home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > UNTOUCHABLE: The Sin Of Love

UNTOUCHABLE: The Sin Of Love

Share:
Author : leenov
Published : 23 Aug 2016, Updated : 14 Oct 2016
Cast : Ahn JaeHyun, Kim JiWon, Jung JoonYoung
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |1695 Views |1 Loves
UNTOUCHABLE: The Sin of Love
CHAPTER 13 : Chapter 13

*Author pov

“Kenapa kau memanggilku kesini?”

Tuan Aimster membalikkan badannya dan melihat Terrowin yang masih berdiri di ambang pintu ruangan. “Masuklah, bersihkan tanganmu dan ganti pakaianmu.”

Terrowin menurut begitu saja dengan apa yang diperintahkan Tuan Aimster. Tidak lama berselang Terrowin kembali ke ruangan itu.

“Kenapa kau memanggilku kesini?” Ulangnya lagi. “Tidak cukup puas membuatku melihatnya meregang nyawa disana, sekarang kau ingin aku melihat jasadnya juga??”

“Tenangkan dirimu, Terrowin…”

“Sekarang aku ingin bertanya padamu, Tuan Aimster. Apa yang benar-benar sudah kau lakukan untuk membantuku, hah? Apa? Para Dewa tidak mungkin melewatkan satupun persembahan dan kau ingin aku percaya bahwa pikiran mereka akan berubah begitu saja kalau aku berdoa?? Aku yakin saat ini para Dewa sedang berpesta disana.”

“Kemungkinan itu selalu ada. Maafkan aku, Terrowin. Aku berada dibawah perintah Lord Walden dan aku tidak bisa melakukan apapun untuk membantumu.”

“Kalau kau sadar tidak bisa membantuku, lantas kenapa kau selalu menceramahiku seakan-akan kau bisa membantuku? Aku selalu meragukan kalau kau benar-benar ada di pihakku.”

“Aku hanya berusaha membuatmu memiliki harapan bahwa apa yang kau alami itu memiliki jalan keluar. Aku tidak berpihak dengan siapapun dan aku tidak bisa memihak dengan orang yang bersalah walaupun aku mau. Kau yang memulai semuanya, kau yang harus bertanggung jawab dengan semuanya. Aku selalu menekankan itu kepadamu sejak awal. Sekarang aku yang bertanya padamu, apa yang benar-benar sudah kau lakukan untuk membantu dirimu? Menyelamatkan kekasihmu? Hm?”

“Aku…” Terrowin tertegun dan berusaha mengingat-ingat kembali apa yang sudah ia lakukan selama ini. “Aku tidak melakukan apa-apa. Tapi, kau harus tau aku tidak punya banyak kesempatan untuk melakukan apapun. Dan kau harus tau bagaimana Greyvond datang untuk memperburuk keadaan. Aku mencintainya dengan tulus dan kau tau itu.” Terrowin menghela nafas lalu duduk untuk menenangkan diri, semua yang dikatakan saat ini tidak akan mengubah apapun juga.

“Terrowin… Apa kau sudah paham dengan kesalahanmu?”

Terrowin tidak lagi bisa menjawab Tuan Aimster. Dia hanya mengangguk mengiyakan, berusaha menerima bahwa semua ini terjadi karena kesalahannya.

“Aku memikirkanmu sepanjang malam sebelum melakukan upacara pengorbanan. Kalau saja aku bukan seorang Blanchland, mungkin saja aku tidak akan tega melakukannya. Aku tidak berharap kau hadir disana dan menyaksikannya. Tapi kau tetaplah Terrowin yang sama, yang suka melakukan apapun sesuai keinginanmu.”

“Aku ingin melihatnya…”

“Aku tau. Karena itu aku memanggilmu kesini.”

***

*JaeHyun pov

Aku mengikuti Tuan Aimster menyusuri tangga menuju ruang bawah tanah tempat jasad-jasad manusia yang pernah dikorbankan disimpan. Aku tidak percaya sebentar lagi akan bertemu dengan JiWon, di tempat ini.

Terlihat deretan jenazah yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Pandanganku langsung tertuju ke salah satu sudut dimana JiWon dibaringkan. Aku melangkah perlahan, jantungku berdebar begitu kencang. Aku tidak sanggup untuk melihatnya dengan keadaan seperti itu.

Mataku mulai memanas saat memperhatikan wajahnya yang polos itu kini sudah pucat. Air mataku kembali mengalir saat aku meraih tanganku dan membelai rambutnya yang halus. Masih terlihat dengan jelas bekas jeratan tali di lehernya yang sudah membiru. Wajahnya sangat dingin saat aku menyentuhnya dengan punggung tanganku.

“Kenapa aku tidak bisa menepati janjiku kepadamu, JiWon…….?” Jelas sekali aku bisa mendengar suaraku yang bergetar. “Aku tidak seharusnya datang padamu kalau akhirnya akan seperti ini. Kau harus mengalami semua ini tanpaku. Aku tidak seharusnya jatuh cinta padamu dan memintamu menjadi kekasihku. Kau benar-benar tidak pantas mendapatkan semua ini…” Aku tidak tau sejak kapan aku menjadi orang cengeng, tapi jangankan berbicara dengan keadaanya yang seperti ini, melihatnya saja sudah merobek-robek hatiku.

Tuan Aimster menghampiriku dan memberikanku kain putih yang digunakan untuk menutup jenazah, “Ini… Tutuplah jasadnya agar dia bisa pergi dengan tenang.”

“Tidak… Aku tidak akan melakukannya. Tuan Aimster, kali ini aku mohon kepadamu untuk membantuku. Ini permintaanku yang terakhir. Aku tidak menganggap semua ini adil dan JiWon tidak pantas untuk mati.”

“Apa yang kau ingin aku lakukan?”

“Kembalikan JiWon…”

“Apa maksudmu?”

“Kembalikan JiWon… Kembalikan nyawanya, kembalikan kehidupannya. Apa menurutmu dia pantas mendapatkannya? Kau mengambil kehidupannya begitu saja, kau mengambilnya dari orangtuanya. Tuan Aimster, aku mohon… Aku tidak peduli dengan apa yang akan terjadi denganku nanti, aku hanya ingin dia mendapatkan kehidupannya kembali. Kalau kau ingin aku membawakan seratus orang manusia bumi untuk menggantikannya, aku akan melakukannya asal jangan dia. Kau ingin aku dipenjara seumur hidup atau bahkan dihukum mati, aku akan mati untuknya asalkan dia bisa kembali. Aku mohon kembalikan dia… Tuan Aimster...” Aku bersujud di depan Tuan Aimster, “Bantu aku, Tuan Aimster…” Aku yakin Tuan Aimster memiliki kemampuan itu untuk melakukannya. Hanya Tuan Aimster satu-satunya yang menjadi harapan terakhirku.

Tuan Aimster menghela nafas berat dan membantuku untuk berdiri lagi. Dua orang penjaga datang untuk membawaku kembali ke penjara.

“Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa, Tuan?? Apa kau tidak mendengarku??” Seruku saat aku mulai diseret keluar dari ruangan itu. “Kenapa kau tidak membunuhku bersamanya, Tuan Aimster??!!”

***

*Author pov

“Bagaimana rasanya?” Greyvond menemui Terrowin di penjaranya.

“Aku tidak cukup puas memukulmu. Perban di wajahmu tidak cukup banyak untuk menutupi wajahmu yang memuakkan.”

“Ya… Kau bisa melakukannya lagi lain kali. Tapi, kau pastikan dulu kalau saat itu tiba, apa kau masih hidup atau sudah menyusul pacarmu.”

Terrowin menengok kearah Greyvond dengan tatapan tajam tepat setelah dia mengakhiri kalimatnya. “Kalau menurutmu ini semua sudah berakhir dan kau menang…”

“Oh… Oh… Tunggu dulu…’ Greyvond langsung memotong. “Ini masih belum berakhir sampai aku melihatmu mati di depan mataku. Sayang sekali aku tidak bisa menyaksikan momen paling berharga saat dimana JiWon harus kehilangan nyawanya karenamu. Sekarang kau tau rasanya, bukan? Saat aku harus kehilangan Kelly demi membela hal bodoh yang disebut ‘cinta’ dari orang-orang gila disini?? Bagaimana rasanya melanggar The Law dan kehilangan orang yang paling kau cintai, hm? Bagaimana rasanya menjadi pengkhianat?”

“Kematiannya ataupun kematianku nanti bukan akhir dari permainanmu. Aku bersumpah untuk membunuhmu lebih dulu sebelum aku mati.”

Greyvond melihat kearah jam tangannya sekilas. “Dan kelihatannya kau hanya punya waktu kurang dari 48 jam untuk membunuhku. Semoga beruntung di hari penjatuhan hukumanmu. Besok? Ya, kalau aku tidak salah ingat besok waktunya.” Tanggap Greyvond dengan nada merendahkan kemudian pergi meninggalkannya begitu saja.

***

*JaeHyun pov

“Ada harga untuk setiap kehidupan…”

“Apapun itu.”

“Apapun itu?”

Aku mengangguk. “Apa kau memutuskan untuk membantuku? Benar-benar membantuku?”

“Kenapa aku begitu khawatir saat kau begitu yakin untuk menukarkan apapun untuk mengembalikannya?”

“Apa yang kau khawatirkan, Tuan Aimster…?”

“Membantumu ataupun tidak membantumu tidak akan membuatku tidak terpisah selamanya darimu. Karena pada akhirnya kau akan pergi selamanya dariku. Ya… Kau tau bagaimana aku menganggapmu sebagai bagian dari keluargaku. Kalau menurutmu aku terlalu jahat apabila membiarkanmu pergi tanpa melakukan apa-apa untukmu, aku akan berusaha mengabulkan setidaknya permintaan terakhirmu sebelum kau pergi. Setidaknya aku ingin berbuat sesuatu yang lebih baik untukmu di sisa hidupku.”

Dibalik kesediaan Tuan Aimster untuk membantuku, aku bisa melihat ada keresahan lain yang menyelimuti perasaannya saat ini. Sesuatu yang lebih dari sekedar mengetahui kalau aku akan mati… Mungkin.

“Yang kau khawatirkan bukan tentang berpisah denganku, atau kemungkinan aku akan mati. Aku tau ada hal yang lainnya… Apa?”

“Apa kau benar-benar yakin dengan mengembalikan nyawanya akan membuat semuanya menjadi lebih baik?”

Aku terdian sebentar, “Aku ingin menepati janjiku untuk menyelamatkannya. Aku yakin dengan keinginanku, Tuan Aimster.”

“Dengan memegang jabatan tertinggi di pengadilan, dan menjadi seorang Blanchland yang taat dengan The Law sepanjang hidupku tidak membuatku terlihat seperti orang tidak berperasaan seperti yang selalu kau tuduhkan. Rasanya merawatmu sejak kecil membuat sifat pemberontakmu sedikit menular kepadaku. Aku memang tidak bisa secara langsung berurusan dengan manusia bumi, terlebih kalau harus membantunya. Tapi, aku akan melakukannya melaluimu. Kali ini aku berjanji akan membantumu.”

Aku menyunggingkan seulas senyum. Sepertinya ini kali pertama aku tersenyum kembali setelah sekian lama. “Terima kasih sudah mau membantuku. Aku tau aku bisa mengharapkanmu, Tuan Aimster.” Aku memeluknya dengan erat. “Hidup ataupun mati, aku akan sangat merindukanmu.”

“Walaupun begitu, besok kau tetap harus melalui proses pengadilan. Tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Semoga keberuntungan ada padamu kali ini.” Tuan Aimster pun beranjak. “Aku tidak berharap ini kali terakhirnya aku akan mengucapkan selamat malam kepadamu. Tapi, selamat malam… Istirahatlah.” Lanjut Tuan Aimster sebelum benar-benar pergi.

***

*Author pov

Sinar matahari menembus gorden kamarnya dan menerpa wajahnya yang masih tertidur. Merasa terganggu, JiWon pun berusaha membuka matanya sambil menghalangi sinar mataharinya denga telapak tangannya. Dia pun bangun dan duduk di kasurnya masih dengan selimut yang menyelimuti separuh tubuhnya.

“Hm?” Seketika JiWon membuka matanya lebar-lebar. “Apa yang…..?” Dia menoleh ke segala arah seakan seharusnya dia tidak berada disini sekarang. JiWon meraba-raba lehernya, rasanya masih sangat melekat di benaknya bagaimana tali tambang itu menjerat lehernya. JiWon pun dengan tergesa beranjak dari kasurnya menuju cermin besar di kamarnya. “Tidak mungkin….” Dia masih memegang lehernya dan mendapati tidak ada luka bekas jeratan tali sama sekali.

Masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, JiWon menampar dan mencubit pipinya beberapa kali mulai dengan pelan hingga sekencang-kencangnya untuk memastikan dia tidak sedang bermimpi saat ini. “Aakkhh!” Dia langsung mengelus-elus pipinya yang kini sedikit memerah. “Bagaimana mungkin?” JiWon yang kebingungan hanya bisa bicara dengan bayangannya di cermin.

“Apa yang sebenarnya sudah terjadi? Kenapa aku masih hidup??” JiWon keluar dari kamarnya dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling apartemennya dari ambang pintu kamarnya. Tidak ada siapa-siapa.

***

*JiWon pov

Apa yang mereka lakukan? Kenapa aku bisa kembali hidup? JaeHyun… Dimana dia? Aku kembali ke kamarku untuk mengecek ponselku yang ternyata sudah mati total. Sambil mengisi baterainya aku mengecek daftar panggilan di ponselku. Ibu, 8 kali… Yewon, 12 kali… “JiWon-ah kemana saja kau? Kenapa tidak datang ke kampus?” “JiWon-ah, kau tidak ada di apartemen?” “JiWon-ah apa kau masih belum pulang? Apa yang terjadi denganmu?” Ternyata YeWon juga mencari-cariku beberapa hari ini.

“Yeoboseyo??” Aku memutuskan untuk menelfon Ibu terlebih dahulu, pasti Ibu sangat khawatir.

“Ya! JiWon-ah, apa yang terjadi? Kenapa kau tidak mengangkat telfonmu?? Apa kau baik-baik saja?”

“Maafkan aku, Ibu sudah mengkhawatirkanmu. Hhhhmmm…” Aku berusaha berpikir secepat mungkin untuk memberi alasan kepada Ibu. Aku tidak mungkin mengatakan kalau aku baru saja dihidupkan kembali setelah dihukum mati, kan…

“Apa yang terjadi denganmu??” Tanya Ibu lagi dengan tidak sabaran.

“Aku baik-baik saja. Hhhhmmmm… Beberapa hari lalu ponselku hilang dan baru ditemukan tadi. Baterainya habis, jadi tidak ada yang bisa mengangkat telfon darimu.”

“Kau tidak sedang berbohong kepadaku, bukan??” Ya, aku berbohong, maafkan aku. Aku terpaksa. Ibu bisa terkena serangan jantung kalau aku mengatakan yang sebenarnya. “Bagaimana ponselmu sudah ada ditanganmu tepat di jam biasanya kau baru bangun tidur??” Ya, Tuhan… Kenapa Ibu ingat sekali dengan jam bangun tidurku.

“Itu karena… Karena pagi-pagi buta tadi aku pergi kantor polisi untuk mengecek apa mereka sudah menemukan ponselku atau belum. Ibu… Yang terpenting sekarang aku baik-baik saja. Aku di apartemenku sekarang. Ibu tenang saja. Aku sedang bersiap-siap untuk ke kampus. Aku akan menelfonmu lagi nanti. Kututup ya?” Sebisa mungkin aku mencoba agar Ibu tidak mencurigaiku lebih jauh lagi.

Aku mendengar Ibu baru saja menghela nafas, “baiklah kalau memang benar begitu. Jaga dirimu baik-baik, JiWon-ah.”

Setelah Ibu menutup telfonnya, aku harus mengabari YeWon. Untuk menghindari diriku dari dicurigai oleh YeWon, aku memutuskan untuk mengabarinya lewat pesan singkat saja.

“YeWon-ah. Maafkan aku menghilang beberapa hari ini. Aku pulang ke Jeonju menemui orangtuaku. Ponselku hilang di perjalanan dan baru ditemukana pagi buta tadi. Tidak terjadi apa-apa denganku. Maaf sudah mengkhawatirkanmu.”

Aku meletakkan kembali ponselku. Aku menghela nafas lega kemudian merebahkan tubuhku di kasur. Rasanya sangat aneh. Benar-benar aneh.

***

*JiWon pov

Perutku sekarang terasa sangat lapar. Pagi tadi aku melewatkan sarapan dan langsung pergi ke kampus untuk melaporkan absenku di beberapa mata kuliah. YeWon tentu saja langsung menemuiku untuk memintaku bercerita apa yang sebenarnya terjadi. Dan tentu saja pada akhirnya aku harus berbohong dengannya. Aku hanya tidak ingin orang lain tau dengan apa yang sudah terjadi denganku, terlebih aku takut orang-orang yang kukenal jadi terlibat dengan semua ini.

Sambil menyusuri alun-alun Dongdaemun, aku yang sedang tidak selera untuk makan akhirnya hanya membeli mie instant di supermarket terdekat setidaknya untuk mengisi perutku yang sudah bergumul kelaparan.

Aku memicingkan mataku dari balik kaca supermarket kearah sesuatu yang menarik perhatianku saat aku sedang menyantap mie instantku. Aku buru-buru mengunyah dan menelan mie yang masih ada dimulutku dan tidak menghabiskan sisanya. Aku langsung menyambar tasku lalu keluar dari supermarket dengan tergesa.

Rasanya tidak mungkin… Tapi, apa aku salah lihat? Tidak mungkin pria dengan setelan kemeja putih itu JaeHyun. Kalau itu JaeHyun, dia pasti sudah muncul di apartemenku tadi pagi atau di kampus. Dia tidak bisa dengan bebas bertemu dan bicara dengan manusia bumi. Aku tau itu. Dan juga, sejauh aku memperhatikannya, setelan kemeja bukan gaya berpakaiannya.

Aku menerobos kerumunan orang-orang yang berjalan melawan arah denganku. Aku tidak boleh kehilangan dia disaat seperti ini. Walaupun aku tidak yakin itu dia, tapi aku berharap itu benar-benar JaeHyun. Dia harus menjelaskan apa yang sebenarnya sudah terjadi denganku. Apa yang dia lakukan disana sehingga aku bisa hidup kembali? Atau… Sebenarnya apa yang terjadi padaku di Blanchland itu tidak nyata?

Semakin aku mendekat ke pria itu, justru membuatku semakin yakin kalau itu JaeHyun. Walaupun penampilannya berbeda, aku tau itu dia. Dia baru saja masuk ke sebuah toko pakaian. Aku langsung mengikutinya dan masuk ke toko itu.

Aku terpaku sesaat dan ragu untuk memanggilnya, “JaeHyun-ah…” Aku memanggilnya saat dia sedang melihat-lihat deretan pakaian dan membelakangiku.

“Hm?” Dia langsung menengok dan melihat kearahku. Benar! Dia benar JaeHyun!

Aku sangat senang akhirnya bisa bertemu dengannya lagi. Rasanya aku ingin menangis karena sakin senangnya. Tapi aku berusaha menahan diri untuk tidak menangis, sebaiknya aku tidak membuatnya merasa bersalah lagi karena melihatku menangis didepannya. Aku melebarkan senyumku dan langsung memeluknya dengan erat. Bagaimana tidak, aku tidak melihatnya lagi sejak hari dimana aku ditangkap dan dibawa ke Blanchland dan sekarang aku baru bisa bertemu dengannya. Aku benar-benar mengkhawatirkannya selama aku menghabiskan waktuku di penjara. Apa dia berhasil melarikan diri? Atau justru terbebas dari hukuman??

JaeHyun memegang kedua lenganku yang masih memeluknya dengan erat. Dia melepaskan pelukanku… Melepaskannya……..? Aku bingung dengan apa yang dia lakukan ini. Kenapa dia melepaskannya? Kenapa dia tidak membalas pelukanku? Apa dia tidak senang bertemu kembali denganku?

“Kenapa…? Kenapa kau melepaskannya?”

“Kenapa kau tiba-tiba memelukku?” Tanya dia dengan nada kebingungan. Ini bahkan bukan pertama kalinya aku memeluknya.

“Apa yang salah…? Kau… Kau benar JaeHyun, bukan? Ahn JaeHyun??” Aku bertanya untuk memastikan lagi kalau dia bukan orang yang salah. Dan aku sangat yakin itu JaeHyun. Kenapa dia berusaha berpura-pura disaat seperti ini??

“Benar, aku Ahn JaeHyun…”

“Kenapa raut wajahmu tidak terlihat bahagia sudah bertemu denganku lagi??”

“Maaf, apa seharusnya kita saling mengenal…?” Apa? Apa aku tidak salah mendengar pertanyaannya barusan? Yang benar saja, dia pasti bercanda. Aku tidak akan tinggal diam kalau dia sedang mempermainkanku sekarang.

“Apa kau tidak mengenalku??” Aku berbalik bertanya. “Ini aku, JiWon… Kim JiWon… Ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba kau lupa denganku??”

“Mungkin aku bukan Ahn JaeHyun yang kau maksud. Maafkan aku, tapi aku tidak punya banyak waktu sekarang. Kalau menurutmu seharusnya aku mengenalmu, kau bisa memberitahuku kita pernah bertemu dimana, atau kapan.”

“Apa kau sudah gila, hah?” Mataku mulai berkaca-kaca sambil masih menatapnya dengan tidak percaya. Aku tau mata itu, wajah itu… Itu kau, JaeHyun… Pria dihadapanku sekarang ini tidak mungkin kau yang lainnya. “Kenapa melakukan semua ini kepadaku?? Kalau kau bukan JaeHyun yang aku maksud, lantas dimana JaeHyun yang kumaksud???”

Wajahnya tidak berubah sama sekali, tidak ada tanda-tanda kalau dia mulai mengingatku. Justru sekarang terlihat semakin kebingungan. Dia tidak mungkin baru saja mengalami kecelakaan dan lupa ingatan, setidaknya dia punya kekuatan untuk menghindari itu, kan…

“Maaf, kalau kalian tidak keberatan, kalian bisa menyelesaikan masalah kalian diluar tokoku. Kalian membuat suasana tokoku tidak nyaman.” Kata si pemilik toko yang tiba-tiba saja muncul dan menegur kami.

“Maaf, sudah mengganggumu. Kami akan pergi keluar.” Jawab JaeHyun kepada pemilik toko sambil membungkuk meminta maaf.

Aku menghapus air mataku dengan sembarangan. “Lupakan saja! Aku tau sejak awal semua ini hanya permainan bodohmu! Kenapa kau datang padaku kalau hanya ingin melukaiku??!! Seharusnya sejak awal tidak mempercayaimu dan semua dongengmu itu!” Aku pergi meninggalkannya begitu saja sambil menghapus air mataku yang terus mengalir.

***

*JiWon pov

Aku melihat wajahku dari layar ponselku. Mataku membengkak karena aku terus menangis begitu saja setiap kali nama JaeHyun muncul di kepalaku. Dan dia terus-menerus muncul di pikiranku. Aku tidak beranjak dari sekitar Dongdaemun sejak tadi. Aku memutuskan untuk mengikutinya karena aku masih tidak percaya kalau dia bisa-bisanya melupakanku begitu saja. Aku duduk disebuah café di seberang bar yang tadi JaeHyun datangi. Sekarang sudah hampir jam 11 malam, dia belum keluar dari sana sejak tadi dan membuat keresahanku semakin bertambah. Orang-orang di café melemparkan pandangan heran denganku karena melihatku menangis untuk yang kesekian kalinya.

Kenapa dia bisa menganggapku orang asing?? Kalau dia benar-benar sedang bercanda denganku seharusnya sekarang dia sudah datang dan meminta maaf denganku. Aku sudah tidak tau lagi perbedaan antara kenyataan dan mimpi.

Kenapa membuatku hidup kembali kalau kau hanya ingin menunjukkanku hal semacam ini?? Apa ini hukuman yang kau dapatkan atau hukumanku karena sudah mencintaimu?? Kalau ini caramu untuk mengucapkan selamat tinggal kepadaku dan berpisah denganku selamanya, seharusnya kau membiarkanku mati saja. Agar aku tidak perlu menduga-duga yang buruk terhadapmu. Apa lagi yang bisa kuharapkan kalau memutuskan untuk melepaskan diri dariku? Walaupun kau melupakanku, walaupun aku sangat kecewa dengan apa yang sudah kau lakukan kepadaku, aku tidak bisa membantah kalau aku tetap mencintaimu.

***

Aku kembali menghapus air mataku untuk yang kesekian kalinya. Aku masih belum beranjak dari café dan menunggu JaeHyun keluar dari bar itu. Aku meneguk kopi yang sudah mendingin dari cangkirku. Ini cangkir kelima, dan rasanya aku tidak akan bisa tidur sampai besok.

Sebelum aku benar-benar tidak bisa bertemu dengannya lagi, dan sebelum aku pergi dari sini, setidaknya aku ingin melihatnya untuk yang terakhir kalinya.

“Uuhhukkk! Uhhhuukkk!!” Aku tersedak saat meneguk kembali kopiku dan melihat JaeHyun akhirnya keluar dari bar.

Dia keluar sambil berjalan dengan sedikit sempoyongan. Dia mabuk… Benar-benar bukan sifatnya. Atau memang dia sering mabuk dan hanya saja aku tidak mengetahuinya? Temannya yang berjalan bersamanya merangkulnya untuk memapahnya. Aku keluar dari café untuk melihatnya dengan lebih jelas.

Dari seberang jalan aku menyipitkan mataku untuk memastikan sesuatu. Orang-orang yang berlalu-lalang sungguh mengganggu pandanganku saat ini. Tiba-tiba saja orang yang merangkul JaeHyun menangkapku sedang memperhatikan mereka. Deg! Dia menyunggingkan senyum kearahku sambil berjalan bersama JaeHyun yang masih terlihat setengah sadar menyebrangi jalan dan akan menuju kearahku. JoonYoung…

Aku hanya bisa berdiri membeku sembari mereka berjalan melewatiku begitu saja dari belakang. Aku bisa merasakan JaeHyun menyenggol tas punggungku yang membuatku merinding sesaat. Aku tidak sanggup untuk melihatnya. Bagaimana bisa mereka berdua…?

Saat mereka sudah berjalan cukup jauh, aku menoleh kearah mereka pergi, secara bersamaan JoonYoung ikut menoleh kebelakang, kearahku. Dia kembali melemparkan senyuman iblisnya itu kearahku. Aku tau dari senyumannya itu dia mengumumkan kalau permainannya berjalan kemudian berakhir sesuai dengan keinginannya. 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK