Novel yang dibelikan Jungkook untukmu masih terbungkus rapi oleh plastik setelah beberapa hari kamu mendapatkannya. Kamu tidak berani, tidak sanggup membukanya. Kamu lupa jika kamu menginginkannya sejak berbulan-bulan lalu, membuatmu masih harus menyisihkan uang hingga saat ini untuk bisa membelinya.
Novel yang katanya berakhir bahagia ini mungkin tidak bisa mengalahkan kebahagiaanmu ketika ingat siapa yang memberikan novel ini untukmu. Novel yang berakhir bahagia ini kalah dengan sosok Jungkook yang berhasil membuatmu merasa bahagia lebih dahulu sebelum membaca novel tersebut.
Jeon Jungkook selalu mengisi pikiranmu, selalu mengisi otakmu, membuatmu tersenyum sendiri jika mengingat sosoknya. Hanya dia yang ada di pikiranmu, hanya suaranya yang kini menjadi alunan musik di telingamu, hanya bayangannya yang membuatmu tidak ingin kembali ke dunia nyata hingga terus melamun dan hanya dia detak jantung yang tetap membuatmu merasa lebih hidup.
Begitu juga Jungkook. Tiap kali dia membuat lagu, hanya kamu yang jadi inspirasinya. Kamulah yang ada di pikirannya ketika dia hendak tidur dan ketika dia kembali bangun di pagi hari. Kamu adalah alasan utama kenapa sebuah senyum selalu tergaris di bibirnya, kamulah alasan kenapa dia bisa berlama-lama larut dalam dunia imajinasinya. Ketika dia bernyanyi sambil memainkan piano di rumahnya, dia bisa tersenyum sendiri seolah kamu ada di dekatnya dan melihatnya bernyanyi untukmu. Hanya tawa dan suara halusmu yang mengalun di telinganya dan hanya senyummu yang mampu mengobati tiap luka ketika dia merindukanmu.
****
“Sudah sampai mana?” tanya Taehyung ketika dia menemui Jungkook yang sudah menemuinya di depan gerbang sekolah sepulang sekolah sore ini.
Jungkook menatapnya. “Sampai mana apanya?”
“Isssh! Kau sama saja seperti dia, suka pura-pura tidak tahu!” Taehyung mencubit pinggang Jungkook.
“Ssssh!” Jungkook dengan senyum malunya memintanya diam. Kemudian dia menoleh ke sana kemari, mencarimu. “Mana ___ ?”
“Sedang latihan menyanyi,” jawab Taehyung.
Jungkook melebarkan kedua matanya. “Menyanyi?
Taehyung mengangguk.
“Dia bisa menyanyi?”
“Jika dia tidak bisa, untuk apa dia ikut paduan suara di sekolah dan jadi lead vocal?”
“Antar aku untuk melihatnya latihan!” Jungkook memegang lengan Taehyung.
“Kau yakin? Dia tidak suka dilihat olehku apalagi kamu. Aku yang sahabatnya saja tidak dibolehkan untuk melihatnya menyanyi,” ujar Taehyung. “Lagipula sebentar lagi latihannya juga selesai, kamu bisa, kan menunggu sebentar lagi.”
“Kumohon, kumohon,” Jungkook mulai menunjukkan aegyo-nya, membuat Taehyung merasa jijik dibuatnya.
“Hentikan! Hentikan!” Taehyung meremas wajah Jungkook. “Jijik! Menjijikkan!”
“Antar aku, ya? Ya?”
Taehyung mendengus. “Baik! Oke! Oke!” jawabnya. “Berhubung kamu itu calon pacarnya, jadi aku bolehkan.”
“Yes!” Jungkook melompat kegirangan sementara Taehyung menatapnya datar sebelum akhirnya ia diseret masuk ke dalam gedung sekolah.
Taehyung dan Jungkook sampai di depan pintu auditorium. Mereka mengintipmu dari pintu jendela dan pipi Jungkook berubah merah merona ketika melihatmu menyanyi di atas panggung dengan suara indahmu. Selalu menjadi impiannya untuk jatuh cinta dengan seorang gadis yang bisa menyanyi dan sepertinya impian sederhananya terwujud.
Kemudian mereka masuk ke dalam dan diam-diam duduk di kursi penonton. Taehyung dan Jungkook tersenyum lebar ketika melihatmu menyanyi. Kamu tersenyum bangga ketika beberapa adik kelas yang ikut tim paduan sura bertepuk tangan. Kamu menarik nafas dan bersiap menyanyikan lagu kedua.
“Eh? Ini, kan lagu kesukaanmu!” ujar Taehyung ketika kamu mulai bernyanyi.
Jungkook tersenyum dan mengangguk.
neoui nun ko ip
nal manjideon ne songil
jageun sontopkkaji da
yeojeonhi neol neukkil su itjiman
kkeojin bulkkoccheoreom
tadeureogabeorin
uri sarang modu da
neomu apeujiman ijen neol chueogira bureulge
Iya, kamu menyanyikan Eyes, Nose, Lips dari Taeyang dan ini adalah lagu favorit Jungkook. Tatapan Jungkook tidak pernah terlepas untuk memandangmu, dengan senyuman dan mungkin jantung yang terus menerus berdebar, dia terus memandangmu, mendengarkan suaramu. Kemudian dia bertepuk tangan kecil ketika kamu selesai menyanyi dan sisi fanboy Jungkook dan Taehyung keluar ketika kamu berhasil menyanyikan nada tinggi, mereka memekik, saling mencubit dan merasa gemas. “Kita harus keluar!” bisik Taehyung kemudian begitu sadar jika kamu sudah mengambil tasmu, menandakan latihan sudah selesai. “Cepat! Cepat!”
Disertai cekikian, Taehyung dan Jungkook buru-buru keluar dari auditorium ketika jarak kalian mulai dekat. Untung saja mereka berhasil keluar dan berdiri di depan pintu auditorium, berpura-pura menunggumu.
“Annyeong!” sapa keduanya begitu kamu keluar.
“Oh? Annyeong!” kamu tersenyum membalas sapaan mereka. “Sudah lama di sini? Kalian menungguku?”
“Tidak, baru saja, kok. Tentu saja kami menunggumu,” jawab Taehyung.
“Oh,” ujarmu, tenggelam dalam kebohongan manis mereka lalu kalian mulai berjalan keluar dari daerah sekolah.
“Kalian sudah makan?” tanya Jungkook.
Taehyung dan kamu menggeleng. “Oh! Aku akan belikan makanan untuk kita, di dekat sini ada rice bento yang lumayan enak, baru kemarin aku mencobanya,” sahut Taehyung kemudian. “Mau kubelikan?”
“Boleh,” jawabmu mewakili Jungkook.
“Oke! Kalian tunggu di sini, aku akan belikan makanan untuk kalian,” jawab Taehyung.
“Kami ikut!” Jungkook berkata.
“Tidak usah, antriannya panjang sekali,” jawab Taehyung. “Tunggu di sini. Oke?”
Kamu dan Jungkook pun mencari tempat duduk di pinggir jalan sementara Taehyung melesat pergi membelikan makanan untuk kalian. Selama beberapa menit, kalian duduk tanpa mengobrol satu kata pun sampai kamu bersenandung dan menarik perhatian Jungkook. Perlahan dia tersenyum ketika teringat sesuatu.
Jungkook mulai bernyanyi,
neoui nun ko ip
nal manjideon ne songil
jageun sontopkkaji da
yeojeonhi neol neukkil su itjiman
kkeojin bulkkoccheoreom
tadeureogabeorin
uri sarang modu da
neomu apeujiman ijen neol chueogira bureulge
Suaranya mencuri perhatianmu. “Suaramu bagus sekali,” kamu tersenyum memuji.
“Kamu juga.”
Kamu langsung menatapnya. “Apa?”
“Iya, suaramu juga bagus.”
“Ka-kapan kamu mendengarku menyanyi?”
“Tadi sewaktu kamu latihan menyanyi di auditorium.”
Kamu terdiam selama beberapa saat, sementara dia tetap tersenyum dan mengangkat salah satu alisnya, membuatm berdebar. Kamu mencubit lengannya begitu sadar dengan ucapannya. “Kamu mengintipku?” kamu menahan malu.
“Yah!” dia berseru di sela tawanya. “ ‘mengintip’ itu konotasinya buruk!”
“Aku tidak peduli, kamu tadi mengintipku bernyanyi?”
Jungkook mengangguk. “Apa aku salah?”
“Salah karena kamu tidak meminta izin dari aku!”
Jungkook tersenyum lebar. “Oke, mulai sekarang aku minta izin untuk mendengarkanmu menyanyi,” dia berkata. “Boleh?”
Kamu hanya tersenyum malu sambil menatapnya.
“Aku sudah minta izin, nih,” Jungkook menyikut lenganmu malu-malu. “Masa izinku tidak diterima.”
“Oke, oke,” kamu menjawab. “Fine, kamu boleh mendengarku menyanyi.”
Jungkook tertawa sambil bertepuk tangan kecil. “Berarti aku bisa mendengarmu bernyanyi setelah kitaaaa…”
“Setelah kita apa?” kamu menoleh ke arahnya.
“Setelah kitaaaa…” Jungkook menggodamu.
Kamu tertawa gemas sekaligus malu dibuatnya. “Jeon Jungkook!” kamu memekik sambil mendorongnya sementara Jungkook tertawa.
“Hei! Hei!” suara Taehyung tiba-tiba terdengar dari samping.
Kalian menoleh dan melihat Taehyung membawa tiga bungkus rice bento yang masih panas di tangannya. “Se-lapar itukah kamu sampai kamu ingin memakan Jungkook?” dia bercanda.
Kamu tertawa sambil berjalan ke arahnya dan mengambil bungkus makanan darinya. “Gomawo, Taetae,” ucapmu setelah memberi satu bungkus lainnya untuk Jungkook.
“Dia sudah tahu kalau kita mengintipnya menyanyi?” Taehyung bertanya jahil.
Jungkook terkekeh. “Sudah.”
“Lalu?”
“Dia malu setengah mati.”
Kedua namja ini terkekeh sementara kamu tetap memakan bento panas di tanganmu, menahan malu. “Diam kalian.”
Malam sudah tiba, jam menunjukkan pukul tengah malam dan Jeon Jungkook belum tidur. Dia duduk di meja tulisnya dan bersiap untuk menulis. Untuk pertama kalinya, dia tidak menulis lirik lagu seperti yang dia lakukan sebagai hobinya.
Dia membuka buku tulis ber-cover tebal dengan hiasan bintang laut di atasnya dan mengambil pulpen, mulai menulis. “Pada suatu ketika…”