home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Love Story In School

Love Story In School

Share:
Author : MinamiMaretha
Published : 09 Mar 2015, Updated : 16 Jul 2015
Cast : Kim Suho, Yoo Youngjae, Jeon Jungkook, Choi So Yeon (OC) , Ryu Nana (OC)
Tags :
Status : Complete
2 Subscribes |25578 Views |2 Loves
Love Story in School
CHAPTER 6 : Pneumotoraks

Title : Love Story in School

Author : Minami Maretha

Genre : AU, School Life, Soft Romance, Angst

Rated : General

Length : Chapter

Casts :

*Choi So Yeon – OC

*Ryu Nana – OC

*EXO’s Suho

*B.A.P’s Youngjae

*BTS’s Jungkook and other casts  

Disclaimer : Minami Maretha © 2014. All casts of this fan fiction belong to themselves. But, this story is mine.

 

 

HAPPY READING!!!

 

 

            So Yeon tertegun untuk beberapa detik. Untuk beberapa saat ia tak mempercayai apa yang ada di hadapannya sekarang. Suho mengajaknya kemari? Tidak salah?

 

            “Suho-ya, ini. . . .”

 

            Suho mengangguk. “Ya, kau ingat tempat ini ‘kan?”

 

            “Tentu saja aku ingat.” So Yeon menghela napasnya sekali lagi. “Hanya saja aku tidak percaya kita di sini.”

 

            Ya, kini mereka tepat di depan taman kanak-kanak Sun Rise. Taman kanak-kanak yang saat ini sepi—tentu saja ini sudah sore dan tak ada siapapun, mungkin penjaga sekolah. Tiba-tiba bayangan saat dirinya masih anak-anak berputar di atas kepalanya. Suara teriakkan khas anak perempuan yang berlarian, riuh anak-anak lain yang saling bercengkrama dan suasana ceria saat istirahat berlangsung.

 

            “Ya! Itu milikku! Kembalikan, So Yeon-ah.” Suara bocah lelaki itu terdengar sendu saat seorang anak perempuan mengambil kotak bekalnya.

 

            “Shireo! Kalau mau ambil, tangkap aku.” anak perempuan dengan rambut diikat dua itu berlari, meninggalkan sang bocah laki-laki yang sebentar lagi akan menangis. Lihat! Mata anak kecil itu berkaca-kaca.

 

            “Ibu guru! Choi So Yeon nakal!” seru anak lelaki itu mengadu pada seorang wanita muda yang hanya tersenyum. “Dia mengambil kota bekalku.”

 

            “So Yeon-ah, kembalikan kotak bekal Suho ya,” bujuk wanita dengan name tag Park Jae Ri seraya berjongkok. Gadis kecil bernama So Yeon mengerucutkan bibirnya yang malah membuatnya terlihat semakin imut.

 

            “Iya. Iya. Ini.” So Yeon menyerahkan kotak bekal yang tadi terus digenggamnya. “Dasar tukang ngadu.”

 

            Jae Ri tak bisa menahan senyumnya begitu menerima kotak bekal berwarna putih, lalu memberikannya pada Suho yang ternyata sudah menangis.

 

            “Jangan menangis lagi.” Jae Ri mengusap jejak air mata di pipi chubby Suho. “Ini kotak bekalnya. Sekarang kalian berbaikkan, ayo minta maaf.”

 

            Dua bocah itu tampak saling berpandangan. Anak-anak lain yang berada di tempat yang sama sepertinya sibuk dengan dunianya masing-masing.

 

            So Yeon mengulurkan tangan mungilnya terlebih dulu dan Suho menyambutnya—meski terlihat ragu. “Maaf, Suho-ya.”

 

            Suho seketika tersenyum lebar. “Aku juga minta maaf, So Yeon-ah. Ayo, kita makan bekal ini sama-sama.”

 

            “Kenapa hmm?” Pertanyaan Suho membuyarkan lamunan So Yeon. Gadis tersebut bahkan tak sadar sudah melamun. Tentang masa kecilnya. Ternyata sejak kecil gadis itu sudah berteman akrab dengan Suho. Meski sempat berpisah karena Suho melanjutkan sekolah di luar negeri, namun pada akhirnya dua sejoli ini kembali dipertemukan kembali. Dalam satu sekolah mewah dengan nama Asian Pasific International School.

 

            “Tiba-tiba saja terpikirkan masa lalu kita,” jawab So Yeon jujur. Kini mereka berdua duduk di ayunan sambil sesekali menggerakkannya menggunakan kaki. “Aku yang selalu mengambil kotak bekalmu dan kau selalu mengadu pada sonsaengim.”     

 

            “Walau selalu berbaikkan tapi kau tetap menjahiliku. Kau itu kecil-kecil sudah jadi preman. Sudah besar semakin jadi preman.”

 

            “Sembarangan!” So Yeon langsung meninju lengan Suho penuh minat, sementara sang lelaki langsung meringis.

 

            “Tapi aku benar ‘kan?” Suho berdiri lalu berjalan ke belakang ayunan yang diduduki So Yeon yang masih merengut.

 

            “Mau bermain?” So Yeon menoleh ke belakang saat ia merasakan ayunan yang ia duduki didorong pelan. Kepala sang gadis mengangguk.

 

            “Boleh, tapi jangan terlalu kencang didorongnya.”

 

            “Arraseo.”

 

 

****

 

 

            Nana membuka matanya dan sinar putih langsung menyapa, membuatnya kembali menutup dua mata coklat itu beberapa saat. Seluruh tubuhnya terasa lemas dan sulit digerakkan. Apa yang terjadi?

 

 

            “Kau sudah sadar, Nana-ya? Kau dengar aku?” Nana menoleh dan wajah khawatir Jungkook yang langsung ia lihat. Tangan lelaki tersebut menggenggam tangan Nana cukup lama.

 

            Nana mengangguk pelan—nyaris tak terlihat. “Hmm, ini dimana?”

 

            “Di UKS, semalam kau pingsan di rumah pohon dan baru terbangun. Kau pingsan lama sekali.” Jungkook mengelus rambut Nana. “Aku takut terjadi sesuatu padamu.”

 

            Pingsan? Di rumah pohon? Dan baru terbangun?

 

            Jangan bilang kalau alerginya kambuh lagi tapi... lebih parah.

 

            Jungkook duduk di samping tempat tidur UKS dan masih mengenggam tangan mungil Nana. “Kau kenapa? Bukankah tadi sebelum ke rumah pohon kau baik-baik?”

 

            “Aku tidak apa-apa,” jawab Nana menarik sudut bibirnya, meski tipis. “Mungkin alergi dinginku semakin parah.”

 

            “Kau punya alergi dingin? Kenapa tidak bilang? Harusnya setelah dari bioskop kita pulang saja.”

 

            “Tidak apa-apa, Jungkook-ah. Lagipula, aku juga ingin singgah sebentar di rumah pohon.” Nana menepuk tangan Jungkook yang masih setia menggenggam tangannya. “Jangan merasa bersalah seperti itu ne?”

 

            “Baiklah, tapi aku mau lusa kita ke rumah sakit. Nanti aku akan urus surat izinnya.”

 

            “Eh? Untuk apa?”

 

            “Tentu saja sembuhkan alergimu, kau ini bagaimana sih? Mau sembuh alerginya tidak?”

 

            Nana mengangguk lagi namun kali ini wajahnya merengut sebal. “I-Iya mau. Huh! Dasar pemaksa.”

 

            “Bukan pemaksa tapi ini demi kebaikanmu.” Jungkook mencolek ujung hidung lancip Nana. “Kau lapar? Biar aku pesankan bubur labu di Primrose Café.”

 

            “Karena kau bilang begitu aku jadi lapar. Baiklah aku mau itu.” Kini wajah kesal Nana berubah menjadi senyum manis. “Kau yang bayar ‘kan?”

 

            “Kalau bukan aku siapa lagi? Aku baik ‘kan?” Nana mendecak sebal saat Jungkook mulai mengeluarkan jurus percaya diri tingkat akut yang tidak bisa diselamatkan—mungkin, sementara sang lelaki hanya tertawa.

 

 

****

 

 

            Lelaki itu menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur bertingkat yang didominasi warna merah. Ini sudah hari Senin, tapi ketidakhadiran dua orang di kelas yang sama dengannya membuat Youngjae curiga sekaligus penasaran.

           

            Dua hari yang lalu Youngjae sempat melihat Nana yang pingsan digendong Jungkook menuju UKS, begitu sampai UKS Youngjae masih mengawasi dan bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi pada Nana. Tapi karena Nana belum sadar dan waktu sudah semakin malam, maka Youngjae memutuskan kembali ke asrama daripada harus menjadi santapan empuk hantu-hantu Asian Pasific International School.

 

            Dan hari ini Nana tidak masuk kelas, begitu juga Jungkook. Aishh... apa Nana menyembunyikan sesuatu?

 

            Youngjae tersentak karena saku celananya bergetar, ada satu pesan masuk. Seseorang yang ia pikirkan tiba-tiba saja namanya terpampang jelas di layar ponsel berwarna hitam itu dan Youngjae tak ingat kapan ia menyimpan nomor ponsel Nana.

 

           

            From : Nana

 

 

            Bisa beritahu aku apa itu Pneumotoraks?

 

 

            Status : Reading

 

 

            Kening Youngjae berkerut. Pneumotoraks? Istilah yang begitu asing bagi Youngjae.

 

 

            To : Nana

 

 

            Tunggu, akan kucari dulu.

 

 

            Status : Sending

 

 

            Buru-buru Youngjae mengeluarkan laptopnya di dalam tas, ia menyalakannya dan mulai berselancar di situs dimana semua pertanyaan bisa dijawab dengan mudah. Jari telunjuk Youngjae mengklik salah satu situs yang menjelaskan tentang sesuatu yang ditanyakan Nana.

 

            To : Nana

 

 

            Pneumotoraks adalah pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura, yang berada antara paru-paru dan toraks. Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi paru-paru kronis (biasa disebut Pneumotoraks Primer) dan orang dengan penyakit paru-paru (Pneumotoraks Sekunder). Selain itu, banyak juga ditemui kasus pneumotoraks yang disebabkan trauma fisik pada dada, cedera akibat ledakan atau komplikasi dari berbagai pengobatan.

 

            Udara dapat ke luar dari paru-paru ke rongga pleura saat kantung udara di paru-paru, atau bulla, meledak. Latihan fisik secara berlebihan dapat mendorong terjadinya pneumotoraks. Komplikasi kondisi paru-paru sepertiasma dan chronic obstructive pulmonary disease juga dapat memicu kondisi ini.

 

 

            Status : Sending.

 

 

            Jadi pneumotoraks sebuah penyakit? Kenapa pula Nana tiba-tiba menanyakan itu?

 

 

            From : Nana

 

 

            Terima kasih.

 

           

            Status : Reading

 

 

            Begitu saja balasannya? Semakin mencurigakan.

 

 

            To : Nana

 

 

            Sama-sama, tapi kalau boleh tahu kenapa tiba-tiba menanyakan itu? Kau tidak sedang mengidap penyakit itu kan?

 

 

            Status : Sending

 

 

 

            Satu detik.

 

            Lima detik.

 

            Sepuluh detik.

 

            Tujuh belas detik.

 

            Tidak ada balasan. Youngjae menutup laptopnya kasar. Tingkah Nana yang seperti ini membuatnya gusar sekaligus khawatir.

 

            Ponsel hitam itu sudah menempel di telinganya. Sama sekali tidak diangkat. Nana, apa yang terjadi denganmu?

 

            “Akhh!” Youngjae mengerang sembari melempar ponselnya kasar ke tempat tidur. Sambungan terputus tanpa ada yang menjawab panggilannya.

 

            Pneumotoraks.

 

            Ryu Nana.

 

            Ada hubungan apa mereka berdua?

 

 

****

 

 

            Jungkook turun dari bus berwarna kuning pucat itu saat bus berhenti tepat di depan rumah sakit, ia menoleh ke belakang tepat di mana Nana masih berusaha untuk turun pelan-pelan. Sepertinya sulit sekali untuk turun.

 

            Reflek Jungkook membantu sang gadis yang langsung mendongak dengan tatapan bingung. “Kau ini berjalan seperti siput, jadi aku bantu.” Seperti tahu arti tatapan bingung itu, Jungkook langsung menyahut.

 

            “Tubuhku serasa sakit semuanya,” keluh Nana seraya menggulung lengan jaketnya. Warna ungu kebiruan terlihat di sekitar tangan gadis ini, entah penglihatan Jungkook yang salah atau ada sesuatu karena kemarin tak ada ungu kebiruan di lengan Nana seperti habis terpentuk sesuatu. Perasaan Jungkook mulai tak enak.

 

            “Setelah diperiksa kau akan tahu sebenarnya kau ini sakit apa.” Tangan Jungkook melingkar di bahu mungil Nana. “Mau sekalian digendong sampai ke dalam hmm? Karena aku tak tahu bagaimana rasa sakit yang kau alami.”

 

            Nana menggeleng. “Tidak perlu, jalan pelan-pelan ke dalam saja. Nanti para pengunjung rumah sakit yang lain menatap aneh.”

 

            “Geurrae, ayo kita masuk.” Kaki-kaki mereka berjalan perlahan menuju rumah sakit yang saat itu lumayan banyak pasiennya, mata Jungkook berhenti pada satu loket pendaftaran.

 

            “Kau tunggu di sini, biar aku yang daftarkan.” Jungkook menuntun Nana pada kursi kosong, gadis itu menurut dan pelan-pelan mendudukkan dirinya di sana. Membiarkan Jungkook yang mengurusi pendaftaran, entah prosedur pemeriksaan seperti apa yang akan dijalaninya. Prosedur yang rumit? Atau ia memang hanya mengidap alergi dingin saja?

 

            “Semoga aku baik-baik saja,” lirih Nana pelan.

 

 

****

 

 

            “Apa yang kau lakukan di sini, Youngjae-ya?” tanya So Yeon begitu mendudukkan diri di atas bangku Rooftop Gedung A. Sudah ada Youngjae di sana dan tidak biasanya lelaki tersebut kemari.

 

            “Oh! Aku sedang menunggu seseorang,” jawab Youngjae masih sedikit terkejut karena tiba-tiba saja So Yeon duduk di sampingnya tanpa basa-basi.

 

            “Seseorang? Pasti Nana ‘kan?” tebak So Yeon asal.

 

            Youngjae menoleh—memicing matanya—namun kembali menatap ke depan, tepat di mana pemandangan Asian Pasific International School terlihat jelas dari atas sini. Lelaki tersebut tak mau menjawab, tapi tebakkan So Yeon memang benar.

 

            “Kalau diam berarti jawabannya iya.” So Yeon membuka suara mulai beragumen. “Kalian berdua itu serasi, bukankah Nana sudah mengutarakan perasaannya padamu? Kenapa tidak diterima? Nana ‘kan cantik, baik, lemah lembut, terus apalagi ya?”

 

            Youngjae mendesis saat So Yeon mulai bicara tanpa jeda,  ia membiarkan gadis di sampingnya ini mengoceh sendiri tentang Nana. Perasaannya tak enak saat tadi Nana menghubunginya dan menyuruhnya datang ke Rooftop Gedung A, Youngjae berharap semoga tak ada kabar buruk yang disampaikan Nana untuknya.

 

            “Aku terlambat ya?” Youngjae mendongak dan reflek berdiri saat suara pelan Nana sampai ke telinganya, otomatis So Yeon ikut berdiri dan entah kenapa ekspresi Nana berubah begitu melihat ternyata So Yeon juga ada di sana.

 

            “Aniyo, hanya beberapa menit saja. Tidak usah dipikirkan.” Youngjae tersenyum menenangkan. “Baiklah, apa yang ingin kau bicarakan denganku?”

 

            Bukannya menjawab, justru Nana mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya. Sebuah amplop coklat berukuran cukup besar disodorkan Nana pada Youngjae yang mengerutkan kening bingung.

 

            “Bukalah, dan kau akan tahu. Sunbae juga kalau mau lihat silakan,” ujar Nana berusaha menarik sudut bibirnya membentuk senyuman.

 

            Tanpa pikir panjang, Youngjae segera membuka amplop coklat tersebut dan mendapati hasil rontagen paru-paru seseorang. Apa paru-paru ini milik Nana?

 

            “Ini....”

 

            Nana mengangguk begitu So Yeon yang terlebih dahulu membuka suara. “Ini hasil pemeriksaan kemarin dan ini juga alasan kenapa aku menanyakan pneumotoraks padamu, Youngjae-ssi. Ternyata selama ini aku bukan terkena alergi dingin tapi pneumotoraks.”

 

            “Ta-tapi ba... bagaimana bisa?” tanya Youngjae masih tidak percaya.

 

            “Kata dokter pneumotoraks yang terjadi padaku karena bekas luka karena kecelakaan, aku ingat dulu saat duduk di sekolah menengah pertama tepatnya kelas 1 pernah menjadi korban peluru nyasar dan ternyata berakibat seperti ini.” So Yeon bisa melihat jelas Nana berusaha keras untuk tidak menangis.

 

            “Tapi kau tidak apa-apa ‘kan?” Youngjae bertanya sekali lagi dan kekhawatiran tersirat di wajah tampannya.

 

            “Menurutmu?” Justru Nana membalikkan pertanyaan Youngjae. “Kata dokter harus dilakukan operasi penyedotan udara yang terjebak di paru-paruku secepatnya, tapi entahlah aku tidak punya uang yang cukup untuk melakukan operasi. Masuk sekolah ini saja melalui beasiswa, bagaimana melakukan operasi?”

 

            Dada So Yeon ikut-ikutan sesak mendengar penuturan Nana, kenapa penyakit tersebut bersarang pada tubuh gadis baik-baik seperti Nana?

 

            “Kalau begitu biar aku yang akan membantu pengobatanmu, kau harus secepatnya di operasi,” usul Youngjae diikuti anggukkan So Yeon.

 

            “Youngjae benar, aku juga akan membantu biaya operasimu supaya kau bisa kembali sehat, Nana-ya.” So Yeon tersenyum mengiyakan usulan Youngjae, tapi anehnya Nana justru menggeleng pelan.

 

            “Tidak perlu, Youngjae-ssi, Sunbae. Aku... mungkin aku yang akan cari pekerjaan sendiri,” tolak Nana. “Kalian tidak perlu repot-repot mengurusi gadis penyakitan ini.”

 

            “Apa maksudmu, Nana-ya? Aku dan So Yeon sama sekali tidak merasa repot membantu biaya operasimu.” Youngjae perlahan mendekat lalu memegangi bahu mungil Nana. “Kumohon jangan menolak, ini agar kau sehati kembali.”

 

            Mata Nana yang berkaca-kaca menatap Youngjae, satu kedipan kecil meluruhkan satu kristal bening itu di sudut matanya yang langsung menunduk. “Maaf, aku tidak bisa menerima bantuanmu, Youngjae-ssi.”

 

             Bahkan Nana masih setia memanggil Youngjae dengan embel-embel –ssi seperti baru saja bertemu.

 

            “Kenapa tidak bisa? Kenapa aku tidak bisa membantumu?” tanya Youngjae terkesan menuntut.

 

            Nana diam, masih sibuk meredam tangisnya agar tidak pecah. Sementara So Yeon hanya bisa mematung menatap dua orang di hadapannya itu.

 

            “Karena aku bukan orang baik.” Nana mendongak sambil menghapus jejak air mata di pipinya. “Percayalah, kalian berdua akan menyesal telah membantuku. Biarkan mengalir sebagaimana mestinya.”

 

            “Dan melihatmu perlahan-lahan mati karena digerogoti penyakit itu? Jangan seperti ini, Nana-ya. Kau pasti sembuh.” Youngjae berusaha meyakinkan Nana menerima tawarannya.

 

            “Kau tidak perlu sedih jika aku mati, Youngjae-ssi. Karena gadis cengeng penyakitan ini tidak akan menganggu hidupmu lagi.” Nana melirik tangan Youngjae yang masih setia memegangi bahu mungilnya, ia menyingkirkan pelan tangan kekar itu.

 

            Youngjae menurut saat tangannya diturunkan. “Jangan bicara seperti itu, Nana-ya. Kau pasti sembuh dan aku ingin membantumu karena aku peduli padamu.”

 

            “Sejak kapan kau peduli padaku, Youngjae-ssi? Apa saat aku sakit seperti ini saja? Apa aku harus selalu sakit untuk mendapat peduli dan belas kasih darimu?” Nana tersenyum meremehkan. “Maaf, tapi aku orang yang seperti itu.”

 

            “Kalau kau seperti ini terus, terserah!” So Yeon yang jenggah dengan sikap Nana yang seperti menyerah dengan keadaannya sekarang. Gadis itu sedikit terpancing emosi. “Kami berdua hanya berniat membantumu. Kalau kau mau mati, ya mati saja. Kau menyedihkan!”

 

            So Yeon berbalik lalu berjalan meninggalkan dua orang yang tanpa gadis itu tahu tengah menatapnya. Mungkin ucapannya tadi sedikit menyinggung perasaan Nana tapi mau bagaimana? Gadis itu begitu keras kepala tak mau dibantu. Menutupi gengsinya? Atau sedang mencari perhatian?

 

            Ah! Tak usah repot-repot dipikirkan, toh Nana sendiri tadi yang bilang tak perlu repot mengurusinya.

 

 

****

 

 

            Kosong. Pandangan gadis yang tengah terduduk itu kosong. Air mata tak berhenti mengalir dari dua bola mata indahnya, entah sudah berapa gadis tersebut menangis di sini.

 

            Nana menoleh saat seseorang mengibaskan pelan telapak tangannya, sedikit senyum tercipta di bibirnya.

 

            “Kau....” Buru-buru Nana menghapus jejak air mata di pipinya lalu tersenyum semanis mungkin sebelum Jungkook mulai menebak aneh-aneh.

 

            “Kenapa, Jungkook-ah?”

 

            “Kau tidak pandai berbohong, Nona Ryu.” Jungkook mengulurkan tangan mencolek hidung lancip Nana. “Aku tahu kau habis menangis. Ayo bilang saja siapa yang sudah membuatmu menangis, nanti kuhajar sampai wajahnya tak berbentuk lagi.”

           

            “Tidak perlu melakukan itu, Jungkook-ah. Aku hanya....” Nana menarik napas dulu sebelum melanjutkan. “Memikirkan hasil tes yang kemarin, terus terngiang-ngiang di kepalaku.”

 

            “Sudah kubilang jangan terlalu dipikirkan. Kau pasti sembuh dan kau tidak usah pusing-pusing memikirkan soal biaya, serahkan semuanya padaku,” ujar Jungkook menepuk dada bangga dan Nana semakin tak bisa menahan senyum di bibirnya.

 

            “Iya. Iya, Bos Jeon Jungkook.” Jungkook terkekeh saat Nana menyebutnya Bos.

 

            “Kajja kita ke kelas. Sepertinya kelas Ilmu Pengetahuan Sosial segera dimulai.”

 

 

****

 

 

            “Ya! Youngjae-ya, kau baik-baik saja?” Youngjae sedikit terkejut mendengar namanya dipanggil, ia menoleh dan menampilkan senyum manis khasnya.

 

            “Aku baik-baik saja, kenapa tiba-tiba kau menanyakan hal itu, Min Hyuk-ah?”

 

            “Justru kau yang tiba-tiba saja seperti orang yang kehilangan arah.” lelaki di samping Min Hyuk dengan name tag Yixing justru yang menjawab “Terjadi sesuatu yang buruk?”

 

            Youngjae diam. Di satu sisi ia ingin jujur tapi di sisi lain ada nyawa seseorang yang harus ia selamatkan, dan ia tak pandai berbohong. Ck!

 

            “Sepertinya aku membutuhkan bantuan.” Akhirnya setelah beberapa detik diam, Youngjae menjawab juga. “Kalian berdua bisa membantuku?”

 

            “Tentu saja, Kawan. Tapi bantuan seperti apa dulu?”

 

            Youngjae melirik ke sekelilingnya berharap tidak ada yang dengar. Kebetulan kelas sedang ramai jadi mungkin para siswanya sibuk dengan urusan masing-masing. “Kalian tahu tempat di sekitar sini yang membutuhkan pegawai? Aku butuh pekerjaan.”

 

            Baik Min Hyuk maupun Yixing sama-sama bingung, dua pemuda tersebut saling pandang. “Kau serius, Youngjae-ya? Tapi kenapa tiba-tiba kau ingin bekerja? Bukankah uang sakumu cukup?”

 

            “Aku serius, ya... alasannya....” Youngjae seketika bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin ‘kan ia jujur menjawab kalau gaji dari pekerjaan itu untuk membantu Nana yang sedang sakit? Bisa-bisa Nana akan semakin membencinya jika seluruh siswa Asian Pasific International School tahu kalau Nana sakit parah.

 

            “Nanti akan kuberitahukan pada kalian tapi tidak sekarang,” lanjut Youngjae setelah berkutat dengan pikirannya sendiri. “Kali ini aku benar-benar butuh pekerjaan itu, terserah jadi apa saja asal jangan pekerjaan yang aneh-aneh.”

           

            Yixing dan Min Hyuk serentak berpikir, sampai salah satu dari mereka menjentikkan jari. “Aku tahu dimana tempat yang cocok untukmu. Kebetulan tempat itu juga sedang membutuhkan pegawai.”

 

            “Jinjja? Kau sedang tidak bercanda ‘kan, Zhang Yixing?”

 

            “Apa wajahku terlihat bercanda saat ini?” Wajah Yixing berubah masam saat Youngjae meragukannya. “Kau pasti akan suka di sana, dan gajinya juga lumayan. Besok atau lusa—kalau tidak sibuk—kita ke tempat itu bagaimana?”

 

            “Baiklah.” Youngjae mengangguk. “Lusa kita ke tempat yang kau maksud. Dan sebelumnya terima kasih, Yixing.”

 

            “Sama-sama.” Dan tepat saat itu pula seorang guru pria masuk ke kelas, membuat sebagian para murid kembali ke tempat duduk masing-masing. Pelajaran baru dimulai lagi.

 

 

****

 

 

            Dua anak manusia itu berjalan berdampingan di tengah suasana yang mulai menjelang malam. Sepasang tangan itu pula saling bertautan satu sama lain. Langkah keduanya terhenti di jembatan penghubung antar asrama perempuan dan asrama laki-laki.

 

            “Yap! Sampai di sini saja aku mengantarmu,” ujar Jungkook begitu Nana membalikkan badannya.

 

            “Yakin sampai sini saja? Tidak ingin sampai ke dalam dan memastikan aku sampai di kamar asrama dalam keadaan baik-baik saja begitu?” tanya Nana dengan nada menggoda.

 

            “Kau mau aku kena hukuman? Kalau kau juga ingin dihukum aku akan mengantarmu sampai ke dalam asrama.”

 

            “Inginnya sih hanya kamu yang dihukum dan aku menonton dari jauh sambil menopang dagu.” Nana mengulum senyum di bibirnya. “Kalau seperti itu boleh tidak?”

 

            “Ish enak di kamu tidak enak di aku. Kau ingin melihat aku menderita ya?” Jungkook melipat tangannya di depannya dengan wajah cemberut.

 

            Nana terkikik seketika. “Tidak juga tapi sepertinya menyenangkan melihatmu menderita.”

 

            Dengusan Jungkook terdengar, tangan lelaki itu terulu—mengacak pelan puncak kepala Nana. “Dasar!”

 

            Namun tangan Jungkook tak segera turun, justru tangan tersebut perlahan turun dan mengelus pipi putih salju milik Ryu Nana. Ada sesuatu di hatinya yang berdebar. Kenapa gadis sebaik dan secantik Nana harus digerogoti penyakit cukup ganas di tubuhnya?

 

            Napas Nana tercekat dengan mata melebar begitu sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Jeon Jungkook... apa yang kau....

 


To Be Continued

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK