"Biar aku yang mengantar Hyuna," bisiknya pada Sungmin yang mampu terdengar olehku.
Kali ini, giliran sebelah tanganku yang menggenggam lengan Sungmin. Memberi kode padanya untuk tidak membiarkanku diantar Changmin.
Untuk kali ini saja, kumohon, jangan pernah melepaskan tanganmu padaku.
“Changmin-a, aku yang akan mengantar Hyuna,” ujar Sungmin tenang.
Changmin menoleh ke arahku. Dengan cepat, kubuang muka ke arah berlawanan. Rasanya aku akan sial jika bertemu pandang dengannya. Buncahan benci kembali berkobar ketika sepasang mata itu menghujamku.
Untuk apa Changmin muncul ke sini? Ingin mengacaukan hidupku sekali lagi?
Pekikan histeris yang tadinya membahana, kini berubah menjadi bisik-bisik penuh spekulasi.
Aku menghela napas.
Tak perlu indera keenam untuk tahu seberapa banyak namaku akan disebut sepanjang hari ini di kampus. Entah berapa banyak berita tentang diriku yang terlibat dengan pria-pria memuakkan ini di berbagai portal online dan media cetak maupun elektronik.
“Bisakah kau minggir? Kelasku sebentar lagi akan mulai,” kataku dingin tanpa menatap mata pria jangkung yang pernah kucintai itu.
Changmin tak bergerak. Malah memajukan satu langkah, merapatkan jarak di antara kami. Mengapitku di antara dirinya dan Changmin. Kemudian bisikan-bisikan sekitar semakin terdengar jelas.
“Biarkan aku yang mengantarmu,” kata Changmin lembut.
Kupinta Sungmin untuk melangkah, meninggalkan Changmin yang tak ingin kulihat terlalu lama. Namun layaknya drama-drama klasik yang sering wara-wiri di televisi, Changmin menarik lenganku.
Kuhela napas kasar.
“Atas dasar apa kau kembali?” pekikku tertahan, tak ingin kerumunan yang telah mengelilingi kami sambil terus menjepret dengan ponsel mendengar percakapan kami.
“Aku masih mencintaimu,” katanya setengah berbisik namun tegas.
Seperti mengerti suasana yang tengah berlangsung, Sungmin segera melepaskan pegangannya pada lenganku. “Kurasa kalian membutuhkan waktu untuk menyelesaikan masalah di antara kalian,” katanya kemudian masuk ke dalam mobil, meninggalkan tanganku yang mengambang di udara.
Changmin segera bertindak. Diraihnya lenganku dengan lembut, disertai pekikan histeris kerumunan yang sejak tadi tak beranjak.
“Lepaskan!” pekikku tertahan, tak ingin terdengar oleh orang-orang di sekitar.
“Banyak yang melihat,” bisik Changmin.
Aku terdiam. Bukan karena patuh padanya. Hanya tidak ingin terus berbuat onar hingga selalu menghiasi berita-berita dunia hiburan dengan wajahku.
Kutahan napas selama berjalan bersisian dengan Changmin. Dalam jarak yang sangat dekat seperti ini, dapat kucium wangi parfumnya yang bernuansa laut.
Aku takut diri ini akan terlena oleh pesonanya. Cemas akan hati yang akan menggali kenangan-kenangan yang pernah kami lalui saat remaja.
Selama perjalanan dari parkiran menuju kelas, kerumunan gadis-gadis tadi mengekori kami. Selama perjalanan pula, Changmin diam seribu bahasa. Aku? Tentu saja membungkam mulutku serapat mungkin.
“Kyaaaaa!” seru teman-teman sekelasku kala melihat Changmin muncul di depan kelas.
Mereka memekik kegirangan sekaligus tak percaya. Ya, tentu saja mereka takjub melihat Changmin DBSK yang mendadak muncul di kelas sambil menggandeng mahasiswi yang hanya dikenal sebagai atlet lari universitas ini.
“Aku akan menjemputmu,” bisiknya sebelum akhirnya pergi meninggalkan kelas yang masih riuh tak terkendali.
Heejoo yang sejak tadi menatapku lekat, langsung saja menghampiriku.
“Daebak!” serunya sambil melempar tubuhnya ke bangku di sebelahku.
“Kuanggap itu sebagai sindiran,”
*
“Hyuna-ya, bagaimana ceritanya Changmin bisa tiba-tiba muncul di sini dan mengantarmu?” tanya Heejoo penasaran sambil menyedot lemon tea kesukaannya.
“Kemarin kami bertemu di kantor SM.”
Heejoo langsung tersedak, diikuti mata sipitnya yang melebar maksimal. “Apa?” pekiknya tertahan. “Kau ke kantor SM?”
Aku mengangguk tanpa minat.
“Lalu? Kau bertemu siapa saja? Apa kau bertemu Tiffany SNSD? Atau Amber F(x)?”
“Heejoo-ya, kau tahu kan, aku tidak pernah tahu siapa mereka?” tanyaku sebal yang segera dijawab dengan anggukan Heejoo. “Aku hanya mengenal Kyuhyun dan Sungmin – itupun terpaksa. Dan Changmin,” lanjutku dengan nada berbisik di akhir kalimat.
“Ah, benar juga,” respon Heejoo sambil melanjutkan lemon tea-nya. “Jadi, nanti Kyuhyun yang menjemputmu kan?” bisiknya.
Aku mengangguk.
“Hyuna-ya, kapan-kapan kenalkan aku pada Sungmin dan Kyuhyun, please,” pinta Heejoo, lengkap dengan cengiran kudanya.
“Percayalah, mereka tidak sebaik yang terlihat di tv.”
Heejoo mendengus sebal.
*
“YA! Kau pikir aku sopirmu? Seenaknya saja mengubah jadwal!” omel Kyuhyun kala jarak di antara kami hanya satu meter – sebelum akhirnya meraih lenganku dan menggandengku ke mobilnya.
“Jika kau tidak bisa, aku bisa naik taksi!”
Kyuhyun menghela napas berlebihan lalu mendelik sebal. Kedua bola matanya menepi ke sudut kelopak demi mengungkapkan kekesalannya padaku. Aku mengabaikannya.
Yah, karena tak ingin bertemu Changmin, kupinta Kyuhyun menjemputku lebih awal. Sengaja, aku membolos kelas terakhir.
Entah apa alasan Changmin menemuiku lagi. Yang pasti, sangat menggangguku.
Aku masih mencintaimu.
Kusunggingkan senyum miring, menertawakan kalimat murahan itu. Masih mencintaiku? Menggelikan.
“Tadi Changmin ke kampusmu?” tanya Kyuhyun sambil menyalakan mesin mobilnya.
“Hm,” jawabku tanpa minat.
“Apa kau baik-baik saja?”
Kumiringkan tubuhku ke kiri, menatap tajam Kyuhyun yang tengah menyetir. “Tidak ada fansmu di sini. Tidak perlu berbasa-basi seperti itu. Aku sangat baik atau buruk, bukan urusanmu!” tegasku kesal lalu mengembalikan posisi dudukku seperti semula, menatap lurus ke depan.
Kemudian hening mengambil alih.
Aku tertawa ketika laman berita yang dikirimkan Heejoo terbuka. Terpampang jelas fotoku bersama Kyuhyun dan fotoku bersama Changmin di layar ponsel pintarku.
Berita tentang munculnya Changmin menuai berbagai spekulasi para netizen. Yang paling menggelikan, gosip tentang skandal cinta segitiga di antara kami! Hah! Dasar orang-orang berotak dangkal!
“Kenapa tertawa?” tanya Kyuhyun sambil melirik sekilas ke arahku kemudian berfokus pada lalu lintas.
“Tidak. Hanya menertawakan orang-orang berotak dangkal di luar sana.”
Penasaran, Kyuhyun langsung merebut ponsel dari genggamanku. Ditepikannya mobil setelah menyalakan lampu sein.
Aku yang terkejut akan reaksi kilatnya itu hanya bisa melebarkan mata bulatku tanpa perlawanan berarti.
Kyuhyun membaca berita tersebut dengan cepat. Kemudian ia menyunggingkan senyum miring sembari melirik ke arahku. Ia memutar tubuhnya ke kanan, menatapku tajam – persis seperti pose yang tadi kulakukan padanya.
“Cinta segitiga?” ujar Kyuhyun sambil terkekeh singkat. “Menurutmu, bagaimana jika kita buat gosip murahan itu menjadi nyata?” lanjutnya seraya menatapku dalam-dalam.
“Apa?” responku dengan kening berkerut.
*