home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > TORAWA (Come Back Again)

TORAWA (Come Back Again)

Share:
Author : nonakarang
Published : 20 Jan 2016, Updated : 05 May 2016
Cast : Kim Myungsoo, Kim Sohyun, Lee Seungyeol, Kim Yoojung, Kim Saeron, IU, Lee Mijoo, Kei, Lee Taemin, Le
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |2959 Views |1 Loves
TORAWA (Come Back Again)
CHAPTER 3 : Kepastian Yang Tertunda

Myungsoo POV

Hujan deras tak henti-hentinya mengguyur Gangnam-gu. Meski begitu, kota metropolitan ini masih saja tampak sibuk. Dari mulai tempat perbelanjaan, toko buku, caffe, restoran bahkan diskotik. Seolah mereka ingin menunjukan loyalistas mereka sebagai penghasil mata uang utama bagi Korea Selatan. Aku bosan melihatnya. Aku ingin melihat suasana sepi dari kegiatan manusia.

Terkadang aku berpikir apakah aku sudah melakukan hal yang benar? Karena aku sering kali merasa bosan dengan hidupku. Dengan keadaanku yang serba tercukupi seperti saat ini aku pasti sudah dijadikan sebagai target utama keirian dari teman sebayaku. Mereka yang selalu beranggapan bahwa kehidupanku pastilah sangat menyenangkan dan bahagia. Benarkah?

Bahkan hingga detik ini pun aku masih belum tahu untuk apa aku hidup? Jika saja ada yang memberitahuku alasan.aku hidup di dunia ini, mungkin hidupku tidak akan membosankan seperti ini.

Tok tok tok…

“L, kau ada di dalam?” Sapa seseorang yang kutahu itu adalah Sungyeol.

“Masuklah!”

“Sedang apa kau?” Tanyanya lagi setelah membuka pintu.

“Anni.”

Sungyeol yang menghampiriku dan kini duduk di sampingku terus saja mewawancaraiku demi mendapatkan bahan untuk dilaporkan pada Eommaku membuatku sangat jengkel padanya. Meskipun aku tahu itu bukanlah atas kemauannya. Tapi aku yang menyadari posisinya saat ini yang tengah bekerja akan dengan senang hati memberikan jawaban yang selalu diajukan padanya itu.

“Apa kau sudah mengantuk? Ini kan masih sore, kenapa kau sudah ada di tempat tidur?”

“Aku lelah, aku ingin istirahat lebih cepat.”

“Makanlah dulu. Aku sudah menyiapkan makan malam untukmu.”

“Shiro.” Sahutku sambil menarik selimut kemudian menutupi seluruh tubuhku. “Aku ingin tidur lebih cepat malam ini. Aku tidak lapar, jadi kau saja yang memakannya!”

“Ah… aku tahu sekarang. Kau takut terlambat ke sekolah besok, kan? Haha… kau terlalu berlebihan, L.”

Karena kesal mendengar ocehannya aku langsung memukul wajahnya dengan bantal.

“Ya, Kim Myungsoo!” Teriaknya.

“Sudah kubilang pergi dari sini!”

“Kure, kurom! Bye!”

Meski aku mengatakan kepada Sungyeol bahwa aku ingin tidur lebih awal, nyatanya aku tetap saja tak mampu mengantarkan diriku ke dalam alam mimpi. Meski sudah bersusah payah aku mengejapkan mataku, namun tetap tak bisa tertidur lelap. Kiranya ada hal yang membuatku gelisah hingga membuatku jadi sulit tidur.

Alih-alih mencari pelampiasan karena insomniaku, aku justru mengambil handphonenya yang tergeletak di atas dipan dan memainkan game favoritku dengan harapan bahwa aku akan segera tertidur dengan sendirinya begitu mataku mulai lelah.

Satu level, dua level, tiga level sudah aku memainkan game RPG. Benar saja, mataku kini mulai tampak sayu dan mulai sering mengerjapkan mata karena pedih dari rasa kantuk yang mulai datang. Namun rasa kantuk yang sudah susah payah aku pupuk itu kini lenyap seketika. Mata yang mulai terpejam itu kini menjadi bening kembali. Kedua lensa mataku tertuju tajam pada layar ponsel yang mulai tak kuperhatikan lagi itu setelah aku mendengar suara deringnya. Namun tampilan pada layar bukanlah tampilan game yang barusaja kumainkan. Melainkan tampilan pesan singkat yang cukup membuatku shock hingga memanjangkan sindrom amnesianya malam itu semakin kuat.

“Oppa, aku sudah tiba di bandara Incheon. Bisakah kita bertemu besok?”

Sebuah pertanyaan yang nampaknya sulit untuk dijawab bagi seorang Kim Myungso. Sebuah pesan singkat yang meskipun tak tertera nama pengirimnya karena bagaimanapun aku tak pernah ingin menyimpannya dalam daftar kontakku, namun aku tahu pasti indentitas pengirimnya.

“Lee Jieun…” desisku. Pikiranku pun mulai melambung. Sesaat teringat kenangan yang kubangun dengan orang itu meski susah payah aku tak ingin mengingatnya sedikitpun.

Terdiam dan terpaku, itulah respond dari seorang Kim Myungsoo saat menerima pesan dari seseorang yang ingin sekali namanya terhapus dari dalam ingatannya.

Meski hati tak ingin menulis balasan, tapi aku tahu aku pasti akan tetap melakukannya. Jemariku yang dengan sendirinya terasa bergetar yang seolah ikut merasakan goncangan dalam hatiku, rasanya berat untuk mentap keyboard ponselku.

“Ne, aegoseoyo.”

Sungguh, aku tak mau. Aku tak ingin. Tapi…

Tak berapa lama balasan pun muncul.

“Gomawoyo, Kim Myungsoo-ssi. Aku akan menghubungimu besok. Kau belum tidur?”

“Belum. Aku masih menunggu balasan darimu.”

“Baiklah, ini sudah malam. Tidurlah segera. Sampai besok ya ^^”

*****

Kediaman keluarga Lee

Terdengar sebuah suara yang cukup keras dari ruang kerja tuan Lee. Rupanya ia tengah berbicara dengan puterinya. Perbincangan yang tampaknya tak seperti biasanya hingga memancing emosi dari masing-masing pihak.

“Mwoya? Bagaimana bisa Appa mengusir L dari rumah?”

“Aku tidak pernah mengusirnya. Dia sendiri yang memutuskan untuk pergi dari rumah ini.”

“Bohong! Pasti terjadi sesuatu, iya kan Appa?”

Kali ini tuan Lee hanya diam tak menanggapi luapan puterinya tersebut.

“Kure kurom! Aku pun akan ikut bersama L! Aku akan pergi dari sini Appa. Mianhaeyo!”

Keputusan akhir yang dibuat Jieun kali ini telak membuat hati ayahnya sakit dan sedih. Tolakan tubuhnya yang semakin meninggalkan ayahnya tanpa berpaling sedikitpun. Hati orang tua mana yang tak sakit saat melihat anak-anaknya yang telah tumbuh dewasa kini malah meninggalkannya satu persatu. Bahkan suara teriakan tuan Lee yang semakin kencang memanggilnya pun tak dihiraukannya sama sekali.

“Jieun-ah… Yaa Lee Jieun… IU…!!!”

Tangisan Jieun yang semakin terisak sesak dibawanya serta bersama beberapa pakaian yang beelim dibereskannya dan masih tersimpan rapi dalam kopornya. Dengan pasti ia memacu mobilnya dan bergegas menuju ke tempat L berada bersasarkan GPS ponsel L  yang terlacak dari ponselnya. Dengan mudah tanpa hambatan Jieun menelusuri jalan yang ditunjukkan dengan seksama.

*****

Sohyun POV

Hari ini entah kenapa rasanya aku tak seperti biasanya. Sejak jam pelajaran pertama dimulai sampai jam pelajaran terakhir berakhir, tanpa sadar aku terus saja memperhatikan namja itu. Ya, namja yang telah berhasil menarik perhatianku meski aku enggan mengakuinya.

Meski saat ini aku sedang berjalan bersama dengan kedua sahabatku Yoojung dan Saeron, tapi pikiranku pergi entah kemana. Rasanya mataku ini haus untuk menemukan keberadaan seseorang yang sejak kelas bubar aku pun mulai kehilangan pandangan dengannya.

“Myungsoo…”

“Mwo?” Tanya Saeron padaku. Ekspresinya tampak amat terkejut.

“Mwoga?” Sahutku memastikan.

“Mwoga? Harusnya aku yang bertanya, Hyunie. Kau barusaja menyebut nama Myungsoo, kau tau itu?” Jabarnya.

“Jinja? Jeongmal?”

Benarkah? Benarkah itu? Benarkah aku menyebut namanya tadi? Omo… igemwoya?
Ya, aku harus mencari alasan. Tapi apa?

“Ah… aniya…. aku tadi seperti melihat Myungsoo di seberang sana. Tapi sepertinya itu bukan dia. Hehe…”

“Bahkan sekarang pun kau sudah mulai terbayang dengan sosoknya ya?” Kini ganti Yoojung yang mencurigaiku.

“Anniyo… Jebal chingudeul… bukan seperti itu.”

Apapun yang coba kukatakan, sepertinya mereka tetap tidak percaya. Toh aku memang keceplosan tadi. Eottoke Eomma?

Keundae… aku benar-benar melihatnya barusan. Aku sungguh melihatnya dia pergi ke arah timur sekolah. Aku benar-benar ingin tau apa yang dilakukannya. Lagipula dia berjalan hanya seorang diri, tanpa Seunyeol yang biasa menemani kemanapun ia pergi.

“Ya, Kim Sohyun!” Panggil Yoojung.

“Eoh?”

“Saeron akan ikut ke rumahku. Kami akan mulai mencicil pekerjaan rumah. Apa kau ada jadwal kerja part time hari ini?”

“Iya. Aku memang ada jadwal kerja, Jungie-ah. Mianhaeyo…” keluhku.

“Gwaeonchanayo, Hyunie. Hwaiting, umm?!” Ucap Saeron menyemangati.

“Hwaiting…” balasku lesu.

Merekapun kemudian meninggalkanku. Jujur aku sangat ingin ikut dengan mereka. Tapi aku tidak bisa. Aku benar-benar menyesal. Apa yang harus aku lakukan? Aku tak ingin masa mudaku hanya kuhabiskan dengan jadwal kerja paruh waktuku. Aku juga ingin pergi bersama dengan teman-temanku. Seperti ke toko buku, bioskop, mall, atau tempat-tempat menarik yang belum pernah kami datangi. Mendapatkan pengalaman baru bersama dan membuat momentum manis lalu berselfie untuk dijadikan kenangan. Apa aku bisa seperti itu?

Sibuk merutuki nasibku, aku sampai tak sadar bahwa sedari tadi diam-diam seseorang memperhatikanku. Orang yang paling tidak ingin aku temui dan harapkan kehadirannya dalam hidupku. Dialah kakakku, Kim Kibum.

“Yaa uri saengie ~”

“Suara ini…”

“Sampai kapan kau mau menghindariku, eoh?”

“Mworaguyo?…”

Melihat wajah licik itu benar-benar membuatku muak. Mata sipitnya dan bibir kecilnya yang selalu menipu banyak yeoja, kuharap dia mendapatkan balasannya! Semoga langit mengutuknya!

“Kekeke… aku tak ingin basa-basi lagi. Kau selalu tahu apa yang kuinginkan bukan?”

Kulihat sekitarku, masih banyak siswa siswi yang membubarkan diri dari sekolah. Aku tak ingin ada seorangpun yang melihatku dengan orang gila ini.

“Kita bicara di tempat lain!” Tukasku. Dengan santai Key mengikutiku kemanapun aku menuju. Dan kuputuskan untuk bicara dengannya di bawah pohon besar yang ada di sebelah timur sekolah.

“Ayo cepat berikan padaku!” Gertaknya dengan memasang wajah yang menjijikan.

“Aku tidak punya uang! Dan kuputuskan untuk tidak memberikan uang lagi padamu sepeserpun, arraseoyo?!”

“Mwo?”

Tepat seperti dugaanku, reaksinya benar-benar terkejut. Kuyakin dia tak akan menerima keputusanku begitu saja. Dengan sigap, tangannya menjambak keras rambut panjangku.

“Yaa Kim Sohyun! Kau tak ingin menguji kesabaranku, bukan?”

“Apa katamu? Kesabaranmu? Naega, naega yang seharusnya berkata demikian. Tsk!”

“Noe… dengarkan aku baik-baik. Kau sampai kapanpun tak akan pernah bisa lepas dariku, kau tahu itu? Cepat, berikan aku dompetmu sekarang juga!”

Seperti biasa ia menggunakan jurus andalannya. Ia menggeledah tasku dengan paksa. Bahkan ia menuang seluruh isi tasku begitu saja hingga tercecer dan berserakan. Dan lagi-lagi ia pun berhasil mengambil uang dari dalam dompetku. Uang yang tinggal tersisa hanya lima puluh ribu won itu diwanya serta tanpa pikir ulang. Kini dompetku kosong mlpompong tak tersisa seperak pun.

“Aku lelah… sampai kapan kau menghukumku, Tuhan?”

Kurasa percuma aku menitikkan air mataku. Itu hanya menguras tenagaku saja. Baiklah, aku akan membiarkan Tuhan mengujiku sampai Dia puas.

Ditengah kesibukanku mengumpulkan barang-barangku, tiba-tiba saja ada dua orang namja yang datang mendekatiku. Suara gesekan rumput yang terpijak menghentikan kegiatanku.

“Jadi dia kakakmu?”

Seseorang mulai bertanya padaku. Tapi aku kenal suara ini. Meski jarang kudengar, tapi inilah suara Lee Seungyeol. Kupikir, biasanya jika di situ ada Sungyeol, maka di situ pula lah adanya Kim Myungsoo.

Kutengadahkan kepalaku ke atas. Kupastikan dugaanku benar. Silaunya matahari siang itu tiba-tiba terhalau oleh seseorang. Ya, kini wajah Kim Myungsoo yang bertukar tempat dengan sang matahari terik. Meski sulit, kupastikan itu memanglah Kim Myungsoo.

“Gwaeonchanayo?”

Dia bertanya padaku. Mungkinkah ia mengkhawatirkanku?

“E..eoh.. Gwaeonchana.”

Sebuah uluran tangan datang menghampiriku. Telapak tangan yang berukuran lebih beaar dibanding dengan tanganku, aku menyambutnya dengan gugup. Dengan kuat Myungsoo menarik tanganku.

“Gomawoyo.” Ucapku. Namun tak ada balasan pun baik dari Myungsoo maupun Sungyeol.

“Aish… jinja! Dia tidak pantas disebut sebagai kakak. Kakak macam apa yang tega melakukan hal seperti ini pada adiknya, coba?!” Dumel Sunyeol yang sibuk membantu memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tasku.

“Gwaenchana?” Tanya Myungsoo dengan nada datarnya yang menenangkan. Entah kenapa suaranya membuatku merasa lebih baik sekarang.

“Umm.” Balasku mencoba menegakkan tubuhku yang berusaha dibantu olehnya. Aku pun melanjutkan merapikan tatanan rambut serta pakaianku yang lusuh akibat ulah Kibum.

“Ini milikmu.” Kata Sungyeol menyodorkan tasku yang barusaja ia bereskan.

“Gomawoyo, Sungyeol-ssi.”

“Ah… anniyo…” jawabnya sambil tersipu malu setelah mendengar ucapan terimakasih dariku.

“Sebenarnya apa yang terjadi, Sohyun-ah? Sepertinya kejadian ini sering terulang.” Tanyanya yang mengundang rasa penasaranku.

“Ya!” Tegur Myungsoo. Entah kenapa seperti ada yang mereka sembunyikan dariku.

“Sering?” Tanyaku penuh rasa penasaran.

“Umm… Ah…” jawabnya mencoba menyangkal dengan sesekali melirikkan mata ke arah Myungsoo. Seperti sedang kebingungan untuk mencari penjelasan yang pas untukku.

“Sebenarnya ini bukan pertama kalinya kami tidak sengaja melihatnya. Tempo hari pun kami juga sempat melihatnya…” tutur Sungyeol menjelaskan meski dengan terbata-bata. Aku cukup mengerti. Mungkin ia merasa agak tak enak padaku.

Tunggu dulu. Tempo hari? Mungkinkah… Kucoba menarik tali ingatanku pada kejadian saat Myungsoo membawaku paksa ke UKS. Pantas aku heran, kenapa dia bisa tahu bahwa saat itu pergelangan tanganku sedang luka? Jadi… jadi dia memang melihatku dan Kibum waktu itu?

Ku tujukan pandanganku langsung ke arah di mana namja yang tampak selalu dingin dan memasang ekspresi datar itu. Kami saling bertatap muka satu sama lain. Entah kenapa aku jadi kesulitan bernafas. Ditambah jantungku yang berdetak cepat tak beraturan. Wajah itu… ya, wajah yang sejak detik ini ingin aku lihat minimal satu kali sehari, aku mulai memutuskannya.

“Nareul…”

“Oppa!” Tiba-tiba saja terdengar seruan dari kejauhan. Suara seorang yeoja yang tampak keluar dari sebuah mobil sedan berwarna merah. Memakai sweater rajut berwarna baby pink dengan mini skirt dan kaki berbalut stocking putih. Tubuh yang ramping dan rambut panjang sedikit ikal tergerai mengayun-ayun. Saat ia membuka kacamata hitamnya, saat itu pula aku mendengar nama yeoja itu keluar dari mulut Myungsoo.

“IU?”

Aku kaget sekali mendengar Myungsoo menyebut nama gadis itu. Rupanya mereka saling kenal. Tapi tadi gadis itu memanggil Oppa. Mungkinkah mereka saling mengenal? Mungkinkah gadis itu yeojachingunya Myungsoo?

*****

Di tengah perbincangan antara Sohyun, Myungsoo dan Sungyeol, tiba-tiba saja terdengar seruan seseorang memanggil dari kejauhan.

Sebuah mobil sedan berwarna merah yang terparkir di tepi jalan, mucullah seorang gadis dari dalamnya.

“Oppa!”

Kepada siapa panggilan itu ditujukan? Myungsoo kah, atau Sunyeol kah?

Sohyun, Myungsoo dan Sunyeol nampak berpaling ke arah suara itu. Dan tampak raut wajah terkejut dari Myungsoo maupun Sungyeol.

Tanpa ragu gadis itu melangkah maju, semakin dekat menuju tempat ketiga orang itu berdiri. Lebih dekat dan semakin dekat.

Wajah sedih terlihat jelas dari hadis itu. Ia pun berjalan lebih cepat dan berlari. Kemudian dengan sigap menerkam tubuh Myungsoo dan memeluknya erat.

“Oppa…” rengeknya dengan memeluk lebih kuat. Ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Myungsoo tanpa takut makeupnya yang sempurna itu menjadi luntur.

“IU-ah…” ucap Myungsoo lirih.

Meski tampak setengah ragu, tanganya pun melayang jua membelai rambut panjang gadis bermarga Lee itu.

“Ya Lee Jieun? Wasseo?” Tanya Sungyeol penasaran dengan sikap IU yang menurutnya sangat semrawut itu. Tak biasanya ia cuek dengan penampilannya yang harus serba perfect. Biasanya ia akan seperti itu jika ada masalah yang tak bisa dibendungnya.

“Igemwoya?” Batin Sohyun yang saat ini hatinya serasa ditikam seketika oleh seorang Kim Myungsoo. Barusaja ia mulai meletakkan hatinya untuk namja yang saat ini herada di hadapannya tapi dengan seketika namja itu menghujamnya begitusaja. Pemandangan yang sengat menyakitkan baginya yang terpaksa harus ia saksikan karena dirinya yang salah telah berada di tempat dan waktu yang salah pula.

“Aku harus bagaimana? Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengannya. Tapi… aku tidak sanggup melihatnya yang tak melakukan penolakan sama sekali dengan pelukan sepihak yang gadis itu daratkan padanya. Apa-apaan ini? Kenapa dengannya? Dia bukanlah namja yang mudah didekati sembarangan yeoja. Bahkan Sungyeol pun tak bisa menghentikannya. Padahal saat itu ia dengan tegas menepis sikap Yoojung, bahkan berani bersikap kasar padanya. Ada apa sebenarnya dengan mereka? Kenapa?…”

Sohyun yang sibuk menerka-nerka dengan hatinya sendiri perlahan-lahan mundur dan meninggalkan ketiga anak manusia yang sedang sibuk dengan masalah mereka sendiri. Tak ingin mengganggu, Sohyun pun pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu.

*****

Dorm Myungsoo

Myungsoo, Sungyeol dan Jieun memulai obrolan. Pembicaraan dimulai dari Jieun yang menceritakan kronologi sampai datangnya ia ke sekolah.

“Aku sudah mendengar semuanya dari Appa. Kenapa kalian tetap menurutinya? Kalian kan bisa menolaknya.”

“Mungkin bisa untukmu tapi tidak untukku.” Tukas Myungsoo sengit.

“Kau yang tak bisa atau memang kau yang enggan?”

“Dia memang Appamu, tapi bukan Appaku. Arraseo?!”

“Hei kalian… kenapa kalian malah ribut begini? Kita kan ingin menyelesaikan masalah di sini, bukannya untuk memperkeruh masalah.”

“Kurom. Aku akan pindah sekolah juga seperti kalian.” Usul Jieun.

“Andueh!” Tolak Myungsoo.

“Waeyo? Kenapa kalian bisa sedangkan aku tidak?”

“Tapi kau memang tak seharusnya melakukan itu, Saengi.” Kini Sungyeol yang mulai menengahi.

“Jika kau melakukannya, kasihan Presdir. Beliau sudah tua, penyakitnya pun sudah sering kambuh. Tidakkah tau takut dengan sikapmu yang seperti ini maka kau akan membuatnya tambah sedih. Apa kau kuga tidak takut kalau sampai terjadi sesuatu padanya?”

Ucapan Sungyeol kali ini ada benarnya. Jieun pun terdiam dan merenungkannya.

“Pikirkanlah dulu, kangan terlalu terburu-buru. Jangan menambah kesedihan Peesdir dengan pembangkanganmu. Cukup Myungsoo saja, eoh?” Imbuh sungyeol lagi.

“Hyung, aku ingin bicara denganmu.” Pangkas Myungsoo dan langsung beranjak dari tempat duduknya. Myungsoo dan Sungyeol lantas pergi meninggalkan IU seorang diri. Mereka memutuskan dapur sebagai tempat yang pas dijadikan tempat berbicara.

“Bagaimana ini? Apa yang seharusnya kita lakukan? Eottokaji L?”

“Nado mollaseo.”

Sungyeol menatap dalam sahabatnya itu. Ia tahu persis bagaimana perasaan L saat ini. Tapi ia tetap menyumbunyikannya darinya. Meski begitu Sungyeol merasakan perih di hatinya. Dia harus melakukan sesuatu untuk L, pikirnya. Tapi apa?

“L, sebisa mungkin kau harus meyakinkan IU agar ia tidak memberontak seperti ini. Bicaralah pelan-pelan. Biar bagaimanapun kalian…”

“Mwo?” Sela L. “Apa yang mau coba kau kau katakan?” Lanjutnya.

“Mianhae. Tapi inilah takdirmu. Mau tidak mau kau harus menghadapinya. Sampai kapan kau akan melarikan diri?”

“Aku bukan ingin melarikan diri. Aku hanya ingin mengulur waktu. Aku butuh waktu untuk menyadarkan ku dari mimpi buruk ini.”

“Tapi semakin lama kau tertidur, aku takut kau akan semakin terlelap dalam tidurmu. Bagaimanapun kau harus bangun dan melanjutkan hidupmu, eoh?”

“Hyung…”

“Kuatlah L. Umm?!”

Merekapun mengakhiri perbincangan terpisah mereka dan memutuskan untuk kembali ke Jieun. Namun ketika mereka sampai di ruang tamu, tiba-tiba saja ruangan menjadi kosong. Tak ada Jieun di sana.

“Di mana IU?” Tanya Sungyeo.

“Molla?” Sahut L.

Mereka pun mencari ke seluruh isi rumah. Namun mereka tak menemukannya di mana-mana.

“Saengie, odigayo?”

“Lee Jieun, kau di mana?”

“Kau menemukannya?”

“Anni.”

Tiba-tiba terdengar dering ponsel milik L, nada singkat penanda ada pesan yang masuk. Rupanya pesan itu dari IU.

“Ini dari IU.” Ucap Myungsoo mengundang perhatian Sungyeol.

“Bukalah!”

“Eoh.”

Myungsoo pun segera membuka pesan dari Jieun. Ia membacakan isi pesan itu dengan lantang supaya Sungyeol pun dapat mendengarnya.

“L, maafkan aku. Aku rasa aku telah bersalah padamu. Jeongmal mianhaeyo… Aku akan kembali ke Seoul tapi aku tak ingin tinggal satu rumah dengan Appa. Kuharap kau mendukungku kali ini.”

“Apa hanya itu saja?” Tanya Sungyeol penuh rasa ingin tahu.

“Eoh.” Sahut L. Mereka pun hanya bisa saling pandang tanpa tahu maksud dari isi pesan IU.

*****

Waktu telah menunjukkan pukul 19.00 KST. Waktu kerja paruh waktu Sohyun akan berakhir satu jam lagi. Ia pun mulai membereskan tiap meja, menyapu dan mengepel lantainya agar tetap terjaga kebersihannya.

“Hufth… akhirnya selesai juga. Hah… lelahnya.”

Sohyun pun meregangkan tubuhnya yang kelelahan dengan memuntir pinggangnya ke kanan dan ke kiri lalu mengangkat tinggi-tinggi tangannya. Namun aksinya itu terhenti karena adanya suara lonceng yang tergantung di atas pintu pertanda ada pelanggan yang datang. Refleks ia pun menyapanya.

“Selamat datang di Daum Caffe…” senyumnya yang sumringah turut mengembang. Tetapi senyum itu seketika lenyap saat ia melihat wajah pelanggan adalah wajah yang tak asing baginya.

Ya, dialah wajah yang baru di temuinya siang hari tadi. Wajah yang sudah tersimpan dalam hatinya namun kali ini ingin dihapusnya dengan segera. Entah kenapa Tuhan seperti tak ingin ia melakukannya, benaknya.

“Ya, Kim Myungsoo?” Sapanya.

“Hai, Sohyin-ssi.” Balas L. “Apa yang kau lakukan di sini?” Tanyanya balik.

“Ah… Ige… aku berkerja paruh waktu di sini.” Jawab Sohyun agak tersipu.

“Jinja? Jadi kau bekerja di sini.” L lalu mengarah ke salah tempat duduk yang kosong. Bangku yang terletak di pinggir kaca sudut caffe menjadi pilihannya. Sohyun yang mengikutinya lantas menyodorkan buku pilihan menu padanya.

“Apa yang ingin kau pesan?”

“Tolong berikan aku ice cappuchino saja.”

“Eoh, aegisumnida.”

Sohyun pun bergegas membuat pesanan Myungsoo. Sementara Myungsoo langsung memasang headset di telinganya lalu bersandar di kaca jendela caffe.

Sepuluh menit kemudian pesanan yang ditunggu L pun datang. Ah, bukan. Ia bukan menunggu. Karena saat ini ia tengah tertidur pulas dalam posisinya yang duduk bersandar dengan ditopang sofa dan jendela caffe.

Melihat Myungsoo yang tak sadarkan diri meski telah ia coba bangunkan dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya beberapa kali, Sohyun pun memutuskan untuk duduk di seberang sofa Myungsoo.

Ia memandangi wajah Myungsoo dengan seksama dan bertopang dagu menikmati pemandangan yang ingin ia jarang terjadi itu. Diambilnya secara diam-diam foto wajah Myungsoo yang tengah tertidur waktu itu dengan ponselnya.

“Astaga… apa yang barusaja aku lakukan?” Geramnya gemas pada diri sendiri. Ia pun bimbang dengan hatinya antara ingin menghapus foto itu ata tetap menyimpannya.

“Ah… eottoke? Aku pasti sudah gila.”

Karena sibuk merutuki dirinya sendiri sampai-sampai suaranya membangunkan L. Sontak Sohyun pun tercengang dan mematung.

“Eeeuuhh… wasseo?” Tanya L sambil mengusap-usap matanya untuk menjernihkan pandangannya.

“Ah… chogi… apa aku membangunkanmu? Mianhaeyo.”

“Ah… tidak apa-apa. Jam berapa ini?”

“Ini sudah pukul 20.25, Kim Myungsoo.”

“Jeongmalyo?”

“Eoh. Gwaenchana?”

“Anni. Keundae, aku harus segera pulang. Sungyeol pasti sedang mencari-cariku. Aku pasti sudah membuatnya khawatir. Apa kau masih harus bekerja pada jam ini?”

“Ah, tidak. Keunyang…”

Sohyun dan Myungsoo pun memutuskan untuk pulang bersama. Kebetulan bis yang mereka naiki pun jurusannya sama. Sebuah keberuntungan berlipat bagi Sohyun hari ini karena telah diberi kesempatan untuk banyak menghabiskan waktu bersama Kim Myungsoo. Bahkan saat ini mereka berjalan bersama beriringan di tengah keramaian Gangnam-gu.

“Mian. Gara-gara aku kau jadi terlambat pulang, Sohyun.” Ucap Myungsoo.

“Ah… anniyo. Aku sudah berusaha membangunkanmu karena pesananmu sudah siap. Tapi sepertinya justru aku yang tidak sengaja membangunkanmu.

“Justru aku berterima kasih. Kalau aku tidak segera bangun, aku pasti akan dihabisi Sungyeol nantinya.”

“Benarkah? Tapi… tumben kau tidak bersama dengannya. Biasanya kalian selalu bersama-sama kemanapun kalian pergi.”

“Ya memang. Kami juga tinggal bersama dalam satu rumah.”

“Kalian pasti sangat dekat.”

“Tentu. Bahkan banyak yang salah paham saking dekatnya kami berdua. Banyak yang membicarakan di belakang kami. Ada yang mengatakan kami saudara lah, sampai ada yang mengira kami adalah gay karena saking dekatnya kami.”

“Hehehe…”

“Tapi sepertinya kau tidak begitu.”

“Ya, aku yakin kalian tidak mungkin memiliki hubungan yang aneh seperti itu kok. Aku yakin bahwa sebenarnya kalian adalah sahabat sejati.”

“Apa menurutmu begitu?”

“Umm!” Angguk Sohyun dengan tersenyum. Mereka pun sampai di halte dan siap menunggu bis yang mereka tuju.

“Tapi kau masih belum menjawab pertanyaanku tadi, Myungsoo.”

“Oh ya? Pertanyaan yang mana maksudmu?”

“Itu.. kenapa kau tidak pergi bersama Sungyeol?”

“Oh… sebenarnya aku sedang penat. Aku hanya ingin mencari udara segar di luar. Tapi tak kusangka kalau aku jadi kelelahan karena terus menerus berfikir. Hehehe…”

Meskipun Myungsoo terlihat tenang bahkan masih bisa tertawa dalam menghadapi masalahnya, tapi Sohyun bisa melihat yang sebenarnya. Justru menurutnya saat Myungsoo bersikap tak biasanya seperti saat inilah yang meyakinkannya bahwa masalah yang tengah dihadapinya bukanlah masalah yang mudah baginya.

Sohyun terus saja menatap tajam kedua pupil mata Myungsoo hingga membuat Myungsoo terdiam dan menjadi salah tingkah.

“Ya Kim Myungsoo. Kau pikir siapa dirimu?” Tembak Sohyun menghujam.

“Mwo?”

***** TBC *****

Udah dulu ya… Lagi nyari inspirasi lanjutannya dulu soalnya. Hehe… terus ikuti cerita selanjutnya ya…😄
Annyeong…

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK