home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Love Story In School

Love Story In School

Share:
Author : MinamiMaretha
Published : 09 Mar 2015, Updated : 16 Jul 2015
Cast : Kim Suho, Yoo Youngjae, Jeon Jungkook, Choi So Yeon (OC) , Ryu Nana (OC)
Tags :
Status : Complete
2 Subscribes |25578 Views |2 Loves
Love Story in School
CHAPTER 4 : I’m Fallin In Love With You And Him Too

Title : Love Story in School

Author : Minami Maretha

Genre : AU, School Life, Soft Romance, Angst

Rated : General

Length : Chapter

Casts :

*Choi So Yeon – OC

*Ryu Nana – OC

*EXO’s Suho

*B.A.P’s Youngjae                       

*BTS’s Jungkook

Disclaimer : Minami Maretha © 2014. All casts of this fan fiction belong to themselves. But, this story is mine.

 

 

HAPPY READING!!!

 

            Tegang. Begitulah suasana yang tergambar di ruang Osis saat ini. Delapan ketua asrama dikumpulkan dan berbaris rapi menghadap guru pria yang hanya menatap datar mereka satu per satu.

 

            “Jadi, apa ada di antara kalian ingin menceritakan apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Yongguk akhirnya setelah setengah menit yang lalu hanya diam sambil menatap tajam satu per satu ketua asrama.

 

            “Eum . . . Itu Songsaenim . . . .” Suara Kyungsoo mendahului namun terdengar terputus-putus. “Pe-Pelanggaran ja-jam mala-lam.”

 

            “Dan yang melanggar?” tanya Yongguk terkesan tidak sabar.

 

            “Kim Jong Dae dari asrama Lotus dan Kim Min Seok dari asrama Adonis,” Tao yang kini menjawab. Pandangan ke delapan ketua asrama ini hanya tertuju pada lantai keramik ruang Osis. Mereka terlalu takut untuk menatap guru yang mereka anggap paling killer itu.

 

            “Lalu? Kenapa bisa sampai kecolongan? Apa tidak ada yang mengumumkan jam malam?” Nada bicara guru pria bermarga Bang itu masih tetap sama. Datar dan dingin.

 

            “Saat itu aku yang mengumumkan jam malam tapi entahlah, Songsaenim. Semua terjadi begitu saja.” Akhirnya terdengar suara perempuan dan itu suara Hye Bi.

 

            “Terjadi begitu saja? Sekolah ini dilengkap CCTV, kenapa bisa kecolongan?” Yongguk tampak menahan emosi. “Apa tidak ada dari kalian yang mendampingi Hye Bi yang bertugas?”

 

            Diam. Tidak ada jawaban sama sekali dari para ketua asrama seolah mengiyakan pertanyaan Yongguk.

 

            “Kalau begitu Hye Bi kau tampar Sung Hwa dan Ji Hyun.” Perkataan Yongguk sontak membuat seluruh ketua asrama terkejut. Gurunya ini sedang tidak bercanda ‘kan?

 

            “Ta-Tapi Songsaenim, kenapa?” tanya Tao yang sedari tadi diam.

 

            “Karena anak asuh kalian melanggar,” jawab Yongguk datar. “Kau keberatan, Tao-ssi? Baiklah kalau begitu, kau juga mendapat tamparan dari Kris.”

 

            Sekali lagi para ketua asrama terdiam. Di satu sisi mereka tak ingin membantah perintah guru mereka, tapi di sisi lain perintah guru mereka sulit untuk dilakukan.

 

            “Apa yang kalian tunggu?” Pertanyaan Yongguk terdengar seperti menggertak. “Cepat lakukan!”

 

            Hye Bi menoleh—menatap Sung Hwa dan Ji Hyun bergantian. “Maaf,” gumam gadis itu pelan lalu menampar dua pipi itu. Meski tak terlalu keras, tapi baik Sung Hwa maupun Ji Hyun sama-sama meringis kesakitan.

 

            “Giliranmu, Kris-ssi. Setelah itu kalian boleh pergi,” Yongguk berujar lagi dan sama sekali tak ada nada lembut di setiap ucapannya.

 

            Kris menarik napasnya terlebih dahulu lalu menoleh ke arah Tao yang tampak siap menerima tamparan darinya. Lagi-lagi tak terlalu keras tapi cukup membuat sedikit jejak merah di pipi ketua dorm Lotus itu.

 

            “Kalian boleh pergi. Lain kali jaga anak asuh kalian. Kalian diberikan tugas sebagai ketua asrama bukan berarti kalian harus santai-santai. Pantau terus anak asuh kalian, jangan sampai kejadian ini terulang kembali.” Yongguk kembali duduk di kursi sambil memijat pelipisnya yang berdenyut. Ke delapan ketua asrama mengangguk mengerti lantas berjalan keluar dari ruang guru.

 

 

****

 

 

            Suara air yang tengah dimainkan kaki terdengar di sekeliling Danau Canna. Sepertinya ia menikmati waktu pagi yang kini tengah menjelang siang. Belum ada kelas lagi jadi ia memutuskan untuk bersantai sejenak di danau.

 

            “Mau kutemani melamunnya, Nona?” So Yeon menoleh dan langsung tersenyum saat tahu siapa yang melempar pertanyaan tadi.

 

            “Siapa yang sedang melamun, Youngjae-ya?” gadis itu menggeser sedikit posisi duduknya—memudahkan lelaki ini untuk duduk.

 

            “Tentu saja kau. Siapa lagi? Apa ada orang lain selain kita?” Youngjae balik bertanya sambil menaikkan sebelah alisnya.

 

            “Terlihat sekali ya?”

 

            “Humm.” Youngjae mengangguk. “Ada masalah? Mau cerita padaku?”

 

            So Yeon menggeleng. “Hanya terpikirkan kondisi Nana. Bagaimana keadaan Nana?”

 

            “Entahlah. Sepertinya sudah lebih baik dari keadaanya kemarin.” Youngjae ikut melepaskan sepatunya dan memainkan dua kakinya air danau.

 

            Gadis bermarga Choi mengangguk. “Lalu, dua siswa yang melanggar jam malam kemarin bagaimana?”

 

            Youngjae mengangkat bahunya—pertanda ia tak tahu. “Hei kau ini wartawan ya? Senang sekali bertanya.”

 

            “Hanya dua pertanyaan sudah disebut wartawan. Bagaimana jika aku memburumu dengan 100 pertanyaan?”

 

            “Aish! Itu hanya perumpamaan, So Yeon-ah.” Tangan Youngjae terulur mengacak pelan rambut So Yeon. Dan bisa ditebak gadis itu langsung protes.

 

            “Yak! Astaga! Rambutku bukan objek untuk diacak-acak tahu.” Bibir mungil So Yeon mengerucut pertanda ia sebal dan membuatnya terlihat semakin imut. Youngjae yang melihat itu terpana beberapa saat. Sepertinya ia sudah jatuh terlalu dalam pada pesona gadis di sampingnya ini.

 

            Tapi seketika ia teringat sesuatu. Sesuatu tentang Aconite Day tempo lalu. Tentang percakapan gadis ini dan seorang senior mereka yang Youngjae yakin itu ketua asrama laki-laki Primrose.

 

            “So Yeon-ah boleh aku tanya sesuatu.”

 

            “Tanya saja,” So Yeon menyahut santai tanpa menaruh curiga apapun.

 

            Lelaki itu terlihat ragu. “Mungkin ini pertanyaan tidak penting tapi boleh kutahu siapa senior yang berbincang denganmu di bibir pantai di malam Aconite Day?”

 

            So Yeon mengernyitkan keningnya begitu pertanyaan Youngjae selesai dilontarkan. Bagaimana pemuda ini tahu?

 

            “Kau menguping ya?”

 

            “Ah! Tidak. Tidak. Saat itu aku tak sengaja melihat kalian dan aku hanya penasaran.” Youngjae tersenyum kaku. “Hanya itu.”

 

            “Dia Suho. Ketua asrama laki-laki Primrose.” Entah hanya penglihatan Youngjae atau gadis itu yang tiba-tiba saja tersenyum saat menyebut nama Suho.  Dan itu membuat Youngjae err . . . Cemburu?

 

            “Lalu, apa kau menyukainya?”

 

            “Apa?” So Yeon langsung menoleh. “Aniyo. Aku tidak menyukainya. Hanya saja  . . . .”

 

            “Dia sudah melamarmu?” tebak Youngjae lagi dan sepertinya tepat sasaran. Sang gadis terlihat sedikit tersentak.

 

            “I-Itu hanya taruhan konyol. Jangan dianggap serius. Suho itu sedikit ... tidak waras.”

 

            So Yeon memalingkan mukanya yang tiba-tiba saja memerah dan Youngjae masih sempat melihat itu. Lelaki tersebut tersenyum kecut. Ia sudah didahului.

 

            “Sepertinya aku terlambat.” Youngjae berdiri kemudian berbalik. “Aku harus pergi.”

 

            “Chakkaman!” Ucapan So Yeon membuat Youngjae langsung menghentikan langkah.

 

            “Ada apa lagi?”

 

            Gadis itu ikut berdiri lalu memeluk sang pemuda dari belakang. Youngjae melebarkan matanya menerima pelukkan tak terduga ini.

 

            “Maafkan aku, aku bahkan tidak tahu sejak kapan rasa ini muncul. Dan aku tak percaya bahwa aku menyukaimu seperti ini, tapi aku lebih tak percaya ketika aku menyadari aku juga menyukai dia.”

 

            Jantung Youngjae berdebar cepat. Ia tidak salah dengar ‘kan? So Yeon menyukainya? Tapi ucapan terakhir gadis tersebut membuat Youngjae putus asa. So Yeon juga menyukai Suho.

 

            Tangan kekar Youngjae mengelus tangan mungil So Yeon yang memeluknya dari belakang. Rasa hangat menjalar di seluruh tubuh lelaki itu.

 

            “Bisakah tetap seperti ini sebentar?” pinta Youngjae pelan dan ia merasakan anggukkan di punggungnya tanda So Yeon menyetujui permintaannya.

 

            Pelukkan hangat yang diinginkan Youngjae. Tapi sayang ini bukan pelukkan hangat sepasang kekasih. Hanya pelukkan hangat rasa suka yang bertepuk sebelah tangan. Youngjae menghembuskan napasnya panjang.

 

            Tangannya melepaskan tangan So Yeon yang masih melingkar di pinggangnya. Ia tak mau terlalu hanyut dalam suasana ini.

 

            “Aku harus ke kelas. Kau juga ne?” Youngjae mengelus puncak kepala So Yeon sebelum akhirnya pergi meninggalkan gadis bermarga Choi itu yang masih mematung. Tanpa diketahui pemuda itu, sebulir cairan menetes dari pelupuk mata So Yeon. Hingga membentuk dua anak sungai di sana. So Yeon menangis.

 

 

****

 

 

            Nana mengalihkan pandangannya ke arah lain saat pemandangan ada pemandangan yang seharusnya tak ia lihat di seberang danau Canna. Ia tersenyum kecut.

 

            Bermesraan di danau Canna, apa tidak ada tempat lain untuk melakukan itu? Ck! Ini sekolah bukan tempat untuk bermesum, batin Nana kesal kemudian menundukkan kepalanya sambil memeluk kedua lututnya.

 

            A-Aku tidak punya kesempatan, lirih Nana dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

 

            “Hei, kau tidak apa-apa?”  tanya seseorang yang seketika membuat Nana mengangkat kepalanya. Ia mengernyit. Seorang lelaki berkulit putih dengan paras sangat imut mendekatinya. Tangannya terlihat membawa sesuatu.

 

            Tunggu! Nana kenal laki-laki ini.

 

            “Kau yang membantu membersihkan noda coklat di wajahku saat malam Aconite Day ‘kan?” tebak Nana sambil menatap penampilan pemuda di depannya dari atas sampai bawah. “Kalau tidak salah kau Jeon Jungkook dari asrama Primrose, benar?”

 

            Kening lelaki itu berkerut. “Kau masih ingat kejadian itu? Ah! Ya, aku Jungkook. Kau . . . Ryu Nana dari asrama Cinnamon?” Senyum di bibir sang lelaki mengembang sempurna. “Apa yang kau lakukan di sini?”

 

            “Hanya menikmati pemandangan di danau Canna.” Nana menggeser duduk—mempersilahkan Jungkook untuk duduk. “Duduklah.”

 

            Jungkook tersenyum lalu mendudukkan diri di samping Nana. “Terima kasih,” gumamnya lalu mengeluarkan isi kantung yang ia bawa. “Aku bawa sedikit camilan, kau mau?”

 

            “Eh?” Nana menoleh—memperhatikan Jungkook yang mulai mengeluarkan satu per satu camilannya. Ada keripik kentang, biskuit dan dua kaleng minuman soda.

 

            “Aku ambil yang ini ya?” Tangan gadis itu mengambil sekotak biskuit yang hanya dijawab anggukkan saja oleh pemuda ini. Setidaknya camilan dari Jungkook membuatnya sedikit melupakan adegan pelukkan di seberang danau.

 

            Lalu hening. Dua siswa ini sibuk dengan camilannya masing-masing. Entah tak ada topik pembicaraan atau terlalu enggan untuk memulai obrolan.

 

            “Ah!” pekik Nana saat ia mencoba membuka tutup kaleng soda. Isinya sedikit mengenai seragamnya.

 

            Jungkook menoleh. “Gwaechanayo?”

 

            “Tak apa.  Hanya sedikit ketumpahan soda.” Nana tersenyum kikuk. “Ugh! Seragamku jadi merah.”

 

            Jungkook tersenyum maklum lalu merogoh saku celananya dan menyodorkan sapu tangan yang selalu ia bawa. “Pakailah ini. Setidaknya bisa menghilang sedikit noda merah di seragammu.”

 

            Nana melihat sapu tangan itu lalu melihat wajah Jungkook yang tengah tersenyum. “Terima kasih. Nanti akan kukembalikan setelah mencucinya.”

 

            “Tak perlu. Pakai saja dulu, kembalikannya kapan-kapan juga boleh jika kau ingat,” ujar Jungkook sambil mengunyah keripik kentangnya.

 

            “Baiklah, tapi sekali lagi terima kasih.”

 

            “Sama-sama.”

 

 

****

 

 

            [Next Day]

 

 

            Nana mengernyit saat ada kerumunan banyak siswa di dekat ruang Osis. Kaki-kakinya melangkah mendekati kerumunan yang semakin banyak.

 

            “Semuanya harap tenang. Bagi yang mau mendaftar ekstrakulikuler silakan berbaris yang rapi nanti akan dibagikan formulirnya.” Suara Ji Hyun—sang ketua asrama perempuan Lotus terdengar memerintah beberapa siswa di depannya. Untungnya semua siswa menurut—termasuk Nana.

 

            Para siswa mulai mengambil formulir. Ada banyak ekstrakulikuler di sekolah ini. Dari klub pecinta alam, olahraga, seni, bahan fotografi pun ada. Benar-benar sekolah yang luar biasa.

 

            Nana mengambil formulir dari tangan Ji Hyun dan mencoba melihat daftar ekstrakulikuler yang tertera di sana. Banyak yang menarik perhatiannya dan membuat gadis itu bingung.

 

            Banyak yang menarik untukku, tapi maksimal hanya dibolehkan memilih tiga ekstrakulikuler. Huh! Eotteoke? batin Nana bingung.

 

            Sebaiknya aku harus segera mengisi formulir ini. Tapi dimana ya? gadis itu membatin lagi dan mulai mengedarkan pandangan. Sampai matanya tertuju pada salah satu ruangan yang menjadi ruangan favoritnya.

 

            Sepertinya di sana lebih baik.

 

****

 

 

            “Jungkook-ah?” Jungkook mendongak dari buku bacaannya saat ada seseorang yang terdengar memanggilnya.

 

            “Nana-ya? Kau di sini?”

 

            “Begitulah. Tadi hanya ingin kemari untuk mengisi formulir ini.” Nana menunjuk selembar kertas di tangannya. “Boleh aku duduk di sini?”

 

            “Tentu.” Jungkook menunjuk kursi di sebelahnya—menyuruh Nana untuk duduk. Tentu saja gadis itu menurut.

 

            “Apa yang sedang kau lakukan di sini?”

 

            “Menurutmu perpustakaan tempat untuk apa hmm?”

 

            “Ah! Itu . . . .” Nana tersenyum kikuk. “Maksudku buku apa yang kau baca?”

 

            “Hanya buku cerita biasa dan mencari ketenangan di sini karena asrama laki-laki Primrose sangat berisik.” lelaki itu menutup buku yang dibacanya. “Kau sendiri sedang apa di sini?”

 

            “Sebenarnya aku ke sini untuk mengisi formulir ini, tapi bodohnya aku lupa membawa pulpen.” Nana menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

 

            “Kau ini ceroboh sekali.” Jungkook mengambil sesuatu di saku kemejanya—yang ternyata sebuah pulpen—lalu meletakkannya di tangan Nana. “Pakailah.”

 

            “Terima kasih,” gumam gadis itu dan mulai berkutat dengan lembar formulir. Jungkook yang duduk di sebelah Nana melirik sedikit. Sang gadis memilih 3 ekstrakulikuler. Cooking, Photographing dan . . . .

 

            “Writing club? Kau ingin masuk club itu?”

 

            Seketika Nana mendongak dari tulisannya lalu menoleh. “Eum . . . Aku suka menulis. Ya, walau hanya tulisan seperti buku harian. Siapa tahu kemampuanku terasah. Ada yang salah?”

 

            “Ani. Ani. Aku berencana juga masuk club itu.”

 

            “Jeongmalyo? Tapi ‘kan kau—”

 

            “Aku tahu aku tahu,” potong Jungkook seakan tahu kemana arah pembicaraan ini. “Tapi apa seorang laki-laki tak boleh berprofesi jadi penulis? Hei! Penulis skenario serial drama bagaimana? Banyak serial drama Korea yang sukses dan ditulis oleh seorang pria.”

 

            Nana mengerucutkan bibirnya. “Kau ada benarnya juga.”

 

            Dan mereka hanyut dalam obrolan-obrolan ringan yang seru. Sesekali keduanya tertawa saat salah satu melempar candaan. Tanpa sadar waktu terus berlalu dan malam mulai menjelang.

 

            “Sudah. Sudah. Aduh.” Nana memegangi perutnya. “Perutku sakit karena terus tertawa.”

 

            “Ya, kau benar.” Jungkook berdehem—menetralkan suaranya. “Sudah hampir jam malam. Sebaiknya kita kembali ke asrama masing-masing.”

 

            Nana mengangguk. “Aku baru mau memberitahukan itu tadi. Ayo!” Kursi yang mereka duduki mundur ke belakang menimbulkan bunyi derit cukup keras.

 

            Baru saja mereka berdiri, sebuah suara dari loud speaker terdengar nyaring.

 

            “Di sini Suho. Beberapa menit lagi jam malam, semuanya sudah masuk ke asrama masing-masing? Jika tidak mau jadi cemilan tengah malam gumong, semuanya lekas masuk ke asrama kalian. Atau kunikahi So Yeon sekarang juga.

 

            Baik Jungkook maupun Nana saling berpandangan mendengar pengumuman dari sang ketua asrama laki-laki Primrose itu. Bagian terakhir pengumuman itu terdengar sedikit lucu tapi ganjil.

 

            Entah suatu kebetulan atau apa, keduanya sama-sama mengangkat bahu—seakan tak peduli. Jungkook menggelengkan kepalanya maklum karena ia tahu sifat seniornya itu.

 

            “Ayo Nana. Kita harus cepat sebelum menjadi santapan gumong atau hantu-hantu lain sekolah.” Nana mengangguk lalu mengekor di belakang lelaki itu. Ia diam. Entah ia harus mengeluarkan ekspresi apa saat ini.

 

            Lagi-lagi So Yeon. Ia dicintai dua lelaki.

 

 

****

 

 

            Ponsel putih itu langsung menempel di telinganya. Wajah cantiknya berubah masam. Bagaimana tidak? Namanya tiba-tiba disebut saat pengumuman jam malam tadi. Dan errr ... Kalau saja ia bisa menyentuh sosok yang menyebut namanya tadi, ia akan mencekik leher orang itu.

 

            “Yoboseoyo.” Akhirnya setelah menunggu beberapa detik, sambungan telepon terangkat. Suara berat yang familiar itu sampai di telinganya.

 

            “Apa yang barusan kau lakukan?” tanya So Yeon tanpa membalas sapaan di seberang sana.

 

            “Ini siapa?” Bukannya menjawab, suara di seberang malah melempar pertanyaan bodoh dengan suara polos yang terkesan dibuat-buat.

 

 

            So Yeon mengusap wajahnya frustasi. “Kim Joon Myeon, jangan bercanda! Kau lupa tempo lalu kita bertukar nomor telepon saat di Rooftop Gedung B?”

 

            “Ah! Kau ternyata.” Suara Suho yang terdengar santai membuat So Yeon semakin ingin mencekik lelaki itu.  “Ada apa menghubungiku? Biar kutebak, merindukan aku, Nona Choi?”

 

            “Ck!” So Yeon berdecak kesal. “Siapa bilang? Aku menghubungimu untuk meminta jawaban yang cerdas tentang ucapanmu di pengumuman jam malam. Kau tidak sedang mabuk ‘kan?”

 

            “Aku? Mabuk? Mabuk karena rasa sukaku terhadapmu sepertinya.” Astaga! Lelaki ini masih sempat-sempatnya bercanda.

 

            “Joon Myeon serius!” gadis itu mulai hilang kesabaran. “Jangan bercanda. Aku tanya sekali lagi. Apa maksud ucapanmu saat pengumuman jam malam tadi? Kau tidak serius ‘kan?”

 

            Pemuda bermarga Kim itu tertawa dan entah hanya perasaan So Yeon saja atau apa, gadis ini menyukai suara tertawa Suho. “Tentu saja aku serius. Kau pikir selama ini aku bercanda?”

 

            “Eh?”

 

            Jadi, selama ini . . . .

 

            “Waeyo hmm? Kau tidak suka?” tanya Suho yang nada suaranya melembut. Terdengar serius. “Aku hanya ingin mengumumkan hubungan kita. Itu saja.”

 

            “Hu-Hubungan? Ki . . . Kita bahkan . . . .” So Yeon menghela napasnya. Sungguh. Di saat seperti ini ia menginginkan kekuatan Edward Cullen yang bisa membaca pikiran.

 

            “Kenapa lagi?”

 

            Pertanyaan Suho membuat So Yeon menghembuskan napas panjang. Ia membaringkan dirinya di kasur asrama perempuan Primrose. “Tidak ada.” Tangan gadis itu memijat pelipisnya. “Hei! Kau sedang berjaga ‘kan?”

 

            “Ya, lalu?”

 

            “Sudah sana lanjut berjaga. Pantau CCTV nya, nanti ada korban lagi.” So Yeon jadi ingat peristiwa saat ia di UKS. Saat ada dua siswa datang ke UKS dengan berlumuran darah karena melanggar jam malam, bertemu dengan salah satu hantu yang berjaga di sekolah. Beruntung karena dua siswa itu selamat meski luka parah.

 

            “Kau memberiku semangat? Manis sekali.”

 

            So Yeon mengulum senyum di bibirnya sambil berbaring menyamping. “Anggap saja begitu. Manis? Itu biasa saja, Suho-ya.”

 

 

            “Tapi menurutku itu manis.” Suho terdiam sebentar—seperti memikirkan apa yang harus ia katakan sekarang. “Hei! Akhir pekan ini kau free?”

 

            “Ne, waeyo?”

 

            “Bagaimana kalau kita jalan-jalan?”

 

            “Jalan-jalan? Kemana?”

 

            “Aku masih belum tahu.”

 

            “Eh? Kau ini mengajakku jalan-jalan tapi tak tahu mau kemana.” So Yeon memindahkan ponselnya ke telinga yang satu.

 

            Tawa Suho terdengar lagi. “Kau belum tidur? Ini sudah hampir larut.”

 

            Mendengar kata tidur, So Yeon sontak menguap panjang. “Ini baru mau tidur. Pantau terus CCTV nya ne? Hati-hati.”

 

            “Kau juga. Tidur yang nyenyak dan kita akan bertemu di mimpi.

 

            So Yeon tergelak. “Jangan mulai.” Matanya melirik jam dinding. Sudah hampir jam 11 dan ini pertama kalinya ia tidur nyaris larut malam.

 

            “Aku tahu. Sudah sana, katanya mau tidur?”

 

            “Kau mengajakku terus bicara, Tuan Kim.” Kaki-kaki gadis itu menarik selimut dan mengeratkannya sampai batas leher.

 

            “Baiklah. Good night and have a nice dream.”

 

            “You too.”

 

            Sambungan terputus. So Yeon melihat ponselnya sambil tersenyum sendiri. Suara lelaki ini. Entah mengapa ia senang mendengar suara Suho. Tawa lelaki itu. Dan senyumnya. Oh! My! Sepertinya ia mulai gila. Gila karena laki-laki bernama lengkap Kim Joon Myeon itu.

 

            Kim Joon Myeon, kurasa aku juga menyukaimu.

 

 

****

 

 

            [Next Day]

 

 

            “Hei! Kemarin malam kau kenapa?” tanya Kyungsoo saat ia dan Suho sampai di lapangan basket indoor. Hari ini dua lelaki itu sepakat untuk tanding basket bersama. Tak ada taruhan karena hanya pertandingan satu lawan satu antar sahabat.

 

            “Kenapa apanya?” Suho malah balik bertanya.

 

            Langkah Kyungsoo terhenti, matanya melirik malas pemuda sang ketua asrama laki-laki Primrose itu. “Kau bercanda? Atau kau mempunyai penyakit lupa ingatan sementara?”

 

            “Ucapnmu terdengar mengerikan, Kyungsoo-ya.” Suho mengambil bola basket yang tergeletak begitu saja di lantai lapangan indoor. “Kemarin malam aku baik-baik saja. Tak ada sesuatu yang menarik.”

 

            “Kau yakin? Lalu kapan pernikahanmu dengan So Yeon berlangsung?”

 

            “Setelah kelulusan mungkin atau tahun depan? Menunggu dia lulus?” Suho menjawab santai sambil memainkan bola di tangannya.

 

            “Kau serius? Jadi saat pengumuman jam malam kemarin kau tidak sedang bercanda?”

 

            “Menurutmu aku sedang bercanda kali ini?” Suho melempar bola basket itu ke ring namun meleset. “Kau sendiri? Sudah berani berciuman dengan Rin Young ya? Hahahaha.”

 

            “K-Kau ta-tahu darimana?”

 

            “Saat Aconite Day, sore hari menjelang malam. Duduk berdua di atas pasir dan kalian––”

 

            “Aku tahu. Aku tahu,” potong Kyungsoo lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia ketahuan. “Hanya menyentuh sedikit bibirnya, tak sampai menempel. Tapi hei! Kau mengintip kami ya?”

 

            “Tidak mengintip. Hanya kebetulan lewat dan melihat kalian jadi aku berhenti. Lumayan jadi ada bahan untuk tontonan.” Suho melempar bola basket ke arah Kyungsoo yang langsung ditangkap dengan mudah oleh sang lelaki. “Kita mulai saja. Yang kalah traktir di Primrose Café. Setuju?”

 

            “Setuju. Bersiap untuk kalah, Kim Joon Myeon.”

 

            “Dalam mimpimu, Do Kyungsoo.”

           

 

To Be Continued

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK