Kami tiba di depan sebuah restoran makanan khas korea yang cukup besar di pusat jalan utama kota Seoul. Desainnya yang terlihat sangat tradisional begitu menonjol jika dibandingkan dengan gedung-gedung mewah bertingkat di kanan kirinya. Wangi makanan menyergap indra penciumanku sesaat begitu aku masuk ke dalamnya. Hyukjae menghampiri salah seorang pelayannya dan sedikit berbicara dengannya.
Aku dan Kyuhyun berjalan di belakangnya mengikutinya ke tempat duduk paling pinggir tepat disebelah jendela berdaun rendah sehingga memperlihatkan jalanan ramai kota Seoul di depan.
“Aku sudah memesankan ice chocolate untukmu agar kau tidak kebosanan saat menungguku menemani Kyuhyun untuk interview di dalam.” Hyukjae duduk di sebelahku sedangkan Kyuhyun duduk di hadapannya. Tatapannya fokus mengelilingi keadaan restoran. Hyukjae mendekatkan mulutnya ke telingaku dan membisikkan sesuatu yang membuatku menahan tawaku.
“Kenapa tatapannya saat memperhatikan keadaan sekeliling terlihat sangat serius. Aku penasaran dia berasal dari planet mana sih?”
“Kau tidak boleh berbicara seperti itu. Kau akan mengetahui sifat aslinya jika kau sudah mengenalnya nanti.” Aku melemparkan tatapan bingung saat melihat matanya begitu intens menatap wajahku.
“Kau belum memberitahuku satu hal. Bagaimana bisa kau mendapatkan parfum dengan wangi seperti ini?”
“Setiap orang pasti punya bau khasnya masing-masing. Yang kau cium itu bukan wangi parfum melainkan bau alami tubuhku.” Aku memundurkan kepalaku saat wajahnya semakin mendekatiku.
“Apa kau dapat mencium sesuatu dari tubuhku? Seperti apa baunya?”
“Eng... baumu seperti pohon Elm yang baru saja terguyur hujan di tengah musim panas.”
“Kedengarannya keren.”
“Yak! Jangan bermesra-mesraan di tempat umum seperti ini. Lakukan saja di kamar kalian saat pulang nanti! Membuatku iri saja!” Wajahku memanas saat Kyuhyun memergoki Hyukjae mendekatkan wajahnya ke arahku. Hyukjae memalingkan wajahnya ke arah lain dan mendapati pelayan yang tadi berbicara dengannya berjalan ke arah tempat kami duduk. Aku menahan napasku saat melihat laki-laki yang berjalan di belakang pelayan itu. Selang beberapa hari lalu aku terakhir kali melihatnya, namun sekarang dia makin terlihat tampan.
“Hyukjae-ah!! Tidak kusangka kau akan pulih secepat ini. Bahkan aku belum sempat menjengukmu di rumah sakit. Bagaimana bisa kau selamat dari kecelakaan mengerikan seperti itu?” Hyukjae berdiri dan memeluk Yesung singkat. Kyuhyun melirik ke arahku dan membuatku menunduk menatap lantai saat aku mengerti akan arti dari pandangannya itu.
“Aku akan menceritakannya padamu nanti hyung. Sekarang bisakah tolong cepat dimulai interviewnya? Masih banyak hal yang harus aku lakukan.” Kyuhyun berdiri dan memperkenalkan dirinya. Pandangan Yesung beralih menatapku yang sejak tadi berdiri dibelakang tubuh Hyukjae yang nyaris menutupiku dari pandangannya.
“Ah ya! Perkenalkan namanya Kim Eunah, dia ini gadisku. Aku juga akan menceritakannya padamu nanti.” Aku mencubit bagian belakang pinggangnya saat dia dengan seenaknya saja memperkenalkanku sebagai gadisnya.
“Aigoo! Bagaimana bisa kau memiliki gadis secantik itu sedangkan wajahmu sama sekali tidak bisa disandingkan dengannya, Hyukjae-ah? Bahkan wajahnya terlihat jauh lebih tampan jika dibandingkan denganmu.” Yesung menunjuk kearah Kyuhyun dan membuat Hyukjae mengerucutkan bibirnya. Dia terlihat menyerah dan berbalik menatapku di belakangnya.
“Aish! Eunah~ya, kau tunggu kami disini dan jangan pergi kemana-mana. Kau mengerti?” Hyukjae langsung menarik tangan Yesung dan mengajak Kyuhyun untuk mengikutinya di belakang. Mataku terus mengikuti sosoknya yang semakin menjauh dan akhirnya menghilang di balik dinding yang terdapat tangga menuju ke lantai atas.
Aku mengambil ice chocolate yang di antarkan pelayan tadi di atas mejaku dan membuang tatapanku memandang langit teduh diluar. Mataku berhenti pada sosok anak perempuan kecil di halte seberang restoran. Tangannya memegang sebotol gelembung sabun dan wajahnya terlihat begitu polos. Saat lampu lalu lintas berubah merah dan lampu penyebrangan berubah hijau, anak itu melangkah riang berjalan sendiri menyebrangi jalan raya. Tanpa sadar ujung bibirku tertarik ke atas saat melihatnya berhenti tepat di depan jendela dekat tempatnya duduk.
Aku berdiri dan melangkah keluar restoran menghampiri anak kecil tadi. Namun saat aku berjalan mendekatinya, dia kembali berjalan menjauhiku. Seperti sedang bermain kejar-kejaran dengannya, aku terus mengikuti di belakangnya tanpa memperhatikan sudah sejauh mana aku berjalan.
***
Aku terus mengikuti langkah anak kecil di depanku. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang dan senyum kecilnya mengembang ke arahku. Dia mengenakan baju terusan selutut berwarna peach muda dengan rambut panjang ikal yang tergerai indah di belakang punggungnya. Aura disekelilingnya terlihat bersinar terang seperti malaikat kecil pemetik daffodil di kerajaan langit. Eh tunggu, malaikat kecil? Mungkinkah dia...
Aku mengikutinya berbelok di tikungan, menyadari bahwa aku sudah berada di sebuah taman yang tidak aku ketahui dimana letaknya. Aku melihat sekelilingku, sepi. Anak kecil itu berjalan ke tengah taman dan duduk di kursi yang terletak di pinggir kolam air mancur.
“Eonni, kenapa kau mengikutiku?” Suara lembut dan senyum kecilnya lagi-lagi seakan menarikku dan membuatku duduk di sebelahnya.
“Siapa namamu? Kenapa kau berkeliaran di jalan sendiri?” Bibirnya tertarik kesamping dan membuat senyumnya semakin lebar. Dia membuka penutup botol gelembung sabunnya, meniupnya tepat di depan wajahnya dan mengeluarkan puluhan gelembung yang terbang terbawa angin.
“Namaku Aleyna.” Aku mengerutkan keningku merasa seperti nama itu sudah tidak asing lagi di telingaku. “Kenapa Eonni mengikutiku?” Aku mengerjapkan mataku, termenung sejenak ketika aku tidak menemukan alasan kenapa aku bisa mengikutinya.
“Aku...tidak tahu.” Jawabku lirih. “Dimana orangtuamu?” Dia tertawa kecil. Aku melebarkan mataku saat mendengarnya. Suara tawa seperti itu hanya dimiliki oleh para mailakat kecil pemetik daffodil. Mereka memiliki suara yang entah bagaimana selalu terdengar berbeda dibandingkan dengan suara anak kecil di penjuru bumi manapun.
“Eonni, apa kau belum menyadarinya juga?”
“Kau...malaikat kecil pemetik daffodil? Bagaimana bisa kau ada disini?” Berbagai pertanyaan mendorong masuk kedalam otakku. Kyuhyun yang berubah menjadi manusia, malaikat kecil yang berkeliaran di bumi, apa yang terjadi di kerajaan langit? “Apa yang terjadi disana, Aleyna?”
“Semenjak berita tentang tindakan Eonni yang memberikan sayapmu kepada Redyarn-mu, penjagaan di gerbang utama kerajaan langit melemah. Ternyata banyak yang merasa terkurung disana karena mereka juga ingin mencoba merasakan bagaimana rasanya udara di bumi.” Aku menahan nafasku mendengar penjelasannya. Jadi, itu semua karena aku?
“Itu bukan salahmu, Eonni. Banyak yang setuju dengan tindakanmu dan Kyuhyun Oppa untuk mengejar cintamu di bumi.” Dia kembali tersenyum. Tangan kecilnya bergerak menyentuh tanganku yang mendadak terasa bergetar.
“Tapi kau tidak boleh berkeliaran di bumi sendirian, terlalu berbahaya.”
“Eonni tidak perlu khawatir. Disini hanya Eonni yang bisa melihatku.” Aku mendongak menatap langit cerah di atas. Membayangkan akan ada semakin banyak malaikat yang dengan mudahnya turun ke bumi dalam wujud seorang manusia. Aku kembali mengalihkan pandanganku ke arah malaikat kecil di sampingku. Senyumnya belum juga memudar. Aku baru menyadari warna matanya yang berwarna coklat almond terang.
“Bagaimana caramu keluar dari sana?”
“Saat itu aku sedang mengantar Daffodil untuk para penjaga gerbang. Aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan dengan wajah serius seperti itu. Jadi aku diam-diam keluar dari sana dan tiba di depan restoran tempatmu berada tadi.”
“Kau harus kembali kesana, Aleyna. Para malaikat pemetik Daffodil dewasa pasti akan curiga jika mereka tidak melihatmu dalam waktu cukup lama.” Dia mengangguk lalu turun dari kursi. Kaki kecilnya melangkah ke arah tanaman bunga bougenville tepat di pinggir kolam dan memetik sekelompok bunga yang tumbuh menjadi satu. Dia kembali berjalan mendekatiku dan menyodorkan bunga bougenville tersebut kepadaku.
“Eonni juga harus kembali agar tidak membuat seseorang khawatir karena menyadari kau sudah menjauh dari pandangannya.” Seakan kata-katanya menamparku, dengan refleks aku berdiri dan tersadar bahwa aku mungkin sudah berada di tempat yang jauh dari Hyukjae. Bagaimana kalau dia memarahiku lagi nanti? Aku memandang keadaan di sekelilingku, menggigit bibirku saat aku tidak mengenali tempat ini sama sekali.
“Aleyna, kau...” Mataku kembali menyusuri taman di sekitarku mencari sosok malaikat kecil itu. Menghembuskan nafas berat saat mengetahui kenyataan bahwa dia sudah kembali ke langit dan meninggalkanku sendiri di tempat itu. “Dia...sudah pergi.”
***
Aku menendang kaleng kosong di dekat kakiku kesal karena tidak berhasil menemukan jalan untuk kembali ke restoran milik Yesung. Menyadari kebodohanku karena sama sekali tidak memperhatikan jalan saat mengikuti Aleyna tadi. Entah sudah berapa lama aku terus berjalan dan lagi-lagi selalu berujung kembali ke taman ini. Mungkin ini sudah cukup sore karena aku dapat melihat guratan keemasan di ujung langit sebelah barat. Bahkan saat di jalan tadi aku hampir tidak menemukan seorangpun yang bisa aku gunakan untuk bertanya.
Hyukjae pasti sedang mencariku sekarang. Setidaknya pertemukanlah aku dengan seseorang yang bisa aku pinjam ponselnya untuk menghubungi Hyukjae dan membuatku tidak menyesal karena telah menghafal nomor teleponnya di luar kepala. Aku meringis mendengar suara perutku yang meminta diisi. Bahkan aku tidak membawa uang sepeserpun. Oh Dewaku!
Aku kembali memaksakan kakiku untuk berjalan ke jalan raya utama, menunggu seseorang yang lewat untuk meminta bantuan. Semakin lama dan keadaan sekitar makin terasa menakutkan. Aku sudah tidak bisa menghitung sudah berapa lama aku menunggu disini. Kakiku mulai lelah berdiri, jadi aku memutuskan untuk duduk di pinggir trotoar. Warna keemasan yang tadinya berjumlah sedikit, sekarang sudah menyebar dan merubah warna langit di sebelah barat menjadi hitam.
Aku berdiri ketika melihat cahaya lampu mobil mendekat ke arahku. Melambai-lambaikan tanganku memintanya untuk berhenti. Aku menyingkir ke trotoar saat mobil itu berhenti tepat di depanku. Seorang paman dan istrinya yang mungkin umurnya berkisar antara 35-40 tahun. Aku membungkukkan tubuhku saat mereka menurunkan kaca mobilnya.
“Maaf, bisakah anda menolongku?”
“Ya. Ada apa?”
“Aku tersesat dan tidak membawa uang ataupun ponsel. Bisakah saya meminjam ponsel anda sebentar saja?” Kedua orang dalam mobil itu saling berpandangan dengan tatapan seakan meyakinkan satu sama lain. “Aku bukan orang jahat, kalian bisa mempercayaiku. Atau kalian bisa memegang tangan saya selama saya menelpon agar tidak kabur.”
“Masuklah kedalam.” Paman itu membukakan pintu belakang mobil dan menyuruhku masuk dengan tatapannya. “Kami juga bukan orang jahat yang akan menculikmu, tenang saja.” Aku menangguk dan duduk di kursi penumpang. Bibi itu menyerahkan ponselnya ke arahku sambil tersenyum.
“Terima kasih.” Aku langsung memencet ponsel layar sentuh itu dengan angka-angka nomor telepon Hyukjae dan menempelkan ponsel di telinga kananku.
“Ne Hyukjae-ah~, ini aku. Aku...”
“YAK! Bodoh! Kau mau membuatku mati khawatir, hah?! Dimana kau sekarang?!” Aku refleks menjauhkan ponsel dari telingaku saat mendengar suara teriakkannya dari seberang sana.
“Kau mau membuatku tuli hah?!” Aku melihat kedua orang di depanku yang sedang tersenyum memperhatikanku. “Anu, bisakah kalian memberitahuku ini dimana?”
“Pacarmu pasti khawatir ya sampai-sampai berteriak seperti itu. Bilang saja kau ada di taman dekat pasar Dongdaemun.”
“Di taman dekat pasar Dongdaemun. Cepat kemari! Disini sepi, aku takut.” Suaraku mengecil dengan sendirinya ketika membayangkan keadaan taman yang sepi tadi.
“Oh Tuhan! Bagaimana kau bisa sampai disana? Diam di tempatmu, jangan bergerak. Aku janji akan tiba disana secepat yang aku bisa.” Sambungan telepon terputus. Aku kembali menyerahkan ponsel ke pemiliknya.
“Ahjumma, Ahjussi, terima kasih telah membantuku.” Aku menundukkan kepalaku dan membuat kepalaku terantuk kursi mobil di depanku yang membuat pasangan di depanku tertawa.
“Di daerah ini cukup sepi jadi kau berhati-hatilah.”
“Ne.” Aku melangkah keluar dari dalam mobil dan membungkukkan tubuhku sekali lagi sebelum akhirnya mobil di depanku kembali melaju dan meninggalkanku dalam kesunyian. Aku memperhatikan sekelilingku. Langit berubah mendung dan angin dingin bertiup. Aku hanya berharap Hyukjae menemukanku secepatnya sebelum hujan turun.
***