Yoobin memasuki rumah Bona. Karena sudah terlalu malam, Bona dan Hyungwon memutuskan untuk mengajak Yoobin menginap di rumah Bona untuk malam ini. Pekarangan rumah Bona merupakan sebuah kebun bunga yang amat sangat luas. Ya, Bona adalah pemilik kebun bunga tersebut. Kebun bunga milik Ibunya yang telah pergi ke surga. Bona kesulitan berinteraksi dengan banyak orang. Namun ia merasa bertanggung jawab untuk meneruskan toko bunga milik Ibu nya. Untung ada Joohyuk yang bersedia bekerja bersama Bona, Joohyuk bertugas melayani customer yang datang, sementara Bona bertugas merawat bunga-bunga disana. Suasana di rumah Bona begitu sunyi senyap. Terdapat beberapa hiasan benda-benda kuno yang membuat Yoobin sedikit merinding berada didalamnya. Rumah yang misterius sama seperti sosok Bona.
“Jweseonghabnida.. aku merepotkan eonnie” Ujar Yoobin merasa tidak enak.
“Gwenchana..” Jawab Bona singkat “Apa kau lahir di Beolgyo?”
Yoobin sedikit kaget karena Bona menanyakan hal tersebut. “Bagaimana eonnie bisa mengetahuinya. Maksud ku .. bertanya tentang itu? Apa ada wajah khas anak kelahiran Beolgyo yang terlihat di wajah ku?”
“Aniya, Hanya saja dari cara mu menatap seisi desa selama kau berjalan tadi, seolah kau pernah datang ke tempat ini sebelumnya. Hanya itu” Terang Bona kaku “Jadi benar kau lahir di Beolgyo?” Tanya Bona sekali lagi.
“Ne.. Ibu ku berasal dari sini. Sampai usia ku 6 tahun keluarga kami masih tinggal disini. Kami pindah ke seoul setelahnya karena pekerjaan appa” Jawab Yoobin.
“Begitu rupanya” Bona berjalan menuju sebuah pintu, lalu membukakannya untuk Yoobin “Kamar ini tidak terlalu rapi, maaf”
“Ani.. Gwenchana, Neomu Gomapgu ^^” Sela Yoobin merasa sudah sangat berterima kasih karena Bona mengizinkan dirinya tinggal disana.
Setelah Yoobin memasuki kamar yang Bona sediakan. Bona merapikan beberapa barang di ruang tengah, ia biasa hidup seorang diri.. tidak masalah baginya apabila barang-barang berserakan, ia dapat membereskannya nanti. Namun kedatangan tamu membuatnya kurang nyaman melihat kondisi rumahnya yang agak berantakan. Bona membungkuk untuk mengambil kertas di kolong meja. Namun saat ia berdiri.. drukk.. “Omo!” Bona membungkam mulutnya sendiri agar suaranya tidak terdengar oleh Yoobin “Ya kkamjagiya” Serunya begitu melihat sosok seorang yeoja tiba-tiba ada di dekatnya.
“Ups.. mianhae eonnie” ucap yeoja itu.
“Mwohaneun geoya yeogi.. Minkyung-a?” Tanya Bona semi berbisik
“Aku memang selaku disini berasama mu eonnie =_=” Jawab yeoja bernama lengkap Kim Minkyung itu. Minkyung, memang ‘tinggal’ bersama Bona, namun ia harus bersembunyi karena alasan tertentu.
“Kau benar.. mungkin banyak yang sedang ku pikirkan saat ini, Mianhae” Jawab Bona. Bona ingat ada sesuatu yang harus ia bicarakan dengan Minkyung. Namun ia harus bicara di tempat lain “Ikut aku, ada yang harus ku bicarakan”
Minkyung mengangguk. Ia mengikuti Bona hingga ke dalam kamar Bona. Bona melihat ke sekitar sebelum menutup pintu kamar, ia waspada akan keberadaan Yoobin disana “Minkyung-a”
“Eung?” Minkyung memperhatikan dengan seksama. Terlihat dari wajahnya, nampak Bona akan menyampaikan hal yang serius “Apa eonnie ingin mengatakan tentang kondisi langit malam ini?”
“Kau melihatnya? Apa kau tahu kalau itu berarti...”
“Ara” Jawab Minkyung menyela kata-kata Bona “Seandainya aku dapat mengingat wajah anak itu. Mungkin akan bisa membantu” Minkyung menunduk merasa dirinya tidak berguna “Sekarang gerak ku akan semakin sulit. Akan sangat berbahaya kalau aku sampai bertemu dengan anak itu lagi. Hufh.. ditambah lagi sekarang kekuatan camera itu sudah mencapai level maksimal” Dulu, Minkyung pernah bertemu dengan sosok seorang Selaer. Tapi karena sebuah kejadian. Minkyung sama sekali tidak bisa mengingat sosok Sealer tersebut. Bahkan ia tidak mengingat sosok itu seorang anak laki-laki atau anak wanita.
“Ini bukan kesalahan mu.. ia sudah menghapus ingatan mu tentangnya” Ucap Bona cemas “Yang ku takutkan saat ini.. adalah karena.. aku bahkan belum bisa menemukan para major diantara anak-anak desa Beolgyo. Kebanyakan orang tua menyembunyikan anak-anak mereka, ini sangat menyulitkan ku. Keterbatasan ku untuk berkomunikasi dengan orang-orang disekitar ku juga menghambat semua ini”
“Bagaimana dengan Jihan Oppa?” Tanya Minkyung “Ia adalah satu-satunya Major yang kita ketahui sampai saat ini. Lalu adiknya.. Jihoon? Apa itu berarti ia juga seorang Major?”
“Jihoon adalah seseorang sulit untuk di tebak. Begitu pula dengan Jihan.. kau juga harus ingat bahwa Sealer.. juga seorang major. Aku tidak tahu dapat mempercayai mereka begitu saja atau tidak.” Jelas Bona.
“Hufh.. rumit” Eluh Minkyung “Ah eonnie.. Aku jadi ingat harus bercerita pada mu. Aku mencoba mencari Mingyu ke rumah Taejun samchun. Lalu disana.. aku bertemu dengan seorang namja. Dan ia ..” Minkyung menghentikan ucapannya sejenak “Ia bicara kepada ku”
DEG.. Bona tersentak dengan cerita Minkyung “Seperti apa rupanya. Apa Kau mampu mengingatnya?” Tanya Bona berharap, meski ia tahu semenjak bertemu dengan Sealer, Minkyung mengalami keterbatasan akan ingatannya. Ia terkadang melupakan apa yang terjadi padanya setelah ia terbangun dari tidur. Bona bahkan berulang kali harus memperkenalkan diri kepada Minkyung untuk mengingatkan yeoja itu siapa dirinya.
“Tubuhnya sedikit tinggi, ia tidak terlalu putih seperti Jihan oppa ataupun Jihoon. Tapi tidak sehitam Mingyu juga. Ia juga.. terbilang kurus. Wajahnya so-so, tapi ia suka tersenyum lebar seperti kuda” Minkyung mendeskripsikan dengan detil sosok namja itu, walau deskripsinya sedikit absurb.
Bona menangkap hal lain “Bagaimana kau bisa mengingat sosoknya?”
Bukan hanya Bona, Minkyung sendiri ternyata heran dengan kenyataan ia dapat mengingat dengan baik sosok namja itu “Itu juga yang membuat ku heran. Aku bahkan masih mengingat seperti apa wajahnya di pikiran ku. Ini sangat aneh”
Bona berdiri dari kursi belajar dimana ia duduk sejak tadi. Ia mengacak-acak beberapa foto. Foto-foto yang ia kumpulkan untuk kepentingan ‘penyelidikan’ Ia mencari-cari foto Mingyu bersama teman-temannya. “Ini..” Bona menunjukkan foto tersebut kepada Minkyung “Apa anak itu salah satu dari sosok di foto ini? Kau bilang kau dapat mengingatnya?”
Minkyung langsung menangkap sosok namja itu “O!! Yeogi yeogi..” Ia menunjuk salah satu sosok dalam foto Mingyu bersama teman-temannya. “Apa ia anak Beolgyo? Ia teman Mingyu? Aku sepertinya pernah melihatnya beberapa kali. Tapi.. baru kali ini aku benar-benar melihat jelas wajahnya”
Bona terdiam. Ia memikirkan banyak kemungkinan yang bisa jadi akan membahayakan atau mungkin justru dapat menolongnya. “Lee.. Seokmin. Geu namja ireumeun”
“Lee Seokmin? Ah~” Ulang Minkyung.. “Chamkan.. ia dapat bicara kepada ku. Apa itu juga memungkinkan,. Bahwa anak itu seorang.. Sealer?!”
Bona terbungkam, pertanyaan yang sama juga berputar di pikirannya saat ini. Selama ini bona tidak terlalu mengawasi Seokmin karena ia terlihat biasa saja. Tidak ada aura-aura berbada dalam diri Seokmin dalam penglihatannya. Tetapi kenyataan ia mampu bicara kepada Minkyung merubah pandangan Bona.
◑∞⚢
Heejin membuka mata. Pemandangan asing tampak dihadapannya. Ia sontak terbangun dari tempat tidur yang cukup besar di sebuah kamar nan luas. Kenangan buruk yang begitu ingin ia lupakan menyerangnya “Kkumiya.. kkum (ini adalah mimpi.. mimpi)” Ujarnya ketakutan “Wonwoo-a..!! Jungkook-a!” ia menggil kedua nama itu.
Klek.. pintu kamar terbuka, sosok namja lainnya muncul di sana. Membawa sebuah nampan dengan segelas air di atasnya “Heejin-a, kau sudah sadar?” Hyungwon lah namja tersebut. Ia buru-buru meletakkan nampan dan air di atas meja, segera menghampiri Heejin yang terlihat panik “Heejin-a tenanglah. Kau ada di rumah ku”
Heejin menghela nafas, ia lebih tenang namun tak sepenuhnya. “Mengapa aku berada disini Hyungwon-a?”
“Kau pingsan di pekarangan rumah mu. Sedang apa kau didalam sana? Apa sesuatu yang buruk terjadi?” Tanya Hyungwon khawatir, Hyungwon dan Heejin lahir dan besar di Beolgyo, mereka saling mengenal sudah belasan tahun lamanya. Hyungwoon menerima jawaban sebuah gelengan dari Heejin. “Appa menjenguk ke kamar ini tadi, ia juga khawatir dengan kondisi mu” Ujar Hyungwon. Ia meletakkan kedua tangannya di pundak Heejin “Heejin-a. Appa meminta ku membujuk mu untuk tinggal bersama kami di rumah ini”
Heejin menepis halus kedua tangan Hyungwon “Sampaikan rasa terima kasih ku pada tuan Choi, tapi ku rasa aku tidak bisa menerima tawaran tersebut”
“Kau tidak tahu seperti apa kedua namja yang tinggal bersama mu saat ini” Sergah Hyungwon sedikit meninggikan volume suaranya “Aku tidak terlalu khawatir tentang jungkook, setidaknya ia memiliki latar belakang keluarga yang jelas. Tapi dia.. (Wonwoo) ia datang secara tiba-tiba memasuki desa ini, tanpa alasan, tanpa ada seorang pun yang mengetahui tentang keluarganya. Bagaimana appa tidak khawatir dengan kondisi mu saat ini Heejin-a, appa sudah berjanji kepada almarhum ayah mu ia akan bertanggung jawab atas diri mu setelah ayah mu tiada, mengertilah”
“Mereka tidak pernah menyakiti ku” Jawab Heejin menolak bertatap wajah dengan Hyungwon “Aku harus pamit, mereka pasti mencari ku”
Hyungwon merentangkan kedua tangannya menghalangi Heejin untuk turun dari tempat tidurnya “Apa mereka mengetahui tentang penyakit mu? Mereka bisa menerima nya? Semudah itu tanpa ada sesuatu yang melatar belakangi nya?”
Heejin terdiam dengan kepala tertunduk.
“Ia sedang menyelidiki sesuatu tentang mu, Geu saram.. Jeon Wonwoo” Ucap Hyungwon “Mungkin juga tentang desa ini. Kau tidak bisa mempercayainya begitu saja. Aku mengatakan hal ini karena aku peduli pada mu Heejin-a. Tinggal lah bersama ku dan appa”
Dreettt.. drettttt.. perhatian Heejin dan Hyungwon tersita pada ponsel Heejin. 43 miss call tertera di layar setelah getar ponsel terhenti. Heejin mengangkat kepalanya, memandang lurus kedua mata Hyungwon “Mereka tidak pernah menyakiti ku” Ulang Heejin. “Biar kan aku pulang, mereka mencari ku”
Hyungwon mengalah, Heejin memang keras kepala “Baiklah. Tapi kau tahu kemana kau harus datang saat sesuatu yang buruk terjadi bukan? Meski ku harap semua akan baik-baik saja” Ucap Hyungwon tulus. Hyungwon merasa tak nyaman dengan ponsel Heejin yang terus bergetar “Jawablah dulu. Ia mungkin tidak akan berhenti menelpon sampai kau menjawab. Aku tunggu di bawah, akan ku antar kau sampai rumah”
“Ne. Gomawo”
Hyungwon mengantar Heejin menuruni tangga rumah Hyungwon yang terbilang sangat besar itu. Heejin dan Hyungwon berpamitan pada Ayah Dan Ibu Hyungwon, juga Jisoo. Ibu Jisoo menunjukkan ketidak sukaannya atas keberadaan Heejin di wajahnya.
“Apa Hyungwon sudah mengatakan permintaan ku terhadap mu Heejin-a?” Tanya Tuan Choi, ayah Hyungwon khawatir dengan kesehatan Heejin.
“Hyungwon sudah menyampaikannya paman. Aku akan memikirkannya” Jawab Heejin hati-hati. Beberapa saat Heejin dan Jisoo sempat bertatap pandang. Tapi lebih dulu Heejin mengalihkan “Ku rasa aku harus pulang sekarang, ini sudah terlalu malam” Heejin menghindari bicara terlalu lama dengan ayah Hyungwon, ia takut pembicaraan akan semakin panjang. Ia membungkuk sopan kepada mereka semua disana.
Hyungwon sama sekali tidak menggap ada Jisoo dan Ibu tirinya, Hyungwon hanya membungkuk pamit untuk mengantar Heejin kepada ayahnya saja. Ia merangkul pundak Heejin kemudian berjalan melangkah keluar dari kediamannya. Pekarangan rumah Hyungwon juga cukup luas. Hyungwon dan Heejin tidak terlibat pembicaraan sepanjang perjalanan keluar. Hyungwon masih kecewa atas penolakan Heejin.
Setahun belakangan perlahan hubungan Heejin dan Hyungwon memang tidak lagi sedekat dulu. Heejin banyak menghindar setiap kali Hyungwon mengajaknya bicara. Bahkan ia juga menutupi tentang kondisinya saat ini. Sejauh apa ia sudah membaik ataupun memburuk. Tidak jauh dari lokasi rumah Hyungwon. Keduanya terpaksa tidak melanjutkan langkah kaki mereka. Dahi Hyungwon mengerut. “Sigh~”
Wonwoo menunggu Heejin di ujung jalan. Menunggu seorang diri. Terlihat jelas jarak antara dirinya dan Hyungwon. Mereka seperti air dan api yang sulit disatukan di satu tempat. Wonwoo memberikan salam dengan sebuah bungkukan yang tentu tidak dibalas oleh Hyungwon.
Heejin kembali menghindar. “Aku duluan” Ujarnya singkat kepada Hyungwon. Langkahnya Heejin masih tertatih, tapi ia dengan terburu-buru memasukkan telapak tangannya ke dalam saku jaket Wonwoo, memberi tanda agar mereka cepat pergi dari sana. Wonwoo sendiri hanya mengikutinya.
Perjalanan pulang Heejin dan Wonwoo berjalan serupa dengan langkahnya bersama Hyungwon sebelumnya. Belum ada pembicaraan tercipta diantara mereka. Telapak tangan kanan Heejin tersimpan hangat di dalam saku jaket Wonwoo. Telapak tangan itu gemetar seperti sebelumnya. Apa yang ia sembunyikan ditambah dengan banyaknya hal yang yang sedang dipikirkan Heejin adalah pemicu utama Heejin bertingkah seperti itu.
Bukan karena tidak peduli, hanya karena Wonwoo tidak ingin terlalu jauh ikut campur dalam permasalahan yang bukan urusannya. Selama ini ia jarang bertanya tentang Heejin dan keluarga Hyungwon. Apa yang ia bicarakan dengan Heejin hanyalah tentang ia, Heejin, Jungkook juga candaan-candaan tentang teman-teman mereka. Wonwoo memasukkan tangan kedalam saku jaket dimana tangan Heejin berada. Ia menggenggam telapak tangan Heejin, ia rasa genggaman tangan mungkin akan membuat Heejin lebih nyaman dibanding hanya bersentuhan tangan dengan saku jaket saja “Jungkook hampi saja membunuh ku” Ujar Wonwoo membumbui dengan sedikit tawa “Ia meminta ku untuk tidak pulang saja jika aku tidak membawa mu pulang bersama ku haha Ia semakin kurang ajar”
“Sama saja dengan mu” Jawab Heejin “Kau dan Jungkook 11 12”
“Psh” Senyum tipis di wajah Wonwoo menyapa Heejin tenang. “Ah~ Ramyun mokgosipda” Seru Wonwoo random memberi kode-kode pada ‘koki’ di rumah mereka disampingnya itu.
Wonwoo menoleh setelah merasa ucapannya diacuhkan oleh Heejin. Heejin terus menghadap ke atas langit, kakinya berjalan seiring dengan langkah Wonwoo, namun ‘nyawa’ Heejin seperti tidak berada disana. Gadis itu terpaku dengan langit di atas sana. Air wajah yang aneh juga ditunjukkan oleh Wonwoo setelah itu. Langkah kaki mereka juga terpaksa tertahan kembali. Ia melihat sesuatu. Wonwoo menggerakkan tangan dimana telapak tangan Heejin berada dalam genggamnya.
Heejin tersadar dari lamunannya. Tapi disaat yang sama , mendadak pamdangan Heejin memudar. Semua dihadapannya berubah menjadi 2x, 3x bayangan. Heejin menutup mata kemudian membukanya lagi, tapi kondisi tidak juga berubah sampai akhirnya.. gelap memakan habis kesadaran Heejin.
“Heejin-a!” Sentak Wonwoo, menahan tubuh Heejin. Wonwoo menghawatirkan keadaan Heejin, namun sosok seorang lainya didepan mereka juga menyita perhatian Wonwoo.
Di depan sana Jihoon berdiri di bawah terang lampu jalan. Matanya lurus melihat ke arah Wonwoo dan Heejin berada. Entah apa yang anak itu tunggu disana. Beberapa saat Jihoon disana, ia sempat menunjukkan sebuah smirk, kemudia pergi dengan terburu-buru setelahnya. Meninggalkan tanya di pikiran Wonwoo juga Heejin.
◑∞⚢
Opera sabun Shiah dan Taejun berakhir setelah sekian lama keduanya hanya berdiri di depan pintu sambil bertatapan. Seolah baru terlepas dari sihir jahat (?) Shiah kebibgungan karena tidak ada seorangpun disana kecuali dirinya dan Taejun. Ia juga buru-buru melepas pengan tangan Taejun di tangannya “Ya ajussi!! Dimana semua orang?” Shiah mencari-cari keberadaan semua orang “Seokmin-a!! Chingudeull!! Anggg~~ Bagaimana aku bisa pulang kalau sudah begini.. sudah gelap sekali hueeeeeeeeeeee.. ini semua karena kesalahan mu ajussi?”
Dahi Taejun berkerut. Ia pikir setelah terperangkap dalam ruang rindu(?) berdua, akan membuat Shiah kembali padanya, ternyata apa yang baru saja terjadi antara dirinya hanyalah fatamorgana(?) Semua kata-kata dramatis ala Taejun sedang berkeliling di alam pikiran namja itu “Kau menyalahkan ku?! Kau sendiri yang sejak tadi hanya diam mentap ku”
“Psh..” Shian meniup poni di dahinya “Ajussi. Seenaknya saja kau mengatakan hal seperti itu. Itu fitnah. Kau pasti baru saja melakukan sihir-sihir untuk membuatku menjadi melupakan semua orang. Lalu sekarang mereka pergi huaaaaaaaa... mereka akan berfikir kalau aku menjalin cinta dengan ajussi-ajussi paruh baya.. andweeee andwee. Kau bahkan tidak tampan, tidak baik hati, namja aneh .. andweee” Shiah menampar-nampar pipi gembulnya nan lucu.
Taejun terpuruk (?) “Bisa-bisanya ia menyebut ku namja aneh T.T apa dosa ku Tuhan” rintih Taejun dalam hatinya. “Meski bagaimanapun juga, aku ini mantan kekasih mu”
“Mwo? Mantan kekasih? Ajussi kau pasti sedang berdelusi” Jawab Shiah enggan mengakui tuduhan Taejun. Sekalipun semua itu benar adanya. Terburu-buru Shiah meninggalkan rumah Taejun. Ia merajuk dengan langkah cepat. Ia sempat berhenti dan menengok kebelakang. Menunjukkan wajah kesal kemudian melanjutkan langkahnya pergi.
Shiah terus menggerutu dalam perjalanannya menuju rumah “Enak saja ia mengatakan aku ini mantan kekasihnya” Elak Shiah “Hueeeeee tapi aku memang mantan kekasihnya. Eottokheee T.T hueeee chingudeul pasti akan mengolok-olok ku esok, andwee.. mereka akan mengatakan aku ini yeoja dengan selera ajussi-ajussi. Andweee”
Tap tap tap... Shiah mendengar suara langkah orang lain dibelakangnya. Ia tidak takut karena ia pikir dibelakang sana adalah Taejun yang berjalan mengikutinya. Shiah mempercepat langkah kakinya, tapi langkah kaki seseorang dibelakangnya juga terdengar semakin cepat. “Ya! Jangan mengik...” Sekejap tubuh Shiah membeku. Tidak ada siapapun dibelakangnya saat Shian berbalik dan berteriak berniat meminta agar berhenti diikuti. “M.. mwoya” seru Shian terbata “Ajussi, jangan main-main” ancamnya mencoba meyakinkan hati bahwa yang mengikutinya sejak tadi adalah Taejun “A.. aju..si.. a.. ku tidak akan.. m.. memaafkan mu. I.. ini tidak lucu a..jussi”
Kedua kaki Shiah kaku. Ia ingin segera berlari, tapi kakinya tidak bisa bergerak karena ia terlalu takut. Nafas Shiah memburu. Bendungan kecil di pelupuk mata shian bagai siap untuk menumpahkan air matanya.
Kondisi semakin buru. SSHUUUUNGGG..... SHUNGGG... angin bertiup semakin kencang, angin itu hanya berputar-putar di sekitar Shiah. Selang beberapa detik sekumpulan kelelawar terbang berkeliarang disakitar sana. “AAAAAAA!!!!” Shiah berjongkok ketakutan. Ia menutup mata dan telinganya. Ia hanya fokus untuk berteriak sekencang-kencangnya agar ada yang bisa menolongnya
Diujung jalan sana, ia berdiri. Menunggu waktu yang tepat untuk menghampiri Shiah disana. Camera di tangannya juga telah siap untuk bekerja. 1 langkah maju di ambilnya. Sampai kemudian. “Shia-a!” Suara seorang namja terdengar jelas memanggil nama Shiah. Ia mengambil langkah mundur.
“Shiah-a!!” Hoshi disana. Setelah mengatar Jisoo pulang, ia hendak pulang ke rumahnya yang sebenarnya berlawanan arah dengan rumah Jisoo. Saat yang sama dengan kedatangan Hoshi disana. Kalelawar yang tadi sempat bergerumbul mengelilingi Shiah menghilang, begitu juga angin yang behenti bertiup kencang. “Ya Lee Shiah!.. eiii” Hoshi ikut berjongkok. Ia mengetuk kening Shiah “Oii, ya ini sudah malam .. mau berapa kali kau teriak-teriak terus begini. Apa kau tidak malu kalau sampai semua orang keluar”
Shiah mendongak. Air matanya tumpah melihat sosok Hoshi di depannya. Tanpa jeda.. dipeluknya Hoshi begitu kuat “Huaa. Soonyoung-aaaaa Hiks.. Hikss. Hiks. Soonyoung-a, kupikir aku akan mati”
“Mwoya.. wae? Apa samchun melakukan hal buruk padamu?” Tanya Hoshi.
“Bukan begi.. tu .. hhhh. Hiks.. hikss. Kelelawar itu.. angin besar itu.. huaaa hikss” Adu Shiah merengek.
Howhi menggaruk kepala kebingungan “Ya ya ya! Kau pasti bermimpi. Tidak ada kelelawar disini.. angin juga tidak kencang. Sadarlah”
Shiah baru berani mengangkat kepala. Ia melihat sekelilingnya. Dan memang tidak terjadi apapun saat itu. Ia termenung tak percaya. Mungkinkah apa yang terjadi barusan hanya mimpi? Tanya Shiah dalam hatinya.
“Soonyoung hyung!! Shiah noona!!” Seokmin berlari menghampiri sang kakak dan Hoshi disana. Sesampainya disana Seokmin langsung emndapat ceramah dari Hoshi,
Hoshi berdiri berhadapan dengan Seokmin “Ya, bisa-bisanya kau tinggalkan noona mu yang penakut ini sendirian. Cepat kalian pulang sebelum sekali lagi Shian berteriak-teriak di jalan. Kepala ku hampir pecah mendengar ia berteriak” Cerocos Hoshi tanpa henti.
“Ne. Algesseumnida sonsaengnim” Canda Seokmin.
Shiah belum sepenuhnya percaya akan apa yang terjadi, rasa takut masih menghantuinya. Shiah mencengkram lengan Seokmin begitu kuatnya. Ia yang biasanya ceria itu kini hanya bisa diam “Khaja” ajaknya lemas.
“Ei chamkan” Tahan Hoshi.
“Apa lagi hyung?” Tanya Seokmin.
“Jalan gelap sekali. Di rumah ku juga sedang tidak ada orang. Boleh aku menginap saja?” Tanya Hoshi cengar cengir sehabis menceramahi orang sampai matanya berubah menjadi dua garis berhiaskan dua pipi gembulnya.
“=_=”
◑∞⚢
Shin Jiyool, Ibu dari Jihan terbangun saat Jihan memasuki rumah. Ia menunggu Jihan hingga larut “Jihan-a kau kemana saja? Kau tidak pernah pulang selarut ini. Eomma sangat khawatir”
Jihan duduk disamping sang ibu. Ia bungkam tanpa alasan yang jelas. Jihan sering pulang malam hari, ia yakin betul sang Ibu mengetahui apa yang terjadi sehingga ia begitu khawatir karena Jihan belum kembali. “Kau satu-satunya yang tersisa.. eomma..” Ucap Jihan.
“Jihan-a.” Sang Ibu meletakkan tangannya pada pundak Jihan. “Na..”
“Bersembunyi.. Kau harus bersembunyi” Sela Jihan. “Orang pertama yang mungkin akan ‘ia’ cari adalah diri mu” Nafas Jihan tersenggal. Sebuah sigh tipis dilakukannya “Hingga saat ini aku belum bisa memastikan di mana Jihoon berdiri. Ia terllau sulit untuk kita raih. Jika hal buruk terjadi padaku kelak.. aku tidak ingin kau..”
“Andwe” Jiyool menggenggam erat tangan Jihan “Tak akan ada yang terjadi padamu. Eomman neol.. jikyeojulkeoya”
Lirih tatapan Jihan pada sang Ibu. Usianya Jiyool sudah melewati kepala 4. Ia adalah seorang dokter di salah satu rumah sakit khusus di Beolgyo. Setiap hari ia menghawatirkan kedua anaknya. Jihan tau seberapa besar kasih sayang sang ibu terhadapnya .. meski Jihoon menannggapi lain sikap sang Ibu “Eomma.. takdir memilih ku untuk memulai semua ini. Tampa sebuah awal maka semua ini pun tidak akan memiliki akhir. Karena itu.. kau harus belajar untuk.. melepaskan ku”
“Musun mariya neon..” Ujar Jiyool lirih. “Kau pasti terlalu lelah, sehingga kau berfikir yang tidak-tidak. Sekarang basuh tubuh mu. Ibu akan membuatkan segelas susu hangat untuk mu. Kemudian pergilah tidur” Jiyool mencoba membohongi hatinya. Benar, Jiyool sudah mengetahui tentang pergerakan aneh awan di atas desa Beolgyo malam itu.
Jihan bergenti berbicara. Ia tidak ingin membuat sang Ibu semakin merasakan perih didalam hatinya. Ia hanya mengangguk dan mengikuti perintah sang Ibu. Jihan naik ke lantai atas rumahnya, dimana kamarnya terdapat. Tepat di samping kamarnya, kamar Jihoon berada. Kamar yang sudah hampir 3 tahun terakhir tidak berpenghuni. Sang adik, Jihoon memilih untuk meninggalkan rumah mereka dan menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa campur tangan Jihan juga sang Ibu. Miris rasa hati Jihan setiap kali melewati kamar tersebut. Bahkan disaat penting semacam ini ia gagal bertemu dengan Jihoon. Dengan berat hati Jihan melewati kamar tersebut. Membuka pintu kamarnya sendiri. Bruk... Jihan menyandarkan tubuh di depan pintu kamar yang baru saja ditutupnya. Lelah menyeruak disekujur tubuh Jihan.
15 menit ia memabasuh tubuhnya di dalam kamar mandi. Segelas susu hangat sudah berada di meja samping tempat tidur saat Jihan keluar dari kamar mandi. Sang Ibu pasti meletakkannya disana. Jihan membawa susu tersebut ke meja belajarnya. Disana ia duduk termenung. Diambilnya sebuah buku. Dilihat dari fisik buku tersebut, tebal buku itu dapat lebih dari 500 halaman. Jihan menyelipkan sebuah kartu didalam buku tersebut.
Sebuah kartu yang selalu dikatakan oleh keluarga Jihan sebagai takdirnya. Sebuah kartu yang membuat Jihan merasa begitu tak adil karena ia dibebani sebuah beban besar atas dasar itu adalah takdirnya. Sebuah kartu yang juga dimiliki oleh Jihoon, dan menjadi alasan Jihoon meninggalkan rumah. Sebuah kartu.. yang mungkin juga menjadi alasan Jihan kehilangan sang ayah.
Kakek Jihan adalah seorang kaya raya yang begitu terkenal. Ia adalah pemilik Beolgyo. Hampir seluruh tanah di Beolgyo adalah miliknya. Ia juga pemilik perkebunan yang terhampar dikuar sana, yang kini sudah mulai berpindah kepemilikan menjadi individu dari para pendatang. Jihan tidak mengenal dengan baik sang kakek. Cerita tentang kehidupan sang kakek juga cukup simpang siur. Sebagian orang mengatakan ia sudah meninggal dunia begitu lama, sedangkan sebagian lainnya mengklaim bahwa mereka melihat sang kakek, bahkan hingga detik ini. Ayah dari Ibu Jihan ini adalah seorang penggila kepercayaan lain diluar sebuah agama. Ia adalah seorang atheis. Ia mempercayai bahwa kekayaan yang ia miliki adalah bagian dari singkronisasinya antara kekuatannya dengan para penunggu desa.
Kakek Jihan berteman dengan seorang peramal yang juga sangat tersohor di seisi Beolgyo. Sang kakek diramalkan akan memiliki hidup abadi dengan kekayaan yang tak akan pernah habis apabila ia memiliki keturunan lelaki. Tapi kenyataannya.. 4 orang anak yang ia miliki adalah anak wanita. Jiyool adalah anak terkecil di keluarganya. Juga menjadi satu-satunya anak yang masih hidup. Ke 3 kakak Jiyool mati dengan begitu mengenaskan. 2 orang kakak tertua Jiyool mati bunuh diri. Seorang diantaranya juga bunuh diri dengan membawa sang anak mati bersamanya dengan menenggelamkan diri disalah satu danau di Beolgyo. Sedangkan kakak tertua Jiyool. Yang memutuskan untuk pergi dari rumahnya karena tidak tahan akan kekangan dan kegilaan sang ayah harus mati terbakar didalam rumahnya sendiri juga bersama anak pertamanya saat ia juga tengah mengandung anak ke 2 nya.
Baik Jiyool, ke 3 kakak Jiyool. Juga anak-anak dari keempat anak sang kakek lahir dengan sebuah ramalan. Ramalan yang sang kakek percayai menjadi dasar dari keberuntungan atau kesialan yang mungkin akan ia terima jika mempertahankan mereka tetap hidup. Sebuah ramalan dari kartu tarort sang permalal. Ramalan tersebut juga digunakan oleh peramal untuk menentukan nasib anak-anak yang lahir di Beolgyo. Mereka yang memiliki ramalan buruk akan dilarang untuk tinggal di desa Beolgyo. Ramalan yang dilakukan memggunakan tarort tersebut bukanlah ramalan biasa. Mereka hanya menggunakan sebuah kartu di setiap kelahiran bayi-bayi Beolgyo. (Kartu-kartu ramalan ini juga yang disebut oleh Sealer sebagai Minor dan Mayor. Tarort terdiri dari bagian kartu yang disebut Major Achana dan Minor Archana). Jihan menatap lirih selembar kartu yang disebut-sebut sebagai takdirnya.
LEE JIHAN (The Chariot)
This card focuses on introspection, reevaluation and decisions of passion; confusing issues that make you reexamine your own and ask questions, such as: "Should I do this, or that? Is it this, or that? Will it work out, or won't it?''.
Meski Jiyool adalah anak terakhir, ia adalah anak pertama yang menikah, dan Jihan adalah cucu pertama di keluarga tersebut. Begitu menurut cerita sang Ibu. Dan ia juga satu-satunya cucu keluarga tersebut yang masih sempat melihat wajah sang kakek. Karena setelah kelahiran Jihan sang kakek menghilang juga satu persatu anggota keluarga tersebut mengalami kejadian-kejadian aneh yang berakhir dengan kematian beberapa diantaranya. Sang nenek menyebut-nyebut Jihan adalah penentu utama bahwa sebuah kejadian besar di masa dewasanya nanti yang juga melibatkan seluruh keluarga akan dimulai .. atau terhenti dengan kematian mereka semua. Jihan tidak pernah mengerti tentang apa yang dimaksud kan oleh sang nenek dulu. Apalagi setelah satu persatu paman, bibi juga sepupu-sepupu Jihan pergi meniggalkan dunia. Keluarga yang ia ketahui hanyalah sang Ibu dan Jihoon seorang.
Lamunan Jihan teralihkan begitu sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Pesan tersebut berasal dari Bona.
From : Lee Bona
Kau mengenal Lee Seokmin?
Ada sesuatu yang mencurigakan tentang dirinya.
Ddo.. Jihan-a. Gwenchana?