home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > No Other

No Other

Share:
Author : deliaangela
Published : 23 Oct 2013, Updated : 22 May 2015
Cast : Im Hyuna, Cho Kyuhyun, Lee Sungmin, Shim Changmin dan member Super Junior
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |216319 Views |15 Loves
No Other
CHAPTER 10 : Chapter 10

Melihat reaksiku, tawa Kyuhyun langsung meledak. "Ya! Kau pikir aku gila?!"

Aku mendengus. "Kau pikir aku mau denganmu?! Kau tidak ada bedanya dengan pria itu!" ketusku seraya menghela napas berlebihan.

Kyuhyun menghentikan tawanya.

"Ya, sebenarnya, ada apa antara kau dan Changmin?" tanya Kyuhyun dengan nada serius.

"Tidak ada," jawabku cepat.

*

Aku menguap. Sepertinya ini sudah ke lima kalinya. Kulirik jam tangan sekilas, lalu menghela napas.

"Haelmoni, bisakah kita pulang? Aku benar-benar mengantuk," dustaku pada Haelmoni yang tengah antusias ikut bernyanyi. Ya, bukan karena mengantuk - karena aku memang terbiasa tidur tengah malam, tetapi karena nyaris mati kebosanan di tengah koor penuh gelora dari para fans yang memenuhi gedung.

Kutiup poni demi meredam kesal tak tersalurkan. Haelmoni selalu semena-mena dalam hal yang satu ini.

Apa pantas menyeret cucunya yang tengah pincang ke acara musik malam seperti ini?

"Ya! Jangan bohong! Kau biasa tidur lewat tengah malam!" seru Haelmoni sambil menjitak dahiku.

Aku mengaduh kesakitan. Merasa tak berhasil membujuk, kukeluarkan ponsel lalu bermain game.

Seperti tak rela cucunya menikmati dunianya sendiri, Haelmoni menyikuku dengan keras. "Hyuna-ya! Super Junior! Super Junior!" seru Haelmoni ketika aku menoleh ke arahnya.

"Ne. Aku tahu," jawabku tanpa minat.

"Ckck. Entah kenapa cucuku bisa begitu mati rasa. Bukankah seharusnya kau bangga atau bagaimana melihat pria yang biasa mengantar-jemputmu di atas panggung? Tak banyak yang bisa berhubungan langsung dengan idola di kehidupan nyata, loh."

"Benar. Tapi sayangnya cucu Haelmoni tidak tertarik sama sekali," jawabku sambil melirik sekilas ke arah panggung.

Sialnya, dengan tolol, mataku menangkap sosok Kyuhyun. Kurasa, dewi fortuna tengah meninggalkanku. Lihat saja sekarang, hanya dalam pandangan sekilas, pandangan kami bertemu - aku dan Kyuhyun. Sama sekali tidak masuk akal!

Aku mendesis kesal kemudian kembali sibuk dengan ponselku.

"Kau ini! Hargailah tiket VIP yang diberikan Kyuhyun."

Segera kualihkan pandangan kepada Haelmoni.

"Kyuhyun?"

"Benar. Dia sangat mengerti Haelmoni," kata Haelmoni sambil bertingkah sok imut. Astaga, fangirling - atau lebih tepatnya fangrandmom-nya kumat.

"Kupikir Haelmoni yang membeli tiket," gumamku.

*

Kulempar tubuh lelahku ke ranjang empuk setelah membersihkan wajah dari sisa kosmetik. Lelah fisik ini rasanya dua kali lipat daripada setelah latihan. Kurasa, dongkol berkutat selama tiga jam di gedung penuh teriakan histeris adalah faktor terbesar merosotnya staminaku.

Mataku mendelik sebal kala mendengar nada panggilan masuk - nada klasik telepon berdering.

"Siapa yang menelepon tengah malam begini?!" gerutuku seraya bangkit dari ranjang menuju meja rias, tempat ponselku tergeletak.

Aku mendengus kala membaca inisial CKH di layar ponsel.

"Bagaimana penampilanku tadi?" tanya suara bass di seberang telepon, sedetik setelah kugeser ikon telepon hijau di layar.

"Apa?" tanyaku tak percaya. Bisa-bisanya dia narsis seperti itu di tengah malam begini?

"Bagaimana?" tanya Kyuhyun lagi.

"Ya! Kau meneleponku hanya untuk menanyakan itu?" marahku.

Kyuhyun tertawa lalu mengiyakan pertanyaanku.

"Kau punya banyak fans yang bisa kau telepon tengah malam dan mereka akan dengan senang hati meladeni kenarsisanmu!" seruku kemudian memutuskan sambungan telepon.

Kutiup poni beberapa kali untuk menenangkan amarah.

Argh! Aku benci perasaan seperti ini! Emosi setiap hari. Kapan hidupku bisa kembali tenang?

*

Kedua bola mataku hampir melompat keluar kala melihat Changmin muncul di ambang pintu rumahku pukul delapan pagi.

Senyumnya terukir sempurna di wajah tampannya. Namun sayang, benteng pertahananku tak goyah. Rasa benciku jauh lebih kuat dibandingkan sisa cinta yang pernah menghinggapi hati.

Jika saja Hyuna adalah monster yang biasa muncul di serial Ultraman, sudah pasti Changmin adalah korban pertama yang kutelan hidup-hidup.

"Mau apa kau ke sini?" tanyaku tanpa nada ramah sedikit pun.

"Menjemputmu," jawabnya seraya menyunggingkan senyum yang membuat perutku bergejolak mulas.

"Changmin-ssi, apa kau tidak mengerti bahasa Korea?" Sengaja, kali ini, kugunakan bahasa formal dengannya. Ingin kutunjukkan padanya jarak yang ingin kubentangkan di antara kami.

"Hyuna-ya, aku minta maaf atas kesalahanku yang dulu. Bisakah kau memberiku kesempatan untuk menebusnya?"

Aku tertawa meremehkan. Mataku menatap pohon rontok di depan rumahku agar tak menangkap sepasang manik matanya. "Kau bisa memilih gadis-gadis cantik dari kalangan artis atau fansmu. Jangan sia-siakan waktumu untuk gadis pincang sepertiku.

"Tapi yang kuinginkan adalah kau," jawabnya cepat, tanpa berpikir.

Mendengar nada suaranya yang tegas, akhirnya aku penasaran untuk meneliti matanya. Bola mata coklatnya adalah sepasang mata terindah yang pernah kukenal.

Jika katanya untuk meneliti perasaan seseorang adalah dari tatapan matanya, sepertinya hal itu tak berlaku bagi para artis. Mereka terbiasa berakting untuk berbagai kepentingan.

Karena kini Changmin telah masuk dalam lingkaran profesi memuakkan itu, aku tak dapat membaca tatapannya lagi.

Tulus kah? Entahlah.

Deg.

Tiba-tiba jantungku berdebar tak keruan kala Changmin memindahkan lilitan syal biru muda yang dikenakannya ke leherku.

Angin awal musim dingin memang mulai membekukanku karena telah lama berdiri di ambang pintu.

Tak ingin terlena, dalam sekejap kedipan mata, segera kulepaskan syal biru muda itu dan mengembalikannya pada Changmin.

"Aku tidak membutuhkannya," kataku dingin kemudian membalikkan tubuh dan menutup pintu.

Kusandarkan punggung pada pintu lalu meninju pelan dada kiriku.

"Mengapa harus bereaksi demikian hanya karena ia memakaikan syal?" gumamku sambil terus meninju pelan dada kiriku.

*

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK