◑∞⚢
Kabut putih beriring halus dengan angin dingin pagi, bercerca hangat bersama kelam awan hitam di atas sana, menenggelamkan matahari lelap dalam jejaringnya. Belum banyak yang berubah, kondisi cuaca Beolgyo semalam sampai pagi menyambut. Sebagian anak lebih suka menyembunyikan diri di balik selimut, menghabiskan waktu-waktu terakhir libur mereka. Udara pagi itu cocok untuk melanjutkan tidur.
Sayang sebuah suara dering ponsel membangunkan Wonwoo dari tidurnya. Setengah mengantuk ia memaksa matanya untuk terbuka. “Eughhhh~~” Lenguh Wonwoo malas. Sebuah pesan dari nomor tak terdaftar di ponsel berwarna putih tersebut masuk.
‘+xxxxx
Ada yang perlu ku bicarakan denganmu. Ada waktu pagi ini?
-Jisoo-
“Eeeungggggggghhhh~~~” Tubuh Wonwoo menggeliat semakin malas. Diletakkannya kembali ponsel disamping bantal. Lalu wajah anak itu kembali terpendam hangat diatas bantal yang sama. Tak lupa ia menarik naik selimut hingga menutupi pucuk kepalanya.
∞
Di kediaman yang sama. Satu-satunya wanita disana, Heejin, berdiri di depan cermin kamar mandi. Ia sudah bangun 30 menit lalu. Banyak hal mengganggu pikirannya sejak semalam. Sohye, Hyungwon, Wonwoo juga tentang semua orang disekitarnya. Heejin adalah anak yang tehitung cukup terbuka dengan orang-orang disekitarnya. Ia selalu mengutarakan apabila ia memiliki masalah atapun ada hal yang kurang ia sukai. Tapi disaat yang bersamaan Heejin juga menyembunyikan banyak hal hanya untuk dirinya sendiri. Ia menyembunyikan semua masalah sampai kelak masalah-masalah tersebut tidak lagi menjadi masalah baginya. Tidak ada yang benar-benar mengetahui keinginan Heejin.
Ia memandangi bayangan dirinya penuh kebencian. Terkadang tatapan Heejin berubah sayu. Tak jarang terdengar kata-kata makian dengan volume berbisik terdengar dari bibirnya. Ia seolah melihat sosok lain dari refleksi dirinya sendiri. “Berhenti mengikuti ku. Kau tidak akan pernah berhasil mempengaruhi ku. Pergi dan menjauhlah dari ku. Biarkan aku hidup dengan cara ku” beberapa kali ucapan serupa terdengar.
Wajahnya pucat, langkah gadis itu juga terhyung karena kondisi tubuhnya belum lah membaik. Suhu tubuh Heejin cukup tinggi. Ia menutup kedua telinga. Banyak suara muncul di telinga Heeji meski hanya dirinyalah seorang yang berada disana. Ia meringis ketakutan selama beberapa saat. Lalu kembali terdiam dalam lamunannya.
“Kau berbeda dari mereka semua. Di luar sana bukanlah tempat mu untuk hidup. Mereka semua hanya kan mengucilkan mu. Suatu hari nanti kau akan mengerti”
Suara seorang namja dengan kata-kata tersebut mendominasi suara lainnya yang muncul. Membuat pelik pikiran Heejin semakin sulit untuk dibendung. Tangan berkulit pucat Heejin menyibak tirai pembatas bathtub. Dengan pakaian tidur yang masih melekat di tubuhnya, Heejin memposiskan dirinya duduk di dalam bathtub yang telah penuh terisi air. Pelan namun pasti ia merebahkan tubuhnya disana. Mata gadis itu terpejam seiring gerakan tubuhnya semakin bersatu dengan tenang air di dalam bathtub.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara pintu terketuk diabaikan oleh Heejin. Sudah hampir seluruh bagian wajah Heejin tenggelam di dalam air yang memenuhi bathtub. Suara yang pada awalnya berhasil diabaikan olehnya terus menggangu. Bahkan suara lainnya menyusul setelah ketukan pintu tadi.
“Heejin-a.. Jeon Heejin, kau didalam?”
Suara tadi berhasil membuat Heejin membuka mata. Langit-langit kamar mandi menjadi hal pertama yang nampak di redup sinar mata Heejin “Wae.. tto.. neon” ucapnya memutus setiap kata yang ia ucapkan.
“Jeon Heejin!” Duk duk duk.. “Gwenchana?”
Heejin mengeluarkan wajahnya dari dalam air. Ia terduduk memeluk kedua lututnya di dalam bathtub. Helaan nafas pelan dilakukannya “Ne~” Jawab Heejin pelan.
“Aku ada urusan sebentar, kau mau menitip sesuatu untuk memasak pagi ini? Aku tidak akan lama” Suara ia yang berbicara adalah suara Wonwoo yang hendak pergi ke suatu tempat.
◑∞⚢
Jisoo menunggu Wonwoo didepan mini market tak jauh dari bangunan apartmen Wonwoo. Ia menyeduh 2 cangkir kopi dari dalam mini market. Sudah hampir satu jam ia menunggu disana, namun sosok Wonwoo belum juga menampakkan diri. Jisoo mengecek ponsel, belum juga ada jawaban pesan. “Ia tidak akan datang. Hufh~” Eluh Jisoo. Jisoo berdiri, ia sadar mungkin Wonwoo memang tidak akan menemuinya.
Namun, saat ia hendak pergi, sosok Wonwoo justru terlihat di ujung jalan sana. Sosoknya sedang berjalan mendekat menuju mini market tempat Jisoo berada. Tipis senyum Jisoo terkembang. Senyum yang juga semakin lebar begitu sosok Wonwoo sampai dihadapannya. Jisoo membungkuk menyapa Wonwoo. “Annyeonhaseyo”
Wonwoo juga membungkuk demi menjaga kesopanan. Wonwoo mengenakan masker juga kacamata yang selau terlihat seperti kacamata ‘pajangan’ walau sebenarnya Wonwoo memang mengenakan kacamata pembantu karena Wonwoo mengalami minus pada matanya. Jelas terlihat mata Wonwoo sembab karena ia baru saja bangun. Rambutnya juga sedikit berantakan.
“Aku pasti menganggu, Maaf” Ucap Jisoo. Wonwoo hanya diam dan mengangguk. Menyangkal pun tidak, membuat Jisoo menjadi tak enak hati “Ah.. anja..” Pinta Jisoo mempersilahkan Wonwoo duduk “Aku membuatkan kopi untuk mu” Sulit bagi Jisoo untuk melepaskan pandangan dari sosok Wonwoo. Ia melihat Wonwoo adalah sosok yang ceria dan banyak tersenyum juga tertawa saat ia bersama Heejin, Jungkook juga sesekali pada teman-teman lainnya. Tapi bertemu langsung dengannya saat ini dirasa berbeda oleh Jisoo. Ia merasakan dingin sikap Wonwoo sedikit banyak mirip dengan dingin sikap Hyungwon. Menimbulkan rasa tak nyaman yang sama.
“Kamsahabnida” Jawab Wonwoo dengan suara sedikit sengau, dikarenakan udara pagi yang lebih dingin dan daripada biasanya. Wonwoo melepas masker dan kacamata yang sejak tadi ia kenakan. Dia duduk di kursi yang terletak di depan Jisoo “Aku tidak bisa terlalu lama. Apa yang ingin kau bicarakan?” Tanya Wonwoo terkesan dingin. Ia tidaklah marah. Wajahnya memang seperti itu. Ia tidak banyak bicara ataupun bereaksi karena masih sangat mengantuk. Sebagian nyawa Wonwoo tertinggal di atas kasurnya.
Jisoo berniat berbasa basi sejenak, tapi sepertinya Wonwoo menunjukkan keinginan lain. Mau tidak mau Jisoo berbicara langsung kepada intinya saja. “Geugae..” Ia bicara dengan hati-hati. Karena baginya mungkin apa yang akan ia katakan adalah hal yan pribadi bagi Wonwoo. “Ilddan.. Jwesonghabnida. Kehadiran ku dan Sohye semalam sepertinya sudah merusak suasana”
“Tidak perlu meminta maaf kepada ku, kalau memang merasa tidak nyaman kau harus meminta maaf pada anak lainnya. Karena aku tidak tergangu sedikitpun akan keberadaan mu ataupun Sohye” Jawab Wonwoo cepat “Tapi ku rasa bukan hal itu yang sebenarnya ingin kau bicarakan dengan ku bukan?” Tebaknya tenang.
Jisoo semakin canggung, ia merasa tatapan Wonwo menghakimi setiap gerak gerik juga ucapan yang terlontar dari bibirnya. Jisoo menelan ludah. “Euhh..” Sulit baginya untuk berbicara “Eum.. Wonwoo-a”
“Eum?”
“Sohye hh~” Tahan Jisoo. Ia butuh menarik nafas sebelum bicara “Sohye menceritakan tentang dirimu .. maksud ku.. semua eung..”
Pelupuk mata Wonwoo sedikit melebar. Tangan Wonwoo mengepal kecil tapi ia tetap berusaha bersikap tenang. “Lalu?”
“Ne?” Tanya Jisoo heran “Kau tidak marah?”
Wonwoo hanya diam. Belum ada sepatah kata pun terlontar dari bibirnya.
“Aku sungguh tidak berniat ikut campur. Aku.. hanya.. eum.. merasa harus jujur tentang ini semua. Aku juga tidak berniat membela Sohye ataupun mengomentari masalah kalian.” Panik membuat Jisoo bocara banyak untuk menjelaskan sekalipun Wonwoo sebenarnya tidak meminta penjelasan appaun.
“Hanya saja?” Tanya Wonwoo membuat Jisoo tercekat. Wonwoo seperti bisa membaca apa yang Jisoo pikirkan. “Kau bisa tetap diam. Selama aku tidak bertanya juga tidak akan menjadi masalah untuk mu untuk mengetahuinya. Pasti ada hal lain lahi yang hendak kau sampaikan sehingga kau harus mengakui hal ini dihadapan ku sekarang”
Jisoo menggigit bibir. Ia belum yakin harus bicara atau tidak. Melihat tanggapan tegas Wonwoo membuatnya ciut nyali. Benar. Jisoo bisa saja tetap diam jika masalah utamanya hanya Sohye sudah menceritakan semua kepadanya. Toh selama Wonwoo tidak mengetahui ia juga tidak akan mempermasalahkan. Namun “Heejin.. ia..” Sekali lagi Jisoo menarik nafas panjang sebelum ia bicara “Ia dan keluarga Hyungwon menyembunyikan sesuatu. Wonwoo-a, mereka nampaknya juga sudah mengetahui kau sedang mencari tau tentang Heejin” Ya, seseorang yang selalu disebut oleh Sohye dengan sebutan ‘geu saram’ sesungguhnya adalah Heejin. Yeoja yang notabene adalah teman satu apartmen Wonwoo. “Heejin pingsan dan Hyungwon membawanya pulang ke rumah. Aku.. tidak terlalu mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Hanya saja.. setelah berbicara .. appa meminta Hyungwon agar membujuk Heejin tinggal bersama mereka” Jisoo melihat ekspresi wajah Wonwoo sedikit berubah. Ia terlihat sedang berfikir. Tapi hal itu tidaklah lama. Setelahnya Wonwoo kembali menunjukan eskpresi tenang.
“Ia sudah dewasa. Heejin pasti akan membuat keputusan yang terbaik untuk nya” Jawab Wonwoo netral. Terkesan biasa saja.
Jisoo menggeleng menyangkal “Bukan itu masalah nya Wonwoo-a. Appa memiliki banyak kaki tangan. Heejin juga sudah mengetahui tentang niat mu. Bukan tidak mungkin mereka akan menyakiti mu nanti”
Wonwoo kembali terdiam. Ia bukan tidak tahu tentang kemungkinan Heejin mengetahui niatnya, tetapi ada hal lainnya yang membuatnya tetap yakin bahwa apa yang dilakukannya saat ini bukanlah sesuatu yang salah, dan sulit juga malas ia jelaskan kepada Jisoo. Jisoo tidak ada hubungannya dengan masalah ia dan Heejin, begitu juga sebenarnya dengan Sohye. Wonwoo lebih suka mengurus masalahnya sendiri. Sejak tadi ia tidak pernah memfokuskan tatapan kepada Jisoo. Wonwoo kerap melempar pandang ke arah lain. Sampai... tak sengaja ia melihat seorang gadis berdiri diujung jalan sana memerhatikan dirinya dan Jisoo. Kemudian berlalu ke arah lain dari cabang jalan. “Heejinnie?” sebut Wonwoo dalam hatinya.
“Aku mengerti” Jawab Wonwoo pada Jisoo. “Terimakasih sudah mengingatkan ku Jisoo-a. Apa ada hal lain yang ingin kau bicarakan? Aku harus segera pergi” Jawab Wonwoo menunjukan ketenangan yang selalu menjadi kunci dari geraknya.
“Kau yakin akan tetap berada di apartment itu bersamanya? Apa..”
“Jika ia merasa tidak nyaman, ia akan memilih untuk tinggal bersama Hyungwon dan tuan Choi” Sela Wonwoo enggan memperpanjang urusan. Ia berdiri dari kursinya. Membungkuk pamit.
“Heejin tidak menyukai ku” Sambar Jisoo. “Ia tidak akan menerima tawaran untuk tinggal bersama Hyungwon dan appa” Seru Jisoo, Ia berdiri tepat di depan Wonwoo, menghalangi langkah namja itu.
“Kau juga tidak menyukainya. Lalu dimana letak kesalahannya? Kalian impas” Jawab Wonwoo langsung pada tujuan.
Jiso tersenyum kecil mengakui kekalahannya “Sohye benar.. kau bukanlah seseorang yang mudah merubah pendirian. Gurae, ku harap tidak ada hal buruk yang terjadi padamu, Wonwoo-a. Maaf karena aku bicara terlampau jauh tentang masalah mu”
Jisoo dan Wonwoo tidaklah sendiri. Sejak awal sebelum Wonwoo datang seorang yeoja duduk di meja depan Jisoo. Posisi duduknya saling memunggungi dengan Wonwoo. Ia mendengarkan semua pembicaraan Wonwoo dengan Jisoo dalam senyap berteman dengan pikirannya yang sekarang semakin rumit.
Gadis itu adalah Yoobin.
◑∞⚢
Meski sudah tidak lagi muda, Taejun yang memutuskan untuk menutup restoran hari ini, juga meliburkan staff-staffnya berniat bangun siang hari. Apa daya, rencana itu gagal total saat terdengar bunyi bel tanda seorang tamu datang ke sana. Taejun menggeliat geliat malas diatas tempat tidur. Mencoba membiarkan tamu menunggu, barang kali jika tamunya sadar diri ia akan pulang karena Taejun tidak jua keluar. Kenyataan berkata lain, hanya selang beberapa saat bunyi bel rumah taejun kembali berbunyi.
“AAAAIIII..” Rengek Taejun malas bergerak. Ia bangun dari tidur sembari mengacak-acak rambut kesal. Sembarang baju diambil oleh Taejun yang selalu tidur tanpa sehelai pakaian pun itu. Ia mencuci wajahnya agar telihat sedikit segar, dilanjutkan dengan menyikat gigi, berkaca lama, menyisir rambut, menggunakan BBcream, menyemprotkan perfume dan lainnya. Ia bersiap-siap lebih lama dari anak wanita, sebelum akhirnya keluar dari kamar untuk menemui tamunya yang sudah berjamur di depan pintu karenanya.
Clek Taejun membuka pintu rumahnya “Ne kediaman Park Taejun.. siapa disa... eung? Bona?” Seru Taejun begitu melihat Bona disana. “Tumben sekali, ada apa? Ah. Masuklah kita bicara di dalam”
“Aniya oppa. Aku tidak lama” Tolak Bona. Ia juga menjaga jarak dengan Taejun, sama seperti ia menjaga jarak pada semua orang disekitarnya selama ini. “Aku ingin bicara pada mu semalam, tapi ku lihat rumah mu begitu ramai”
“Ah.. Mingyu bermain dengan teman-temannya disini semalam” Jawab Taejun “Kau yakin tidak mau masuk dulu?”
Bona menggeleng.
“Kalau begitu bicaralah” Taejun mempersilahkan bona duduk pada kursi yang ada di teras rumah Taejun. Ia ingin menawarkan minum tapi Bona juga pasti menolak.
Bona duduk di kursi kiri, sedangkan Taejun pada kursi samping kanan meja. “Kurasa kita harus bergerak lebih cepat mulai saat ini Oppa”
“Musun marya?” Tanya Taejun masih belum dapat menangkap sepenuhnya apa yang dibicarakan oleh Bona.
“Aku melihatnya. Cahaya hitam pertanda Selaer telah berhasil menyempurnakan kekuatan benda pengunci jiwa”
Mata Taejun mendelik lebar. Mendadak mulutnya sulit untuk mengeluarkan kata-kata. Baru saja semalam ia menceritakan kepada Mingyu juga teman-temannya tentang keberadaan Sealer di desa Beolgyo, pagi harinya ia sudah menerima kabar ini dari Bona. “Kau mencurigai seseorang?” Tanya Taejun. Pikirannya tiba-tiba saja menjadi kalut “Sial.. mengapa bisa secepat ini. Ini sangat aneh, aku tidak yakin ada orang lain yang memasuki desa semalam, ia (Selaer) mungkin memasuki desa secara sembunyi-sembunyi”
“Ada hal lain yang ku pikirkan Oppa”
“Mwo?”
“Mungkin ia sudah ada di desa sejak lama. Kita hanya belum menyadarinya” Duga Bona “Tapi mangsanya lah yang baru memasuki desa”
Taejun memicingkan matanya.
Bona kembali melanjutkan ucapannya “Semalam.. seorang anak bernama Yoobin datang dari seoul. Ia bercerita kepada ku bahwa ia lahir di Beolgyo. Ia bermarga Bae. Jika data yang ku pegang tidak salah. Kemungkinan anak itu adalah seorang minor. Dan ayahnya adalah bagian dari kaki tangan keluarga Shin (Keluarga besar Ibu Jihan). Aku belum bertanya lebih jauh kepadanya, tapi sepertinya seseorang dengan sengaja ‘mengundang’ Yoobin datang untuk memasuki desa. Hyungwon juga sempat memergoki Jeon Wonwoo sempat membuntuti Yoobin saat memasuki desa”
“Tapi aku belum menemukan hal mencurigakan dari Wonwoo. Selain.. =_=” Taejun sulit melanjutkan ucapannya ketika mengingat tentang Wonwooo “Mulutnya yang pedas” Lanjut Taejun “Yang membuat ku tidak curiga terhadap anak itu adalah.. ia juga anak yang blak-balakan, apabila ia berbohong atau menyembunyikan sesuatu pasti aku akan menyadarinya”
Bona dapat mengerti. Ia juga sangat berterimakasih karena Taejun mau membantunya mengamati pergerakan anak-anak Beolgyo, setidaknya beberapa dari mereka yang masih mungkin diamati, mengingat hampir ¾ dari jumlah anak di Beolgyo lebih banyak diproteksi oleh orang tua mereka secara berlebihan. “Kau benar, belum tentu Selaer itu ada diantara mereka juga. Banyak dari anak-anak Beolgyo yang tidak kita ketahui pergerakannya” Nada bicara Bona terkesan putus asa “Aku juga menghawatirkan tentang Jihan. Ramalan jelas menakdirkan bahwa ia akan menjadi sebuah awal mula dari semua ini kelak. Kita tidak tahu permulaan yang dimaksud adalah sebuah titik terang atau justru... hal yang buruk”
Taejun tersenyum tipis “Kau harus bicara padanya kalau memang kau mengkhawatirkan Jihan. Semua ini juga pasti menjadi beban pikiran Jihan. Kau tidak bisa terus bersembunyi seperti itu” Taejun juga mengetahui tentang hubungan Bona dan Jihan.
“Aku akan mengacaukan nya” Jawab Bona murung “Aku dan Jihan.. tidak ditakdirkan untuk bersama disatu waktu yang sama. Aura kami mustahil untuk disatukan”
“Itu hanya sebuah ramalan. Takdir dan ramalan tidak selamanya akan berjalan beriringan Bona-a. Untuk apa seseorang hidup dan berusaha jika ia akan mengikuti atau menyerah akan sesuatu yang sudah pasti akan datang padanya” Ujar Taejun bijak “Saat kecil dulu, berulang kali aku diramalkan tidak akan memiliki umur yang panjang mereka mengatakan bahwa aku akan mati sebelum kedua orang tua ku. Kenyataannya aku masih hidup sampai saat ini.. meski kedua orang tua ku kini sudah pergi. Ada takdir yang bisa kau rubah, meski sebagian harus kau telan mentah-mentah sebagai jalan hidup mu. Kau bisa melakukan apapun selama kau bisa. Jangan menyesali setelah semua terlambat”
Tidak ada respon dari Bona. Ia memilih menghindar dari pembicaraan itu “Hanya itu yang bisa ku katakan. Aku mohon bantuan Oppa. Aku pamit” Jawabnya seraya berdiri.
“Haha.. Baiklah. Josimhaeyaji” Seru Taejun sembari mengantar Bona sampai ke depan pintu gerbang rumahnya. Setelah bona pergi, Taejun tidak bisa menyembunyikan perasaan khawatirnya akan kejadian-kejadian yang mungkin akan segera datang menghantui mereka semua. Pucat dan murung begitula eskpresi Taejun di pagi nan kelam itu.
Langkah Taejun terhenti. Shiah terduduk termenung di depan tangga menuju teras rumah Taejun. Shian tidaklah muncul tiba-tiba, ia datang untuk menemui Taejun sebelum Bona datang, dan memilih bersembunyi. Awalnya ia merasa sebal dan cemburu karrna ada wanita yang mendatangi rumah Taejun, sengaja ia menguping pembicaraan diantara keduanya. Tapi pembicaraan Bona dan Taejun membuatnya berfikir dan menjadi teridam seperti saat itu.
“Sh.. Shiah-a” Sebut Taejun.
Taejun juga pernah menceritakan masalah Selaer saat keduanya masih menjadi sepasang kekasih. Saking takutnya Taejun, ia melarang banyak hal Shiah lakukan, mengantarnya pulang sebelum pukul 8 malam, hal ini juga yang sebenarnya pada akhirnya membuat Shiah gerah dengan sikap Taejun. Ia menganggap perbedaan usia mereka yang terlalu jauh membuat Taejun melindungi nya lebih seperti seorang ayah daripada kekasih. Ia merasa terlalu dimanja dan di proteksi seperti anak kecil hanya karena alasan tak masuk akal seperti keberadaan seorang Selaer dan lainnya... Namun.. apa yang ia alami semalam jelas membuka pikiran Shiah, ia hampir saja mati ketakutan setelah mengalami peristiwa semalam. “Geu Sealer.. apa ia sungguh nyata?” Tanya Shiah serius tidak seperti ia biasanya.
Taejun duduk disamping Shiah. Pandangannya lurus ke depan “Akankah kau mempercayai ku jika ku beri jawaban ‘Ia sungguh nyata’ ?” Taejun menghela nafas “Kalian semua masih terlalu kecil untuk mengingat. Sebagian dari kalian juga besar di tempat lain. Karena itu aku bisa mengerti kalau bagi anak-anak seusia mu ucapan ku hanyalah dongeng dan omong kosong belaka.” Jawab Taejun pasrah.
“Ajussi” Sebut Shiah “Apa aku.. juga menjadi bagian dari incaran Sealer itu? Apa yang ku miliki sehingga ia mungkin akan memgincar ku juga?” Nada bicara Shiah terdengar miris diliputu rasa takut yang luar biasa.
“Isanghae.. kau tertarik dengan masalah ini” Ujar Taejun.
Air mata Shiah terjatuh “Hikss..”
Taejun menoleh kaget melihat Shiah menangis “W..wae uro?” Taejun kebingungan karena tidak ingat sudah mengucapkan apa sehingga membuat Shiah sampai menangis. “S..”
Plukkk.. Shiah memeluk Taejun serta merta membuat Taejun tercekat sampai emnahan nafas. Tangis Shiah juga tak kunjung berhenti “Hikss.. Lindungi aku, kumohon lindungi aku hiks.. Ia menyerang ku semalam. Hikss. Aku takut. Aku tidak mau mati hikss. Hhhhhhh sshh”
“Ia.. m.. menyerang mu?” Ujar Taejun tak percaya. Taejun merangkul Shiah, perlahan menenangkan gadis itu dalam pelukannya. “Kita akan mencarinya... jangan takut, kita akan menemukan anak itu segera”