Title : Love Story in School
Author : Minami Maretha
Genre : AU, School Life, Soft Romance, Angst, Sad
Rated : General
Main Casts
*Choi So Yeon – OC
*Ryu Nana – OC
*EXO’s Suho
*B.A.P’s Youngjae
*BTS’s Jungkook
Disclaimer : Minami Maretha © 2015. All casts of thi fan fiction belong to themselves. But, this story is mine.
HAPPY READING!!!
“Kyungsoo-ya, bagaimana keadaan Nana?” tanya Kris begitu ia dan ketua asrama yang lain beserta So Yeon melihat sosok Kyungsoo dan Rin Young duduk di depan ruang tunggu gawat darurat.
“Masih ditangani dokter dan kami disuruh tunggu di sini,” jawab Kyungsoo.
“Bisa kau beritahu bagaimana kronologi kau menemukan Nana?” Meizhu kini yang bertanya. Wajahnya terlihat khawatir, tentu saja ini menyangkut salah satu adik kelasnya di asrama yang sama—Cinnamon.
“Aku tidak tahu persis bagaimana kronologinya yang pasti saat itu aku dan Rin Young dalam perjalanan pulang menuju sekolah setelah itu tiba-tiba saja kami sudah menemukan Nana tergeletak di tengah jalanan yang sepi,” jelas Kyungsoo.
“Di tengah jalanan yang sepi?” Hye Bi menginterupsi penjelasan Kyungsoo. “Apa Nana tengah keluar asrama sendirian? Atau dia pergi bersama orang lain?”
Hampir semua di ruang tunggu tersebut mengangkat bahu tidak ada yang melihat Nana pergi keluar dengan siapa terakhir kali.
“Atau siapa di antara kita melihat dia terakhir kali? Salah satu dari kalian tidak melihat Nana keluar sekolah?” Seperti tidak puas dengan jawaban tadi, Hye Bi bertanya lagi. Ketua asrama Adonis ini merasa ada yang janggal dengan penemuan Nana di tengah jalan begitu saja. Tidak mungkin Nana berjalan sendirian di malam hari, atau memang gadis itu pergi sendiri tanpa perhitungan?
“Mungkin kita bisa bertanya pada seseorang yang dekat dengannya akhir-akhir ini. Bukankah Nana dan Jungkook akhir-akhir ini dekat?” Ucapan Tao membuat semua yang ada di ruang tunggu ini mengangguk. “Kalau begitu, siapa di antara kalian yang memiliki kontak Jungkook? Hubungi dia dan suruh dia kemari secepatnya. Siapa tahu dia adalah orang terakhir yang bertemu Nana dan menjelaskan sebenarnya apa yang terjadi.”
Setelah Tao mengatakan itu, semua sibuk dengan ponsel masing-masing. Begitu juga So Yeon, yang justru sibuk menghubungi Youngjae. Gadis bermarga Choi itu merasa Youngjae juga bertemu dengan Nana meskipun kemungkinannya kecil sekali. Ia ingat Youngjae berpakaian rapi sebelum ia datang ke perpustakaan untuk belajar bersama Suho, pasti Youngjae keluar area sekolah kan? Siapa tahu lelaki tersebut bertemu Nana.
“Ayolah angkat, Youngjae-ya. Angkat. Angkat,” So Yeon menggerutu saat sambungan telepon tidak juga diangkat. Kemana pemuda itu di saat seperti ini.
“Yoboseoyo.” Akhirnya suara berat itu sampai di telinga So Yeon, wajah cantik gadis itu seketika berubah sumringah.
*
Sosok lelaki bermarga Yoo itu keluar dari kamar mandi sambil menggosok rambutnya. Sepulang dari bekerja sampingan di salah satu café membuatnya penat dan langsung mandi. Setidaknya mandi sebelum tidur membuatnya sedikit merasa segar daripada semalam menyimpan bau badan tidak enak.
Kening Youngjae berkerut saat suara ponselnya bordering nyaring. Segera ia mencari ponsel yang tersimpan di bawah bantal dan melihat siapa yang menghubunginya malam-malam begini.
“Tidak biasanya,” gumam Youngjae saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya. “Yoboseoyo.”
“Youngjae-ya, kemana saja kau?” Reflek Youngjae menjauhkan ponselnya karena suara gadis di seberang telepon ini nyaring sekali. Segirang itukah gadis itu mendengar suara Youngjae?
“Aku habis mandi jadi tidak membawa ponsel, ada apa So Yeon-ah?”
“Eum… begini, aku ingin bertanya sesuatu. Apa kau bertemu Nana hari ini?”
Youngjae diam sejenak. “Ya, tadi malam aku bertemu Nana di salah satu café. Ada sesuatu?”
Terdengar helaan napas sejenak. “Aku sedang di rumah sakit sekarang, Nana ditemukan tergeletak di jalanan oleh Kyungsoo dan Rin Young. Apa kau tahu sesuatu tentang itu?”
Napas Youngjae tercekat. Nana pingsan di jalanan. Aish, gadis itu tidak mau menurut untuk pulang bersama ke asrama tadi dan sekarang ia pingsan. Menyusahkan saja.
“Aniya, aku hanya bertemu di café saja dan karena sudah malam aku ajak dia pulang bersama ke asrama. Tapi dia tidak mau, kupikir dia menginap di salah satu penginapan atau ke rumah temannya dulu.” Youngjae menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang.
“Baiklah kalau begitu, ah! Maaf sebelumnya sudah menganggu malam-malam begini.”
“Tidak masalah. Besok aku akan menyusul ke rumah sakit untuk melihat keadaan Nana.” Youngjae melirik jam yang tergantung di dinding kamar bernuansa merah itu. Sudah hamper jam 11. “Sudah larut, aku tidur dulu.”
“Arraseo. Beristirahatlah, Youngjae-ya.”
*
“Baiklah sekarang ceritakan apa yang kau tahu soal Nana hari ini.” Baru saja Jungkook mendudukan bokongnya di kursi tunggu rumah sakit, sudah ada pertanyaan yang meluncur bebas dari bibir Suho sang ketua asrama laki-laki Cinnamon. Ia segera mendatangi rumah sakit begitu salah satu dari ketua asrama ini menghubunginya dan memberitahukan soal Nana yang pingsan di tengah jalan. Gadis itu pergi dari penginapan tanpa pamit dan ia mendapat kabar bahwa Nana pingsan. Bukan salah dia kan?
“Ya, hari ini aku mengajaknya ke Pantai Haeundae karena aku sudah janji padanya dua hari yang lalu. Karena ini akhir pecan aku mengajaknya menginap di salah satu penginapan di daerah situ. Tentu saja berbeda kamar, tapi saat aku ingin mengajaknya makan malam dia sudah tidak ada di kamar,” jelas Jungkook menghela napas panjang. “Hanya itu dan aku tidak tahu ia bisa pingsan di tengah jalan.”
“Lalu, apalagi yang kau tahu soal Nana? Apa Nana mengidap sesuatu yang membuatnya lemah dan mudah sekali pingsan?” Ji Hyun yang sedari tadi diam, akhirnya mengeluarkan suaranya untuk bertanya.
Jungkook diam sebentar satu detik kemudian ia mengangguk. “Ne, dia memang mengidap sesuatu. Pneumotoraks, sejenis penyakit paru-paru. Dan sebenarnya ia harus segera dioperasi dalam waktu dekat ini, tapi ia tidak punya biaya sebesar itu untuk operasi.”
“Jadi itu yang dimaksud So Yeon.” Suara berat Kris menginterupsi membuat hamper semua orang yang ada di ruang tunggu Instalasi Gawat Darurat itu menoleh ke arahnya.
“Apa? Kenapa jadi aku?” So Yeon yang kaget namanya disebut sang ketua asrama laki-laki Adonis itu bertanya demikian.
“Kau ingat pembicaraan kita di kantin? Saat aku, kau, Suho dan Seul Ra makan bersama dalam satu meja? Kau meminta bantuan kami soal keuangan,” ujar Kris berusaha mengingatkan gadis bermarga Choi itu.
“Ah! Iya.” So Yeon menepuk keningnya begitu tersadar. “Maafkan aku yang pelupa dan ya.. itulah maksud ucapanku waktu itu.” Kini mata sang gadis beralih pada Jungkook yang terlihat bingung.
“Tenang saja, Jungkook-ah. Biar kami semua yang mengurus biaya operasi Nana. Kau tidak perlu khawatir.”
“Ta-tapi Sunbae….” Ucapan Jungkook terhenti saat dokter keluar dari ruang Instalasi Gawat Darurat.
“Uisanim bagaimana keadaan teman kami?” tanya Meizhu.
“Apa keluarga pasien ada di antara kalian?” Bukannya menjawab, dokter dengan name tag Park Jae Ri justru melempar pertanyaan yang dijawab gelengan oleh semua di ruang tunggu ini.
“Orangtuanya tinggal di luar kota dan dia bersekolah asrama di dekat sini. Kami semua adalah temannya. Bisa tolong dokter jelaskan bagaimana keadaan teman kami?” Kini Rin Young yang bertanya, kekasih Kyungsoo itu sepertinya gemas dengan dokter wanita itu.
“Baiklah karena keluarga pasien tidak ada, jadi saya akan menjelaskannya di sini saja.” Dokter Jae Ri tampak bersiap terlebih dahulu. “Pasien harus segera dioperasi untuk mengeluarkan udara yang terjebak di paru-parunya sebelum bertambah parah dan butuh bantuan alat pernapasan. Jika ini terjadi, maka pasien tidak bisa bernapas layaknya manusia normal.”
Diam. Nyaris seluruh mulut para ketua asrama, Rin Young, So Yeon bahkan Jungkook terkatup rapat begitu mendengar penjelasan dokter.
“Dan sekarang kondisi pasien sudah stabil, pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan khusus. Kalian diperbolehkan melihatnya, tapi harap satu per satu masuk ke dalam ruangan karena pasien masih lemah,” dokter Jae Ri berucap lagi. “Saya permisi dulu. Jika kalian dan pasien sudah siap untuk dioperasi, silakan beritahu bagian administrasi untuk mengurus surat-suratnya.”
Semuanya tampak mengangguk begitu sang dokter bermarga Park tersebut pergi meninggalkan mereka. So Yeon dan Rin Young kembali terduduk di kursi ruang tunggu IGD.
“Jadi, apa salah satu di antara kita ada yang mau melihat Nana?” tanya Tao begitu sosok dokter Jae Ri hilang dari pandangan.
“Jangan dulu. Biarkan Nana istirahat dulu. Nana sangat membutuhkan istirahat,” usul Hye Bi yang langsung disambut anggukkan seluruh ketua asrama, Rin Young, So Yeon dan Jungkook.
“Lagipula sudah malam, ujian semakin dekat juga. Lebih baik sebagian dari kita kembali ke asrama untuk beristirahat,” Suho menimpali.
“Aku tetap di sini,” kata So Yeon tegas diikuti anggukkan kepala Jungkook di sampingnya.
“Aku juga. Aku sendirian di sini juga tidak apa, biar aku yang menjaga Nana,” tambah Jungkook.
“Jangan sendirian.” Buru-buru Suho berujar lagi. “Kalau begitu biar aku dan So Yeon yang tetap di sini bersama Jungkook yang menjaga Nana. Kalian pulanglah.”
“Baiklah. Kami titip Nana kalau begitu. Kalian bertiga juga harus beristirahat, apalagi kau Suho dan So Yeon. Sebentar lagi ujian, kalian harus banyak istirahat.” Sung Hwa menasihati pelan.
“Kami mengerti.” So Yeon dan Suho berujar serentak seraya tersenyum mengiringi kepergian para ketua asrama beserta Rin Young yang mulai meninggalkan area rumah sakit.
*
“Kau tidak ingin pulang hmm?” tanya Suho saat kepala So Yeon bersandar di pundaknya. Sudah pagi dan Jungkook masih belum keluar dari kamar perawatan Nana sejak semalam.
“Aku masih ingin di sini melihat kondisi Nana, walau sebenarnya aku lelah.” So Yeon menguap panjang sambil memejamkan matanya.
“Kalau begitu kita pulang saja bagaimana? Lagipula sudah ada Jungkook yang menjaga Nana.” Suho mencium puncak kepala kekasihnya itu, dan dijawab dengan sebuah gelengan pelan.
“Sebentar lagi ya? Setelah itu kita pulang.”
“Sunbae.” Baru saja Suho ingin menyahut ucapan So Yeon, suara lain terdengar membuatnya menoleh ke sumber suara.
“Youngjae-ya, kau di sini?” tanya Suho bingung sambil sesekali melirik So Yeon yang tampaknya tertidur pulas di pundaknya.
“Ya, kemarin So Yeon menghubungiku soal Nana dan aku sudah janji hari ini akan datang,” jawab Youngjae. “Bagaimana kondisi Nana?”
“Sudah stabil dan sedang dijaga Jungkook di dalam. Kalau mau melihatnya tunggu Jungkook keluar.”
“Arraseo.” Mata Youngjae tak sengaja melirik So Yeon yang tengah tertidur. “Kalau begitu sunbae pulanglah, So Yeon tampaknya sangat lelah.”
“Tidak apa-apa kutinggalkan kau dan Jungkook berdua di sini?”
Youngjae menggeleng. “Tak apa. Biar kali ini aku dan Jungkook yang menjaga Nana, lagipula sebentar lagi sunbae akan menghadapi ujian ‘kan?”
“Kau benar.” Suho langsung menggendong So Yeon kemudian berdiri. “Kalau begitu aku pulang dulu. Beritahu aku jika terjadi sesuatu.”
“Aku mengerti, Sunbae. Serahkan saja padaku.” Youngjae tersenyum dan membiarkan Suho meninggalkan area ruang perawatan Nana. Melihat pemandangan tadi, entah kenapa Youngjae tidak merasa cemburu sama sekali. Aneh sekali.
Youngjae mendongak begitu suara pintu terbuka tepat saat bayangan Suho yang tengah menggendong So Yeon hilang dari pandangan. Matanya terpaku menatap Jungkook yang juga terdiam saat melihatnya.
“Ehem!” Youngjae berdehem untuk mencairkan suasana. “Aku datang karena permintaan So Yeon, boleh aku melihat keadaannya?”
*
Jungkook terduduk dengan kepala tertunduk di depan kamar perawatan Nana. Ia baru saja selesai menjaga Nana setelah semalaman tak keluar dari kamar bernuansa putih itu. Masih segar dalam ingatan wajah pucat Nana yang tertutup makser oksigen, meski bisa diajak berkomunikasi, namun Nana hanya bisa menjawab lewat gelengan dan anggukkan kepala saja. Seperti sangat sukar untuk menggerakkan bibir tipisnya.
Kenapa? Kenapa ini harus terjadi pada gadis sepolos Nana? Seorang gadis seperti Nana pasti masih punya mimpi yang harus dia kejar, tapi dengan penyakit ini?
Jeon Jungkook hanya bisa berharap Nana tidak pantang menyerah dalam menghadapi penyakitnya. Ya, dia harus segera dioperasi agar bisa sembuh seperti sedia kala.
Baru saja Jungkook berdiri, suara pintu kamar rawat Nana terbuka membuatnya menoleh. Sepertinya Youngjae selesai melihat keadaan Nana.
“Kau sudah selesai?”
Youngjae mengangguk seraya tersenyum. “Begitulah. Dia butuh istirahat banyak jadi kupikir keluar saja. Kau mau pergi? Biar aku yang akan menjaga Nana.”
“Aniya, aku hanya ingin ke bagian administrasi untuk mengurus keperluan operasi Nana.” Mata Jungkook menangkap ekspresi kaget dari wajah tampan Youngjae.
“Oh! Baiklah, kalau begitu aku ke kantin dulu. Aku sedikit lapar, mau titip sesuatu? Sepertinya kau juga belum sarapan.”
Darimana Youngjae tahu seorang Jeon Jungkook belum sarapan? Terlalu terlihatkah?
Jungkook tertawa pelan sebentar. “Ya, aku memang sedikit lapar. Bisakah kau belikan aku roti dan susu? Setelah mengurus tentang operasi Nana, uangmu akan kuganti.”
“Tidak perlu, pakai uangku saja. Geurrae, aku ke kantin. Kau tunggu di sini.” Setelah mendapat anggukkan dari Jungkook, Youngjae berbalik dan berjalan berlawanan arah dengan Jungkook. Sebenarnya Jungkook masih bertanya soal ekspresi terkejut Youngjae saat Jungkook mengatakan akan mengurus keperluan operasi Nana. Apa ini tandanya….
Tidak mungkin!
Youngjae tidak mungkin menyukai Nana!
*
Setelah memberikan beberapa lembar won, Youngjae mengambil satu kantong berisi sarapan paginya. Hanya sarapan pagi sederhana. Dua buah roti selai dengan dua kotak susu, kenapa dua? Karena tadi Jungkook juga menitip satu paket sarapan ala kadarnya ini padanya. Ya, karena melihat lelaki tersebut sangat lelah juga sepertinya kelaparan, kenapa tidak berbuat baik di pagi hari yang cerah ini?
Tapi… sepertinya Jungkook satu langkah lebih dulu daripada ia. Anehnya kenapa dirinya rela bekerja sampingan akhir-akhir ini? Bukankah biaya operasi Nana sudah ditanggung sepenuhnya oleh Jungkook yang notabene adalah kalangan atas?
Memikirkan itu saja sudah membuat kepala Youngjae mendadak panas, dan tanpa sadar tangannya yang menggenggam kantung berisi sarapan itu mengepal kuat.
“Ah! Youngjae-ya, kau sudah kembali?” Suara Jungkook yang tengah bertanya membuat lamunan Youngjae buyar, ia bahkan tak sadar sudah berjalan kembali ke ruang tunggu kamar rawat Nana.
“N-Ne, kau sudah selesai mengurus semua tentang operasi Nana?” Youngjae ikut duduk di sebelah Jungkook seraya memberikan roti dan susu sesuai pesanan lelaki tersebut tadi.
“Sudah, kapan saja siap untuk dioperasi. Tapi sebelum itu dokter harus memeriksa kesiapan pasien dan untuk yang satu ini biar aku saja yang membujuknya,” jawab Jungkook mulai melahap roti selai kacang itu. “Tapi kau juga bantu membujuknya, siapa tahu dia membandel lagi dan justru tidak mau dioperasi.”
“Eh?” Baru saja Youngjae mau melahap rotinya terhenti setelah mendapat kalimat Jungkook tadi, bukankah tadi dia bilang dia saja yang membujuk Nana untuk siap dioperasi kapanpun itu? Kenapa malah sekarang meminta bantuannya untuk ikut membujuk?
“Kenapa? Kau tidak mau?”
“Bu-Bukan begitu.” Buru-buru Youngjae menjawab sebelum Jungkook mulai berpikir yang aneh-aneh tentangnya. “Baiklah, jika ia membandel tidak mau dioperasi, aku akan membantumu untuk membujuknya.”
“Benar kau ingin membantu? Bukan karena terpaksa ‘kan?” Mata Jungkook menyipit berusaha melihat tidak ada kebohongan di wajah tampan seorang Yoo Youngjae.
Youngjae mengernyit melihat tatapan aneh Jungkook yang seperti tengah menyelidik, tapi tak mengurungkan niatnya untuk menganggukkan kepalanya yakin. “Ye, aku ingin membantu dan sama sekali bukan paksaan. Kau tenang saja.”
“Baiklah, kalau begitu aku lega mendengarnya.” Jungkook menyandarkan punggungnya pada kursi ruang tunggu kamar rawat Nana sembari memakan lahap roti selainya yang sempat tertunda. Dan kini keduanya makan dalam diam. Seperti sibuk dengan pikiran masing-masing.
*
Mata So Yeon bergerak dari kanan ke kiri, membaca setiap kata di dalam buku Geografi. La Nina, El Nino, awan Cumulonimbus, lempeng, kerak bumi dan semua berhubungan dengan alam beserta isinya.
Sesekali gadis itu mengusap matanya karena berair akibat terlalu lama membaca, terkadang bibir merah mudanya bergerak-gerak seperti mengucapkan kembali apa yang telah ia baca. Dirinya harus dituntut semakin rajin belajar karena ujian semakin dekat.
Dan ya… walau sebagian besar siswa seangkatan dirinya sedang bergulat dengan acara makan siangnya, ia sudah bergelut dengan setumpuk buku di sampingnya yang siap ia santap sebagai santapan makan siangnya.
Seperti sudah lelah walau hanya membaca satu buku, gadis bermarga Choi ini sudah menguap saja. Tenang saja ia mengantuk, jam sudah menunjukkan pukul 12.57 KST. Jam-jam enak untuk tidur siang bukan? Dan akhirnya, ia meletakkan buku tersebut di samping kirinya sambil meregangkan kedua tangannya ke atas. Kenapa belajar itu membosankan? Adakah pelajaran yang tidak membosankan?
So Yeon tersentak saat suara ponselnya terdengar nyaring, buru-buru ia segera mencari ponsel putih kesayangannya itu. Keningnya berkerut saat nama seseorang yang tertera di layar ponselnya, tidak biasanya orang ini menghubunginya siang-siang seperti sekarang.
“Yoboseoyo, ada apa Youngjae-ya?” So Yeon menyandarkan punggungnya pada kursi belajarnya.
Terdengar helaan napas panjang terlebih dahulu. “Aku punya berita untukmu. Ini soal… Nana.”
“Nana? Apa sesuatu terjadi pada Nana?” Perasaan So Yeon mulai tak enak.
Youngjae diam lagi sebentar. “Eum… Nana… Dia….”
*
Sepasang mata coklat itu perlahan-lahan terbuka setelah tertidur sejenak, ia melihat dua orang lelaki tampan tengah menatapnya penuh harap seperti tak ingin ia tidur selamanya.
“Sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?” Jungkook yang bertanya terlebih dahulu. Nana hanya mengangguk sambil memberikan tatapan seolah mengartikan, “Tidak begitu baik.” .
“Kau harus lebih baik karena ada yang ingin kami sampaikan,” Youngjae turut menimpali.
Mata coklat Nana berkedip beberapa kali seperti menunggu pembicaraan apa yang ingin Jungkook dan Youngjae sampaikan padanya. Berita baguskah? Atau justru berita buruk?
“Aku sudah mengurus semua keperluan untuk operasimu, kuharap kau mau dioperasi secepatnya. Kalau bisa siang ini selepas makan siang, hmm?” Tanpa berbasa-basi, Jungkook berujar cepat seraya mengusap tangan Nana yang bebas infus. Nada bicara lelaki ini begitu lembut dan penuh harap agar Nana mau menuruti permintaannya.
Diam. Tak ada reaksi. Tak ada gelengan maupun anggukkan kepala.
“Kau memikirkan apalagi? Jungkook sudah mengurus semuanya dan kau hanya perlu mempersiapkan diri. Ini demi kesembuhanmu, kami berdua sangat mengharapkan kesembuhanmu. Tidakkah kau ingin sembuh dan melanjutkan sekolah di Asian Pasific International School?” bujuk Youngjae pelan berharap Nana mengerti dan akhirnya menganggukkan kepala.
“Demi aku, tidakkah kau ingin sembuh demi aku? Bukankah kita sudah berjanji di Pantai Haeundae tempo lalu?” Youngjae melirik ke arah Jungkook yang tampak begitu memohon agar Nana dioperasi demi kesembuhan gadis itu. Sebegitu besarnyakah keinginan Jungkook agar Nana sembuh? Jadi itu tandanya lelaki ini menyukai Nana?
Nana menatap Jungkook intens, dalam hati ia bertanya, “Kenapa? Kenapa kau begitu menginginkanku sembuh? Aku hanya seorang gadis penyakitan yang keberadaannya tidak dibutuhkan. Jangan seperti ini!!!”
“Kau mau ya? Semua orang mengkhawatirkanmu, yang membawamu kesini adalah para ketua asrama. Jadi, jangan berpikiran yang tidak-tidak lagi.” Jungkook mengusap kening Nana lembut. “Terutama aku. Aku yang paling mengkhawatirkanmu.”
Begitukah? Apa benar semua yang dikatakan Jungkook tadi? batin Nana kini mengalihkan pandangannya pada Youngjae yang mengangguk.
“Aku juga mengkhawatirkanmu. Ayolah jangan membuat Jungkook terlihat cengeng seperti ini,” gurau Youngjae yang terlihat seperti mencairkan suasana. Tentu saja, siapa yang mau berlama-lama dalam situasi sedih seperti sekarang?
“Aku tidak cengeng, Youngjae-ya. Jangan bergurau di saat seperti ini,” protes Jungkook tak terima. Dan tanpa sadar tubuh Nana sedikit bergerak karena tawa yang tertahan.
“Lihat! Justru gurauanku membuat Nana tertawa walau sedikit,” Youngjae membela diri. “Sudahlah, Nana kau harus dioperasi ya? Persiapkan dirimu dan kau pasti sembuh. Jangan memikirkan apapun lagi hmm?”
Setelah sekian lama membujuk seorang gadis bernama Ryu Nana, akhirnya gadis manis yang wajahnya tertutup masker oksigen itu akhirnya menganggukkan kepalanya juga. Yang membuat kedua lelaki ini menghembuskan napas lega.
“Kalau begitu, biar kami yang memberitahu pihak rumah sakit untuk mempersiapkan operasimu.” Jungkook berdiri dan mencium pelan kening Nana, dan itu membuat Youngjae membulatkan matanya. “Beristirahatlah lagi dan persiapkan dirimu.”
Akhirnya kedua lelaki itu keluar dari kamar rawat Nana bersamaan dengan tertidurnya gadis itu untuk selamanya.
*
Pemakaman siang ini dipenuhi air mata para teman dan sahabat. Nana yang sejak kecil yatim piatu tidak begitu banyak dikunjungi pihak keluarga. Hanya beberapa orang terdekat di keluarganya yang datang hari ini untuk menyampaikan ucapan bela sungkawa.
Semua tidak ada yang menyangka Nana pergi secepat ini, padahal baru saja operasinya akan segera dilaksanakan. Tapi dia sudah terlanjur menghadap Tuhan. Dan itu baru disadari saat dokter dan suster yang akan mengoperasinya memeriksa keadaan gadis bermarga Ryu ini.
Para ketua asrama mulai menaburkan bunga chrisan dan bunga lily di atas peti mati Nana. Diiringi dengan So Yeon yang ikut menaburkan bunga sambil menangis dalam diam, Suho yang berada di sampingnya hanya bisa merangkul bahu gadis itu seraya menenangkannya.
Kini giliran Youngjae yang menaburkan bunga sambil menatap kosong ke arah peti mati berwarna coklat itu, dan membiarkan beberapa ketua asrama laki-laki yang menaburkan tanah di atas peti mati Nana. Ia menghela napas sedih begitu peti itu sudah tertimbun tanah sepenuhnya. Jungkook yang bertugas membawa foto Nana akhirnya meletakkan foto gadis berambut hitam itu di depan batu nisan perunggu yang sudah dipesan.
Rest In Peace
류 나 나
Beloved Best Friend
April 20th 1994 – November 15th 2013
Satu per satu mulai meninggalkan area pemakaman, dan menyisakan dua orang yang sepertinya masih betah menatap batu nisan yang terbuat dari perunggu itu. Ya, Nana meninggal karena penyakitnya sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Gadis itu meninggal tepat saat Youngjae dan Youngjae selesai membujuknya untuk operasi. Tidak ada yang menduga semua ini akan terjadi.
Youngjae menghela napasnya sejenak, ia harus merelakan Nana pergi. Ya, harus.
“Kau mau kemana?” Baru saja Youngjae berbalik, suara Jungkook terdengar bertanya padanya.
“Pulang tentu saja, apalagi?” jawab Youngjae sambil mengerutkan keningnya aneh dengan pertanyaan Jungkook. “Aku tidak mau begitu larut dalam kesedihan, aku sudah merelakan Nana pergi dan mengharapkan Nana mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.”
“Kalau begitu aku juga akan pergi, tapi sebelum itu ada yang ingin aku tanyakan.”
“Tanyakan saja.”
“Apa kau menyukai Nana? Entah hanya sebuah perasaanku atau aku memang melihat ada sorot berbeda akhir-akhir ini saat kau melihat Nana.”
Youngjae semakin mengerutkan keningnya, pertanyaan aneh tapi sepertinya memang harus ia jawab.
“Aku tidak menyukainya tapi… entah kenapa sejak tahu ia sakit aku ingin membantunya. Bahkan aku rela bekerja paruh waktu demi dia, konyol bukan? Terserah kau menganggap apa, tapi percayalah aku tidak menyukainya.”
“Kau memang tidak menyukainya, tapi kau menyayanginya.” Jungkook tersenyum penuh arti. “Sama sepertiku. Aku menyayanginya. Sangat. Bahkan mungkin lebih. Dia gadis yang menyenangkan dan ceria, bisa membuat hatiku menghangat hanya dengan melihat senyumnya. Itulah sebabnya aku bertekad ingin dia sembuh. Tapi mungkin bukan jalannya.”
Mendengar penjelasan Jungkook yang seperti itu, Youngjae sangat yakin lelaki ini menyukai Nana. Dan begitu terluka mendengar Nana harus pergi untuk selamanya.
“Ya, memang kita yang merencanakan tapi Tuhanlah yang menentukan.” Youngjae memasukkan tangannya ke dalam saku celana. “Itu saja yang ingin kau tanyakan? Aku tidak ingin berlama-lama di sini. Suasananya mulai membuatku merinding.”
Jungkook tergelak seketika. “Apa-apaan kau ini? Ini masih siang, Bodoh! Kau terlalu penakut.”
“Bukan penakut, hanya mencairkan suasana.” Youngjae berbalik dan melangkahkan kakinya meninggalkan area pemakaman. Begitu juga Jungkook yang berjalan di belakangnya. Semua memang tidak berakhir indah, tapi dibalik semua yang terjadi pasti ada sesuatu yang bisa kita ambil sebagai pelajaran.
*
EPILOG
Gadis berambut merah itu melipat tangannya di depan dada sambil menghentakkan kakinya kesal. Sudah hampir satu jam ia menunggu dan orang yang ditunggunya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kedatangannya? Keterlaluan sekali!
Sebuah tepukkan pelan mendarat tepat di pundak gadis tersebut yang langsung membuat terlonjak kaget. “YAK!!!”
Buru-buru gadis berkacamata di depannya menutup mulutnya saat gadis berambut merah itu berteriak kencang dan membuat beberapa pasang mata menatap aneh mereka. “Berlebihan sekali reaksimu.”
“Aku ‘kan terkejut.” gadis berambut merah dengan mata sipit itu menurunkan tangan sahabatnya itu sambil merengut sebal. “Kemana saja kau? Kupikir kau tidak akan ke sini dan membatalkan janji seenaknya.”
“Maafkan aku, aku bingung sekali memilih pakaian yang akan kukenakan sekarang.” Tangan gadis itu membetulkan letak kacamatanya. “Sudahlah, kutraktir kau menonton hari ini sebagai permintaan maafku. Bagaimana, Seung Yeon-ah?”
Seung Yeon—nama gadis itu—mendengus terlebih dahulu sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah, kuterima tawaranmu. Kalau begitu, ayo masuk sekarang sebelum antriannya semakin panjang.”
“Ayo!” Dan keduanya memasuki area bioskop yang memang sudah ramai dengan orang-orang yang mulai mengerubuni loket tiket film yang sedang digandrungi saat ini. Dan tepat saat menoleh ke arah kiri, mata gadis yang terhalangi kacamata tak sengaja melihat dua orang lelaki yang baru saja keluar dari studio satu. Ia seperti mengenali dua lelaki itu.
Buru-buru ia melihat ke depan dan tepat saat ia di depan sang petugas tiket. “Ada apa Sura-ya?”
“Oh! Eum… tidak ada. Sudah sana pesan tiketnya nanti aku yang bayar.” Gadis bernama Sura itu menyuruh Seung Yeon agar segera member tiket dan tidak mempedulikan apa yang ia lihat barusan.
Mungkin hanya perasaanku saja, pikir Sura tak mau pusing-pusing memikirkan yang tadi. Setelah dua tiket didapat, kini tinggal membeli pop corn dan minuman bersoda. Yeah, time to watching!!! Let’s Go!!!!
FIN