Mimpikah semalam? Rasanya begitu menyenangkan sekali aku bisa berbincang dengannya. Aku yang sebelumnya belum merasakan hal seperti ini dengan namjachinguku sendiri.
Bagaimana kabarnya ya? Aku sudah lama tidak mendapatkan pesan maupun telpon darinya. Rasanya hampa sekali meski aku berstatus ‘relationship’ di sosmedku, tapi nyatanya kami seperti sudah lost contact. Bahkan aku takut merasakan kebosanan dengannya.
Lee Jinki, tolong aku…
*****
Bel pelajaran pertama telah di mulai. Setiap siswa diminta untuk pergi ke laboratorium untuk mengikuti pelajaran sains dengan bimbingan Ibu Kim Taeyon.
Seperti yang sudah diberitahukan minggu lalu, kali ini kelas 2-2 akan melakukan praktek penggolongan darah. Masing-masing siswa diminta berkumpul dengan kelompoknya masing-masing. Dari jumlah 30 orang siswa, makan terbentuklah 6 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang. Rupanya kali ini Myungsoo berada di kelompok yang sama dengan Saeron.
Karena kecemburuannya, Yoojung yang merasa dirinya tidak diadili dengan keadaan akhirnya melakukan protes.
“Bu guru, bolehkan aku meminta bertukar kelompok bu? Aku mau bertukar dengan Saeron, Bu.”
“Begitu? Kenapa?” Tanya Ibu Kim heran.
“Keunyang… aku ingin sekelompok dengan Myungsoo…” jawab Yoojung manja. Akibat ulahnya ia pun mendapatkan sorakan dari seluruh temannya.
Sementara Saeron yang merasa tak enak dengan Yoojung menyatakan permintaan maafnya dengan gerak bibir yang bisa dibaca Yoojung dengan jelas maksud dari sahabatnya itu.
“Tetaplah di kelompokmu, Yoojung-ah! Atau nanti Honghyuk akan sedih kehilanganmu.” Goda Ibu Kim pada Yoojung.
“Ah~ Ibu…” rengek Yoojung.
“Kunogon tetaplah di sini bersamaku, Jungie-ah, eoh?!” Pinta Jonghyuk.
“Mwo? Jangan panggil aku seperti itu! Kupingku gatal mendengarnya.” Protes Yoojung sambil mengibaskan rambut panjangnya yang lurus. Kelas pun menjadi riuh dengan tawa karena aksi cinya sebelah tangan Jonghyuk dengan Yoojung.
“Sudah, sudah, cukup bercandanya. Ayo kita mulai prakteknya. Kita sudah kehilangan cukup banyak waktu.”
“Ne….” respond seluruh murid di ruangan serempak terkecuali Myungsoo tentunya. Meski wajahnya sangat ramai dibicarakan siswi di sekolahnya, tapi suaranya nyaris tak pernah terdengar. Meski tak menjawab dengan mulutnya tapi ia tetap melakukan yang dipentintahkan oleh Ibu Kim.
Kelompok 2 adalah kelompok Sohyun dan Sungmin. Ia dan keempat temannya bertugas untuk mengetahui golongan darah B. Untuk kelompok 1 yaitu kelompok yang terdiri dari Yoojung dan Jonghyuk serta ketiga temannya yang lain bertugas memeriksa golongan darah A. Sementara di kelompok 3 ada Myungsoo dan Saeron juga ketiga partenernya bertugas memeriksa golongan darah AB. Sedangkan kedua kelompok yang lain masing-masing mendapatkan tugas untuk mengetahui golongan darah AB dan mencari rhesus dari hasil tiap kelompok yang lain.
Langkah demi langkah telah dilakukan sesuai dengan petunjuk & instruksi yang diberikan oleh Guru Kim. Praktek yang berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam itu pun akhirnya diakhiri dengan presentasi yang diberikan oleh masing-masing ketua kelompoknya berdasarkan kesimpulan yang mereka dapatkan dari praktek tersebut.
“Baiklah, kalian memang luar biasa. Ibu bangga sekali dengan kalian. Kini kalian sudah mengerti bagaimana cara mengetahui golongan darah dan mencari rhesus dari tiap sampel darah. Kim Sohyun, kau ketua kelas 2-2 kurochi?”
“Ne, seosangnim.” Sahut Sohyun dengan sigap.
“Kalau begitu tolong satukan hasil praktek hari ini, kemudian fotocopy hasil dari tiap kelompok dan perbanyak. Pastikan teman-temanmu mendapatkan salinannya. Mengerti?”
“Ne, aegisumnida!”
“Good! Kita akhiri pertemuan kita hari ini. Pesan ibu pertahankan nilai-nilai kalian. Pastikan agar Ibu tidak akan bertemu kalian lagi setelah ujian smester nanti. Kalian tidak ingin liburan musim panas kalian diisi dengan remidial bukan?”
Guru kim pun pergi meninggalkan laboratorium disusul seluruh murid kepas 2-2 yang baru saja menggunakan ruangannya.
“Hah… semoga aku tidak mengikuti kelas musim panas itu.” Keluh Yoojung.
“Hihihi… jangan sampai lah. Meskipun kau sahabatku, aku tak akan sesetia itu menemanimu, Jungie-ah.” Ejek Saeron.
“Ya, Kim Saeron!” Teriak Yoojung kesal.
“Hahaha… kalian ini.” Sambung Sohyun.
“Ngomong-ngomong kau liburan kemana nanti, Hyunie-ah?” Tanya Yoojung mengangkat topik pembicaraan baru.
“Na? Naega? Ah… jangankan liburan. Yang ada bosku malah memberikan jam lembur karena saat liburan adalah saatnya pelanggan ramai berdatangan. Apa kau tak tahu itu?” Timpal Sohyun setengah mengeluh.
“Jeongmalyo? Wah… daebak! Kau benar-benar ratu kerja paruh waktu, Kim Sohyun!” Ucap Saeron memberikan sahabatnya Pujian setengah mengejek. Tak lupa ia pun mengacungkan kedua jempolnya. Ia pun bergegas berlari setelah melihat tatapan halilintar Sohyun yang diberikan padanya.
“Ya, Kim Saeron! Kidaryo!” Sohyun turut berlari mengejar Saeron. Sedangkan Yoojung tertawa geli melihat aksi kedua sahabatnya itu. Tak ingin ketinggalan, ia berlari mengejar Sohyun dan Saeron.
Tanpa sepengetahuan trio Kim, rupanya ada seorang tuan Kim lain yang nampaknya sejak tadi mendengarkan obrolan mereka. Tepat di belakang mereka Myungsoo berjalan. Ia berjalan beriringan dengan Sungmin, teman sebangkunya yang paling setia menemaninya. Ia seperti sosok pengganti Sungyeol saat Myungsoo lepas dari iringannya.
******
Di ruang guru..
“Cheoeumieosseo geutorog nal ddeollige han sarameun neobbunijanha …
Nuguboda deo sarang sereobdeon niga wae naegeseo ddeonagattneunji …
Oneul babochoereom geu jarie seo ittneun geoya…”
Lantunan lagu At Gwanghwamun yang dinyanyikan oleh Guru Cho sangat merdu terdengar dari dalam ruang guru. Meski banyak guru-guru lain di sana dan pastinya mendengarkannya, beliau tetap melakukannya dengan percaya diri. Namun di tengah-tengah syair, nyanyiannya tiba-tiba saja terhenti akibat ulah jahil salah satu guru.
Ploookk!
“Aaaawww….” teriak Guru Cho yang merasa kesakitan karena pukulan Guru Kim yang mendarat mulus di kepalanya.
“Ya! Nuguseo?” Tanyanya sembari menoleh ke sumber masalah. Pantas saja sakit, rupanya Guru Kim memululnya dengan gulungan buku absen. Sepertinya dia memang sengaja melakukannya, pikirnya.
“Seonbae? Igemwoya? Appo~” protes Guru Kim seraya mengelus-elus ubun-ubunnya yang lumayan terasa nyut-nyutan.
“Wae? Kau bukan penyanyi, eoh? Ya, Kyuhyun-ssi. Jangan menyanyi di sekolah! Terutama di ruang guru. Terlebih saat ada aku, eoh?!” Timpal Guru Kim.
“Waegure? Ah… arratta! Kau masih kecewa karena gagal audisi di salah satu rumah produksi tempo lalu eoh, Taeyon-ssi?” Sindiran yang pas kena di hati itu semakin membuat geram Guru Kim.
“Mwo? Neo…”
Kali ini pukulan tangan kecil Guru Kim menghantam tubuh Guru Cho secara bertubi-tubi. Karena tak ada jalan untuk kabur, guru Cho pun menerimanya tanpa penolakan.
“Ampun Noona… Appoo…” rengek guru Cho.
Hufth… hufth…
Endusan garang guru Kim yang berhasil terpancing oleh guru Cho membuat dirinya menjadi bahan tawa bagi guru-guru yang lain. Seisi ruangan pun menjadi riuh dengan gelak tawa.
“Ya, Taeyon-ssi? Jangan seperti itu pada juniormu. Kasihan dia.” Kata salah satu guru.
“Benar. Tidak mungkin kan kau merasa tersaingi dengannya, eoh?” Tambah yang lain ikut menggoda Guru Kim.
“Hah… kalian?” Pekik Guru Kim mulai gusar.
“Benarkah itu, Noona? Kau merasa iri padaku?” Tanya guru Cho kali ini dengan memasang wajah memelas.
“Oh… geumhanhae…” serius, kini wajah Guru Kim benar-benar berhasil dibuat kesal. Beliau uang tak kuasa menahan malu bergegas pegi melariakan diri. Bahkan suara tawa pun masih mengiringi kepergiannya.
“Hah… lihatlah Noona. Betapa kami sangat menyayangimu. Hmm…” desir Guru Cho sambil sesekali menggelengkan kepala dan terkekeh sendiri.
*****
“Aku sudah bersiap memasuki kelas. Sebentar lagi aku akan menuju kelas dimana L berada.”
Seuntai kalimat yang akan menjadi sumber dari pesan berantai pengirim selanjutnya. Sebuah informan penting sekaligus alat yang digunakan IU untuk menyetir tindak tanduk seorang Kim Myungsoo. Yang dengan tingkat 90% dapat dipastikan bahwa rencananya akan berjalan mulus jika faktor 10% darinya tak akan menghalanginya.
“Bagus. Kini giliranku.” Gumam IU yang saat ini tengah berada di tengah-tengah jam pelajaran. Tanpa ada rasa khawatir sedikitpun akan menimbulkan masalah, ia tetap menggunakan handphonenya dengan cueknya.
“Oppa, aku memang tidak bisa bersamamu saat ini. Tapi seperti dirimu yang membutuhkan Sungyeol Oppa, aku pun membutuhkan bantuan orang kepercayaanku. Ya, Mijoo akan bersedia melakukannya untukku. Tolong biarkan dia tinggal bersamamu, arrachi?”
“OK! Send…”
Sementara jauh di sana sang penerima pesan sudahlah pasti terkejut bukan main.
Sambil menunggu kedatangan guru mata pelajaran pertama, keadaan kelas 2-2 masih sangat ramai dengan perbincangan asyik murid-muridnya. Namun keadaan berubah hening seketika saat Guru Cho memasuki ruang kelas.
Seluruh murid merasa heran dengan kedatangan sang wali kelas. Karena yang seharusnya mengisi jam pelajaran pertama adalah guru lain.
Kedatangan Guru Cho bukanlah tanpa maksud. Beliau memang telah membawa kejutan bagi para muridnya.
Guru Cho memulai pembicaraan setelah Sohyun selesai menyiapkan posisi seluruh murid.
“Perhatian! Beri hormat!”
“Selamat pagi!” Sapa seisi kelas seraya membungkukkan badannya yang sedang dalam posisi duduk.
“Perhatian! Hari ini Bapak akan membawakan teman baru untuk kalian. Mulai hari ini dia akan belajar di kelas ini bersama dengan kalian. Ah… untuk para namja yang kesepian, berlombalah merebut hatinya. Karena aku membawakan yeoja cantik untuk kalian.”
“Woah~” sambutan gemuruh dari para murid laki-laki sebagai rasa suka cita atas perkataan sang wali kelas.
Rupanya hanya seorang namja saja yang tak bergeming sedikitpun, yaitu Kim Myungsoo. Dia justu mengalihkan perhatiannya dari sang wali kelas dan menenggelamkan wajahnya antara lengan dan sisi dinding kelas.
Namun tak berapa lama emosi lain mulai muncul darinya setelah ia membaca pesan singkat yang diterimanya dari IU.
“Oppa, aku memang tidak bisa bersamamu saat ini. Tapi seperti dirimu yang membutuhkan Sungyeol Oppa, aku pun membutuhkan bantuan orang kepercayaanku. Ya, Mijoo akan bersedia melakukannya untukku. Tolong biarkan dia tinggal bersamamu, arrachi?”
“Mwo???” Seruan yang cukup keras hingga menarik perhatian seisi kelas. Bahkan tanpa sadar ia pun sampai beranjak dari tempat duduknya karena saking shocknya. Begitu pula dengan guru Cho. Beliau pun turut menoleh ke arah Myungsoo setelah memperkenalkan siswi baru yang akan menjadi bagian di kelasnya.
“…silahkan masuk Lee Mijoo!”
Senyuman manis yang mengembang mengiringi kemunculan sosok siswi baru pindahan dari Seoul itu. Wajah rupawan dengan penampilan perfectionist, membuat seluruh mata namja terpana dan jatuh cinta pada pandangan pertama.
“Mijoo-ah, silahkan perkenalkan dirimu!” Titah guru Cho seraya duduk santai si atas mejanya.
Prang!!!
Lagi-lagi Myungsoo menarik perhatian seisi kelas. Ada apa dengannya? Kali ini ia diam terpaku melihat sang murid pindahan mungkinkah ia turut terpana? Bahkan ponsel yang dipegangnya pun sampai terlepas dari genggamannya. Telapak tangannya seolah melemas dan seperti mati rasa sesaat.
Pandangannya lurus tertuju pada Mijoo. Namun tatapannya kosong. Matanya terus menatap Mijoo tanpa elakkan sedikitpun. Meski tubuhnya mematung, namun bola matanya tampak sipit itu terlihat jelas sekali bahwa ia tengah memperhatikan Mijoo sepenuhnya.
“Ya Kim Myungsoo, apa kau baru pertama kalinya melihat yeoja cantik, eoh? Kau kaget melihatnya ya?” Ejek salah seorang temannya.
“Hahaha…” tawa teman-teman yang lain nenanggapi.
Rupanya Trio Kim ikut bertanya-tanya dengan sikap aneh Myungsoo. Baru pertama kalinya mereka melihat seorang Kim Myungsoo tertarik dengan seorang yeoja.
“Ya adeul-ah… apa menurutmu Myungsoo tidak bersikap aneh saat ini?” Bisik Saeron.
“Eoh. Dia tidak seperti biasanya. Ada apa sebenarnya?” Pikir Yoojung. “Apa kau tahu sesuatu, Sohyun? Kau kan ahli dalam menganalisa sesuatu.”
“Mollaseo. Aku juga sama herannya dengan kalian. Jangan tanya aku.”
“Hihihi… mian!”
“Sepertinya ada sesuatu di antara mereka. Mungkinkah mereka sudah saling mengenal? Bukankah Myungsoo juga sari Seoul, eoh?” Tutur Saeron mencoba menyimpulkan.
“Maybe. Kita lihat saja apa yang sebenarnya terjadi.” Putus Yoojung.
“Umm!”
Tidak seperti kedua sahabatnya yang lain, sepertinya Sohyun memiliki pemikiran sendiri. Namun ia tak ingin mengatakannya kepada Saeron dan Yoojung. Karena baginya sosok seorang Kim Myungsoo memanglah tertutup. Baginya Myungsoo seperti sebuah kaleidoskop yang menyimpan beribu hal rahasia. Yang tiap kali halamannya terbuka, maka di situlah hal-hal baru mulai terkuak.
Sohyun pun sadar bahwa kali ini dirinya harus siap menahan sakit lagi. Diam-diam ia mencari kekuatan dengan mengepal kuat kedua telapak tangannya dan sesekali meremas-remas roknya.
“Sepertinya ada yang tidak sabar ingin mengobrol banyak denganmu, Mijoo-ah. Baiklah, kau bisa duduk dengan Sohyun. Sia adalah ketua kelas di sini. Dia juga orang kepercayaanku. Kau bisa bertanya bermacam hal tentang kelas ini atau pun tentang sekolah ini dengannya. Bukan begitu, Kim Sohyun?” Tutur Guru Cho.
Sebuah perintah sekaligus keputusan sepihak yang diberikan Guru Cho kepada Sohyun. Di situlah lagi-lagi Sohyun merasakan ketidakadilan dalam hidupnya. Untuk kesekian kalinya ia harus merasakan perihnya kehidupan.
“Ya, Hyunie-ah?” Tanya Saeron. Sohyun tak menjawab. Ia hanya melamun dengan tatapan kosong.
“Ya, Sohyun-ah!” Panggil Yoojung sambil menggoyang-goyangkan lengan Sohyun mencoba menyadarkannya.
“E… Ne, seosangnim.”
“Aigoo… ada apa dengan kalian. Sudahlah, Bapak permisi dulu. Kalian bisa lanjutkan perkenalannya. Karena kelas pertama kalian kosong. Sebab Guru Ahn sedang dalam kondisi tidak sehat. Tapi… ada tugas yang harus kalian kerjakan. Ini daftar tugasnya silahkahkan selesaikan dengan baik. Aratta?”
“Ne……” jawab seluruh murid dengan terpaksa.
Guru Choi pun berlalu. Bukannya mengerjakan tugas yang telah diberikan, para siswa justru meninggalkan bangkunya masing-masih dan malah menyibukkan diri mewawancarai Mijoo. Mereka saling berebut beradu cepat mengajukan pertanyaan dan menanti jawaban.
“Mijoo-ah, selamat bergabung di kelas ini. Aku Kim Sohyun. Aku juga ketua kelas di sini. Jika kau butuh sesuatu, tanyalah padaku, eoh?” Sapa Sohyun mengulurkan tangan.
“Umm! Kamsahamnida.” Jawab Mijoo dengan senyuman manis di wajahnya. Ia pun menyambut tangan Sohyun seraya berjabat tangan dengannya.
“Oh iya, mereka kedua temanku. Ini Kim Saeron dan ini Kim Yoojung.” Lanjut Sohyun memperkenalkan sahabatnya.
“Nde. Anyyeong haseyo!” Sambut Mijoo dan berjabat tangannya dengan keduanya.
Sesi perkenalan dengan Trio Kim berakhir, kini giliran para namja yang mengajak berkenalan. Saking hebohnya Trio Kim pun dipaksa pergi dari tempat duduknya karena desakan para namja.
“Ya! Noe… adeul-ah! Yaa!!!” Teriak Yoojung jengkel dengan ulah para teman namjanya.
“Sudahlah Jungie-ah… kita keluar saja, eoh? Ayo kita ke perpus saja. Di sana lebih tenang, jadi kita bisa mengerjakan tugas-tugas itu dengan tenang juga. Kajja!” Ajak Saeron mencoba menenangkan. Yoojungpun akhirnya mendengarkan saran dari sahabatnya itu. Mereka bertiga pun berjalan meninggalkan kelas dengan membawa beberapa buku yang sekiranya diperlukan untuk referensi mengerjakan tugasnya. Tapi rupanya Sohyun memiliki maksud lain. Ia berjanji akan menyusul kedua sahabatnya setelah melakukan sesuatu.
Sohyun berjalan menuju tempat duduk Myungsoo yang tanpa ada sang empunya. Ia bermaksud memungut ponsel milik Myungsoo yang terjatuh setelah sebelumnya memastikan bahwa tak ada seorangpun dari temannya yang memperhatikannya. Ponsel itu lantas dimasukannya ke dalam saku roknya.
Setelah itu ia pun pergi menuju ke perpustakaan menyusul Saeron dan Yoojung. Tapi saat ia melewati kelas 2-3, yakni kelas dimana Sungyeol berada, ia terpikirkan sesuatu.
Begitu berbedanya Myungsoo dan Sungyeol, batinnya. Jika Myungsoo yang bertahan dengan sikap dingin dan sinisnya, tidak demikian dengan Sungyeol. Dia sangat tahu bagaimana cara bergaul dan dapat dengan mudahnya mendapatkan teman.
Seperti pemandangan yang sedang disaksikannya saat ini, Sungyeol yang tampak dengan mudah beradaptasi dengan teman baru, ia bahkan bisa menjadi point of view dari kelompok temannya. Sebaliknya, Myungsoo justru seolah menjadi terasingkan karena tak ada yang berani mendekatinya meskipun ia memiliki wajah seorang pangeran.
“Tapi biar bagaimanapun dia adalah temannya. Aku harus memberitahunya.” Gumam Sohyun.
Sepertinya kelas 2-3 juga sedang kosong. Karena tak nampak guru yang mengajar di kelas, juga murid-murid tampak bebas berkeliaran kesana-kemari.
Dengan mental penuh yang ia bangun, Sohyun mencoba memberanikan diri menyapa kelas yang berretanggaan dengan kelasnya itu.
Tok..tok..tok..
“Chogi… saya ada perlu dengan Lee Sungyeol-ssi. Boleh minta waktunya sebentar?”
“Naega?” Tanya Sungyeol balik.
“Nde, Noeya!” Timpal Sohyun.
Sungyeol terlihat sangat terkejut mendapat panggilan dari Sohyun. Mulanya ia tenang-tenang saja. Namun setelah mendengar cerita dari Sohyun, ia langsung memasang ekspresi wajah penuh panik. Ia pun menjadi gusar karenanya.
“Ada yang ingin kukatakan padamu, Sungyeol. Ini tentang Myungsoo.”
“Mwo? Ada apa dengan L?”
“L?”
“Eoh. Aku biasa memanggilnya L. Karena bagiku dia mirip sekali dengan tokoh animasi L di film Death Note. Apa kau tahu film itu?”
Mendengar pernyataan aneh Sungyeol membuat perasaan Sohyun sedikit kacau. Tak banyak ekpresi yang ia tampilkan. Ia hanya mengernyitkan dahinya karena keheranan dengan penjelasan namja yang barusaja dipujinya.
“Ternyata daya imajinasi yang dimilikinya cukup tinggi.” Batin Sohyun.
“Kure?” Sohyun melanjutkan cerita. “Kelas kami barusaja dihebohkan dengan datangnya murid baru. Dia pindahan dari Seoul juga, sama seperti kalian. Maksudku kau dan Myungsoo. Tapi begitu anak itu masuk ke kelas, tiba-tiba saja ekspresi wajah Myungsoo berubah drastis. Wajah tenangnya berubah jadi wajah penuh khawatir menurutku.”
“Jeongmal?” Tanya Sungyeol mulai penasaran.
“Eoh. Lalu begitu wali kelas kami meninggalkan kelas, dia buru-buru pergi meninggalkan ruangan entah kenapa. Karena itu, jadi aku berpikir untuk memberitahumu karena kutahu kalian sangat dekat. Meski bukan urusanku, tapi sepantasnya kau pun mengkhawatirkannya.”
“Kau benar, Sohyun. Terima kasih sudah memberitahuku, eoh. Terus, dimana L sekarang?”
“Mollayo.”
“Baiklah kalau begitu. Aku akan mencarinya. Sekali lagi terima kasih ya.”
Sungyeol pun beranjak dari koridor kelas. Tapi ia teringat akan sesuatu yang penting. Yaitu penyebab dari sikap L. Ia pun berbalik setelah beberapa langkah lebarnya berlari.
“Sohyun-ah, chamkanmanyo!” Paggilnya.
“Nde?” Toleh Sohyun yang barusaja menutup pintu kelasnya.
“Siapa nama anak baru itu?” Tanya Sungyeol dengan nafas terengah-engah.
“Namanya Lee Mijoo.”
Mendengar jawaban Sohyun barusan Sungyeol terkejut bukan main. Seperti tersambar petir. Kini pemandangan yang sama seperti yang Myungsoo perlihatkan tadi pun ia saksikan lagi. Tapi kalo ini dari Sungyeol.
“Sebenarnya apa yang terjadi? Pantas saja L…” keluh penuh sesal yang Sungyeol rasakan membuatnya membayangkan keadaan sahabatnya saat ini. Tanpa ragu lagi ia pun memasuki kelas 2-2 tanpa permisi pada Sohyun terlebih dahulu.
“Ya, Sungyeol-ah? Apa yang kau lakukan?” Sohyun mencoba menahan lengan Sohyun. Namun ia malah terpelanting karena besarnya kekuatan Sungyeol.
“Ya, Lee Mijoo!” Teriak Sungyeol sekencang-kencangnya hingga membuat seisi kelas tercengang karena aksinya itu.
“Oppa?” Sapa Mijoo diiringi senyum sumringah di wajah cantiknya.
“Oppa, annyeong! Bogossiposeo!”
Bukannya mendapatkan respond baik dari Sungyeol, Mijoo justru mendapatkan tatapan maut darinya. Sebuah situasi yang sudah diperhitungkan olehnya sebelumnya akhirnya sekarang benar-benar terjadi.
“Lee Mijoo! Apa yang sedang kau lakukan di sini???!!!”
Wajah penuh emosi dan amarah yang memuncak Sungyeol kepada gadis yang baru memasuki sekolah untuk hari pertamanya itu disaksikan seluruh murid kelas 2-2. Seperti tak perduli dengan situasi memalukan yang ditimbulkannya, Sungyeol tetap melampiaskannya pada Mijoo.
Sohyun yang memperhatikan Sungyeol sejak tadi pun bungkam tanpa berkutik sedikitpun. Baru pertama kali ia melihat amarah Sungyeol. Padahal Sungyeol yang dikenalnya adalah sosok orang yang ramah.
Dipeluknya dengan erat kumpulan buku yang sedari tadi didekapnya. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Bibirnya agak gemetar seolah menggambarkan perasaannya yang bercampur aduk saat ini.
“Apa yang sebenarnya tengah terjadi ini? Kenapa dengan Myungsoo dan Sungyeol. Siapa sebenarnya gadis itu? Kenapa aku merasa di balik wajahnya ia menyembunyikan sesuatu? Sesuatu yang menakutkan bahkan sanggup berdampak pada seorang Myungsoo dan Sungyeol?”
Beribu tanya, dugaan, prasangka juga pemikiran ada di kepala Sohyun. Dia ingin secepatnya mengetahui persoalan yang tengah terjadi di antara mereka bertiga.
“Adakah yang bisa memberitahuku?”
Merasa perasaannya ikut berperan dalam segitiga problema mereka, Sohyun pun meyakinkan dirinya bahwa ia pun memiliki hak untuk mengetahui cerita yang sebenarnya.
“Oppa…” Keluh Mijoo dengan memasang wajah memelas.
“Ya! Apa yang kau pikir sedang kau lakukan di kelas kami, eoh? Pergilah! Kau tidak berhak berkata sekasar itu pada teman kami!” Protes salah satu namja yang merasa terganggu dengan kehadiran Sungyeol.
“Benar! Siapa kau, berani-beraninya berkata begitu pada Uri Mijoo?” Imbuh namja yang lainnya.
“Pergilah dari sini sebelum kami habis kesabaran anak baru!” Sambung yang lainnya.
“Noe… sampai kapan kau mempermainkan L? Kutanya, dimana L sekarang?” Tanya Sungyeol tanpa memperdulikan peringatan yang diberikan kepadanya.
“Mollaseo, Oppa. Jinja, nado mollayo…” sahut Mijoo.
“Ya! Kau tidak mendengar ucapan kami barusan, hah?” Gertak seseorang namja yang duduk persis di samping Mijoo.
Sungyeol menarik ujung bibirnya sinis dengan tatapan menyeringai seperti ingin memakan hidup-hidup Mijoo saat ini. Sohyun tahu benar bahwa Sungyeol sedang benar-benar marah.
“Kau… urusan kita belum selesai. Bersiaplah untuk memberikan penjelasan padaku!”
Sungyeol lantas pergi meninggalkan kelas 2-2 begitu saja tanpa pamit. Bahkan ia menganggap Sohyun yang berdiri di depan pintu sama sekali dan hanya berlalu. Sementara Sohyun mengiringi kepergiannya dengan tatapannya. Secepat mungkin ia berlari menyusuri lorong-lorong kelas dan menyusuri seluruh sudut sekolah untuk mencari L.
*****
Flashback
Seoul; Musim dingin 2 tahun yang lalu..
Myungsoo POV
Ini adalah musim dingin pertamaku di Seoul. Sejak enam bulan yang lalu aku dan ibuku pindah ke Seoul karena Ibuku menikah lagi dengan salah satu konglongmerat Korea Selatan.
Ibuku bercerai dengan ayahku belum lama dari hari pernikahan keduanya. Karena alasan finansial dan ekonomi yang tak mampu Ayahku penuhi demi kepuasannya, akhirnya Ibuku meminta cerai darinya. Aku tahu benar bahwa sebenarnya Ayahku masih sangat mencintai Ibu. Tapi karena keserakahannya, Ibu dibuat buta mata hatinya oleh harta.
Pemandangan di sini saat musim dingin tak jauh berbeda dengan Tokyo. Saljunya pun tetap terasa dingin. Aku bahkan bisa merasakan kalau hatiku pun ikut menjadi beku karena takdir yang Tuhan berikan kepada keluarga kami.
Masih terngiang di telingaku ucapan Ayah dan Hyungku. Pesan terakhir yang mereka ucapkan sehari sebelum keberangkatanku ke Seoul.
“Abeoji… tak inginkah Abeoji kembali ke Korea juga? Meskipun kita mungkin tidak tinggal dalam satu rumah lagi, setidaknya aku masih bisa sering-sering mengunjungimu, Abeoji.”
Tak banyak kata yang Ayah ucapkan padaku. Dia hanya tersenyum dan memelukku seraya menepuk kuat punggungku.
“Adeul, aku titipkan Eommamu padamu. Karena biar bagaimanapun dia adalah Eomamu. Jangan membencinya. Sampai kapanpun ia adalah cinta pertamaku dan juga terakhirku. Jadilah pengganti diriku di sana. Arraseo?”
Ya, itulah pesannya padaku. Aku benar-benar tak habis pikir dengan Eommaku sendiri. Padahal Abeoji sudah melakukan yang terbaik dan berusaha sebisa mungkin menjadi suami yang sempurna untuknya. Meskipun Abeoji sudah tak punya apa-apa lagi saat ini, tapi setidaknya beliau sudah membawa keluarga kami dalam masa keemasan. Perusahaan yang Abeoji bangun pun akhirnya bangkrut karena ulah para bawahannya yang melakukan korupsi. Tapi itu bukanlah salahnya. Tak bisakah Eomma menerimanya dalam keaadaan apapun itu, baik suka maupun duka?
“Ya… aku tidak pernah menyalahkan Eommamu karena akulah yang menyebabkannya jadi seperti ini. Dulu saat aku meminangnya, aku datang dengan berbagai assesoris bermerek dan mewah demi agar ia menerimaku. Sudah sejak awal aku salah mendidiknya, bahkan saat pertama kali kami bertemu. Tapi aku selalu berharap semoga kelak kau benar-benar mendapatkan cinta sejatimu, Adeul.”
Dan keesokan harinya Hyungku mengantarkan kepergianku dengan Eomma ke bandara. Sebelum kami check ini, ia memberikan sebuah pesan yang layaknya seorang Hyung pada umumnya.
“L… kaulah adikku. Aku dan kau adalah anak Eomma. Uri Eomma. Sebagai anaknya aku titip Eomma bersamamu. Pastikan beliau baik-baik saja. Arrachi?”
“Hyung…”
“Kau tak perlu mengkhawatirkan Aboeji. Kita punya tugas yang sama, eoh. Aku akan menjaganya, uri Aboeji.”
“Hyung…”
Pelukannya saat itu benar-benar berbeda dari biasanya. Aku belum pernah merasakan pelukannya yang lebih hangat dari itu.
“Hyung… bisakah kita bertemu lagi?”
“Eoh? Eoh… tentu saja. Aku yang akan datang menemuimu.”
“Berjanjilah kau akan menjaga Aboeji, Hyung!”
“Ne. Yaksu!”
Itulah percakapan terakhir kami. Hyungku sampai detik ini belum menemuiku. Aku tahu mereka pasti dalam keadaan baik-baik saja. Aku tahu itu.
Sebuah mobil Lamborghini warna putih yang terparkir di pinggir sungai Han. Di sampingnya berdiri seorang namja berparas tampan. Dengan pakaian hangat yang menyelubungi seluruh badannya menggambarkan betapa dinginnya Korea saat itu. Bahkan di cuaca sedingin itu hanya seseorang yang sudah tak waras dan gila lah yang ingin berenang di sungai bahkan saat itu waktu tengah menunjukkan pukul 11 malam.
Ya, hanya orang yang sudah kehilangan cara berpikirnya saja yang mau menyeburkan diri dari atas jembatan di waktu itu. Dengan kasat mata dan pandangan yang sangat jelas, dilihatnya dengan kedua matanya gadis berambut panjang mencoba mengakhiri hidupnya dengan terjun dari jembatan sungai Han.
“Hei…!” Teriak Myungsoo mencoba menghentikan gadis itu. Tapi gadis itu tidak medengar suara Myungsoo dan tetap melakukan terjun bebas. Ia pun berlari ke arah gadis itu. Dilucutinya seluruh pakaiannya secepat kilat dengan menyisakan celana panjang dan kaos dalam berwarna hitam.
Myungsoo pun menyelam dan menemukan gadis itu. Di seretnya gadis itu ketepian. Ia berusaha melakukan pertolongan pertama dengan memompa dada serta memberikan nafas buatan berulang kali.
“Ya! Sadarlah!” Pintanya sembari menepuk-nepuk pelan pipi gadis itu. Tiba-tiba saja gadis itu terbatuk dan menyemburkan air dari mulut dan hidungnya. Melihatnya begitu Myungsoo pun kini bernafas lega. Segera ia menelpon ambulans untuk meminta pertolongan.
Diperhatikannya wajah gadis itu dengan seksama. Rupanya dia adalah teman satu sekolahnya. Ia merasa sering melihatnya meski hanya berlalu-lalang tanpa sengaja di sekitar sekolah.
“Gwaeonchanayo?” Tanya Myungsoo. Namun gadis itu hanya diam dan mulai tak sadarkan diri.
Tak berapa lama ambulans datang. Myungsoo ikut serta naik ambulans dan meminta penanganan baik untuk gadis itu maupun dirinya sendiri. Karena tidaklah wajar bagi siapapun berenang di tengah malam dan pada cuaca -20°C.
Keesokan harinya Sungyeol dan Jieun yang sukses dibuatnya khawatir pun mengunjunginya dan berharap mendapatkan penjelasan langsung dari Myungsoo. Ia pun menjelaskan kronologi kejadian yang dialaminya semalam kepada sahabat dan adik tirinya itu.
“Aigoo… uri L. Untunglah kau baik-baik saja. Aku jadi merasa lebih tenang.” Kata Sungyeol menanggapi.
“Eoh. Syukurlah Oppa, kau baik-baik saja. Tapi, siapa gadia itu?”
“Oh ya, dia tidak asing bagiku. Sepertinya dia juga satu sekolah dengan kita. Ah… sepertinya aku juga pernah melihatnya berbicara denganmu. Apa kau mengenalnya?” Ujar Myungsoo.
“Mollaseo.” Jawab Jieun.
Terdengar suara ringtone lagi Last Romeonya Infinite di sela-sela obrolan mereka. Rupanya yang berbunyi adalah ponsel milik Jieun.
“Ya, IU. Jawablah telponmu, palli! Kau mengganggu pasien yang lainnya, kau tahu itu?” Pinta Sungyeol yang dibalas dengan decakan oleh Jieun.
“Ck. Arraseo…” IU lalu mengangkat telponnya. “Ne? Nuguseo?” Sapanya setelah dilihatnya di layar handphone nomor yang tak tertera namanya.
“Joosungehaeyo. Saya tidak tahu dimana Lee Mijoo saat ini. Dia memang teman saya. ー Baik ー Ne…”
Tuut!
Telpon yang ternyata dari orang tua temannya. Jieun benar-benar heran dengan keadaan temannya yang kabarnya semalam tidak pulang. Ia pun mencoba menarik benang keaimpulan.
“Mungkinkah…”
Jieun lantas pergi dari kamar rawat Myungsoo tanpa pamit. Ia bermaksud mencari tahu identitas gadis yang telah diselamatkan Myungsoo. Dia berlarian ke resepsionis dan lanjut menuju ruangan yang ditunjukkan padanya.
Benar saja. Rupanya gadia yang ditolong oleh Myungsoo itu adalah temannya yang barusaja orang tuanya menelponnya. Secepat mungkin ia bergegas menemukan kamar Mijoo dirawat.
“Lee Mijoo… apa yang sebenarnya terjadi?” Gumamnya sambil terus berlari.
Sesampai di kamar yang dimaksud, Jieun pun langsung masuk dan memeluk erat Mijoo.
“Mijoo-ah… Paboyo!”
“Jieun-ah? Bagaimana bisa kau tahu aku ada di sini?”
“Noe… apa yang ada dalam pikirannu, eoh? Kenapa kau melakukan hal bodoh seperti itu?”
“Kau tahu apa yang sudah kulakukan?”
“Eoh!” Jieun melepaskan pelukannya dan duduk di ranjang yang sama dengan Mijoo.
“Oppaku yang telah menolongmu. Iya, Kim Myungsoo.”
“Jeongmalyo?”
“Yaa!”
Sejak saat itu Myungsoo dan Mijoo mulai saling mengenal dan akrab. Bahkan mereka sempat berada di kelas yang sama saat kelas IX SMP.
Seiring berjalannya waktu Myungsoo dan Mijoo pun semakin akrab. Mereka pun digosipkan menjalin hubungan dan berstatus berpasangan. Rupanya diam-diam ada seseorang yang tak menyukai kebersamaan mereka. Yaitu Lee Jieun, adik tiri Myungsoo sendiri.
Meskipun Mijoo dan Jieun berteman baik, tapi Jieun tidak suka dengan kedekatan Mijoo dengan sang kakak. Ternyata tanpa sepengetahuan orang lain, Jieun memendam perasaan pada Myungsoo.
“Jadi, Noe…”
“Ya, benar. Orang yang selama ini aku sembunyikan identitasnya si setiap curhatku padamu, orang itu adalah Kim Myungsoo, kakakku sendiri!” Tutur Jieun dengan meneteskan air mata.
“Tidak mungkin… bagaimana bisa kau mencintai kakakmu sendiri?”
“Dia bukan kakak kandungku. Kami menjadi kakak dan adik hanya karena orang tua kami. Jika orang kami berpisah ataupun tiada, maka kami akan kembali kepada status kami masing-masing.”
“Jieun-ah…”
“Jika kau memang sahabatku, maka lepaskanlah Myungsoo. Jebal…”
Sejak saat itu hubungan antara Jieun dan Mijoo pun menjadi renggang. Mereka sudah tak pernah terlihat bersama-sama lagi. Hingga akhirnya ia pun memutuskan merencanakan sesuatu.
Sebuah rencana konyol yang digunakannya tanpa pikir panjang terlebih dahulu. Berbagai cara ia lakukan agar hubungannya dengan Myungsoo menjadi putus.
Beberapa kali ia berupaya, rupanya Myungsoo yang berhati baik tak mudah goyah. Sekali, dua kali, tiga kali dan berkali kali aku bertindak seperti gadis murahan yang mudah menempel dengan cowok lain selainnya. Akhirnya saat yang menyakitkan yang selama ini ditunggunya pun datang.
“Rasanya aku sudah lelah bersabar, Mijoo-ah. Kita akhiri saja sampai di sini. Terlalu menyakitkan untukku menyaksikan sendiri yeojachinguku berjalan dan berbincang seru dengan namja lainnya. Sebaliknya tidak denganku. Semoga kau lebih bahagia dari hari-hari lalu bersamaku, Lee Mijoo.”
“Ya, kau benar. Aku memang sudah bosan denganmu. Kau terlalu membosankan, Kim Myungsoo. Inilah yang sejak dulu kutunggu. Yaitu mengakhiri semuanya denganmu.”
Obrolan singkat yang meninggalkan luka di hati masing-masing itu berakhir tangisan. Myungsoo menangis dengan tetap bergaya coolnya, sementara Mijoo menangis haru dengan deraian air mata. Dengan lokasi di atas atap sekolah yang diyakininya tak akan ada yang melihatnya, ia utarakan seluruh perasaannya melalui cucuran air mata.
“Jadi gosip itu benar? Kau sudah berpisah dengan Myungsoo, eoh?” Tanya Jieun di saat perbincangan pribadinya denga Mijoo.
“Eoh, seperti yang kau mau. Aku rela kehilangan beribu namja, asalkan kau kita bisa tetap bersahabat, Jieun-ah.”
“Kuronika, semuanya tergantung dari sikapmu.” Tanpa banyak bicara Jieun pergi meninggalkan Mijoo seorang diri.
“Mwo? Tapi Jieun-ah? Lee Jieun!”
*****TBC*****
Mungkin lanjutannya agak riweuh bin ribet. Tapi masih oke kok buat dinanti kelanjutannya. Kekekeke... Jangan lupa kasih Love nya ya biar tambah semangat nih!!! ^^