*JaeHyun pov
Waktu baru menunjukkan pukul 4 pagi, Aku sepertinya tidak bisa tidur dengan nyenyak karena terus memikirkan kejadian kemarin di kampus. Akhirnya aku bangun dan duduk kemudian meregangkan otot-ototku. Dengan malas aku berusaha membuka mataku.
“Hm?” Aku melihat sesuatu yang tergeletak di meja ruang tamu dan mengambilnya.
“Kau belum lupa cara pulang ke Blanchland, kan?”
“Greyvond…” Dengan tergesa aku beranjak dari sana dan membuka kamar JiWon.
“Sial…” JiWon tidak ada di kamarnya, alat penyegar ruangan di kamarnya mengeluarkan uap berwarna gelap. “Jadi itu yang direncanakan.”
Aku kembali ke ruang tamu dan menyambar mantelku dengan buru-buru kemudian segera pergi dari sana. Jadi cara murahan itu yang mereka lakukan untuk membawanya pergi. Walaupun aku menyuruhnya untuk jangan takut, tapi sekarang pasti dia sedang sangat ketakutan disana.
***
*Author pov (Blanchland)
Vander memasuki aula utama Lord’s Mansion beserta JiWon yang diseret oleh dua orang penjaga dengan tangan terborgol.
“Lord Walden, aku membawa manusia bumi yang selama ini kita cari.”
Lord Walden melihat sekilas kearah JiWon. “Penjarakan dia di bawah tanah, seharusnya kau sudah tau. Untuk apa kau menunjukkannya padaku.”
“Baik, Lord Walden.” Vander menunduk memberi hormat, “Bawa dia.” Kemudian memerintahkan para penjaga untuk membawa pergi JiWon dari sana dan ikut meninggalkan aula utama.
Lord Walden beralih ke tangan kanannya yang berdiri disampingnya, “Umumkan kepada para petinggi dan warga sipil… Besok akan diadakan upacara pengorbanan.”
“Baik, Lord Walden. Aku akan segera memerintahkan para pekerja untuk menyiapkan semuanya.”
***
Terrowin tertahan di gerbang utama saat akan memasuki Lord’s Mansion. Gerbang yang biasanya terbuka otomatis saat dia datang, kini sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan terbuka.
Dari kejauhan Terrowin melihat 2 mobil yang datang kearah Lord’s Mansion secara bersamaan. Mobil itu berhenti tepat didepannya.
“Akhirnya kau datang untuk menyerahkan diri, Terrowin.” Vander turun dari mobilnya diikuti oleh BlackGuard lainnya.
“Aku tidak datang untuk menyerahkan diri. Kalian jangan berani melakukan apapun kepada JiWon.”
“Aku tidak ada urusan dengannya. Aku hanya menjalankan perintah dan kewajibanku.” Vander kemudian memberi tanda kepada BlackGuard-nya untuk menangkap Terrowin dan membawanya ke mobil.
“Kau bisa mengambil posisiku sebagai Law Holder, tapi kau tidak berhak mengambil dia dariku!”
“Besok upacara pengorbannya, Terrowin. Kesempatan apa yang kau miliki saat ini untuk menyelamatkannya?”
Terrowin hanya bisa terdiam setelah mendengar apa yang dikatakan Vander, sementara para BlackGuard menyeretnya masuk ke mobil.
***
*JiWon pov
Penjara ini jauh lebih buruk dari yang kubayangkan. Aku hanya bisa duduk beralaskan lantai batu yang dingin dan penuh dengan debu. Tidak ada apapun didalam ruangan ini kecuali meja kecil yang terdapat piring berisi sepotong roti yang terlihat dibuat asal-asalan dan segelas air. Penerangan ruang ini juga hanya mengandalkan sebatang obor yang mungkin saja mati di tengah malam nanti.
“Dia tidak akan berubah menjadi sepotong ayam dengan memandanginya seperti itu.” Tiba-tiba saja aku mendengar suara yang sepertinya ada di dekatku.
Akupun mengambil obor itu dan mengedarkannya di dekat pintu penjaraku. Samar samar dari sel penjara didepanku yang nampak gelap aku melihat siluet tubuh seseorang yang sedang duduk bersandar.
“Oborku mati semalam. Maaf membuatmu terkejut.” Katanya lagi.
Wanita itu nampak lemas dan sepertinya sudah cukup lama dipenjara disini. “Kau siapa?”
“Kau pasti orang yang Terrowin maksud… Aku Emery.”
“Kau… Mengenalku?”
“Aku tidak mengenalmu. Terrowin pernah menunjukkan wajah yang mirip dengan wajahmu saat datang menemuiku.”
“Apa yang kau lakukan sehingga bisa dipenjara seperti ini?”
“Aku tidak lama lagi akan meninggalkan tempat ini. Aku membantu Terrowin melarikan diri ke bumi. Untuk bertemu denganmu. Katanya dia harus bertemu denganmu. Dia tau walaupun kau bukan seorang Blanchland tapi dia ingin kau menjadi masa depannya. Untuk itu dia memintaku membantunya.”
“Kenapa kau mau membantunya kalau tau kau akan berakhir di penjara seperti ini?”
“Entahlah… Apa dia menggunakan kekuatannya saat itu untuk mempengaruhiku. Tapi aku tau tujuannya baik dan dia sungguh-sungguh dengan keinginannya itu. Aku tidak mengerti… Banyak wanita disini yang dapat menarik perhatiannya, tapi manusia bumi… Dia lebih memilih wanita bumi.”
Aku meletakkan kembali obor yang sedari tadi kupegang. Aku memandangi cahaya bulan yang masuk dari fentilasi penjara yang sangat kecil. Apa yang sedang dia lakukan saat ini? Aku tidak ingin berada disini. Aku ingin bertemu dengamu. Tempat ini terlalu menyeramkan untukku. Sesekali aku hanya bisa mendengar lolongan anjing. Akupun meringkuk di pojok ruangan sambil memeluk kedua lututku.
***
*Author pov
Malamnya Tuan Aimster mengunjungi Terrowin di sel tahanannya. Penjaga yang mengantarkan Tuan Aimster membukakan pintu selnya dan menguncinya kembali saat Tuan Aimster sudah masuk. Terrowin tidak menanggapi ketadatangan Tuan Aimster dan sejak tadi hanya duduk bersadar dan menatap kosong kearah dinding ruangan.
Tuan Aimster menarik meja kecil dari sudut ruangan dan mendudukinya sedangkan Terrowin masih tidak berkutik.
“Besok adalah…”
“Hari upacara pengorbanan…” Dengan masih menatap kosong ke dinding Terrowin akhirnya bicara. “Aku sudah mengetahuinya.”
“Bagaimanapun juga kau harus menghadapinya…”
“Kau yang akan melakukannya nanti. Aku gagal… Semuanya sia-sia.”
“Kalau saja kau mendengarkanku sejak awal.”
“Kau akan mengambil nyawa seseorang yang kucintai. Dia masih memiliki keluarga di bumi, apa yang akan kau lakukan dengan itu? Apa kalian semua tidak memikirkannya?”
“Kita tidak memikirkan apa yang akan terjadi dengan manusia bumi disana. Kami orang Blanchland, kau orang Blanchland, upacara itu untuk menyelamatkan tempat tinggal kita, bukan bumi. Upacara pengorbanan itu akan terjadi. Apa hal itu cukup asing bagimu selama kau hidup disini? Kenapa kau melakukannya sejak awal kalau kau sadar dengan konsekuensinya?”
“Tuan Aimster… Kalau kedatanganmu hanya untuk memperburuk suasana hatiku, lebih baik kau tinggalkan aku sekarang.”
“Walaupun aku tidak pernah berkeluarga, aku tau bagaimana rasanya kehilangan orang yang kau cintai.”
“Kau tidak akan pernah memahaminya, Tuan Aimster. Tidak ada hukum seperti ini kalau kau memahaminya. Kenapa menghukum orang yang saling mencintai?”
“Kau tidak ingin akhirnya seperti ini, kau masih memiliki kesempatan untuk mengubahnya.”
“Jangan memberikanku harapan lagi, Tuan Aimster. Aku tidak pernah merasa ada keinginan darimu untuk membantuku.”
“Bukan aku. Para Dewa belum memutuskan, menurutku itu merupakan sebuah tanda. Berdoalah… Itu satu-satunya pilihan untukmu saat ini.” Tuan Aimster menepuk pundak Terrowin sekilas kemudian pergi meninggalkannya saat penjaga sudah membukakan pintu untuknya. “Tidak ada cinta yang sia-sia... Semuanya akan menemukan jalan…” Tambahnya sebelum benar-benar pergi dari sana.
Di malam yang sama, Emery menghadapi pengadilan dan dijatuhi hukuman mati. Terrowin pun tidak sengaja mendengar kabar itu dari penjaga yang berbincang di depan sel tahanannya. Mendengarnya membuat hatinya semakin gelisah memikirkan apa yang akan terjadi dengan JiWon besok. Di sisi lain, JiWon semakin tidak tenang karena merasa bahwa besok adalah akhir untuk semuanya dan tidak akan ada harapan lagi.
“Blanchland sangat asing baginya. JiWon baru pertama kali mengalami semua ini dalam hidupnya. Aku bahkan tidak mempu melakukan apapun disaat seperti ini. Kenapa Lord Walden terlalu cepat menentukannya…? Tuan Aimster tidak benar-benar bisa membantu. Aku terlalu bodoh menjanjikan hal yang pada akhirnya tidak bisa kupenuhi juga.”
***
Tuan Aimster bersujud di depan sebuah altar, meletakkan tangan kanannya diatas The Law dan tangan kirinya di dadanya kemudian memejamkan matanya sambil menunduk. Setelah mengucapkan beberapa kalimat dengan bahasa asing, Tuan Aimster terdiam cukup lama sebelum kembali membuka matanya dan menutup The Law.
“Oh? Apa kau sudah sejak tadi disana?” Tanya Tuan Aimster begitu berbalik dan mendapati Vander berada di ruangan yang sama.
“Maaf mengganggumu, Tuan. Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”
“Duduklah.”
“Greyvond sudah membantuku dalam penangkapan Terrowin dan kekasihnya. Tapi, walaupun begitu apa kau benar-benar akan membebaskannya begitu saja? Tidak ada yang bisa menjamin dia tidak akan membuat kekacauan lagi di Blanchland kalau kau membebaskannya. Dia tetap saja seorang kriminal.”
“Itu hanya pembebasan dari satu hukumannya. Kasus pembunuhan keluarga Ford olehnya belum selesai. Lordas sudah mengakui di depan The Law bahwa Greyvond terlibat didalamnya. Greyvond pergi ke bumi untuk menebus satu kesalahannya, dia kembali kesini dan akan menebus yang lainnya. Greyvond terlalu haus dengan kebebasan. Dia tidak pernah memahami hukum. Walaupun dia anak angkat Lord Walden, dia tidak cukup memahami The Law.
“Lalu untuk upacara pengorbanan besok… Apa kau sudah mendapatkan jawabannya? Walaupun semuanya sudah dipersiapkan untuk besok, tapi belum ada kejelasan mengenai keputusan Para Dewa. Semua orang masih menunggu.”
“Menurut pandanganku, perasaan mereka berdua terlalu tulus untuk dipisahkan. Yang kusesalkan kenapa harus dengan manusia bumi? Terrowin seorang Law Holder yang terkadang memiliki pemikiran sendiri namun… Sulit mencegahnya untuk melakukan apa yang dia inginkan. Termasuk wanita mana yang akan menjadi pasangan hidupnya walaupun ada aturan yang sudah jelas di depan mata. Aku berusaha semampuku, apabila Blanchland hancur, begitupun dengan Terrowin. Terkadang kau harus membiarkan sesuatu yang sangat melekat denganmu untuk pergi demi menghidari sesuatu yang lebih besar yang akan mengancamu. Walaupun artinya itu adalah melepas pergi orang yang kau sayangi.” Tuan Aimster beranjak ke altarnya lagi, “Aku akan berada disini sepanjang malam ini untuk mendengar keputusan. Kalau tidak ada lagi yang ingin kau bicarakan, kau boleh meninggalkanku sekarang.”