home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Love Story In School

Love Story In School

Share:
Author : MinamiMaretha
Published : 09 Mar 2015, Updated : 16 Jul 2015
Cast : Kim Suho, Yoo Youngjae, Jeon Jungkook, Choi So Yeon (OC) , Ryu Nana (OC)
Tags :
Status : Complete
2 Subscribes |25578 Views |2 Loves
Love Story in School
CHAPTER 8 : Before Me Go

Title : Love Story in School

Author : Minami Maretha

Genre : AU, School Life, Soft Romance, Angst

Rated : General

Length : Chapter

Casts :

*Choi So Yeon – OC

*Ryu Nana – OC

*EXO’s Suho

*B.A.P’s Youngjae

*BTS’s Jungkook and other casts  

Disclaimer : Minami Maretha © 2014. All casts of this fan fiction belong to themselves. But, this story is mine.

 

HAPPY READING!!!

 

Deburan ombak terdengar sepanjang mata memandang, gulungan air laut datang silih berganti seakan-akan saling berkejaran. Rambut coklat panjangnya melambai tertiup angin, bola mata hitam pekat itu menatap penuh arti sinar jingga di ufuk barat.

“Kau suka?” Suara berat di sampingnya membuat Nana menoleh. Ia tersenyum.

“Sangat.” Nana menunduk—membetulkan rambutnya yang berantakan. “Terima kasih, Jungkook-ah.”

“Aku hanya menepati janjiku padamu.” Jungkook mengelus puncak kepala Nana. “Ayo kita main.”

Nana mengangguk dengan senyum terkembang sempurna di bibirnya. Ia melepas sepatu kedsnya terlebih dahulu lantas menentengnya, berlari mengikuti Jungkook yang sudah berlari mendahuluinya.

Ya!” Suara teriakan Nana terdengar di tengah suara debur ombak saat Jungkook sengaja memainkan air laut di kakinya dan tepat mengenai wajah Nana. Tak mau kalah, gadis bermarga Ryu itu membalas dengan mencipratkan air laut ke wajah tampan Jungkook.

Perang air laut dimulai. Seperti tak ada rasa kesakitan meski salah satu di antara mereka berdua menahan sakit yang luar biasa.

“Akhh!” Nana memegangi kakinya, otomatis permainan air keduanya terhenti. Sakit yang luar biasa tak dapat gadis ini tahan.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Jungkook khawatir. “Kita pulang saja bagaimana?”

Nana menggeleng, ia mencoba tersenyum di tengah-tengah rasa sakitnya. “Aku tidak apa-apa, aku masih mau di sini. Kita baru saja datang, tidak lucu jika kita pulang sekarang.”

“Baiklah, tapi jika kau sudah tidak kuat segera bilang padaku.” Kini Nana menganggukkan kepalanya diiringi senyum manis seakan tak terjadi apapun. Dan itu semakin membuat Jungkook takut. Waktunya dan gadis manis ini tidak akan lama lagi.

“Nana-ya,” panggil Jungkook pelan. Mungkin tak akan terdengar jika kau tidak memasang telingamu baik-baik.

“Hmm? Apa Jungkook-ah?”

“Berjanjilah padaku untuk sembuh agar aku bisa menjagamu sepenuhnya.” Ucapan Jungkook terdengar tulus dan penuh perasaan. Tatapan matanya yang teduh benar-benar menusuk tepat ke dalam mata coklat Nana.

“Kau mau ‘kan berjanji padaku?”

Senyum Nana semakin terpatri di bibir tipisnya. Sekali lagi ia mengangguk, rasa bahagia begitu membuncah di dadanya. Belum pernah ia merasakan rasa bahagia seperti ini.

Dan saat dua bibir itu kembali bertemu lembut, sama sekali tidak ada penolakan dari Nana. Keduanya seperti sama-sama menikmati. Sebuah ciuman hangat, lembut yang menyiratkan perasaan mereka masing-masing.

 

***

 

“Kau mau kemana, Youngjae­-ya?” Langkah Youngjae terhenti saat suara jernih milik So Yeon sampai di telinganya, ia berbalik.

“Ah! Aku... eum... ada urusan sebentar jadi aku harus keluar dulu.”

“Urusan apa?” tanya So Yeon lagi, satu alis gadis itu terangkat. Tatapan matanya seperti tengah menyelidiki. Siapa yang tidak penasaran, Youngjae sudah rapi dan tengah berjalan santai di jalan Lotus sementara anak-anak lain tengah bersiap kembali pulang ke rumah menyambut liburan akhir tahun?

“Ada yang harus kuselesaikan.” Youngjae tersenyum kaku. “Kau sendiri? Sedang apa di sini?”

“Hanya sedang menenangkan pikiran, kepalaku panas terus-terusan belajar menjelang ujian.” So Yeon mengelus rambutnya sendiri. Ah! Benar. Berbulan-bulan sudah berlalu dan kini saatnya ujian akhir, tidak terasa hampir satu tahun Youngjae bersekolah di sekolah elit ini. Terlalu banyak yang terjadi.

“Kalau begitu, semangat ujian. Jangan sampai kau tidak lulus dan menjadi juru kunci sekolah ini.”

“Apa maksudmu hah?” Baru saja So Yeon ingin melayangkan sebuah jitakkan, sosok Youngjae sudah berjalan menjauh. Entah apa yang sedang diurus lelaki itu, sepertinya rahasia sekali.

 

*

 

“Kau suka?” tanya Jungkook begitu keduanya sampai di perbukitan yang berhadapan langsung dengan laut. Pembatas besi panjang mengeliling hampir sepanjang perbukitan itu dan di sinilah jarak pandang yang bagus untuk menikmati sun rise ataupun sunset seperti sekarang.

Nana mengangguk sambil memejamkan matanya, ia membiarkan rambut panjang coklatnya tertiup angin. “Ya, aku suka. Pemandangan di sini sangat indah.”

“Baguslah kalau kau suka.” Jungkook kembali melempar pandang ke depan.

“Kau tahu darimana kalau perbukitan di sini jarak pandangnya bagus untuk melihat sunset?”

“Dulu aku sering ke sini, dan jalan-jalan sendiri sampai akhirnya menemukan tempat ini. Masih banyak yang belum tahu tempat ini, hanya beberapa orang saja.”

“Ohh~” Nana menggumamkan huruf O yang panjang.

Senyum Jungkook masih terbentuk di bibirnya. “Di sini semakin dingin. Kita cari penginapan dulu setelah itu makan malam bagaimana? Besok baru kembali ke Seoul.”

“Baiklah. Kebetulan aku juga sudah lelah dan lapar.”

Nana menunduk, melihat uluran tangan Jungkook. Ia lantas tersenyum sebelum akhirnya menyambut uluran tangan hangat itu, sangat berbeda dengan tangannya yang dingin membeku.

Dan keduanya berjalan meninggalkan perbukitan yang dipagari besi itu di tengah warna jingga yang mewarnai langit sore.

 

*

 

Suho mendongak dari buku bacaannya begitu suara derit kursi di depannya terdengar, sosok yang ia tunggu akhirnya datang juga. “Kau kemana saja? Dan kenapa wajahmu kusut seperti itu?”

So Yeon melirik Suho sekilas lantas menghembuskan napas pelan, bibir mungilnya mengerucut. “Tadi saat sedang menenangkan pikiranku, aku bertemu Youngjae. Dan dia mengejekku, tapi bukan itu sebenarnya yang ingin kusampaikan.”

“Lalu?” Suho melempar pandangannya lagi pada buku yang sedang ia baca, sesekali ia menulis sesuatu yang ia anggap penting di buku.

“Aku curiga, dia tengah menyembunyikan sesuatu. Tadi aku bertemu dia dengan pakaian rapi, tak seperti yang lain yang tengah mempersiapkan untuk pulang ke rumah. Ia justru keluar area Asian Pasific International School,” jelas So Yeon memainkan pensil di tangannya. “Menurutmu ia pergi kemana?”

“Entahlah kau ‘kan yang bertemu dengannya, kenapa tidak kau tanyakan saja padanya tadi?”

So Yeon mengangkat pensil yang digenggamnya—berniat menjitak kepala kekasihnya, namun dengan cepat Suho menghindar. “Kau ini, aku sedang bertanya harusnya kau jawab.”

“Kau mengajukan pertanyaan yang tidak mungkin bisa kujawab.”

“Tapi setidaknya kau memberikan pendapatmu sendiri.”

Suho menghembuskan napas panjang. “Aku sedang tidak ingin berdebat sekarang.” Mendengar itu So Yeon mendesis.

“Cih! Sejak kapan kau menyerah berdebat denganku huh? Apa ujian yang semakin dekat membuat otakmu bergeser?”

“Terserah kau saja, sekarang kau ingin kuajari matematika atau tidak?”

Bibir mungil So Yeon semakin mengerucut tanda ia kesal. “I-Iya. Aku mau diajari.”

“Duduk di sebelahku dulu nanti aku ajari.”

Astaga! Ternyata modus seorang Kim Joon Myeon masih ada, tapi mau bagaimana lagi? So Yeon yang lemah matematika mau tak mau berdiri dan duduk di samping sang kekasih.

“Nah, sekarang kita belajar yang mana?”

Suho menggeser buku yang sejak tadi di pelajarinya. “Ini.” Telunjuk Suho menunjuk banyak angka rumit di sana, semoga saja So Yeon tidak mual melihat begitu banyak angka dalam satu buku.

 

*

 

Tangan gadis berambut hitam legam itu mendorong pintu kaca sebuah café bertuliskan Oui Café, ia mengedarkan pandangan—mencari satu meja kosong untuk dirinya sendiri. Matanya tertuju pada satu meja cukup strategis dari tempatnya berdiri juga dekat dengan jendela, ia mengangguk lantas berjalan mendekati meja tersebut.

“Selamat datang di Oui Café, mau pesan apa?” Baru saja gadis tersebut duduk, seorang pelayan dengan apron coklat tua datang menghampirinya. Karena saking terkejut, tangan gadis itu mengusap dadanya. Ia mendongak dengan tatapan tajam.

“Bisa tidak berikan aku waktu sejenak untuk duduk dan menikmati suasana di sini?” Bukannya menjawab pertanyaan sang pelayan, gadis tersebut malah bertanya demikian. Nada ketus begitu terdengar di telinga si pelayan dengan pipi apel.

“Baiklah, jika kau nanti kau ingin memesan bisa panggil aku atau pelayan yang lain.” Tak mau berdebat dengan entah seorang pelanggan baru atau pelanggan lama, sang pelayan dengan name tag Yoo Youngjae berbalik dan pergi meninggalkan sang pelanggan dengan kerutan di keningnya.

“Hei! Aku belum selesai!” Mendengar itu, langkah Youngjae terhenti. Ia berbalik dan berjalan mendekati meja itu lagi, dengan wajah datar tanpa senyum. Dalam hati ia menahan rasa kesalnya pada gadis ini.

“Ada apa lagi? Bukankah Anda ingin menikmati suasana di café ini?”

“Y-Ya, tadi aku bicara seperti itu tapi kau seharusnya jangan pergi dan layani aku karena kau sudah datang ke mejaku,” jawab sang gadis beralasan.

“Baiklah.” Youngjae memutar bola malas. “Mau pesan apa, Agasshi?”

“Eum... waffle with chocolate ice cream lalu minumnya creamy latte.” Youngjae segera mencatat pesanan gadis ini.

“Baiklah, ada lagi?” Sang gadis menggeleng dengan senyum yang membuat kedua mata sipitnya membentuk bulan sabit.

“Pesanan Anda akan diantar setelah selesai.” Youngjae menunduk kemudian berbalik, namun belum sempat ia melangkah suara cempreng gadis berambut merah ini kembali terdengar.

“Setidaknya berikan senyum terbaikmu kepada pelanggan, aku tidak tahu apakah kau pelayan lama atau pelayan baru. Tapi, jika kau tidak ingin dipecat oleh bosmu hanya gara-gara ada satu pelanggan yang mengeluh dirinya tidak dilayani dengan baik.” Youngjae melirik dari ekor matanya—tanpa berani berbalik. Ah! Masa bodoh! Dasar pelanggan tidak tahu diri, bisanya hanya menceramahi.

Tanpa buang-buang waktu, Youngjae melanjutkan langkahnya, memberikan pesanan pada sang koki juga barista. Jika pesanan selesai, Youngjae bersumpah tak mau mengantarkan pesanan gadis itu. Gadis cerewet yang entah siapa namanya.

 

*

 

Mata coklat itu terpejam—seakan menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Dua tangannya memegang pegangan besi balkon tempat ia dan Jungkook menginap. Setelah menemukan penginapan yang tak jauh dari perbukitan tempat ia melihat matahari terbenam, gadis tersebut memutuskan beristirahat sejenak sebelum makan malam.

Nana membuka matanya begitu suara pintu balkon yang berdampingan dengan kamar penginapannya terdengar, Jungkook yang sepertinya baru mandi keluar. Sudut-sudut Nana terangkat naik membentuk senyuman.

Jungkook—yang sepertinya tidak sadar Nana tengah memandangnya—menatap pemandangan pantai di malam hari, beberapa pengunjung pantai yang masih ingin menghabiskan waktunya masih terlihat. Cahaya-cahaya lampu yang menerangi malam semakin mempercantik suasana. Lelaki tersebut seakan menikmati tiap inchi pemandangan indah di depannya tanpa ingin diganggu.

Melihat Jungkook yang seperti itu, entah mengapa ada rasa bersalah yang menggerogoti hati Nana. Ia terlalu banyak merepotkan Jungkook, apa seorang gadis pantas melakukan itu pada seorang lelaki yang sudah banyak berkorban untuknya?

Senyum manis Nana perlahan memudar seiring dengan tatapan sendunya pada lelaki bermarga Jeon ini. Tanpa sadar Jungkook menoleh ke kiri tepat saat Nana menatapnya sedih.

“Sejak  kapan kau di situ, Nana­-ya?” tanya Jungkook.

“Baru saja,” sahut Nana pelan, senyum di bibirnya berganti dengan senyum manis—berharap agar Jungkook tak mengetahui apa yang baru saja dipikirkannya.

“Jangan terus menerus menatapku, nanti kau akan terjerat dengan pesona seorang Jeon Jungkook,” lanjut Jungkook penuh percaya diri membuat Nana tertawa seketika.

“Teruslah bermimpi, Jeon Jungkook. Teruslah bermimpi.” Nana menghela napasnya seraya melempar pandang ke depan. Sudut hatinya tengah memantapkan sesuatu.

“Aku ke dalam dulu, kau jangan terlalu lama di luar. Nanti kau sakit.” Setelah mendapat anggukan Jungkook, Nana bergegas kembali ke dalam. Ia segera mengambil tas selempangnya lantas keluar dari kamar penginapan, matanya melirik sejenak kamar penginapan Jungkook.

Tidak. Tidak bisa. Aku tidak bisa merepotkan dia terlalu banyak, batin Nana lantas berjalan keluar. Ia harus pergi. Ia harus menjauhi semua orang agar tak ada yang perlu direpotkan lagi oleh seorang Nana.

Siapa yang mau direpotkan oleh seorang yang berpenyakitan?

 

*

 

Kening So Yeon mengernyit begitu ia membuka pintu kamar Primrose, ketua asrama di depan kamar Primrose terlihat berlari di sekitar lorong asrama perempuan.

Sunbae!” Tungkai kaki Meizhu terhenti saat So Yeon memanggilnya.

“Ya?”

“Terjadi sesuatu?” tanya So Yeon. “Sepertinya Sunbae terlihat buru-buru sekali.”

“Rin Young tadi menghubungiku, ia tak sengaja melihat Nana tergeletak pingsan di jalanan. Aku harus menyusulnya ke rumah sakit,” jawab Meizhu yang membuat So Yeon membulatkan matanya terkejut.

“Aku pergi dulu, So Yeon-ah.”

Chakkaman, Sunbae!!” Meizhu kembali menoleh saat So Yeon kembali memanggilnya.

“Tunggu aku, aku mau ikut.” So Yeon kembali ke kamarnya lantas mengambil jaket, ponsel dan dompet, lantas berlari menyusul Meizhu yang tengah menunggunya. Ia harus memastikan Nana baik-baik saja karena ia tahu ada penyakit bersarang di tubuh Nana, semoga gadis bermarga Ryu itu baik-baik saja.

 

*

 

“Selamat datang di Oui Café, mau pesan apa?” Mata Youngjae membulat saat seorang gadis yang duduk di meja 3 menurunkan buku menu—menampilkan wajah asli yang tadi tersembunyi di sana. Sejak kapan ada Nana di sini?

“Youngjae-ya, kau....” Nana mengamati Youngjae dari atas sampai bawah. “Kau bekerja di sini?”

“Ya... begitulah. Seperti yang kau lihat.”

“Sejak kapan?”

“Baru hari ini. Karena bosan di asrama, jadi aku memutuskan kerja sampingan,” bohong Youngjae tersenyum. Tidak mungkin ‘kan dia menjawab kerja sampingan untuk membantu pengobatan Nana? Yang ada Nana akan semakin membencinya.

“Ohh~ tidak biasanya. Kontras sekali dengan murid lain yang bersiap pulang ke rumah.”

“Kau sendiri?” Youngjae memutuskan untuk duduk di hadapan Nana, berhubungan café sepi dan sebentar lagi tutup, jadi tak masalah menemani tamu terakhir malam ini.

“Apa?”

“Ya... kau sendiri kenapa malam-malam begini masih berkeliaran di luar? Mampir sebentar setelah jalan-jalan?”

“Seperti itulah.” Nana tersenyum kaku, dan Youngjae bisa menangkap senyuman palsu itu. Namun tak bertanya lebih jauh.

“Bagaimana kondisimu? Sudah lebih baik?”

“Sedikit tapi... aku tidak bisa memastikan aku benar-benar dalam kondisi baik-baik saja.” Buru-buru Nana merapatkan lengan jaketnya—berusaha menutupi sesuatu—tapi Youngjae berhasil menahannya. Lelaki tersebut membuka sedikit lengan jaket Nana.

“Ini....”

Nana mengangguk—seakan tahu pertanyaan Youngjae. “Salah satu efek penyakitku, tapi tak apa. Kau tidak perlu khawatir.”

Walau Nana bicara seperti itu, justru Youngjae semakin khawatir. Kondisi Nana semakin memprihatinkan jika tidak ditangani lebih lanjut oleh dokter.

“Kau sudah ke dokter?”

“Sudah, tapi dokter mengatakan aku harus secepatnya di operasi.”

“Kau memang harus secepatnya di operasi.”

“Sayangnya kenyataan yang ada tidak begitu.” Nana menunduk—menyembunyikan sebulir air mata yang sebentar lagi akan jatuh di sudut mata kirinya. Dan Youngjae tahu benar permasalahan yang dihadapi Nana.

Biaya untuk operasi.

Lelaki bermarga Yoo itu bertekad akan membiayai operasi Nana sampai sembuh. Apapun akan dilakukannya untuk gadis manis ini.

“Jangan khawatir. Kau pasti sembuh.” Youngjae menyemangati Nana agar tidak menyerah. Lantas ia berdiri. “Jadi pesan sesuatu?”

Nana mengangguk pelan. “Hot Chocolate saja. Terima kasih sebelumnya, Youngjae-ya.”

“Tidak masalah. Hei!” Youngjae tiba-tiba teringat sesuatu. “Bagaimana kalau kita pulang bersama ke asrama? Tapi kau mau menungguku selesai bekerja?”

“Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri atau aku akan cari penginapan.”

“Benar tidak mau pulang bersama?”

Nana menggeleng dan entah mengapa Youngjae mempunyai firasat buruk tentang gadis ini. Aishh~

“Baiklah, tunggu di sini. Pesananmu akan kuantar.”

 

*

 

Langkah dua insan yang tengah berjalan berdampingan berhenti saat salah satu dari mereka menangkap sesuatu yang mengusik indra penglihatannya.

“Rin Young-ah, ada apa?” tanya Kyungsoo saat Rin Young tetap terpaku di tempatnya berdiri. Bukannya menjawab, Rin Young justru melepaskan genggaman tangannya lantas berjalan mendekat pada sesuatu yang entah kenapa menarik perhatiannya.

Kencan mereka yang baru saja mulai justru terusik karena sesuatu yang sepertinya tidak penting. Ah! Walau ujian semakin dekat tapi tak apa ‘kan pergi sebentar untuk menjernihkan pikiran? Lagipula terus menerus belajar membuat jenuh.

“Astaga!!!” pekik Rin Young membuat Kyungsoo mau tak mau mendekat ke arah sang gadis.

“Apa? Kau melihat sesuatu?”

“Itu... Nana ‘kan?” Kyungsoo mengikuti arah telunjuk Rin Young, mata lelaki tersebut menyipit sebentar—memastikan bahwa ucapan Rin Young salah. Tapi ternyata....

Omona!!” Buru-buru keduanya mendekati sosok yang tergeletak di aspal jalanan, ternyata bukan boneka melainkan manusia. Lebih tepatnya gadis remaja dan itu Nana.

“Kyungsoo-ya, ayo kita bawa ke rumah sakit.” Kyungsoo mengangguk kemudian membawa Nana ke dalam gendongan.

“Biar aku yang menghubungi Meizhu untuk menyusul ke rumah sakit. Kajja!”

 

*

 

“Apa yang terjadi?” tanya Meizhu begitu ia berhenti berlari tepat di depan sosok Kyungsoo dan Rin Young duduk menunggu di depan ruang Unit Gawat Darurat. Di belakang Meizhu ada Kris, Suho, Hye Bi, Ji Hyun, Tao, Sung Hwa dan So Yeon yang masing-masing dari mereka sedang mengatur napas.

“Kami juga tidak tahu, kami hanya menemukan Nana sudah tergeletak di jalan dengan tubuh sebagian membiru,” jelas Kyungsoo.

“Membiru? Apa Nana habis dirampok?” Hye Bi bertanya.

Justru Rin Young yang menggeleng. “Kurasa Nana bukan habis dirampok, ponsel dan dompetnya masih utuh.” Tangan gadis keturunan Korea – Australia itu menunjukkan tas kecil biru di tangannya.

“Lalu? Apa yang terjadi padanya?” Kini giliran Tao yang bertanya.

“Entahlah. Kami belum tahu, kita tunggu dokter keluar setelah memeriksa Nana.” Semua tampak mengangguk mengiyakan ucapan Rin Young. Dan tepat setelah itu, dokter keluar dari ruang pemeriksaan membuat semua yang ada di sana menoleh ke arah pintu.

“Dokter bagaimana keadaan Nana?” So Yeon langsung melemparkan pertanyaan demikian.

“Anda keluarganya?” Dokter tersebut malah berbalik bertanya.

So Yeon mengangguk samar. “Eum... kami semua teman-temannya Dokter. Anda bisa mempercayai kami.”

Dokter dengan name tag Yoo Hana itu mengangkat sebelah alisnya namun ia mengangguk. “Baiklah, kondisi pasien sudah stabil tapi dia harus secepatnya dioperasi sebelum pneumotoraks yang ia idap semakin meluas.”

“Maaf? Apa dokter tadi menyebut... Pneumotoraks? Apa itu sejenis penyakit?” tanya Suho sedikit menyela penjelasan Dokter.

Hana mengangguk. “Ya, itu memang sebuah penyakit. Penyakit yang menyerang paru-paru karena adanya pengumpulan udara dalam rongga pleura yang disebabkan benturan keras di dada atau pernah mengalami tembakkan di dada pasien.”

“Jadi, Nana....” Kris menatap bergantian para ketua asrama yang semuanya tampak mengangguk.

“Operasi harus dilakukan secepatnya sebelum pasien melemah, ia beruntung masih bisa bertahan. Jika semua siap, silakan beritahu pihak rumah sakit kapan operasinya akan berlangsung.” Semua terlihat diam—seperti sibuk dengan pikirannya masing-masing.

“Kalau begitu saya permisi dulu, masih ada pasien yang harus saya tangani.” Hana meninggalkan ke sepuluh remaja itu dengan sibuk mencerna ucapan sang dokter.

“Jadi....” Suara Sung Hwa menginterupsi yang lain. “Apa yang harus kita lakukan?”

Nyaris semuanya tampak menggeleng seakan tak tahu apa yang harus mereka lakukan, kata-kata dokter Hana membuat mereka shock. Kenapa ini harus terjadi di saat mereka sebentar lagi akan meninggalkan bangku Sekolah Menengah Atas?

“Boleh aku bertanya?” Ji Hyun yang sedari tadi diam akhirnya mengeluarkan suara.

“Silakan Ji Hyun-ah.” Setelah mendapat jawaban seperti itu dari Kris, Ji Hyun mengangguk lalu membuka mulut.

“Nana ditemukan tergeletak di jalan ‘kan? Dan Rin Young tadi menunjukkan tas kecil yang berisi ponsel dan dompet Nana, itu tandanya Nana sedang berada di luar area sekolah. Apa ada yang tahu dengan siapa Nana pergi? Atau siapa yang terakhir kali bersama Nana?” tanya Ji Hyun panjang lebar.

“Mungkin ia habis pergi bersama Jungkook, bukankah sekarang Nana dan Jungkook tengah dekat?” tebak Kyungsoo.

“Atau dia bersama Youngjae,” So Yeon menebak ragu. “Kulihat Youngjae juga keluar area sekolah dan berpakaian rapi. Mungkin Nana pergi bersama Youngjae.”

“Bisa jadi. Di antara kalian pasti ada yang menyimpan nomor ponsel Youngjae ataupun Jungkook ‘kan? Sekarang yang menyimpan nomor ponsel Youngjae atau Jungkook, segera hubungi mereka dan suruh mereka ke Seoul International Hospital. Kita harus tahu kenapa Nana bisa terbaring begitu saja di tengah jalan dengan kondisi memprihatinkan,” ucap Kris membuat beberapa di antara mereka mengangguk dan mulai sibuk dengan ponsel masing-masing.

 

*

 

So Yeon menunggu sambungan telepon sedikit gusar, sudah lima belas menit yang lalu ia mencoba menghubungi Youngjae dan sampai detik ini belum ada tanda-tanda telepon diangkat. Telepon tersambung namun belum ada jawaban. Astaga! Anak itu meninggalkan ponselnya atau bagaimana?

Yoboseoyo.” Akhirnya suara berat itu terdengar di ujung sana.

Aigo, Yoo Youngjae kemana saja kau? Aku sudah menghubungimu daritadi, kenapa baru diangkat?” tanya So Yeon sedikit mengeluh.

Maaf, aku habis mandi dan meninggalkan ponselku dikamar.” Suara Youngjae terdengar bersalah. “Ada apa menghubungiku? Tidak biasanya.”

“Eum... bagaimana mengatakannya?” So Yeon menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mencoba memikirkan kata-kata yang tepat.

Hmm? Apa ada sesuatu yang penting yang ingin kau sampaikan padaku? Jika tidak terlalu, besok saja kau katakan. Aku lelah dan ingin istirahat.” Youngjae terdengar menguap panjang, kelihatan sekali lelaki ini sangat lelah seperti habis melakukan sesuatu yang berat. Tapi, ini harus segera disampaikan.

“Baiklah, baiklah, aku akan mengatakannya sekarang. Aku sedang di rumah sakit sekarang karena Nana ditemukan pingsan di jalanan sendirian. Apa kau orang yang terakhir kali bersamanya?” gadis bermarga Choi itu bertanya panjang lebar.

Diam sejenak. Youngjae seperti berusaha menelan bulat-bulat kalimat yang dilontarkan So Yeon barusan.

K-Kau serius, So Yeon-ah? Iya memang benar aku terakhir bertemu dengannya tapi... dia pingsan di jalanan sendirian? Kupikir dia....” Kalimat Youngjae terhenti begitu saja.

“Apa? Kau berpikir apa, Youngjae-ya?”

Sebelum kami berpisah, aku sempat menawarkan diri untuk pulang bersama. Tapi dia menolak dengan alasan ingin jalan-jalan dulu dan kalau sempat ia akan mencari penginapan. Ck!” Suara decakan sebal seorang Yoo Youngjae terdengar. “Anak itu tidak mau menurut.”

“Ini bukan saat yang tepat untuk menyalahkan Nana. Besok pagi-pagi sekali kau harus ke rumah sakit dan jelaskan semuanya. Kau sedang di asrama ‘kan sekarang?”

Iya, aku baru sampai asrama.”

“Baiklah, kau sekarang istirahat dan jangan nekat untuk keluar area asrama. Kami tidak mau kau jadi korban dari hantu-hantu di sekolah.”

Terdengar helaan napas Youngjae di seberang sana. “Aku tahu.”

“Biar aku dan para ketua asrama yang akan menjaga Nana, kau beristirahatlah. Maaf sudah menganggumu malam-malam begini.”

Tak apa, So Yeon-ah. Beruntung kau tidak menghubungiku saat aku sudah tertidur. Sambungan telepon tidak akan terangkat karena aku tidak mudah dibangunkan hanya dengan dering ponsel.”

“Iya. Iya. Sudah sana tidur. Sampai bertemu di rumah sakit.” Setelah mendapat jawaban ‘Iya’ , So Yeon segera memutuskan sambungan. Ia menoleh dan mendapat beberapa ketua asrama yang tertidur dengan posisi duduk di depan ruang perawatan Nana. Hari sudah semakin malam dan Nana masih belum sadar juga. So Yeon hanya bisa berharap, Nana dalam keadaan baik-baik saja.

 

To Be Continued

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK