home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > No Other

No Other

Share:
Author : deliaangela
Published : 23 Oct 2013, Updated : 22 May 2015
Cast : Im Hyuna, Cho Kyuhyun, Lee Sungmin, Shim Changmin dan member Super Junior
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |216319 Views |15 Loves
No Other
CHAPTER 8 : Chapter 8

"Jadi, kuperingatkan kau untuk bersikaplah yang manis, layaknya fans. Karena hanya itu cara agar aku tidak jatuh cinta padamu."

Aku mendengus sebal.

"Apa kau pikir aku berniat membuatmu jatuh cinta padaku?!" seruku tak terima.

"Bukan itu maksudku," jawab Kyuhyun cepat.

"Apa kau pikir aku seperti kalian? Maaf, aku tidak bisa berakting! Jika aku tidak suka, ya aku tidak suka!" ketusku seraya mengalihkan pandangan ke jendela. Emosiku terpancing lagi.

Aku benci dengan siapa pun yang bergelut di dunia entertainment. Mereka semua tak lebih dari manusia bertopeng. Satu raga dengan jutaan jiwa. Mereka dapat menipu siapa saja dengan wajah, suara dan ekspresinya.

"Jika begitu, kau memancingku untuk jatuh cinta padamu," kata Kyuhyun lembut.

Hah! Apa dia pikir, dengan mengatakan kalimat itu, aku akan luluh dan kemudian membanting stir menjadi menyukainya? Tidak! Apa dia pikir, dengan mengucapkan kalimat itu, aku akan memasang topeng semanis gulali di hadapannya? Juga tidak mungkin!

Aku tidak akan pernah mau seperti dia - mereka. Manusia-manusia yang penuh dengan kebohongan.

"Terserah! Aku tidak peduli. Itu hakmu," kataku dingin.

Kyuhyun terkekeh. "Sungguh, aku tidak pernah bertemu gadis sekeras karang sepertimu. Menarik."

Mataku mendelik sebal. Menarik? Kata yang sama dengan yang diucapkan Sungmin kala itu. Apa di mata artis seperti mereka yang terus dihujani pujian dan cinta, menjadi tertarik dengan sikap sepertiku? Aneh!

Atau... Bisa saja kata 'menarik' yang digunakan mereka adalah salah satu umpan untuk menjatuhkanku ke pusaran pesona mereka? Haha. Aku akan tertawa selama seratus hari jika demikian pemikiran mereka. Maaf, aku tidak mungkin sedangkal itu.

*

"Ya Tuhan, ke mana saja kalian? Kenapa baru pulang sekarang?" omel Haelmoni tepat ketika kubuka pintu dengan kunci yang kubawa sendiri. Ternyata beliau telah menungguku di sofa ruang tamu yang ditarik khusus persis di depan pintu.

"Tanyakan saja pada pria itu," jawabku acuh tak acuh. Masih sebal dengan sikap semena-mena pria itu.

Haelmoni dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arah Kyuhyun.

"Ada yang bertemu mantan kekasihnya dan memerlukan waktu sejenak untuk bernostalgia."

Mendengar jawaban Kyuhyun, mataku membulat lebar. Ketika Haelmoni memutar tubuhnya untuk kembali duduk, dengan cepat, tangan kananku mencubit lengannya tanpa ampun. Kyuhyun tampak menahan jeritannya.

Haelmoni langsung membalikkan tubuhnya lagi menghadap kami, tidak jadi duduk, ketika mendengar kata 'mantan kekasih' yang diucapkan Kyuhyun.

"Mantan kekasih? Siapa?"

Ah, Haelmoni tidak pernah tahu tentang kisahku dan Changmin. Kala itu, Haelmoni masih tinggal di Tokyo bersama Gumo (tante) hingga dua tahun yang lalu pindah ke Seoul untuk tinggal bersama kami demi mengawasiku karena Appa mulai fokus dengan bisnisnya di London.

Kyuhyun melirikku sebagai jawaban atas pertanyaan Haelmoni.

Haelmoni menatapku penuh selidik. Kualihkan pandangan ke lantai, seolah keset bermotif zebra yang tengah kupijak menjadi sangat menarik.

"Bisakah kau mengantarku ke kamar? Aku lelah," kataku pada Kyuhyun, demi menghindari tatapan Haelmoni.

Kyuhyun mengangguk ragu seraya meminta izin pada Haelmoni untuk mengantarku ke kamar dengan bahasa tubuhnya. Haelmoni memberi jalan, namun aku tahu, tak lama, beliau akan merecokiku dengan ribuan pertanyaan. Haelmoni-ku adalah tipe yang sangat penasaran.

Kyuhyun mengantarku tepat ke depan pintu kamar. Kukatakan padanya bahwa aku bisa berjalan sendiri ke dalam. Ia menyetujuinya.

Ketika pria itu telah membelakangiku dan hendak pergi, ia berbalik kembali. Membuatku yang telah membuka pintu kamar, buru-buru menutupnya lagi - karena belum kubereskan kamar kapal pecahku itu.

"Oh ya, karena setiap pagi aku ada jadwal tetap dan Sungmin luang, ia bersedia mengantarmu kuliah sampai kakimu benar-benar sembuh."

Belum sempat kutanggapi kalimatnya, Kyuhyun telah membalikkan tubuh dan pergi begitu saja.

Apa dia pikir aku bola tenis yang seenak jidatnya dioper sana-sini?

*

Walau tidak suka, mau tidak mau, aku menunggu Sungmin. Salahkan Kyuhyun yang menabrakku hingga tulang kakiku retak. Jika biasanya aku dapat berlari sekencang kuda, kini aku harus bersabar diri untuk menyandarkan diri pada orang lain.

Mataku kembali melirik jam dinding yang tergantung indah di ruang tamu. Tinggal dua menit waktu yang telah disepakati bersama ketika Sungmin meneleponku semalam.

Bunyi bel membuatku terlonjak kaget. Otomatis kepalaku menoleh ke arah jam dinding lagi. Tepat pukul sembilan, sesuai janji.

Ajumma yang tengah mengelap kaca langsung berinisiatif membantuku bangkit dari sofa.

"Hai," sapa Sungmin sedetik setelah pintu dibuka. Senyum sok manisnya tetap tak lupa disunggingkan. Membuatku mual di pagi hari.

Tanpa berniat menyahut sapaannya, kuberi kode pada Ajumma untuk mengantarku ke mobil sedan silver milik Sungmin.

"Ajumma, biar aku yang mengantar Hyuna," ujar Sungmin seraya mengambil alih pegangan Ajumma pada lenganku.

Mengingat pria itu pernah menggendongku, rasanya terlalu berlebihan jika aku bereaksi keras hanya karena ia menyentuh lenganku dan berjarak tipis seperti ini. Maka, kubiarkan ia mengambil alih peran Ajumma mengantarku ke mobil.

"Kau sudah sarapan?" tanya Sungmin dengan nada sopan.

Entah apa yang membuatku langsung membandingkan pria yang kini duduk di sisi kiriku ini dengan Kyuhyun.

Aku membenci mereka dengan kadar yang sama.

Namun anehnya, perlakuan mereka benar-benar berbeda. Yang satu bersikap manis ala pangeran dongeng yang memuakkan. Yang satu lagi bersikap galak ala pria kaya di drama yang setiap hari ditonton Haelmoni. Apa mereka pikir dengan bertingkah seperti itu akan meluluhkan semua wanita? Hahaha. Ya, bisa, hanya untuk wanita dangkal yang banyak di luar sana.

"Sudah," dustaku. Karena perutku kembung sejak pagi, tak kugubris roti panggang yang telah disiapkan Ajumma.

Mungkin karena merasa sulit membangun percakapan denganku, Sungmin pun menyalakan mesin mobilnya dan menyetir dalam diam.

Tak sampai satu menit, tiba-tiba perutku berkhianat! Sial! Perutku berbunyi cukup nyaring di tengah kesunyian hingga mampu ditangkap telinga Sungmin - membuatnya menoleh sekilas sebelum akhirnya menyalakan radio.

"Memenuhi permintaan Choi Haneul-ssi, mari kita dengar Catch Me dari DBSK!" seru penyiar radio penuh semangat.

Tiba-tiba saja tubuhku membatu. Rahangku menegang. Nyaris saja aku lupa bagaimana cara bernapas.

Ketika lagu Catch Me diputar, kupejamkan mata, seolah ingin mengenyahkan bayangan Changmin dari kepalaku. Sialnya, saat telinga ini menangkap suara khas Changmin, hatiku kembali perih luar biasa.

"Lagu Catch Me sangat bagus," komentar Sungmin tak penting.

"Matikan radionya," lirihku.

"Ne?" responnya memastikan.

"Matikan radionya," kataku datar.

"Kenapa?" tanya Sungmin sambil menekan satu tombol untuk mematikan radio.

Tak kujawab pertanyaannya. Mataku lurus menatap jalan yang kami lewati.

Dahiku berkerut ketika tiba-tiba saja Sungmin membelok ke sebuah cafe.

"Aku lapar. Mau makan di sini atau kau mau kubungkus saja?" tanyanya sebelum keluar dari mobil.

"Tidak perlu."

Sungmin tersenyum lalu meninggalkanku di mobil.

Tak lama, Sungmin kembali dengan dua gelas cappuccino dan sandwich.

"Tidak baik belajar dalam keadaan perut kosong," katanya lembut seraya menyerahkan cappuccino dan sandwich padaku.

Kuhela napas pelan sebelum menerima pemberiannya. Jika bukan karena pengkhianatan perut ini, aku pasti akan menolak sarapan yang dibeli Sungmin. Alasannya sederhana, aku tidak mau menambah daftar hutang budiku. Cukup dengan merepotkan mereka menjadi kakiku.

Lagi-lagi Sungmin tersenyum saat melihatku langsung menyerumput cappuccino.

"Terima kasih," ucapku datar.

"Sama-sama," sahutnya santai.

*

"Tidak perlu mengantarku. Aku masih punya cukup waktu untuk berjalan ke kelas," kataku saat mobil Sungmin telah terparkir sempurna.

"Aku sedang menganggur. Anggap saja kau memberiku pekerjaan dengan mengantarmu ke kelas."

Dahiku mengernyit tak suka.

"Tenang saja, tidak ada motif khusus untuk mengambil keuntungan darimu," kata Sungmin terhenti. "Aku hanya ingin berteman denganmu. Boleh?"

Aku bungkam beberapa saat.

Berteman? Dengan member grup idola?

Kusunggingkan senyum miring. "Terima kasih atas niatmu. Tetapi maaf, aku tidak berniat untuk berteman denganmu."

Kedua kelopak mata Sungmin melebar, terlihat tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Maka dari itu, mulai besok, tidak perlu menjemputku. Karena aku tidak ingin berteman denganmu," kataku kemudian hendak membuka pintu mobil.

Gerakanku terhenti saat Sungmin menyentuh lenganku. Aku menoleh.

"Semakin kau membenciku, aku semakin ingin mengenalmu," ujarnya yang nyaris membuatku memuntahkan roti yang tadi kumakan. Oh, kalimatnya mirip dialog novel yang pernah kubaca. Menjijikkan!

"Aneh."

Sungmin terkekeh lalu menundukkan kepala. Sepertinya malu atas komentarku.

"Iya, aneh." Sungmin mengangkat kepalanya lalu menoleh ke arahku. "Aku muak dengan topeng orang-orang di sekitarku. Yang baik padaku hanya karena aku member Super Junior atau anak dari pemilik perusahaan Sendbill." Matanya menerawang. Membuatku sedikit prihatin padanya.

"..."

"Maka dari itu, aku ingin berteman denganmu," ujarnya lagi sambil menatap kedua manik mataku dalam-dalam.

Aku masih diam. Mataku mengerjap beberapa kali. Ditatap seperti itu, membuatku salah tingkah.

Ah, apa benar yang dikatakannya? Atau jangan-jangan hanya sandiwara belaka?

Hatiku agak melunak.

Tetapi, ia berasal dari kalangan artis. Manusia dengan seribu wajah dan karakter.

"Terserah," ketusku lalu membuka pintu mobil.

Sungmin bertindak cepat dengan berlari ke arahku. "Waktumu tidak terlalu banyak. Aku antar kau ke kelas," katanya.

"Menyamarlah dulu," kataku dingin.

Bukan karena aku peduli padanya, melainkan karena aku benci harus dikerumuni mahasiswi kampus ini hanya karena diantar oleh member Super Junior yang lain. Cukup Kyuhyun yang membuat nyaris seluruh gadis di gedung ini menatapku sirik - seolah ingin menelanku hidup-hidup dan menggantikan posisiku.

Sungmin segera menyunggingkan senyum dan berbalik ke mobil. Tak butuh waktu yang lama baginya untuk menyamar dengan kacamata, topi rajut dan syal yang menutupi sebagian wajah - mengingat musim dingin yang hampir tiba.

"Ayo," katanya seraya mengamit lenganku.

Kubiarkan pria itu menggandengku, membantu keseimbangan tubuhku dalam melangkah.

Namun baru dua langkah berjalan, kami dikejutkan seorang pria jangkung yang berdiri tepat di depan mobil Sungmin. Gayanya berlebihan - dengan kacamata hitam dan mantel bulu mahal yang memperlihatkan dirinya begitu ekslusif.

"Hyuna-ya," ujar pria itu seraya melepaskan kacamata hitamnya.

Mahasiswa yang tadinya tak begitu menghiraukan keadaan sekitar, tiba-tiba saja berhenti saat menyadari sesosok mencolok yang tengah berdiri di parkiran. Hanya beberapa detik kemudian, teriakan histeris membahana.

Aku mendesah sebal. Sungmin membeku di tempat.

Apa-apaan ini? Kenapa pria itu muncul di sini?

"Changmin Oppa!" seru para gadis sambil melompat-lompat kecil, memperlihatkan ekspresi senang berlebih.

Tanpa menghiraukan pekikan sekitar, Changmin melangkah mendekati kami.

"Biar aku yang mengantar Hyuna," bisiknya pada Sungmin yang mampu terdengar olehku.

*

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK