu, seluruh tubuhmu hanya akan menjadi milikku.” Kyuhyun berdiri tepat dibelakang tubuh laki-laki biadab di depannya, mengirimkan tatapan menenangkan untuk Suri yang sudah menyadari keberadaannya.
“Jauhkan tangan kotormu dari gadisku, laki-laki brengsek!” Laki-laki di depannya bergerak refleks mendorong tubuh Suri menjauh ketika melihat tatapan pembunuh Kyuhyun yang dengan jelas menguar dari mata tajamnya.
“Si..siapa kau?! Menjauh dariku sebelum aku memanggil polisi!”
“Bodoh! Kau mau membuat dirimu sendiri masuk penjara karena telah melecehkan seorang gadis, uh? Silahkan saja jika itu maumu. Tapi aku tidak peduli. Yang aku pedulikan hanyalah kau perlu menjauh dari gadisku selamanya.”
“Gadismu? Siapa gadismu, hah?!”
“Lee Suri. Mulai saat ini...kau gadisku, bukan?”
***
Eunah membawa 2 cangkir teh hangat untuk dirinya dan Hyukjae yang sedang duduk di ruang TV. Tubuhnya masih terasa mengigil walaupun dia sudah mengeringkan tubuhnya dan mengganti bajunya sesaat begitu sampai di apartemen tadi.
“Aku masih tidak habis pikir, bagaimana bisa kau sampai disana hanya karena mengikuti seorang gadis kecil?” Tangan Hyukjae terulur mengambil cangkir yang disodorkan Eunah, menariknya untuk duduk di sebelahnya.
“Aku...aku mengenalnya! Jadi aku bepikir untuk mengikutinya. Siapa tahu dia bisa menunjukkanku dimana barangku yang hilang itu, kan?”
“Kau benar-benar membuatku khawatir, kau tahu? Para pengunjung di restoran mungkin sudah berpikir aku ini orang gila saat menyadari kau hilang tadi!”
“Kau terlalu berlebihan, Hyuk-ah~.” Hyukjae bergerak mengambil cangkir milik Eunah lalu meletakkan kedua cangkir di tangannya di atas meja, membuat Eunah memajukan bibirnya beberapa senti. “Aku kan belum selesai meminumnya.”
“Sudah malam, cepat tidur.” Tanpa menunggu jawaban dari Eunah, Hyukjae berdiri menarik tangan Eunah dan menyeretnya kedalam kamarnya. Percuma saja Eunah berusaha menolak, karena dia yakin Hyukjae pasti tidak akan mendengarkannya. Hyukjae melepaskan tangan Eunah begitu menutup pintu kamarnya, membuat Eunah mengerutkan keningnya bingung.
“Apa?” Eunah memperhatikan Hyukjae yang melangkah ke arah jendela yang masih terbuka lalu menutupnya tanpa menutup gordennya. “Kau mau berdiri disitu sampai kapan, Eunah-ya?”
“Sampai kau keluar dari kamarku. Bagaimana aku bisa tidur sedangkan kau terus berada di sini?”
“Aku akan tidur disini bersamamu. Cepat kemari atau jangan-jangan kau menungguku untuk menyeretmu?” Eunah melangkah ke tempat tidurnya dengan kesal. Hyukjae langsung menarik pinggangnya sehingga membuatnya terjengkang ke belakang saat dia baru saja duduk di tepi tempat tidurnya.
“Kenapa kau harus tidur disini? Kau kan punya kamar sendiri yang lebih besar.”
“Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi dariku. Jadi aku harus tidur di sampingmu untuk selalu mengawasimu, kan?” Eunah merasakan pipinya memanas. Dia menarik selimut sampai menutupi setengah wajahnya.
“Bisakah kau matikan lampunya?”
“Kau tidak takut aku akan melakukan yang tidak-tidak jika keadaan kamar ini gelap?”
“M...mwo? YAK!”
***
“Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi dariku. Jadi aku harus tidur di sampingmu untuk selalu mengawasimu, kan?” Aku menarik selimut sampai menutup sebagian wajahku berharap Hyukjae tidak melihat pipiku yang mungkin terlihat memerah.
“Bisakah kau matikan lampunya?”
“Kau tidak takut aku akan melakukan yang tidak-tidak jika keadaan kamar ini gelap?”
“M...mwo? YAK!” Aku mendorongnya hingga nyaris terjatuh dari tempat tidur, membuatnya tertawa keras memegangi perutnya.
“Hei kamar ini juga kan sebenarnya milikku, kau ingat tidak? Jadi aku bisa melakukan apa saja sesuka hatiku kan?” Aku membalikkan tubuhku membelakanginya kesal dan menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhku. Aku merasakan tempat tidur di sebelahku bergerak, sedikit tersentak ketika melihat sebuah tangan melingkar di pinggangku. Hyukjae menenggelamkan wajahnya di sela-sela rambutku dan menarik nafas disana.
“Selamat tidur, Eunah-ya.”
***
Aku terbangun ketika mendengar suara aneh dari arah sampingku. Mencoba membuka mataku dan menyipitkan mataku agar melihat lebih jelas karena keadaan kamar yang gelap. Hyukjae berbaring tidak tenang di sebelahku. Wajahnya meringis seperti sedang menahan rasa sakit yang amat sangat. Aku mengelap keningnya yang basah oleh keringat menggunakan telapak tanganku. Menyadari ternyata masih jam 2 pagi saat ini. Jantungku nyaris mencelos saat tiba-tiba Hyejung muncul di belakangku.
“Yak! Sedang apa kau disini? Bagaimana kalau...” Aku tidak melanjutkan perkataanku saat melihat Hyejung berdiri di sebelah tempat tidur. Cahaya bulan yang masuk menembus kaca jendela membuat tubuhnya terlihat hanya seperti segumpalan asap putih yang melayang di udara. “Tentu saja. Dia tidak akan bisa melihatmu. Apa yang terjadi dengannya, Hyejung~ah?”
“Kau ingat kata-kataku kemarin malam? Saat ini sihir dari sayapmu di dalam tubuhnya sedang bekerja. Mungkin efeknya akan sangat menyakitkan, tapi itu tidak akan membuatnya terbangun dan dia tidak akan mengingat apapun saat bangun dari tidurnya nanti.” Aku menoleh menatap Hyukjae, menggenggam tangannya dan mencoba memberinya kekuatan untuk mengurangi rasa sakitnya.
“Tetaplah terjaga dan awasi dia sampai efek sakitnya menghilang. Deui Patron mengatakan padaku bahwa dia sudah mengurangi waktu proses penyebaran matranya menjadi 1 jam.” Aku tidak menghiraukan tatapan Hyejung yang masih berdiri di belakangku di samping tempat tidur. Entah kenapa seperti ada sedikit perasaan tidak peduli dengan kehadirannya disini. “Baiklah. Aku harus kembali mengawasi Redyarn-ku. Sampai ketemu lagi, Eunah-ya.”
Rambutku yang tergerai terbang tertiup angin dingin yang dihasilkan dari menghilangnya Hyejung. Meninggalkan sedikit wangi bunga akasia, bau khasnya. Aku menggigit bibir bawahku berharap 1 jam berlalu dengan cepat dan membuatku berhenti merasa layaknya kehilangan separuh jiwaku karena melihat laki-laki penyimpan sayap berhargaku seperti ini.
***