Seperti musim semi yang kemudian berganti menjadi musim gugur, hubunganku dengan Changmin pun perlahan mulai rontok.
Sejak Changmin lolos audisi dan mulai ditraining, lambat laun, dia berubah.
Jika awalnya, ia akan sering meneleponku atau setidaknya mengirimkan pesan singkat sekadar mengabari apa saja kegiatannya, kini mulai jarang. Alasannya klasik, sangat sibuk sehingga tidak sempat pegang ponsel.
Aku gusar.
Ada apa dengan Changmin?
"Apa jangan-jangan Changmin sudah punya kekasih di sana?" tebak Eunhye ketika kuceritakan isi hatiku.
Aku mendesah pelan.
Tak dapat kupungkiri, aku mulai mencurigai kekasihku. Aku tahu, kami telah sepakat untuk saling percaya sejak Changmin mulai disibukkan dengan jadwal laihan - yang semakin padat setelah kami lulus sekolah.
"Coba kau datangi Changmin. Anggap saja sebagai kejutan. Kurasa mungkin hubungan kalian sedang masuk dalam masa jenuh. Bawakan saja dia bekal buatanmu, aku yakin dia akan suka."
Mengikuti saran Eunhye, sepulang kerja di cafe tak jauh dari rumah, aku pun mengunjungi Changmin di kantor SM Ent. Berniat memberinya kejutan.
Kata Changmin, jika aku ingin mengunjunginya, lebih baik masuk dari pintu belakang gedung. Aku pun tersenyum senang ketika mendapati pintu belakang lengah oleh penjagaan. Tanpa kesulitan berarti, aku berhasil masuk ke area taman belakang gedung megah ini.
Tetapi...
Bukannya memberi kejutan, justru aku yang terkejut ketika melihat Changmin tengah mengecup kening seorang gadis cantik berambut panjang yang tingginya sepadan dengan lelaki itu. Kemudian, dipeluknya gadis itu dengan erat.
Pelukan hangat itu...
Bukankah itu milikku?
Mengapa memberinya kepada gadis lain?
Napasku tercekat. Kumundurkan langkah lalu tanpa mampu kutahan, kotak bekal di tanganku terjatuh begitu saja.
Mendengar suara berisik, aksi pelukan Changmin dan gadis yang tak kukenal itu terganggu. Changmin menoleh. Mata bulatnya membesar dua kali lipat saat menemukan diriku yang telah banjir air mata.
"Hyuna?"
Aku diam. Kakiku rasanya terpasung kuat di tanah tempatku berpijak.
"Siapa dia?" tanya gadis yang tadi dipeluk Changmin.
Changmin tak menjawab. Mata pria itu menatapku dalam-dalam. Benarkah jika kuartikan tatapannya sebagai pengungkapan rasa bersalahnya?
"Hyuna, aku bisa menjelaskan semuanya," katanya panik.
Changmin melangkah ragu mendekatiku. Sementara aku masih mematung dan membiarkan air mata terus membanjiri pipi.
Hatiku sakit. Perih.
Bagaimana mungkin hubungan kami yang selama ini dilandasi kepercayaan, dikoyak begitu saja olehnya?
Dadaku bergemuruh hebat ketika tiba-tiba saja Changmin meraih tubuh mungilku ke dalam pelukannya.
"Jangan menyentuhku," lirihku.
"Hyuna, maafkan aku...," bisiknya.
Dengan sisa kekuatan yang kumiliki, kudorong Changmin, berusaha melepaskan diri dari dekapannya.
Setelah memeluk gadis lain, dengan mudahnya kini ia mendekapku?
Aku memang sangat mencintainya, tetapi apa arti cinta itu jika telah dikhianati?
"Maafkan aku, Hyuna, aku bersalah." Changmin memohon. "Aku janji tidak akan mengulanginya lagi," pintanya.
"Shim Changmin!" seru gadis berambut panjang dari belakang.
Changmin tak menggubrisnya.
Jika satu kali bisa berkhianat, akan ada yang kedua, ketiga dan seterusnya.
"Tidak. Bagiku, cukup satu kali," kataku dingin seraya mendorong dada Changmin menjauh dariku.
*
Benteng tinggi yang kubangun selama enam tahun mendadak runtuh seketika saat mendengar suaranya. Entah berapa kali kumantrai diri, bahwa Changmin bukanlah lelaki yang pantas memberi efek sedemikian hebat dalam hidupku.
Lelaki yang pernah sangat kucintai, kini menjadi satu-satunya orang yang ingin kulenyapkan dari kehidupanku. Susah payah aku menarik diri dari berbagai kebiasaan para gadis seusiaku - seperti mengidolakan artis tertentu, hanya agar aku tetap berdiri tegak di luar garis yang memungkinkan kami untuk bertemu.
Mengapa setelah enam tahun kami harus bertemu kembali?
"Hyuna," ujar Changmin lagi seraya berjalan ragu ke arahku.
Buru-buru, aku bangkit dari duduk. Dengan sisa kekuatan, kupaksa kaki kananku untuk menopang kaki kiri. Kubalikkan tubuh, membelakangi Changmin, kemudian berjalan tertatih.
"Ada apa dengan kakimu?" tanyanya dengan suara rendah. Terdengar takut untuk bertanya.
Aku diam. Kulanjutkan langkah tanpa memedulikannya.
Jika katanya benci bisa menjadi cinta, akan kukatakan padamu, bahwa cinta yang berubah menjadi benci akan jauh lebih mengerikan.
Bahkan untuk memandangnya terlalu lama saja, aku tidak sudi.
Dahiku berkerut tatkala kudengar derap langkah pria itu semakin cepat, mendekatiku. Dadaku berdegup cepat. Kuseret kakiku dengan segala kemampuan yang kumiliki. Hanya agar aku tak melihat Changmin.
Terlambat.
Tubuh jangkungnya mendekapku dari belakang. Sangat erat.
Jika dulu, aku akan tersenyum seraya menyembunyikan rona merah di pipi. Namun sekarang, kusunggingkan senyum getir sambil mendengus benci.
"Hyuna, maafkan aku. Aku merindukanmu," bisiknya tepat di telinga kananku.
Merindukanku?
Benarkah?
Jika kau merindukanku, kau pasti akan mencariku. Tetapi apa yang terjadi selama enam tahun ini? Kau bahkan tidak pernah kembali untuk bertemu denganku. Kau hanya meminta maaf saat kau tertangkap basah olehku. Bahkan saat kau menjemput Eomoni-mu untuk pindah rumah, kau bahkan tidak singgah ke rumahku yang hanya berjarak beberapa meter dari rumahmu.
Kutahan kalimat demi kalimat yang ingin sekali kuteriakkan padanya. Tetapi aku memilih untuk diam. Bagiku, diam adalah penghukuman terbaik bagi orang yang bersalah.
Tanpa berkata sepatah kata pun, kulepaskan diri darinya. Changmin tak menyerah. Dipeluknya diriku makin erat, nyaris membuatku mati karena tak dapat bernapas.
"Lepaskan aku," lirihku dingin.
"Hyuna, aku tahu aku bersalah padamu. Aku--"
"Kubilang, lepaskan aku!" Pekikku tertahan.
Changmin masih tak menggubris permintaanku.
"Ya! Apa yang kau lakukan? Hyuna sudah memintamu untuk melepaskannya!" teriak seseorang dari arah belakang seraya berlari kecil mendekati kami.
Changmin terkejut. Direnggangkannya dekapan, tanpa berniat untuk melepaskan kedua lengannya.
"Dia bersamaku!" seru Kyuhyun seraya memaksa Changmin untuk melepaskan lengannya dariku.
Aku terdiam.
Skenario apa ini?
"Kyuhyun-a," ujar Changmin tak percaya.
"Kuharap kau tidak mengganggu Hyuna. Saat ini dia bersamaku," kata Kyuhyun seraya menarik lengan kananku lalu memapahku keluar dari gedung SM Ent, meninggalkan Changmin yang kurasa masih mematung di tempatnya berdiri tadi.
*
"Ya! Atas dasar apa kau berhak ikut campur dalam urusanku?!" bentakku sedetik setelah kami telah di dalam mobil.
Kyuhyun mendesah kuat. Matanya membelalak tak percaya.
"Ya! Kau ini, bukannya berterima kasih padamu, malah membentakku?" sahutnya, tak terima.
"Apa aku meminta bantuanmu?" sindirku.
"Apa kau bisa melepaskan diri darinya ketika kakimu pincang seperti itu?" balasnya seraya memandang kakiku.
"Itu bukan urusanmu!" seruku ketus seraya memalingkan wajah ke jendela.
Kyuhyun mendesis kesal.
Kemudian kami biarkan sunyi mengambil peran.
"Sebenarnya apa hubunganmu dengan Changmin?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Kyuhyun setelah senyap menyelimuti kami selama beberapa menit.
"Bukan urusanmu."
"Tentu saja menjadi urusanku. Untuk sementara ini aku diwajibkan untuk selalu bersamamu sampai kakimu benar-benar sembuh. Untuk itu, aku perlu tahu beberapa hal tentangmu agar tak menyebabkan gosip."
"Ya! Apa kau mau menjadi parasit?!" pekikku emosi.
"Kau pikir aku suka?!" sahut Kyuhyun sambil mata tetap pada lalu lintas. "Sajangnim memintaku untuk bertanggungjawab atas kecelakaan ini dengan cara selalu menemanimu. Kau tahu alasannya?"
Aku mendengus geli. Tentu saja aku tahu.
"Aku tahu, kau pun tahu apa yang kumaksud. Tidak lain adalah agar popularitasku sebagai artis yang bertanggungjawab tetap terjaga. Mengerti? Maka dari itu, aku minta kerjasamamu untuk tidak menciptakan aura perang seperti ini di depan publik."
"Apa aku peduli tentang hal itu?" jawabku seraya mengangkat dagu dengan sombong.
Astaga! Tubuhku nyaris terlempar dari kursi ketika tiba-tiba Kyuhyun mengerem mobilnya.
Baru saja aku akan berteriak memarahinya, Kyuhyun langsung mencengkram tangan kiriku dan menatapku tajam.
"Jangan selalu bersikap sombong di hadapanku," desis Kyuhyun. "Aku tidak tahu apa yang membuatmu begitu membenci Changmin. Tapi aku tahu, kau tidak akan mau bersamaku - dilihat dari bagaimana sikapmu selama ini."
Aku diam.
"Jadi, kuperingatkan kau untuk bersikaplah yang manis, layaknya fans. Karena hanya itu cara agar aku tidak jatuh cinta padamu."
Apa maksudnya?
Memintaku bermanis ria seperti para gadis lainnya? Cih! Tunggulah sampai dunia kiamat!
*