Title : Love Story in School
Author : Minami Maretha
Genre : AU, School Life, Soft Romance, Angst
Rated : General
Length : Chapter
Casts :
*Choi So Yeon – OC
*Ryu Nana – OC
*EXO’s Suho
*B.A.P’s Youngjae
*BTS’s Jungkook
Disclaimer : Minami Maretha © 2014. All casts of this fan fiction belong to themselves. But, this story is mine.
HAPPY READING!!!
Garpu itu meliuk-liuk lincah di atas piring yang berisi spaghetti. Meski makanan itu masuk daftar makanan favoritnya, entah kenapa hari ini sang gadis tidak ada selera makan. Pikirannya berkecamuk. Keluar masuk silih berganti seolah-olah harus ia pikirkan saat itu juga.
Kau harus . . . Menikah denganku.
Kalimat itu muncul lagi di kepalanya.
Kau harus . . . Menikah denganku.
Empat kata sakral yang terus berdengung di telinganya bagai lebah yang marah.
Kau harus . . . Menikah denganku.
Tanpa sadar tangan mungilnya terkepal kuat. Napasnya tertahan selama beberapa detik sampai suara berat menyadarkannya dari lamunan.
“Boleh aku duduk di sini? Semua meja sudah penuh.” So Yeon mendongak dan tiba-tiba napasnya makin tercekat saat tahu suara berat tadi milik siapa.
“K-Kau . . . .”
Sosok tersebut malah tertawa lalu menarik kursi di hadapan sang gadis. “Kenapa memasang ekspresi seperti itu huh? Aku bukan Gumong.”
So Yeon memalingkan wajahnya ke arah lain. “Ti-Tidak ada.” Lantas ia menyuap lilitan spaghetti itu ke mulutnya.
Suho masih memperhatikan gadis cantik berambut coklat ini sambil memasukkan sepotong sushi ke mulutnya. “Kau yakin?”
“Tentu saja. Kenapa kau secerewet ini? Tidak biasanya.”
“Ini bukan cerewet. Hanya saja aku ingin memastikan kau tidak apa-apa dan menyanggupi taruhan kita kemarin.”
“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” So Yeon langsung tersedak seketika saat mendengar kata yang sebenarnya tidak ingin ia dengar, tangan gadis itu langsung mengambil air minum yang disodorkan Suho untuknya.
“Terima kasih,” gumam sang gadis seraya mengelus dada sambil mengatur napasnya. “Kau mau membuatku terkena serangan jantung huh? Aku hampir mati tersedak gara-gara topik bicaramu.”
“Siapa yang ingin kau mati? Jika kau mati, pemberkatan kita di gereja akan gagal.”
“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” Lagi-lagi So Yeon tersedak dan kali ini tepat saat ia minum. “YA! Aish, jadi basah ‘kan seragamku?”
“Kau ceroboh sekali, begitu saja basah,” Suho menyahut dengan cueknya, sepotong sushi ia telan perlahan.
“Aish, ini semua karena kau.” So Yeon menepuk-nepuk blazer hijaunya. “Kau harus mencucinya.”
“Apa? Aku? Yang benar saja.” Suho meminum Lemon Teanya terlebih dulu. Matanya menangkap sorot tajam yang dipancarkan iris coklat caramel milik So Yeon. “Baik. Baik. Aku akan tanggung jawab. Puas kau?”
Mau tak mau So Yeon tersenyum. Meski menyebalkan, Suho tetaplah laki-laki yang baik.
“Kenapa kau tersenyum seperti itu?” So Yeon tersentak saat pertanyaan Suho sampai di telinganya. “Jangan bilang kalau kau terpesona padaku.”
“Ck!” So Yeon mendecakkan lidah. “Siapa bilang? Jangan terlalu percaya diri, Tuan Kim.” sang gadis tampak berdiri sambil membawa nampan yang sudah tak sisa apa-apa lagi. “Kajja! Katanya tadi mau tanggung jawab dengan blazerku ini.”
“Arraseo.” Suho ikut berdiri dan membawa nampannya. “Tapi, aku harus bertanggung jawab dengan bagaimana?”
“Temani aku mencari udara segar di Rooftop Gedung B.”
****
“So Yeon-ah.”
So Yeon menoleh saat seseorang memanggilnya. “Kau ternyata, Youngjae-ya. Sedang apa kau di sini?”
“Sedang mencari angin segar dan biar kutebak, kau juga sama sepertiku ‘kan?”
“Kau percaya diri sekali, tapi tebakkanmu sedikit benar.”
“Sedikit?” Youngjae mengernyit bingung.
“Karena aku ke sini untuk mengeringkan seragamku.” Telunjuk So Yeon menunjuk blazer hijau yang masih sedikit basah.
“Basah? Jangan bilang kau tadi habis berenang tanpa melepas seragammu.”
“Berenang? Yang ada aku langsung tenggelam karena aku tidak bisa berenang.”
“Kalau kau tenggelam, aku akan menertawaimu.”
So Yeon mendelik, lantas ia memukul pelan lengan Youngjae. “Jahat! Bagaimana bisa begitu? Harusnya kau tolong dan berikan napas buatan.”
“Kau ingin sekali ditolong olehku?” goda Youngjae yang semakin membuat wajah cantik gadis di sampingnya ini kian cemberut.
“Aish!” gadis bermarga Choi itu memalingkan wajahnya. “Kalau tidak mau tidak apa-apa. Biarkan aku mati tenggelam di kolam renang.”
Youngjae tertawa, tangannya terulur mengacak pelan puncak kepala So Yeon. “Begitu saja marah, kau cepat tua jika sedikit-sedikit marah.”
“Semua orang juga pasti akan bertemu masa tuanya.” Bibir mungil gadis itu mengerucut. “Aih! Jadi berantakan rambutku.”
“Walau berantakan, kau tetap cantik.”
DEG!
Udara di sekitar So Yeon mendadak raib, tubuhnya membeku seketika. Sial! Pipi gadis tersebut merona tanpa bisa ia kendalikan.
“Aku harus kembali ke dalam, sebaiknya kau masuk nanti ada yang mengira kau bolos jam pelajaran.”
“N-Ne, aku akan menyusul nanti.”
****
[Next Day]
Kelas IPA dimulai. Guru pria yang tampak masih muda itu berdiri di hadapan seluruh murid yang memilih mata pelajaran IPA. Dan lagi-lagi kelas 10, kelas 11 dan kelas 12 digabung. Beruntung karena ruangan kelas cukup luas menampung seluruh siswa.
“Selamat pagi semuanya,” salam Jong Hyun masih menebar senyum manis ke seluruh penjuru kelas yang tentu saja dijawab serentak ‘Selamat pagi.’ oleh murid-murid.
“Nama saya Lee Jong Hyun dan saya yang akan mengajarkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kepada kalian.” Jong Hyun memainkan spidol di jari-jarinya. “Tapi tenang, hari pertama pelajaran IPA tidak ada tugas atau pekerjaan rumah yang berat. Saya hanya ingin memberikan satu topik yang akan kalian perdebatkan pagi ini.”
Jong Hyun berjalan menuju white board dan menuliskan satu kalimat yang menjadi topik debat mata pelajarannya sekarang.
Teori konspirasi pendaratan bulan.
Begitu tulisnya di papan tulis. Jong Hyun berbalik dengan senyum penuh arti terpatri di bibirnya.
“Teori konspirasi pendaratan bulan atau sering disebut teori hoax bulan terbaik merupakan sebuah teori yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah mendarat di bulan. NASA dengan cerdik membuat foto dan rekaman pendaratan di bulan di sebuah studio di Nevada,” jelasnya sebagai pembuka.
“Mungkin kalian akan berpikir bahwa debat ini tidak ada sangkut pautnya dengan IPA. Tapi banyak hal yang bisa kalian temukan dari sudut pandang sains pada teori konspirasi ini. Aku tidak ingin kalian hanya terpaku pada rumus saja. Maka dari itu, berikan pendapat kalian. Apakah kalian pro atau kontra? Dan apa alasannya?”
Para siswa sudah mulai mengeluarkan suara-suara pelan yang terdengar di telinga Jong Hyun tidak jelas. Sepertinya debat hari ini akan memanas.
“Baiklah. Jika kalian sudah mempunyai jawabannya, angkat tangan dan berikan pendapat. Jangan lupa perkenalkan diri kalian dahulu.”
****
Sepi. Itulah suasana setiap perpustakaan. Begitu juga perpustakaan Asian Pasific International High School. Hanya terlihat beberapa murid yang membaca buku di sana atau sekedar masuk untuk meminjam buku incarannya kemudian keluar lagi.
Begitu pula salah satu siswa yang sedari tadi masih berkutat mencari buku. Sudah lima belas menit yang lalu ia mengeliling rak-rak buku yang berderet rapi, namun buku pilihannya belum ia temukan.
“Ketemu!” pekiknya tertahan namun berakhir dengan kebingungan yang tiba-tiba saja ia rasakan. Telinganya menangkap suara musik yang terdengar samar-samar, pelan-pelan ia mengikuti darimana datangnya suara tersebut.
“Ternyata dia,” gumam Youngjae saat tahu suara yang tertangkap di telinganya suara-suara tidak jelas. Ia tersenyum dan memutuskan mendekati orang yang tengah tertidur dengan kepala di meja dan sebelah headset terpasang di telinganya.
Telunjuk Youngjae mencolek pelan pipi putih halus itu. “Hei, bangun Nona Ryu. Perpustakaan bukan tempat untuk tidur.”
Anehnya, sang gadis bermarga Ryu itu tidak bergeming. Sepertinya gadis ini benar-benar terlelap dalam damai.
Youngjae memutuskan duduk di samping gadis itu, memperhatikan setiap inchi wajah sempurna ciptaan Tuhan ini. Tanpa sadar sang pemuda tersenyum.
“Ya, ireona Nana-ya.” Youngjae mengguncang pelan bahu Nana agar segera bangun. “Mau sampai kapan kau tertidur di sini?”
“Ngghh.” Kelopak mata hitam itu perlahan terbuka. Namun tertutup lagi, tapi kemudian kembali terbuka. Sepertinya Nana tengah menyesuaikan cahaya yang menyelusup cepat ke retinanya.
“Sudah bangun, Putri Tidur?” Satu tangan Youngjae terulur mengambil sebelah headset yang masih menempel di telinga Nana. “Kau ini tertidur dengan headset di telingamu, volume headsetnya terlalu keras kau bisa tuli nanti.”
“Aku tahu, tapi mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur.” Nana menampilkan cengiran khas sambil merapikan rambutnya yang berantakan.
“Kau sepertinya terlihat lelah sekali, kemarin malam tidurmu cukup?”
Nana menggeleng sambil merenggangkan kedua tangannya ke atas. “Tidak kurasa. Televisi di ruang tengah terus menyala, entah siapa yang sedang menonton dan lupa mematikan. Aku jadi tidak bisa tidur karena suara televisinya menganggu tidurku.”
“Jadi kau ke sini untuk membayar hutang tidurmu, begitu?”
“Tepat sekali!” Nana tampak membereskan barang-barangnya. “Kau masih mau di sini? Sebentar lagi jam malam, kau tidak berniat menyerahkan nyawamu pada Gumong ‘kan?”
“Tentu saja tidak, kau ini yang benar saja.” Kursi yang diduduki Youngjae perlahan mundur, lantas mengikuti sang gadis dari belakang. Tak terasa sudah malam lagi.
Youngjae sedikit tersentak saat Nana tiba-tiba menghentikan langkah dan berbalik dengan senyum manis yang terlihat sedikit eumm . . . .
“Ada apa?”
Bukannya menjawab, gadis tersebut malah mendekat dan . . . .
Mata Youngjae melebar, butuh beberapa detik untuk tersadar dari kejadian yang . . . Apa? Nana tadi menciumnya? Mencium pipi kanannya? Ia tidak sedang bermimpi ‘kan?
“Selamat malam. Jaljayo Youngjae-ya.”
Dan lelaki itu masih terpaku di tempatnya berdiri. Pipinya memanas seketika, namun ia masih bisa mengangguk sambil membalas ucapan Nana. “N-Ne.”
Kenapa dengan dia?
****
[Next Day]
“Kau terlihat murung Youngjae-ya, kau baik-baik saja?” tanya So Yeon saat mendapati Youngjae duduk di sampingnya dengan wajah yang ditekuk bak kertas kusut.
Lelaki itu menarik napas panjang kemudian mengeluarkannya perlahan. “Sepertinya tidak.”
“Wae geurrae? Ada masalah? Coba ceritakan padaku, siapa tahu aku bisa membantu.”
Youngjae menoleh–menatap So Yeon yang mengangguk seolah mengerti tatapan sang lelaki untuk sang gadis. Lagi ia menghela napas. “Sepertinya aku menyukai seseorang.”
“Menyukai seseorang? Siapa? Siapa?” gadis itu tampak antusias, dan itu terlihat aneh bagi Youngjae. Haruskah ia mengatakannya?
Tapi ia bingung. Pemuda tersebut merasakan getaran yang aneh di dadanya saat Nana mencium pipinya kemarin, tapi ia seperti terbakar api cemburu saat ia tak sengaja mendengar pembicaraan Suho dan So Yeon di malam Aconite tempo lalu.
“Siapa Youngjae-ya? Siapa gadis beruntung yang berhasil mencuri hatimu?” Youngjae tersadar saat So Yeon mengguncang pelan lengannya–memaksa ia untuk bercerita siapa sebenarnya sosok yang ia sukai.
“Bagaimana kalau gadis beruntung yang berhasil mencuri hatiku adalah kau?”
Rasa antusias So Yeon seketika menguap, tangannya yang tadi mengguncang lengan Youngjae seketika terhenti. Mata hitam gadis ini berkedip beberapa kali. “M-Mwo? Apa maksudmu?”
“Aku sedang menyukai seseorang. Dan orang itu kau, So Yeon-ah”
Fine!
Jantung So Yeon serasa jatuh ke kaki. Ia mendengar setiap kata yang meluncur dari bibir Youngjae dan iris hitamnya melebar.
“Ka-Kau pa-pasti bercan-canda, Tuan Yoo. Sam-Sama seka-sekali tid-tidak lucu.”
“Aku sama sekali tidak bercanda. Aku serius menyukaimu. Dan kau gadis pertama yang berhasil menarik perhatianku.”
Debar jantung So Yeon semakin menggila. Ia hanya memohon Youngjae berhenti bicara yang tidak-tidak dan semua ini hanya mimpi.
Gadis tersebut tertawa, lebih tepatnya tertawa hampa. Itu terdengar jelas sekali. “Lelucon yang bagus. Kali ini aku tidak mau tertipu oleh adik kelas sendiri.” Lantas So Yeon berdiri. “Aku harus pergi. Semoga harimu menyenangkan.”
Dan gadis bermarga Choi itu pergi tanpa bisa dicegah, Youngjae memandangi punggung tegap So Yeon yang semakin menjauh. Ia bingung dengan perasaannya sendiri.
Salahkah aku jika menyukainya? Apa yang harus kulakukan?
****
Matanya menatap kosong segelas Ice Tea yang ia pesan namun sampai detik ini belum ia minum. Sang gadis hanya mengaduk es teh itu. Kedatangannya ke Primrose Café untuk menenangkan diri, tapi sepertinya itu mustahil. Terlalu banyak yang ia pikirkan, salah satunya . . . .
“Boleh aku duduk di sini?” Nana mendongak saat mendengar suara berat yang ternyata suara Youngjae. Matanya melebar tanda ia kaget, tapi hanya sebentar.
“Duduk saja,” sahut Nana pendek sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain. Seseorang yang tak diharapkannya malah muncul, eh tunggu! Seseorang yang tidak diharapkannya?
“Kau sendirian?”
“Menurutmu?”
Youngjae mengernyit. Tidak biasanya Nana menjawab sependek itu. “Ada masalah?”
“Bukan urusanmu.”
Kerutan di kening Youngjae semakin bertambah. Gadis bermarga Ryu di depannya ini cepat sekali berubah. Apa Nana punya kepribadian ganda?
“Kau marah padaku?” tebak Youngjae was-was.
Nana menggeleng pelan. Raut wajahnya seketika berubah menjadi murung. Ice Tea yang ia pesan sama sekali belum disentuh.
“Gwaechana? Apa ada seseorang yang menyakitimu?”
“Aniya. Hanya saja menyukai seseorang yang justru menyukai orang lain itu menyakitkan,” lirih Nana menatap keluar jendela Primrose Café. Berhubung keduanya duduk di tempat strategis–dekat jendela–jadi bisa leluasa menatap keluar. Tepat semburat jingga di langit terlihat jelas. Tak terasa sudah hampir malam lagi.
Youngjae mendengar dengan baik ucapan Nana meski terdengar lirih. Itu yang ia rasakan sekarang, dan gadis ini juga merasakan apa yang ia rasakan.
“Ne, kau benar. Sangat menyakitkan.” Youngjae tersenyum samar dan Nana yang tanpa sengaja melirik, melihat itu. Percakapan lelaki ini dan seseorang yang ia kenal kembali berdengung di kepalanya. Percakapan yang tidak sengaja ia dengar saat dalam perjalanan menuju Primrose Café tadi.
Nana memutuskan untuk berdiri–tanpa menyentuh es teh kesukaannya. “Aku harus kembali ke asrama. Jangan berkeliaran di atas jam malam, Youngjae-ssi. Annyeong.”
Gadis mungil itu pergi meninggalkannya yang duduk mematung. Youngjae masih bisa menangkap ada sorot sakit yang dipancarkan dari mata coklat Nana saat mereka bertatapan. Sorot sakit? Jangan bilang kalau Nana . . . .
Astaga! Kenapa jadi serumit ini?
****
Sudah hampir jam malam, sebaiknya aku kembali ke dorm, batin Youngjae sambil meregangkan kedua tangannya ke atas. Namun langkahnya terhenti saat ia mendengar suara tangisan.
Tunggu dulu! Tangisan?
Seketika Youngjae merogoh saku celananya, melihat jam yang tertera di layar ponselnya. Masih jam 20.19 KST. Masih ada waktu sekitar setengah jam lagi jam malam. Tapi kenapa ia mendengar suara tangisan seorang gadis?
Entah karena rasa penasaran yang tinggi atau hanya ingin tahu, Youngjae mengikuti suara tangisan yang terdengar seperti tangisan tertahan. Sampai akhirnya lelaki itu tertegun mendapati seorang gadis tengah duduk sendirian di salah satu kursi di area Cinnamon Park.
Tungkai kaki Youngjae melangkah perlahan mendekati sang gadis yang sepertinya tidak mengetahui keberadan laki-laki bermarga Yoo itu.
“Nana-ya?” Gadis itu menoleh saat Youngjae tak sengaja memanggilnya, baik Nana maupun Youngjae sama-sama terkejut. Tapi yang jadi pertanyaannya kenapa Nana masih di sini? Bukankah tadi ia bilang akan kembali asrama? Dan kenapa Youngjae menemukannya dalam keadaan menangis?
“Kau . . . Menangis?”
Nana mengusap kasar jejak air mata di pipinya. “Sama sekali bukan urusanmu.” gadis tersebut berdiri, berencana pergi dari tempat ini. Tapi sebelum Nana benar-benar pergi, Youngjae dengan sigap memegang tangan yang lebih mungil dari tangannya itu.
“Tunggu dulu! Ada apa denganmu? Tidak biasanya kau menghindar dariku, apa ada kata-kataku yang menyinggung perasaanmu? Atau aku berbuat salah?”
“Ti-Tidak. Kau tidak salah.”
“Lalu? Kenapa kau menangis?”
“Bukan urusanmu. Bisa lepaskan tanganmu?”
“Aku tidak akan melepaskan genggaman tanganku sebelum kau cerita apa yang terjadi sebenarnya.”
“Sudah kubilang itu bukan urusanmu. Uhuk! Uhuk!” Reflek Nana memegang dada sebelah kirinya yang mendadak sakit.
“Gwaechana? Dadamu sakit? Kita ke UKS sekarang.”
“Kau tuli ya? Uhuk! Uhuk! Sana urusi Sunbae yang kau sukai itu. Uhuk! Uhuk! Jangan urusi gadis cengeng ini.” Sakit di dada sebelah kiri Nana semakin menjadi. Sial! Kenapa penyakitnya kambuh di saat seperti ini?
Youngjae berdecak karena Nana keras kepala–tak mau menurut dibawa ke UKS. “Kalau begitu, aku akan membawamu ke UKS. Jangan membantah!”
****
So Yeon berjalan tertatih menuju UKS. Ungkapan cinta Youngjae untuknya membuat gadis itu seperti ini. Ia tidak habis pikir kenapa Youngjae menyukainya, love at the first sigh? Ayolah, itu alasan klasik.
Tadi ia pergi begitu saja meninggalkan Youngjae sendiri bukan kembali ke dormnya, melainkan ke Ivy Field. Lapangan hijau luas yang sering dipakai untuk bermain bola. Menendang bola asal-asalan sampai akhirnya kakinya terkilir–karena So Yeon memang tidak mahir bermain bola.
Sang gadis terkejut melihat ada orang lain di dalam UKS. Dua orang. Satu siswa laki-laki yang ia kenal, satu lagi siswa perempuan yang belum diketahuinya.
“Eum, boleh aku masuk?” tanya So Yeon ragu dan sontak keduanya menoleh.
“Tentu saja, So Yeon. Apa yang terjadi? Kau sakit?” Youngjae yang tadi tengah berdebat dengan seorang gadis yang duduk di salah satu ranjang, langsung mendekati So Yeon.
“Hanya terkilir. Tak apa.”
“Tetap saja harus diobati. Masuklah.” Youngjae menuntun So Yeon masuk ke dalam UKS lalu mendudukkannya di salah satu kasur yang bersebrangan dengan kasur yang ditempati gadis lain yang So Yeon tak tahu siapa namanya.
Youngjae langsung melesat mengambil kotak obat. So Yeon menatap sayu punggung tegap itu namun tak berarti bagi sosok yang sibuk meredam batuknya. Sosok itu hanya menatap datar. Kosong. Tak berarti apapun.
“So Yeon-ah, kau bisa pakai ini.” Youngjae mengulurkan krim pereda rasa sakit ke tangan So Yeon, lantas lelaki itu berjalan menuju ranjang yang bersebrangan dengan ranjang yang diduduki So Yeon.
“Minum ini dan jangan membantah lagi.” Suara berat Youngjae terdengar memerintah seraya menyerahkan segelas air dan sebutir obat.
“Kubilang aku tidak apa-apa. Uhuk! Uhuk! Uhuk!” So Yeon memperhatikan seorang gadis yang tampak begitu kesakitan. Apa gadis itu sakit parah?
“Kau ini keras kepala sekali. Minum obat ini sebelum aku benar-benar memaksamu minum dengan caraku sendiri.” Youngjae meletakkan kasar gelas berisi air itu di tangan yang gadis dan sedikit tumpah mengenai rok seragamnya.
“Youngjae-ya, jangan seperti itu.” Entah mendapat keberanian darimana, So Yeon tiba-tiba saja ikut andil untuk bersuara. Atau ia merasa sikap lelaki tadi sedikit kasar?
“Biar aku yang membujuknya untuk minum obat. Kau istirahat saja.” Meski sedikit menyeret kakinya untuk sampai ke ranjang seberang, itu tidak dipedulikan sang gadis sekarang.
“Baiklah.” Youngjae memilih mengalah dan mempersilahkan kakak kelasnya itu menangani gadis keras kepala yang sedari tadi tak mau minum obat padahal–sepertinya–penyakit yang diidap sang gadis butuh penanganan khusus.
“Kau sakit?” tanya So Yeon basa-basi.
“Menurutmu?”
So Yeon mengerutkan keningnya bingung. Aish, ketus sekali, pikir gadis itu.
“Kalau kau sakit, jangan keras kepala. Lebih baik minum obatnya daripada nanti semakin memburuk dan merepotkan semua orang?”
Oke, mungkin nasihat So Yeon sedikit menusuk tapi ia hanya ingin gadis yang belum dikenalnya ini masih baik-baik saja.
“Ba-Baiklah.” sang gadis akhirnya menurut dan meminum obat yang tadi disodorkan Youngjae padanya.
“Merasa lebih baik?” Dan hanya anggukkan pelan yang So Yeon lihat.
“Kita belum berkenalan. Aku––”
“Kau Choi So Yeon, salah satu sunbaeku dari asrama Primrose,” potong sang gadis cepat membuat So Yeon terpengarah. “Aku Ryu Nana kelas 10 dari Cinnamon.”
Apa aku sebegitu terkenal sampai-sampai gadis ini tahu namaku, batin So Yeon bingung kemudian tersenyum. “Senang berkenalan denganmu, Gadis Cantik.”
Gadis yang bernama Nana itu tampak sedikit terkejut saat tanpa sungkan So Yeon memanggilnya dengan sebutan ‘Gadis Cantik’ .
“Aku bukan gadis cantik, Sunbae.”
“Lalu? Setiap gadis pada dasarnya cantik.” So Yeon tersenyum. Dilihatnya Youngjae yang sudah pergi, mungkin masuk ke dalam UKS mengambil minuman.
“Arraseo. Tapi aku tidak merasa begitu.”
“Wae? Ada masalah?”
Helaan napas Nana terdengar. “Aku tidak tahu apa ini masalah atau tidak.”
“Lalu?” Entah So Yeon cenayang atau hanya tebakkan beruntung, ia merasa gadis tengah menyukai seseorang. Dan orang itu . . . .
“Hei Gadis Cinnamon, kau sedang menyukai seseorang ya?”
“Eh?” Nana menoleh kaget. Apa wajahnya benar-benar menunjukkan ia sedang jatuh cinta sekaligus sakit hati?
“Jangan panggil aku Gadis Cinnamon, Sunbae. Aku sedang tidak menjual kayu manis.”
Tawa geli So Yeon terdengar. “Ne, kau sedang tidak menjual kayu manis. Tapi kau menjual cinta yang tulus untuk dia.”
Nana baru membuka mulut ingin menjawab kata-kata sunbaenya ini, terpotong suara rintihan seseorang yang baru masuk UKS. Sontak dua gadis ini menoleh dan sama-sama terkejut melihat dua sosok yang datang dengan langkah terseok-seok dan . . . Apa? Berlumuran darah?
“To-Tolong kami.”
Astaga! Pelanggaran jam malam!
To Be Continued