Aku menyibakkan selimutku ketika merasakan panas yang membuat sedikit berkeringat. Mengintip melalui sela mataku yang separuh terbuka dan mendapati cahaya matahari sudah membanjiri masuk ke dalam kamarku.
“Kau sudah bangun?” Suara dari laki-laki yang masih berbaring di sebelahku sukses membuat mataku membelalak. Dengan refleks menjauhkan kepalaku saat menyadari wajahnya yang begitu dekat dengan wajahku. Dia mengangkat tanganku yang ternyata masih menggenggam tangannya sejak malam tadi, meletakkannya tergantung tepat di depan wajahnya yang menghadap lurus menatap wajahku. “Kenapa kaget begitu? Bukankah kau yang menggenggam tanganku lebih dulu selama aku tidur tadi?”
“Apa kau tahu sejak kapan aku menggenggam tanganmu?”
“Tidak. Yang aku tahu begitu aku bangun tadi, kau sudah menggenggam tanganku.” Hyukjae melepaskan genggamanku, menggantinya dengan gerakan lembut menyibakkan rambutku yang jatuh menutupi wajahku.
“Kau...bagaimana keadaanmu pagi ini? Kau baik-baik saja kan?” Aku bertanya pelan menyadari terdapat nada ragu-ragu dalam suaraku.
“Tentu saja aku baik-baik saja. Bagaimana tidak? Begitu membuka mataku yang pertama kali kulihat wajahmu. Bagaimana itu tidak bisa membuatku baik-baik saja?”
“Tidak, maksudku kau tidak merasa ada yang aneh dengan tubuhmu kan?” Hyukjae menatapku dengan mata kecilnya. Raut bingung tergambar jelas di wajahnya.
“Kau khawatir padaku karena kita kehujanan kemarin? Tenang saja, aku tidak akan sakit lagi. Tapi jika kau ingin tahu, sebenarnya aku bermimpi sangat aneh tadi malam.”
“Mimpi aneh?”
“Uhmm...aku merasa mimpi itu sangat nyata. Aku memaksakan diri untuk terbangun tapi ternyata tidak bisa. Rasanya seperti ada benda besar dan panas bergerak di dalam dadaku. Membuatku sangat sesak seperti orang kehabisan nafas sehabis lari marathon. Aku tidak tahu sedang berada dimana saat itu. Aku hanya bisa melihat sekelilingku yang berwarna putih dan tidak memiliki ujung.”
Aku menyerap semua kata-katanya. Mengingat kalau semalem Hyejung mengatakan Hyukjae tidak akan bisa menyadari apa yang terjadi dengannya ketika sayap dalam tubuhnya sedang bekerja. Tapi Hyejung tidak mengatakan apapun mengenai mimpi. Bahwa Hyukjae mungkin akan memimpikan hal yang hampir sama dengan apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana bisa?
“Yasudahlah tidak usah kau pikirkan. Wajahmu terlihat cemas sekali. Aku tidak apa-apa, kau tenang saja. Lagi pula itu kan hanya mimpi.”
“Iya, kau benar.” Aku turun dari tempat tidur dan melangkah ke arah jendela kemudian membukanya. Menghirup udara pagi yang cukup membuat rongga paru-paruku terasa segar. “Hyuk-ah~, kau ingin sarapan apa pagi ini?”
Hyukjae mengikutiku turun dari tempat tidur dan berdiri di sebelahku, ikut menghadap ke arah luar jendela.
“Eung~ aku ingin sarapan ini.”
“Heum? Apa?” Jantungku serasa mencelos ketika dengan cepat dia mencium bibirku. Hanya sebuah kecupan singkat yang tidak lebih dari 3 detik. “Yak! Apa yang kau....”
“Barusan kau bertanya padaku apa yang aku inginkan untuk sarapan pagi ini kan? itulah yang aku inginkan.”
***
Aku memasukkan beberapa potong sandwich ke dalam kotak makan yang akan kuberikan kepada Kyuhyun di apartemennya. Entah bagaimana keadaan manusia baru satu itu saat dibiarkan untuk mulai hidup sendiri di tempat yang masih asing baginya. Sebenarnya aku sedikit khawatir, tapi perasaan khawatir itu akan pergi seperti tertiup angin jika mengingat bagaimana hidupnya ketika masih di kerajaan langit. Bisa dibilang dia dapat melakukan pekerjaan apapun. Dengan kata lain tidak ada hal yang tidak bisa dikerjakannya. Tapi itu dulu ketika dia masih menjadi malaikat, aku belum tahu jika dia sudah menjadi manusia akan bagaimana. Aku meletakkan beberapa potong sandwich ke atas piring kosong dan membawanya ke hadapan Hyukjae yang sedang duduk menonton tv.
“Hei, aku akan ke apartemen Kyuhyun sebentar untuk mengantarkan sandwich ini. Aku khawatir dia akan mati kelaparan disana.”
“Hmm, kau jangan macam-macam disana.”
“Memangnya apa yang akan aku lakukan? Pikiranmu itu buruk sekali. Aku pergi!”
“Hei! Cepat kembali! Aku ada janji untuk menemui Sora noona jam 12 nanti!”
“Ne~!”
***
Aku menekan tombol intercom di sebelah pintu apartemen Kyuhyun. Beberapa detik kemudian wajah menyebalkannya terlihat di layar.
“Untuk apa kau kesini?”
“Yak! Aku ingin mengantarkan sarapan untuk mu? Kau mau tidak? Kalau tidak aku bisa kembali dan memakannya sendiri! Kurang ajar sekali kau, Cho!” Setelah itu wajahnya menghilang dari layar intercom lalu terdengan bunyi klik yang menandakan bahwa pintunya sudah terbuka. Aku melongok masuk dan mendapati iblis satu itu sedang duduk bersantai di sofa depan tv.
“Dasar tidak tahu diri! Masih untung aku mau membuatkanmu sarapan! Kalau tidak....” Aku menghentikan ucapanku ketika melihat ada seorang wanita baru saja keluar dari kamar mandi dengan kaos kebesaran dan rambut yang basah. Dia menatapku tanpa ekspresi dan berlalu masuk kedalam kamar.
“Kyu, s... siapa dia?”
“Bodoh! Kau tidak mengingatnya?” Memang benar wajahnya tidak asing lagi bagiku. Aku berusaha mengingat dimana aku pernah melihat wajah wanita itu.
“Dia... Lee Suri yang kau ceritakan itu kan? bagaimana dia bisa ada disini?!” Aku duduk di sebelahnya, mengguncang-guncangkan pundaknya meminta penjelasan.
“Sabar sedikit. Bagaimana aku menceritakannya kalau kau begitu?” Aku melepaskan tanganku dari pundaknya dan mengangkat kakiku ke atas untuk duduk bersila. Mataku memandang lurus kearahnya. “Jangan memasang tampang seperti seakan-akan kau minta untuk aku tindas.”
“Yak! Cepat ceritakan! Waktuku tidak banyak!” Tanganku melayang ke kepalanya dan membuatnya meringis.
“Kemarin aku bertemu dengannya ketika aku sedang membantu Hyukjae hyung mencarimu. Ada seorang laki-laki gila yang sangat terobsesi padanya sampai-sampai dia bersedia memberikan apa saja yang Suri minta. Mulai dari tempat tinggal sampai pekerjaannya.”
“Eh, tunggu! Rumah yang di belakang apartemen itu berarti....”
“Ya, itu bukan rumahnya. Awalnya laki-laki itu hanya laki-laki biasa yang bisa dibilang sangat baik dan bisa memberikan apapun tanpa balasan, tapi akhir-akhir ini dia seperti laki-laki psikopat yang akan bertindak apapun jika Suri menolaknya. Jadi aku menyuruhnya untuk pergi dari rumah itu dan hanya membawa barang-barang yang benar-benar miliknya saja.”
“Memangnya dimana orangtuanya? Dia masih punya keluarga kan?”
“Orangtuanya dan seluruh keluarganya tinggal di Paris. Dia melarikan diri dari rumahnya 3 tahun lalu. Setelah kejadian 4 tahun lalu yang hampir membuatnya meninggal, dia seperti berubah menjadi orang yang benar-benar berbeda. Tidak peduli lagi pada pacarnya yang beberapa bulan kemudian melamarnya, tetapi kemudian di tolaknya. Sampai-sampai seluruh keluarganya mengira dia sudah gila. Karena itulah dia meminta seluruh keluarganya untuk tidak mencari-cari dia lagi dan memisahkan diri dari keluarganya dan mulai hidup sendiri di Korea.”
“Oh Tuhan.... Tapi bukankah beberapa hari lalu dia jelas-jelas sudah menolakmu? Tapi kenapa sekarang....”
“Aku memaksanya untuk ikut denganku. Dengan sedikit ancaman bahwa dia tidak akan aman lagi jika berada di luar sendirian.”
“Aigoo-ya~ licik sekali otakmu, Cho!”
“Aku tidak peduli. Yang terpenting mulai sekarang aku tidak akan pernah melepaskannya untuk pergi lagi dariku.”
“Tsk! Kau dan Hyukjae sama saja!”
“Hei, jangan samakan aku dengan Hyukjae mu itu. Enak saja kau! Aku jauh lebih tampan darinya.”
“Tapi dia juga selalu mengatakan kalau aku tidak boleh pergi jauh-jauh dari sisinya. Kau tahu? Dia sampai tidur di kamarku tadi malam!”
“Woaah!! Apa yang sudah kalian lakukan hah?!”
“Aish! Kami tidak melakukan apapun!”
“Lalu kenapa wajahmu memerah begitu?”
“Apa? Tidak!”
“Cho, kau punya makanan? Aku lapar.” Kepalaku menoleh cepat ke belakang ketika mendengar suara datar yang terdengar sangat dingin dari arah belakangku. Oh Tuhan! Sejak kapan wanita ini berdiri di belakangku? Membuatku jantungan saja. Kyuhyun mengambil kotak makan yang tadi kubawa dan memberikannya pada Suri.
“Aku akan menyisakannya beberapa untukmu.” Suri berjalan tanpa suara ke dapur dan duduk di kursi meja makan. Tiba-tiba Kyuhyun mengeluarkan seringai aneh yang membuatku ingin melemparnya dengan sepatuku.
“Aku harus kembali. Hyukjae ada janji untuk menemui Sora eonni siang ini. Oh ya, kapan kau mulai bekerja di tempat Yesung oppa?”
“Siang ini.”
“Lalu Suri bagaimana?”
“Aku akan menyuruhnya untuk tetap disini dan tidak pergi kemana-mana.” Aku mengangguk dan berjalan ke arah pintu keluar lalu berhenti ketika berniat untuk menyapa Suri.
“Suri-ssi, aku pulang. Kalau ada apa-apa kau bisa meminta bantuanku di apartemen bawah.” Dia menoleh ke arahku. Tatapannya tetap datar tanpa ekspresi sedikitpun.
“Iya, terima kasih, Eunah-ssi.”
***