Aku terkena kutukan.
Tinggal di neraka, selama-lamanya.
Bersamamu, dia, juga mereka.
Yoo Hyunjin adalah gadis yang cantik. Semua orang mengenalnya sebagai sosok sempurna, bak bidadari di surga. Dan aku tahu jika hal itu merupakan lelucon konyol. Lihat betapa tak berdayanya bidadari itu hanya karena bisikanku. Meringkuk di balik selimut dan menangisi kebodohannya. Ck! Padahal dia menikmati permainanku semalam suntuk.
“Apa… kita telah melakukannya? Jin-ah… Apa aku telah merampas sesuatu yang belum menjadi hakku?”
Aku hampir melupakanmu, Kim Jongin. Tinggal di dalam tubuh lembekmu itu ternyata bukan keputusan yang buruk. Aku mendapat banyak hiburan di sini. Yoo Hyunjin. Mengendalikannya, bermain dengannya, merusak mimpinya, mendapatkan tubuhnya, dan beberapa jam lagi kami akan tinggal dalam satu atap. Menyenangkan!
Aku terkena kutukan.
Tinggal di neraka, selama-lamanya.
Bersamamu, dia, juga mereka.
Altar di taman ini adalah milik kami. Aku dan Hyunjin. Gadis itu membelalakkan kedua bola matanya ketika suaraku yang menjawab pertanyaan pendeta. Tentang menjadikannya istriku, tentang menjadi suami yang setia, tentang menyayanginya dalam keadaan apa pun, dan tentang kalimat ‘hingga maut yang memisahkan’. Tawaku semakin meledak ketika Hyunjin menyebut namaku dalam ikarnya. Tentu karena perintahku.
“Jin-ah… Aku Kim Jongin, bukan Kai.”
Astaga! Ini pernikahan terlucu sepanjang masa! Aku bisa tertawa seharian karena kelakuan polos inangku. Kim Jongin, tanpa rasa malu, meminta pendeta untuk mengulangi ikrar pernikahan. Pria itu lantang mengucapkan ikrarnya. Namun di sisi lain, Hyunjin tetap memakai namaku sebagai nama suami sahnya. Kai, suami sah Yoo Hyunjin. Bukan Kim Jongin. Ini semakin menyenangkan!
Aku terkena kutukan.
Tinggal di neraka, selama-lamanya.
Bersamamu, dia, juga mereka.
Hyunjin mulai melepas perhiasan yang menempel pada tubuhnya. Melalui cermin rias, gadis itu memandang Jongin dengan tatapan bersalah. Dan lucunya, tatapan itu membuahkan hasil. Dia mendapat sebuah pelukan hangat, kecupan di tengkuk serta leher jenjangnya. Ck! Gadis ini benar-benar pintar membuat keadaan canggung di antara mereka mencair.
“Bagaimana dengan bulan madu sebagai permintaan maaf? Jeju?”
Teruslah bermimpi, Kim Jongin! Aku tidak akan membiarkanmu menyentuhnya lebih jauh lagi. Yoo Hyunjin adalah bidak ratuku. Kau tidak berhak memainkannya meskipun bidak itu menggodamu, seperti yang dilakukannya sekarang. Bulan madu di sini? Sekarang?! Cukup! Aku ambil alih dari sini!
Aku terkena kutukan.
Tinggal di neraka, selama-lamanya.
Bersamamu, dia, juga mereka.
Suara tangisnya kembali pecah. Belakangan ini, setelah aku bermain-main dengannya, Hyunjin selalu menangis atau mengurung diri di bathtub yang penuh air. Dia menyebut dirinya kotor, menyebut dirinya tidak berdaya, termasuk menyebut dirinya sebagai pelacur. Dan aku hanya bisa menonton dengan seringai lebar di balik Kim Jongin yang mulai sadar.
“Jin-ah… Mengapa kau meringkuk di sana? Ap… Apa aku telah melakukan sesuatu padamu? Lagi?”
Kau tidak melakukan apa pun, Inangku yang baik hati. Karena hal itu pula kau tidak bisa mendapatkan apa yang kau inginkan. Belajarlah menjadi serakah! Coba rebut Hyunjin dariku! Oh! Tunggu… Kau harus menjadi lebih dari serakah untuk merebutnya dariku, Jongin-ah. Kau harus menjadi sepertiku.
Aku terkena kutukan.
Tinggal di neraka, selama-lamanya.
Bersamamu, dia, juga mereka.
Hyunjin tersenyum bahagia ketika Kim Jongin yang menikmati tubuhnya. Kutekankan sekali lagi, Kim Jongin. Bukan Kai. Aku terlempar keluar dari manusia sialan itu karena kalung pemberian pendeta. Dan sekarang aku hanya bisa menjadi penonton menyedihkan yang tidak bisa berbuat apa-apa. Setidaknya hal itulah yang kupikirkan sebelum Hyunjin memanggil namaku di sela permainan mereka. Kai. Kai. Kai.
“Aku… aku mencintaimu, Jin-ah! Setelah sekian lama… akhirnya aku bisa menyentuhmu! Tetapi mengapa kau malah memikirkan Kai itu?! Siapa Kai yang kau maksud?!”
Aku tidak bisa menahan seringai lebarku ketika tanduk kecil mulai muncul di kepala Jongin. Oh! Aku sudah menunggu bertahun-tahun untuk menumbuhkan tanduk itu pada pria yang kini melangkah keluar dari kamar. Tanduk pendosa. Kini kau telah resmi kutandai, Kim Jongin.
Aku terkena kutukan.
Tinggal di neraka, selama-lamanya.
Bersamamu, dia, juga mereka.
Dua manusia yang duduk satu meja itu saling memandang dengan tatapan serius. Aku yang tidak bisa kembali ke tubuh Jongin, menempatkan diri sebagai penonton. Menonton perkembangan tanduk Jongin yang kini sebesar tanduk domba, juga tanduk Hyunjin yang baru-baru ini muncul. Ayahku harus bertepuk tangan karena prestasiku ini. Menandai dua manusia tersempurna di Seoul.
“Anakku?! Kau sedang bercanda?! Itu anakmu dengan si Kai sialan itu!”
Aku melangkah mendekati meja makan, sementara Jongin meninggalkannya dan pergi entah ke mana. Pandanganku tertuju pada sebuah benda kecil dengan dua garis merah di tengahnya. Testpack. Positif. Aku segera memeluk Hyunjin dari belakang, mengelus perut datarnya perlahan. Di dalam perut Hyunjin ada anakku. Di dalam perut Hyunjin ada calon penerusku. Penerus mandat iblis dalam tubuh manusia.
Aku terkena kutukan.
Tinggal di neraka, selama-lamanya.
Bersamamu, dia, juga mereka.
Kau yang terjebak.
Dia yang terjerumus.
Mereka yang tergoda.
Dan kupastikan anak kita akan membawa lebih banyak.
Lebih banyak pendosa.
Pendosa yang berlarian menuju neraka.
————————————————————————————————
Sinner
Fin
————————————————————————————————
Next:
Loser
————————————————————————————————