home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Wedding Affair

Wedding Affair

Share:
Author : rinyong
Published : 21 Oct 2015, Updated : 12 Jan 2016
Cast : Lee Seunghoon (Winner), Min Hana (OC)
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |2540 Views |4 Loves
Wedding Affair
CHAPTER 2 : SATU

“Apa kau gay?”

Hoon meletakkan sumpitnya dengan sedikit kasar hingga suasana menjadi hening untuk beberapa saat. Ia bahkan mengunyah makanan dalam mulutnya dengan perlahan lalu menelannya, mencoba mengatur emosi yang bergejolak dalam dirinya dengan tidak mengangkat pandangannya ke pria tua yang bertanya padanya dengan nada ringan.

“Kau bukan penyuka sesama jenis, kan?”

Kedua tangan Hoon sudah berada di atas pahanya dan mengepal dengan keras, ia sangat membenci pertanyaan itu hingga tak sanggup menjawab karena rasa bencinya. Seorang wanita yang duduk di hadapannya sedang membaca situasi ini, ia pun mengulurkan tangannya dan memegang lembut tangan pria tua yang pandangannya tak lepas dari Hoon karena ia sedang menuntut jawaban atas dua pertanyaan yang ia ajukan.

“Tentu saja anak kita bukan penyuka sesama jenis, sayang. Mengapa kau menanyakannya? Kau bisa melukai perasaan Hoon.”

“Aku bertanya karena selama 24 tahun ia hidup, aku tidak pernah melihatnya membawa seorang gadispun ke rumah. Bahkan aku tidak pernah mendengar karyawanku berbisik ia melakukan pelecehan ke seorang pegawai wanita, makanya aku bertanya apakah puteraku seorang gay? Akan lebih menyakitkan jika aku bertanya pada sahabat-sahabatnya dan bukan padanya langsung.”

Wanita itu diam mendengar jawaban dari suaminya. Ia mengerti maksud baik yang tersimpan dibalik kata-kata pedas suaminya itu dan sekarang ia mengharapkan puteranya bisa menangkap hal yang sama dengannya agar mereka bertiga tidak perlu melewati pagi yang buruk ketiga kalinya dalam seminggu terakhir.

“Aku tahu kau sangat tahu jawabanku seperti apa, yang aku tidak tahu mengapa kau selalu menanyakan itu terus menerus? Apa jawabanku sangat penting bagimu, Presdir Lee?”

“Jawabanmu tidak penting lagi sekarang. Aku akan mengganti pertanyaanku, apa kau mempunyai kekasih wanita?”

“Sayang-“ cegah nyonya Lee

“Tidak apa, bu. Aku punya seorang wanita.” Jawab Hoon dingin. Matanya tak lagi menatap nasi yang ada di hadapannya, kini matanya sudah beradu dengan mata ayahnya. Tatapan keduanya sangat dingin menyiratkan amarah yang terpendam diantara keduanya.

“Kalau begitu, kau harus menikahinya segera!”

“Aku sudah selesai. Aku berangkat ke kantor.”

Hoon berdiri tanpa menjawab pertanyaan ayahnya terlebih dahulu. Meninggalkan ruang makan dengan perasaan kesal karena harus mulai berbohong tentang kekasih yang ditanyakan ayahnya. Kekasih apa? Hoon bahkan tidak sedang dekat dengan seorang wanitapun.

Hoon memang sengaja memilih sendiri ketimbang memiliki seorang kekasih, ia masih ingin menikmati kesendiriannya daripada memusingkan tingkah wanita yang tak mudah ditebak. Mendengar cerita rekan bisnisnya tentang kekasih dan tunangan mereka saja sudah cukup, ia tak mau ikut-ikutan mengeluh karena seorang wanita.

“Hoon….”

Panggilan nyonya Lee menghentikan tangan Hoon yang hendak membuka pintu mobilnya. Ia membalikkan tubuhnya dan tersenyum kecil melihat sang ibu yang berjalan mendekat. Tangan lembut sang ibu terjulur cukup tinggi meraih pipi puteranya, ia mengelus lembut menyalurkan kenyamanan yang ia punya sebagai seorang ibu dengan harapan hatinya puteranya sudah jauh lebih tenang sekarang.

“Jangan kesal dengan ayahmu, eung?”

“Aku sudah biasa. Dia selalu begitu, bu. Noona saja sampai harus punya Yuri dulu saat berumur 22 tahun untuk membuat ayah percaya bahwa dia bukan lesbi.”

“Hmm… Kau benar, tapi maksud ayahmu baik. Ia ingin anak-anaknya menikah di saat ia masih ada.”

“Sebaik apapun maksud ayah, tak seharusnya ia menuduh kami sebagai penyuka sesama jenis. Aku pergi dulu, bu.”

Hoon mencium pipi ibunya dan masuk ke dalam mobil. Sang ibu hanya memperhatikan mobil anaknya yang mulai menghilang di balik pagar rumah mereka, lalu berjalan masuk kembali ke dalam rumah.

Sebelum masuk ke dalam kantor, Hoon lebih dulu mampir ke café yang bersebelahan dengan kantornya. Berdiri di depan meja café sambil melihat daftar menu yang ada di dekat mesin kasir.

“Ice Americano.”

“Ice Americano.”

Hoon terkejut mendengar pesanan yang sama dari seorang perempuan yang secara tiba-tiba muncul di sebelahnya. Sama halnya dengan Hoon, wanita yang berdiri tepat di sebelah Hoon juga terkejut mendengar seseorang memesan minuman yang sama dengannya.

Keduanya saling menatap dan mata mereka bertemu. Hening sesaat. Bukan karena keduanya merasakan sesuatu yang beda atau saling mengenal tapi keduanya sama-sama memikirkan bagaimana saling mengalahkan untuk mendapatkan ice Americano lebih dulu.

“Maaf… Jadi siapa yang lebih dulu memesan?”

“Aku!!” sahut keduanya bersamaan sekali lagi.

“Maaf nona, aku lebih dulu berdiri di sini jadi ice Americano ini adalah milikku.”

“Kau boleh berdiri lebih dulu tapi yang memesan minuman itu adalah aku, jadi itu pesananku.”

Hoon mulai kesal dengan wanita yang ada di sebelahnya tapi ia tak mau berdebat panjang dan memilih melenggang pergi tanpa memedulikan ocehan wanita yang terdengar mencicit baginya. Hoon masuk ke dalam lift yang terbuka namun ketika hendak menutup lift, sebuah tangan yang memegang segelas ice Americano terulur masuk ke dalam.

Hoon melihat wanita yang tadi di café berjalan masuk dengan kedua tangannya yang memegang ice Americano, ia berdeham kecil menahan rasa kesalnya. Pintu lift tertutup dan segelas ice Americano berada tepat di depan dadanya, Hoon melirik singkat lalu kembali menatap lurus ke depan.

“Ambillah, kau terlihat menginginkannya tadi.”

-dug-

Dinginnya ice Americano mengenai dadanya karena wanita itu menyodorkannya ke tubuh Hoon membuat Hoon terpaksa memegangi gelas itu. Pintu lift terbuka dan wanita itu keluar begitu saja, Hoon memperhatikannya sampai pintu lift tertutup lagi.

.

= W E D D I N G   A F F A I R =

.

Sambil menyesap ice Americano yang diberikan wanita tak dikenal tadi, Hoon mempelajari berkas yang ada di atas meja kerjanya. Tiba-tiba ia menghentikan pekerjaannya dan menatap gelas ice Americano yang terasa ringan karena isinya tinggal ¼ gelas lagi.

“Aiisshh… Dasar sinting!” Ocehnya.

Hoon tidak pernah seperti ini sebelumnya, tidak ketika ini menjadi yang pertama untuknya. Dibelikan minuman oleh seorang wanita yang tidak dikenal. Harusnya ia tak perlu memikirkannya secara terlalu karena ini bukan sesuatu yang luar biasa, tapi ini terjadi pada seorang Lee Seunghoon. Pria yang hampir tidak pernah dekat dengan wanita karena baginya wanita sangat merepotkan kecuali ibunya.

“Apa kau ada waktu siang ini, Hoon-ah?”

“Aku rasa, ada.”

“Ayo kita makan siang.”

“Baiklah, aku akan ke sana istirahat nanti.”

Hoon menaruh kembali ponselnya di atas meja dan membuang gelas minumannya ke dalam kotak sampah yang ada di dekat mejanya lalu kembali ke pekerjaannya.

 “Ibu, dimana?”

Hoon menghubungi ibunya ketika memasuki halaman restoran Korea yang memiliki ruangan khusus seperti sebuah rumah untuk para pengunjung. Setelah mendengar jawaban dari ibunya, Hoon berjalan menuju ruangan yang dimaksud ibunya diantar pelayan.

Bunyi pintu ruangan bergeser membuat nyonya Lee menyambut kedatangan puteranya dengan senyuman. Penampilan ibunya sangat anggun dan keibuan seperti biasanya, tidak heran ibunya menjadi panutan para istri pengusaha kelas atas ketika menghadiri acara amal kalangan terbatas.

“Tumben sekali ibu mengajakku makan siang bersama, apa ini ada hubungannya dengan pembicaraan ayah tadi pagi?”

Sang ibu hanya tersenyum lembut mendengar pertanyaan puteranya. “Makanlah dulu.”

Hoon tak menolak, ia mulai memindahkan sayuran ke atas nasi yang masih hangat dan mulai memakannya. Ibunya memberikan potongan daging ke atas nasi yang sudah ada di sendok Hoon dengan sumpit lalu mengambil sayuran dan memberikannya ke Hoon untuk dimakannya.

Tidak ada pembicaraan selama mereka makan hanya senyuman yang mereka umbar. Ini mungkin makan siang yang pertama sejak Hoon kembali dari New York 6 bulan lalu. Akhirnya Hoon mulai merasakan kesenangan karena hanya ada dirinya dan sang ibu di ruangan ini, bukan berarti ia tidak senang akan kehadiran ayahnya tapi jika nantinya akan berakhir dengan pertanyaan seperti pagi tadi lebih baik tidak usah.

“Hoon….”

Perasaan itu hanya berlangsung sebentar, karena panggilan ibunya membuatnya tersadar bahwa ada sesuatu yang akan terjadi selanjutnya. Senyuman di wajahnya perlahan pudar saat menatap ibunya yang juga tak lagi tersenyum.

“Katakan saja, bu. Aku sudah tahu ini akan terjadi.”

“Ini soal keinginan ayahmu.”

Hoon diam. Hoon memberikan kesempatan pada ibunya untuk menjelaskan semua yang ingin dijelaskan walaupun akhirnya Hoon tetap pada pendiriannya, tidak akan mengikuti keinginan ayahnya.

“Ayahmu hanya ingin kedua anaknya menikah saat ia masih bisa melihatnya dan ibu menyesal Minjung harus hamil lebih dulu.”

Nada suara ibunya terdengar lemah ketika mengingat tentang Minjung, kakak perempuan Hoon. Mereka sama-sama menyesali perbuatan Minjung yang terlampau kesal hingga berbuat seperti itu dengan pria yang baru dikenalnya satu minggu.

“Beruntung Jinwoo hyung adalah pria yang baik.”

“Aku tidak mau kau seperti Minjung, Hoon“

“Aku tidak segila itu, bu.”

Hoon melonggarkan dasinya setelah mendengar ibunya mengatakan itu. Ia tidak memikirkan sampai seperti itu hanya untuk membuktikan bahwa dirinya seorang pria sejati, toh Hoon juga sudah mengatakan bahwa ia sudah memiliki seorang wanita.

“Ini….”

Nyonya Lee mengeluarkan beberapa foto dari dalam tasnya. Ia menjejerkannya di atas meja yang sudah bersih, menghadapkan foto-foto wanita muda cantik dengan berbagai pose ke depan Hoon. Sesaat membuat dahi Hoon berkerut namun akhirnya ia mengerti ketika sang ibu mulai menjelaskan satu foto yang ada di hadapannya.

“Ini adalah Song Ahn Hye, usianya 22 tahun. Baru lulus dari sekolah fashion di Milan dan sedang merintis butiknya sendiri di daerah Gangnam. Kalau yang ini, Kim Sungmin. 23 tahun, puteri  pemilik SNS tv, gadis ini aktif sebagai aktivis. Yang ini-“

“Bu… Aku sudah memiliki kekasih.”

“Kau bisa membohongi ayahmu tapi tidak denganku, puteraku.”

Hoon menghela nafasnya sesaat. Ia tidak mau dijodohkan dengan salah satu wanita yang ada di dalam foto itu, mereka terlihat hebat di luar tapi sangat jelas tergambar bahwa mereka adalah wanita yang merepotkan. Hoon menggenggam tangan ibunya dan mencoba meyakinkannya sekali lagi.

“Aku memiliki seorang kekasih, bu. Hanya saja, aku belum mau menikahinya di umurku yang masih muda ini.”

“Aku tahu kau masih muda bahkan sangat muda untuk memikirkan tentang pernikahan tapi bukan berarti kau tidak cukup dewasa untuk menjalani sebuah pernikahan. Jika memang kau belum siap menikah, perkenalkan saja kekasihmu pada kami, Hoon. Setidaknya, hentikan pikiran ayahmu tentang kau yang menyukai sesama jenis dengan membawa kekasihmu menemuinya.”

Ibunya balik menggenggam tangan Hoon dan memandangnya dengan mata yang memelas. Ia sangat berharap bahwa Hoon tidak sedang membohongi dirinya, Hoon tersenyum tipis pada ibunya seraya mengangguk.

“Aku akan membicarakan ini padanya. Sekarang aku kembali ke kantor dulu dan ibu pulanglah.”

“Terimakasih, Hoon.”

“Aku melakukannya demi ibu bukan karena pak tua itu.”

Hoon mengedipkan sebelah mata pada ibunya dan keluar meninggalkan ibunya yang masih duduk di dalam ruangan itu. Helaan nafas panjangnya mewakili beban yang ia rasakan saat ini. Dimana ia harus mencari seorang wanita yang mau bersandiwara tanpa menyusahkannya?

 

= To be continued =

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK