“Kalau jalan pakai mata. Ini kantor. Bukan hati.” Klaim Chang Wook dan kembali berlari kencang tak terkendali.
Yoona hanya terdiam membeku dan merasa aneh. “Apa hubungannya jalan dan hati?. Bukan kah dia yang salah jalan?.” Yoona menyumpah “ Dasar pabo“.
.......................................
Di luar dugaan, Yoona berhasil diterima magang di sebuah anak perusahaan terbesar di Seoul. Appa memiliki sahabat karib yang bisa membantu Yoona bekerja di tempat yang seharusnya Yoona bisa lakukan. Terlepas pendidikan terakhirnya, Yoona harus membuktikan kinerja yang baik agar suatu saat ia bisa menghidupi keluarga dan melanjutkan kuliah. Posisinya yang diterima masih sangat bawahan, tapi Appa dan Yoona bersyukur.
Tapi, kenapa di kantor sebesar ini, masih ada yang menabraknya? Sulit di mengerti. Apa laki-laki itu ingin cari sensasi?.
“Wah, bagaimana rasanya bisa magang disini?” tanya seorang gadis berambut pirang sambil menyodorkan es cappucino.
“Aku sangat bersyukur, lebih dari senang, ini seperti mimpi jadi kenyataan.” Sahut Yoona antusias
“Haha, kau harus berhati-hati. Ini Korea. Kita baru magang.”
Yoona menghela nafas, “Iya, aku mengerti.” Sembari melempar senyum dengan perasaan cemas.
“Oh ya, apa kamu punya sengatan dalam bekerja?” tanya gadis itu lagi.
Yoona terperangah, otaknya tak memahami apa yang dimaksud Ha Na. Yoona hampir menggelengkan kepala, tapi ia memilih bertanya. “Apa?” matanya memohon penjelasan.
Ha Na pun tertawa meremehkan Yoona. “Kau pura-pura polos, kan?.”
Yoona tersenyum kecut. Semakin tak mengerti apa yang dimaksud Yoona. Manager yang membimbing mereka pun datang dan memberi salam. Manager itu tidak lain adalah sahabat karib Appa.
“Selamat magang. Bawa enjoy saja ya!” ujarnya ramah.
Semua karyawan magang menarik bibir mereka tanda bahagia dan menganggukkan kepala mereka.
“Pak Manager. Aku ingin bertanya.” ucap HaNa ditengah keheningan di meja makan yang mengumpulkan tujuh orang karyawan magang.
“Aku penasaran, siapa laki-laki itu? Apa dia orang penting diperusahaan ini?” jari telunjuk mengarah ke laki-laki yang memakai kacamata bulat dan berpakaian begitu rapi dan bersih.
Yoona pun mendongak, matanya mengikuti arah telunjuk HaNa. Tidak lain tidak bukan itu adalah laki-laki yang menabraknya tadi. Orang yang tak tahu malu dan tak minta maaf telah menabraknya.
“Ah, ya ampun, kalian tidak usah kenal dia. Kalian akan sangat kaku mengenalnya.”
Yoona menyimak dengan penuh penasaran. Sepertinya wajah pria itu tidak asing baginya. Deja Vu kah? Atau memang apa? Dia berontak dengan dirinya sendiri.
“Kenapa kaku, Pak?”
“Kalau dia berhasil memenangkan saham. Perusahaan ini akan bekerja sama dengan perusahaan tempat ia bekerja. Tapi dia cukup dikenal disini.”
“Dia pasti orang sangat cerdas.”
“Tentu saja, dia sangat ah sangat kaku, oh maksudku cerdas.” Manager sangat tak menyukai laki-laki itu. Ya seorang Ji Chang Wook yang begitu kaku.
“Wah, dia cerdas dan tampan. Apa seperti itu tipemu juga Yoona?” goda HaNa sambil menyenggol bahu Yoona.
Yoona pun memasang wajah enek, dan reflek dia menyahut. “Seperti itu? Apa dunia ini sempit, hah?”
“Ah, yang benar saja.” Jawab HaNa tak percaya.
Yoona mengibas-ngibas rambutnya yang basah kuyup terkena hujan. Dia sudah sampai di halte bus, tapi entah kenapa masih belum ada bus yang datang. Seketika otaknya menghayal ada pangeran seperti Gong Yo yang tiba-tiba datang menolongnya. Ah, dasar pikiran wanita jomblo, dirinya menyadarkan otaknya bahwa ini realita bukan drama Korea.
Sudah di bus, Yoona benar-benar kebingungan, ketika semua kursi bus sudah hampir terisi penumpang. Namun, ada seorang namja yang memakai blanket tebal tertidur pulas sendiri di bangku samping kanan. Sontak ia memutuskan duduk disana tanpa berpikir lagi. Yoona kedinginan, dia menyesal tak membuat jaket kesayangannya. Yoona mengeluarkan suara orang menggigil. Rambutnya sangat kusut karena basah, make up nya sudah tak menolong. Dia pun jadi perhatian sebagian penumpang. Tak mampu menahan. Yoona sangat menggigil.
“Pakai ini!”
Yoona membalikkan kepalanya ke arah belakang. Dia menolak tawaran laki-laki itu. “Tidak, terima kasih.” Jawabnya sopan.
“Kenapa tidak? Pakai saja!” , Yoona terpaksa menerima. Tapi saat dia mengambil, dia terkejut bahwa itu laki-laki yang menabraknya dan yang disukai HaNa di kantin restoran tadi.
Lidah Yoona kelu.
“Kalau kau lebih dulu sampai, bawa saja jaketnya!” suara bisik-bisik menghampiri telinga Yoona membuat dirinya merinding. Yoona hanya mengangguk.
Saat tiba di daerah tempat tinggal Yoona. Yoona tersadar dengan suara bus yang menyebut nama tempat tinggalnya. Yoona segera melepas jaket wangi dan nyaman itu untuk dikembalikan. Namun, sayangnya namja itu sudah tidak ada lagi di belakangnya. Yoona kebingungan, tapi dirinya harus turun dari bus.
Dia mengetik laporan dengan fokus. Telinganya bahkan tak perduli dengan suara ketikan komputer karyawan disebelahnya. Dia hanya besyukur, bahwa sekarang ia dapat berada di kantor impian dan bisa merasakan hiruk pikuk suasana kantor yang berkelas ini. Posisi terendah pun tak apa asal ia dapat memakai baju kantor.
Satu meter dari tempat ruang kerja kecil Yoona, terdengar suara namja yang begitu manly, lebih tepatnya dia pernah mendengar suara itu untuk beberapa waktu yang lalu.
“Aku kan sudah bilang bahwa nanti aku akan menikah.” Ungkap Chang Wook.
“Haha, kapan? Sampai gelang itu kau temukan?. Sampai Yoon Ju tua?.” Seorang laki-laki berdasi biru bermotif itu terus menimpali Chang Wook dengan pertanyaan yang menohok untuk Chang Wook.
“Bukan karena kau sudah menikah, kau jadi seperti orangtuaku yang merengek memintaku punya istri.” Chang Wook menyahut tenang.
“Bagaimana dengan Yoona yang aku tawarkan, mau bertemu dia?”
Jari-jari Yoona berhenti mengetik, matanya melotot dan jantungnya berdegup kencang.
“Aku sudah bertemu dengan dia.” Chang Wook meninggalkan sahabat dan juga rekan kerjanya di kantor itu.
“hah, kau sudah bertemu Yoona Lim?” tanya Sehun memastikan.
Tapi, semenjak itu semuanya hening. Tak ada lagi terdengar suara yang menyebut namanya. Namun, jantung Yoona masih berdegup kencang. Dia sama sekali tidak tahu siapa nama pemilik suara itu, atau orang meminjamkan dia jaket di bus itu.
Yoona melamun. Dia begitu ketakutan sekarang. Dia ingat saat bekerja di restoran Nyonya Go, juga ada yang menyebut namanya. Tapi, dia tak sempat melihat siapa orang itu.
“Yoona-ya” teriak Ha Na di telinga Yoona.
“Hei, apa sih HaNa.” Yoona pun sebal dengan kelakuan HaNa.
HaNa hanya cekikikan sendiri, puas menjahili teman sekaligus rekan kerjanya itu.
“Yoona-ya, kau tahu ternyata namja yang Manager dulu bilang namja kaku itu namanya Ji Chang Wook. Yang tampan itu, loh. Kau ingat kan?”
Yoona melirik HaNa yang berada di sampingnya. “Apa urusannya denganku?”
“Woah, jinjja.” Kini giliran HaNa yang kesal dengan Yoona.
Tangannya menyeleksi buku-buku novel romantis yang begitu menarik perhatiannya. Kegiatan baru Yoona, jika akhir pekan menghabiskan waktu di perpustakaan umum. Dia merasa bertemu sahabat-sahabat baru. Para tokoh-tokoh yang banyak memberinya inspirasi melalui cerita fiksi. Tidak jarang dia terbawa ke dunia imajinasi yang begitu mengasyikkan tapi juga mengerikan.
Yoona menuju meja untuk membaca novel yang telah ia pilih. Namun, langkahnya terhenti di lorong rak buku. Sayangnya ia sudah sangat dekat dengan seseorang yang misterius itu. Tanpa aba-aba, Ji Chang Wook pun tanpa sengaja berpaling dari rak buku, membuatnya berhadapan dengan Yoona.
Mata bening Yoona beremu dengan mata tajam milik Ji Chang Wook. Namun, Yoona mencoba menghindari Ji Chang Wook.
“Yoona Lim.” Panggil Ji Chang Wook. Jantung Yoona berdebar dan langkahnya terhenti. Ji Chang Wook berbalik mengarah Yoona memastikan apakah nama itu tepat atau tidak. Ji Chang Wook berjalan ke arah Yoona dan ia pun menggandeng Yoona untuk bersama-sama menuju meja. Sontak Yoona kaget dan berusaha melepaskan tangan Chang Wook. Namun, gagal.
Sampai di meja. Chang Wook melepaskan tangannya. Dia menyadari Yoona begitu marah dan kesal. Tapi, dia mencoba tak menghiraukan dan hanya tersenyum. Chang Wook sudah duduk dan membaca dan Yoona hanya berdiri terdiam mencoba menyadarkan dirinya kenapa Ji Chang Wook tahu namanya. Saat Yoona mencoba berjalan ke arah lain. Ji Chang Wook bersuara lagi. “Aku tidak salah orang, kan? Yooan Lim seorang gadis yang akan aku nikahi.”
Yoona pun tak dapat meneruskan langkahnya. Dia pun meradang, berbalik dan duduk tepat di hadapan Ji Chang Wook. Senyum sinis pun di ekpresikan Chang Wook, mengingat perangkapnya berhasil.
“Apa maumu? Apa kau kenal aku?” Yoona pun bersuara.
“Tentu saja, kamu kan calon ibu dari anak-anakku kelak.” Goda Ji Chang Wook sambil membaca buku tentang administrasi.
Yoona mendengus kesal. Dia tidak tahu apa yang dilakukannya sekarang,kesal dan berbunga-bunga menjadi satu.
“Sudah, istriku. Duduk saja yang tenang, baca bukumu!”
Yoona masih menatap Ji Chang Wook kesal. “Aku bukan istrimu, hei. Sejak kapan kau kenal aku, darimana asalku bahkan kau tidak tahu.”
Ji Chang Wook pun mengangkat kepalanya pelan. “Tentu saja aku tahu. Aku kenal kamu beberapa menit yang lalu dan kau berasal dari surga, tempat bidadari berkumpul.” Ji Chang Wook pun dengan santai menjelaskan.
Yoona mengusap-ngusap wajahnya dan ia mulai malu. Sayangnya ini adalah perpustakaan, Sangat disayangkan tempat ini begitu tenang dengan kedatangan seorang seperti Ji Chang Wook.
“Apa kamu orang gila?” tanya Yoona memastikan.
“Ya, kau bahkan tahu aku orang gila. Kau tahu kenapa aku gila?.”
“Karena kau orang gila.” Yoona menyahut kesal.
“Karena kau yang membuatku tergila-gila.”
Yoona sudah kewalahan digoda Ji Chang Wook dan ia pun mulai menyerah
“Hei, kau ingin bertengkar dengan wanita?”
“tidak, aku akan menyayangi dan mencintai wanita sepertimu, istriku.”
Yoona ingin muntah. Dia merasa ini akibat novel-novel romantis yang ia baca. Keadaan seperti ini sangat tidak cocok ada laki-laki aneh yang mengungkapkan kata-kata romantis. Sangat tidak romantis.
Ji Chang Wook masih memandangi Yoona santai. Sesekali ia tersenyum bangga, bahwa perkenalannya berjalan mulus. Ya, Ji Chang Wook selalu mendapat banyak rekomendasi calon istri dari rekan-rekannya, termasuk Yoona. Sebab itu beberapa waktu lalu ia mengunjungi restoran Nyonya Go. Tapi, dia tiba-tiba tidak memilih Yoona karena ia terus teringat Yoon Ju. Di banding dengan Yoon Ju, tentu Yoon Ju berada di peringkat nomor satu dalam hati Ji Chang Wook. Tapi, sekarang Yoon Ju sudah tak lagi jadi prioritasnya. Dia harus kembali membuka hati, dan baru sekarang dia dapat mengingat wajah Yoona mirip dengan foto yang diberikan.
Di rumah Yoona teringat dengan ucapan-ucapan Ji Chang Wook yang membuatnya kembali ingin muntah tapi rasa berbunga-bunga. Ah, yang benar saja. Kenapa harus Chang Wook? Itu saja berulang-ulang yang ia pikirkan.
“Wah, kenapa cepat sekali pulang?”
Appa menghampiri Yoona yang terdiam kaku di ruang tamu. Bahkan tasnya masih ia sandang. Wajahnya sangat lelah.
“Yoona...”
“Ya, Appa, iya?”
“Ada apa?”
Tiba-tiba Yoona mengahmpiri Appa dan memeluknya. “Appa, aku takut.” Appa pun memusuti bahu Yoona, “Kenapa takut?”
“Appa, apakah Yoona suatu saat juga akan menikah”
“tentu saja” Appa merespon anak semata wayangnya dengan rasa kaget. Yoona selama ini tak pernah membahas laki-laki, tapi kenapa sekarang tiba-tiba membahas pernikahan.
Yoona menitikkan air mata. Dia mulai terpikirkan bahwa suatu saat pernikahan akan memisahkan dirinya dengan Appa yang dia sangat sayangi. Bukankah seperti itu?
“Yoona, jika kau jadi istri. Jadilah istri yang baik seperti eomma, dia yang sangat mencintai Appa dengan tulus, apa adanya.”
“Appa...” Yoona menangis. “Appa...” Yoona memeluk ayahnya erat.
Appa teringat Yoona remaja yang juga sering seperti ini saat ketakutan dengan kecoa atau ada teman-teman yang menyakitinya. Tapi itu tak terjadi sejak Yoona beranjak dewasa. Tapi, kenapa ia menangis seperti ini lagi?.
“Apa ada kecoa?” tanya Appa.
“Nde..” jawab Yoona serak.
Appa memperhatikan lingkungan sekitar, sama sekali tidak ada kecoa. “Dimana, Yoona?”
“Di otakku, Appa.” Yoona tak menyadari apa yang ia ucapkan, dia terus menangis. Appa yang tadi sendu menjadi merasa lucu dengan tingkah Yoona yang tak berubah dari dulu. Tapi, kenapa kecoa ada di otak?