home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > THE REASON

THE REASON

Share:
Author : woolan
Published : 14 Feb 2015, Updated : 25 Mar 2015
Cast : Cho Kyuhyun, Kwon Yuri
Tags :
Status : Complete
1 Subscribes |16394 Views |1 Loves
THE REASON
CHAPTER 2 : THE REASON (Part 2 Of 3)

THE REASON

 

Cho Ahra bersama sang suami dan kedua orangtuanya, berlari menyusuri sebuah koridor sepi dengan raut wajah penuh cemas. Mereka melangkah cepat seolah berlomba, terkadang langkah itu juga berubah menjadi larian kecil di detik tertentu.

Ahra melangkah paling depan dari kedua orangtuanya dan juga suaminya. Kepanikan di wajahnya tidak bisa disembunyikan lagi. Ialah orang pertama. Orang pertama yang mendapat kabar mengejutkan dari sang adik. Suara pilu dan bergetar Kyuhyun pada sambungan telepon 30 menit yang lalu, masih sangat jelas terngiang di telinganya. Adiknya terluka, bukan fisik, namun dihatinya. Ahra bisa merasakannya ketika mendengar sedikit suara sengguk yang mewarnai kalimat-kalimat sendat Kyuhyun. Dan disinilah Ahra bersama keluarganya. Mendatangi sebuah tempat yang dikabarkan adiknya dengan suara luka. Sebuah Rumah Sakit.

Ahra bertahap menghentikan langkahnya ketika berada kurang dari 5 meter di depan ruang unit gawat darurat. Begitupula dengan sang suami dan kedua orangtuanya. Mereka mematung sesaat memandangi sosok Kyuhyun yang terduduk dilantai, tak jauh dari pintu ruang UGD. Hingga sang ibu yang diikuti Ahra mulai mendekat, Kyuhyun masih diam.

Kyuhyun kacau. Itulah kata yang tepat sekarang. Pria muda berkaki panjang itu terduduk dilantai dingin rumah sakit. Duduk disamping sebuah pot dan deretan kursi tunggu, membuatnya terlihat seperti gelandangan. Kyuhyun menyandarkan punggungnya pada dinding, meluruskan kedua kakinya dengan wajah yang mendongak ke atas. Ia hanya menatap lampu koridor rumah sakit dengan tanpa arti. Kosong. Hampa. Kyuhyun bahkan hampir tak berkedip hingga lebih dari 5 menit. Seperti mayat.

“Kyuhyun…,” suara sang ibu yang lebih dulu menegur tak membuat Kyuhyun bergerak. Ia masih setia dengan posisinya yang mengenaskan. Membuat dua wanita di depannya menitikkan airmata dan membuat dua pria di depannya menatap iba. Ayah Kyuhyun berpaling dari kondisi putranya dan menatap penuh arti pintu ruang UGD yang masih tertutup rapat. Hingga…

“Yuri! Putriku!” suara penuh gemetar kembali datang di koridor itu. Ayah, ibu dan kakak Yuri. Cara mereka datang dan melangkah hampir sama dengan keluarga Kyuhyun. Wajah panik, cemas, sedih dan khawatir itu juga tak jauh berbeda.

“Putriku.. apa yang terjadi dengan putriku?” ibu Yuri seketika lebih panik melihat kondisi Kyuhyun yang buruk. Pikiran wanita paruh baya itu tentu langsung tertuju pada putrinya. Jika seorang pria yang istimewa bagi putrinya dapat sekacau itu, bagaimana dengan putrinya? Apakah putrinya lebih parah dari ini?

Wanita itu semakin keras menangis ketika bayangan wajah putrinya yang tersenyum ceria tadi pagi kembali melintas. Pagi tadi… pagi tadi putrinya masih tersenyum dengan cantiknya, masih dengan lahap memakan sarapannya dan dengan begitu manis mencium pipinya. Namun sekarang apa? Tak kurang dari 13 jam setelah momen manis itu, putrinya sekarat. Putrinya yang cantik dan pekerja keras itu, kini sendirian melawan penyakit yang tak pernah diketahui oranglain. Berjuang sendirian dibalik pintu yang kini masih tertutup dengan lampu yang masih menyala.

“Ya Tuhan… putriku…,” lirih ibu Yuri dengan semakin tak bertenaga.

Ibu Kyuhyun yang juga berderai airmata segera mendekat dan memeluk tubuh wanita yang sudah seperti keluarga. Menepukkan tangannya dengan lembut pada punggung yang bergetar dipeluknya. Sebagai sesama wanita dan juga seorang ibu, ia tau bagaimana perasaan wanita yang menangis tersedu itu. Hancur. Tentu saja. Seorang putri yang kau kandung dan kau lahirkan dengan suka cita, seorang putri yang kau rawat penuh sayang hingga dewasa, kini bahkan tak tau seperti apa kondisinya.

“Yuri pasti bertahan. Dia kuat.. dia gadis yang kuat.” Hibur ibu Kyuhyun sebisa mungkin. Bagaimanapun, Yuri sudah dianggap sebagai putrinya juga. Gadis yang dicintai putra bungsunya. Gadis yang dengan baik hati selalu membuat putranya tersenyum.

Disudut lain, Kyuhyun dengan posisinya masih tenggelam pada dunia yang entah dimana. Organ dalam maupun luar tubuhnya seolah tak berfungsi. Hanya sebuah ingatan yang bekerja untuk memutar kalimat-kalimat pahit yang ia dengar.

“Kanker Serviks stadium 4A.”

“Sudah satu tahun aku berteman dengan kanker dalam rahimku… Tidak! Mungkin lebih lama dari itu.”

“Aku bukan lagi gadis sempurna yang kau impikan.”

“Aku sudah cacat, oppa. Aku sudah berakhir.”

“Tak ada lagi kebahagiaan yang bisa kau harapkan dariku.”

“Kita akhiri saja.. semuanya..”

Kyuhyun memejamkan matanya. Ia meringis sakit ketika kalimat-kalimat itu terus berdengung di telinganya. Kepalanya berangsur tertunduk. Dalam kediaman tubuhnya, Kyuhyun mulai menggeram. Ada rasa marah, kesal, kecewa, sedih, sakit, luka dan ingin mati. Ia merasa marah dan kesal pada dirinya, mengapa ia sama sekali tidak mengetahui jika selama ini ada iblis bernama Kanker, bersemayam dalam tubuh kekasihnya. Ia merasa kecewa karena Yuri tak pernah mengatakan ini padanya. Ia merasa sedih karena membiarkan Yuri melawan semua ini sendirian. Ia merasa sakit dan luka karena Yuri-nya yang mengalami ini. Mengapa harus Yuri? Mengapa harus wanita yang ia impikan? Jika bisa bernegosiasi dengan Tuhan, ia ingin Tuhan mengambil nyawanya dan menukarnya dengan kesembuhan Yuri. Ya, andaikan ia bisa melakukannya. Tetapi semua orang tau itu tidak mungkin.

 

—oo—

“Yuri pada mulanya datang hanya untuk memeriksakan keluhan datang bulannya yang tidak teratur. Fasenya kurang dari dua minggu dan bila sudah datang, ia mengatakan akan lebih dari tiga minggu mengalami pendarahan. Yuri menyadari keanehan itu setiap kali dirinya buang air yang disertai bercak darah. Ia juga mengeluhkan jika kesulitan buang air dan sering merasa sakit pada pinggulnya. Dari keluhan yang Yuri ungkapkan, kami segera melakukan pemeriksaan Kanker. Dan dari hasil pemeriksaan, terbukti jika Yuri positif mengidap kanker leher rahim.”

Kyuhyun tersedak mendengar cerita singkat seorang dokter yang menangani keadaan Yuri selama ini. Bukan hanya Kyuhyun, kedua orangtuanya dan orangtua Yuri-pun tak kuasa menahan keterkejutan. Mereka hanya mendengar… hanya mendengar saja, mereka sudah merasakan tinjuan luka yang beribu-ribu melukai hati mereka. Lalu, bagaimana dengan Yuri yang saat itu mengetahui jika ia mengidap kanker? Mengetahui, menanggung dan merasakannya sendiri? Apa yang terjadi pada hati Yuri saat itu?

“Lalu kenapa tidak ada operasi awal atau tindakan lain? Bagaimana mungkin anda membiarkan pasien anda hanya meminum suplemen dan obat penahan rasa sakit? Kenapa anda tidak melakukan tindakan yang lebih cepat padanya?” cecar Ahra cepat dengan sedikit amarah disana. Bukan karena kesal atau marah pada sang Dokter. Ahra hanya masih belum percaya dengan kondisi Yuri yang keluar dari ruang UGD sebelum ini. Yuri dinyatakan… Kritis.

“Hasil pemeriksaan tidak hanya menunjukkan jika Yuri positif mengidap kanker. Namun, sangat disayangkan karena semuanya terlambat. Saat itu juga, kami tau jika kanker dalam rahim Yuri sudah memasuki stadium 2B. Kami bukan tidak melakukan tindakan cepat, hanya saja kami memerlukan persetujuan sang pasien dan juga keluarganya untuk melakukan tindakan lebih lanjut. Kami sudah menyarankan untuk segera melakukan operasi pemotongan sel kanker dalam rahimnya, namun Yuri menolak.”

“Apa alasannya?” sela Kyuhyun tanpa menatap sang dokter. Sejak awal pembicaraan mengenai keadaan Yuri, Kyuhyun hanya tertunduk dan menyudutkan dirinya. Ia mendengarkan. Mendengarkan kisah-kisah yang melukai hatinya dalam diam. Kyuhyun tidak berbohong jika ia sangat sakit mendengar semua ini. Hal yang tak pernah terbayangkan olehnya, bahkan dalam mimpi sekalipun.

Dokter itu memandang Kyuhyun sebentar sebelum menjawab. “Dia ingin mempertahankan rahimnya untuk seseorang. Begitulah yang Yuri katakan saat itu.”

Kyuhyun terdiam.. semua terdiam. Semua yang mendengar jawaban sang Dokter itu tentu tau kemana arahnya. Yuri mempertahankan rahimnya agar dapat mengandung bayi yang diinginkan Kyuhyun.

“Lalu, apakah tidak ada solusi lain?” ayah Yuri mencoba mencari penerangan.

“Ada. Tetapi keberhasilannya tidak mencapai 20%, yang artinya kanker Yuri saat itu tetap tidak bisa dihentikan untuk menyebar. Karena kami begitu mengkhawatirkan kondisinya, kami memutuskan untuk memberinya terapi Radioaktif. Namun karena kondisi saat itu begitu genting, kami terpaksa melakukan operasi kecil terlebih dahulu, yaitu memotong bagian leher rahim yang terdapat sel kanker secara kerucut dengan pisau laser.”

“Operasi? Yuri sudah menjalani operasi? Tapi, dia selalu berada disekitar kami. Bagaimana bisa?” berganti ibu Yuri yang mengeluarkan suara.

“Operasi ini tidak memerlukan pembedahan pada perut, karena pisau laser yang digunakan akan masuk melalui vagina. Dan operasi ini selesai dengan hanya memakan waktu 3-4 hari opname.” Jelas sang Dokter.

“Lalu bagaimana hasilnya?” tanya Kyuhyun cepat. Nada suaranya tenang, namun tidak dengan hatinya. Hatinya bergemuruh. Ia pasti tidak tahan untuk mendengar selanjutnya. Lalu apa yang harus ia perbuat?

“Hasilnya mengejutkan. Kanker yang selama ini diperkirakan memasuki stadium 2B, ternyata telah memasuki stadium 3.” Jawab sang Dokter.

DEG!!!

Semua membeku. Semua yang ada disana, keluarga Yuri, keluarga Kyuhyun dan terutama Kyuhyun, semua tercengang. Bagaimana tidak? Bahkan sejak awal, Yuri sudah separah itu. Semua karena keterlambatan menyadari penyakit yang bersarang ditubuhnya. Adakah cobaan yang lebih berat dari ini? Dan ternyata memang ada, setelah Dokter itu kembali bicara dengan raut wajah penuh rasa menyesal. Ayah Yuri merasa waspada dengan perubahan ekspresi pria berjubah putih itu.

“Sesungguhnya saya sangat menyesal mengatakan ini, tetapi bukan hanya itu kabar buruknya. Kanker itu sudah menjalar pada ruas-ruas getah bening di sekitar rahimnya… dan… hanya menunggu waktu hingga kanker itu menyebar keseluruh tubuhnya.”

Kalimat penutup yang benar-benar menjatuhkan hukuman mati pada setiap pasang telinga yang mendengar. Tangis dari ketiga wanita disana kembali terdengar. Hancur. Mungkin itu yang dirasakan seorang ibu sekarang. Sakit. Tentu saja! Apakah perlu diulang kembali, bagaimana perasaan ketika mendengar putri yang kau lahirkan kini sedang sekarat?

“Apakah dia bisa sembuh?” Kyuhyun kembali bertanya dengan nada yang seperti bergumam. Meski begitu, dokter itu masih dapat mendengar dan segera menoleh padanya. Dokter itu sesaat memandang penuh arti pada Kyuhyun. Sepertinya dokter itu mulai mengenali apa hubungan pria yang ditatapnya dengan pasien yang ia tangani.

Dengan suara tenang yang dibuat selembut mungkin, Dokter itu memulai kembali penjelasannya. “Saya rasa, sudah waktunya anda semua untuk tahu tentang ini. Meski ini adalah permintaan pasien dan saya bisa mendapatkan teguran hukum karena membeberkan privasi pasien saya. Saya tidak perduli karena keluarga adalah hal penting.”

Dokter itu terlihat menghirup nafas sedikit panjang dengan sorot mata yang lagi-lagi menyiratkan penyesalan. “Banyak kasus dimana kami baru memahami kondisi kanker itu, setelah serangkai operasi pemotongan kerucut pada sel kanker dan memeriksanya. Dan setelah memastikan hasil pemeriksaan.. pengangkatan rahim adalah jalan terbaik. Namun dengan tegas, Yuri menolaknya. Pada umumnya, jika kanker sudah mencapai stadium 1b, peluang hidup selama 5 tahun adalah 80%. Namun jika kanker itu telah menjalar ke ruas getah bening, pengangkatan rahimpun tak akan menghasilkan sesuatu yang kita harapkan. Dengan kata lain, semua harus siap untuk kemungkinan terburuk.”

Habislah sudah. Kyuhyun lumpuh seketika. Ia tidak tau lagi harus mengeluarkan ekspresi seperti apa. Menangispun Kyuhyun tidak sanggup. Hidupnya berakhir, hanya itu yang mampu dipikirkan Kyuhyun.

 

—oo—

Hening. Begitulah suasana ruang perawatan Yuri. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi, namun tak ada yang tergoda untuk memejamkan mata. Mereka hanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Kecuali Ahra dan sang suami, mereka terpaksa harus pulang terlebih dahulu karena mereka meninggalkan Jinwoo dengan seorang asisten rumah tangga. Jadi tersisalah Kyuhyun dengan dua orangtuanya dan kakak laki-laki Yuri, Kwon Hyukjun, bersama kedua orang tua Yuri.

Ibu Yuri tampak terdiam dalam pelukan suami dan putranya, dengan mata dan pipi yang masih basah. Wanita paruh baya itu sudah kelelahan untuk menangisi putrinya yang masih tak sadarkan diri. Pikiran-pikiran buruk berfantasi dalam bayangannya ketika menatap wajah pucat sang putri. Yuri… dia masih terlihat nyaman bersembunyi di dunia bawah sadarnya. Yuri tak pernah terusik dengan tangisan dan bisikan-bisikan kedua orangtuanya.

Bagaimana Kyuhyun? Pria itu masih membungkam diri. Ia tidak bicara lagi setelah perbincangan panjang bersama dokter. Semua memaklumi Kyuhyun yang tak merespon apapun saat diajak bicara. Dia terpukul. Tentu saja! Siapa yang akan menyangka jika hal seperti akan datang begitu cepat? Bahkan terlalu cepat.

Meski dalam kebisuan, Kyuhyun masih melakukan apa yang harus ia lakukan untuk memastikan Yuri masih disisinya. Menatap dada gadisnya lekat. Memastikan gerakan dada itu masih bekerja seperti seharusnya. Bernafas. Itulah maksud Kyuhyun. Hanya dengan Yuri bernafas, Kyuhyun merasa masih ada harapan. Walau ia sendiri tidak tau harapan seperti apa yang dapat ia sebutkan.

“Yuri…,”

Lirihan itu mengerjapkan pandangan Kyuhyun. Ia berpaling secara perlahan menuju sumber suara. Ibu Yuri… calon mertuanya… beliau tampak tak jauh berbeda dengan dirinya. Sakit hati. Adakah yang lebih menyakitkan?

Mata Kyuhyun kembali menyisir setiap wajah yang masih ada disana. Semua lelah, sedih, takut dan cemas. Ya, Yuri hebat memberinya kejutan hari ini. Bahkan bukan untuk dirinya, tapi semuanya.

Pandangan Kyuhyun kembali pada kedua orangtua Yuri. “Hyung…,” panggilnya pada Hyukjun. “Antarkan aboenim dan eommonim pulang, mereka membutuhkan istirahat.” Ucap Kyuhyun pelan.

Mata Hyukjun bergerak pada adik perempuannya yang masih tak sadarkan diri. Ada raut khawatir dan tak rela meninggalkan Yuri. Namun disisi lain, ia juga mengkhawatirkan ibunya yang begitu lemah karena terus menangis.

“Aku akan menjaganya, hyung. Seperti janjiku. Pulanglah. Aku akan memberi kabar jika…,” Kyuhyun menggantungkan kalimatnya. Ia tidak tau harus menggunakan kata apa. Apakah ia akan memberi kabar jika ada perkembangan pada Yuri atau sebaliknya? Ia tidak bisa menebak. Gadisnya tidak memberi respon yang baik selama 3 jam ini.

“Baiklah.” Sahutan singkat Hyukjun menyelamatkan Kyuhyun dari kebimbangannya. “Eomma, ayo pulang dan beristirahat.” Ucap Hyukjun mencoba membantu ibunya berdiri. Wanita paruh baya itu tak sanggup mengiyakan ataupun menolak. Hanya guratan sedih dan tak rela untuk meninggalkan putrinya sendirian. Namun, bisikan Hyukjun yang mengatakan jika Yuri butuh ketenangan dan ada Kyuhyun yang menjaga, akhirnya ibunya menyerah.

“Hubungi kami segera, bila ia sudah sadar,” ucap ayah Yuri sambil menepuk hangat bahu Kyuhyun. Dan Kyuhyun mengangguk pasti dengan gerakan lemah.

Setelah berpamitan dengan kedua orangtua Kyuhyun, tiga orang terkasih Yuri itupun menghilang dari balik pintu. Tertinggal Kyuhyun bersama orangtuanya yang masih terdiam.

“Aboeji dan eomma juga perlu istirahat.” Ucap Kyuhyun ketika ia sudah berdiri disamping ranjang Yuri. Menatap sepasang mata yang terpejam rapat itu.

“Kyuhyun—“

“Aku tidak apa. Pulanglah. Aku butuh waktu dengannya,” potong Kyuhyun cepat tanpa mengalihkan pandangannya dari Yuri.

Sang ayah-lah yang pertama mengangguk kecil. Dengan lembut, pria itu memberi kode pada sang istri agar menuruti keinginan putra mereka, meski dengan berat hati. Mungkin benar jika Kyuhyun perlu waktu bersama Yuri. Putranya memerlukan waktu untuk menenangkan diri sekaligus berpikir. Sang ibu-pun akhirnya mengalah dan mengangguk pasrah.

“Kyuhyun, jaga dirimu,” ucap sang ibu dan Kyuhyun hanya mengangguk.

Setelah kepergiaan kedua orangtuanya, Kyuhyun terduduk disamping ranjang tempat Yuri berbaring. Matanya tak pernah lepas dari sepasang mata Yuri yang tertutup. Kyuhyun masih ingat mata itu yang menangis beberapa jam yang lalu. Kyuhyun juga masih ingat dengan kalimat cinta yang keluar dari mulut gadisnya. Dan yang tak pernah terlupakan oleh Kyuhyun adalah… kalimat yang begitu menyakitkan setelahnya. Yuri mengatakan jika mencintainya, tapi disaat yang bersamaan, gadis itu memintanya untuk meninggalkannya. Apa Yuri sudah gila? Atau dirinya yang gila sekarang? Kyuhyun tidak tau. Otaknya buntu hanya karena kejutan bertubi-tubi selama kurang dari 6 jam.

“Kau senang?” bisik Kyuhyun pada Yuri yang masih lelap dalam dunia tidurnya. “Apa kau sekarang merasa hebat karena berhasil menyembunyikan semuanya? Apa kau akan pergi setelah ini? Benarkah kau ingin pergi setelah menghancurkanku? Menghancurkan hati ibumu?” cecarnya frustasi.

Kyuhyun menunduk sambil tersenyum kecut. Entah untuk Yuri, entah untuk dirinya sendiri. Ia hanya mengingat permintaan terakhir Yuri sebelum jatuh tak sadarkan diri dan berakhir disini. Gadis itu meminta padanya untuk pergi. Meninggalkannya dan mencari gadis lain. Benar-benar menakjubkan kalimat itu. Kyuhyun bahkan masih ingat efek kalimat itu bagi jantungnya. Ingin meledak.

 

—oo—
@Next morning

Kyuhyun berdiri di depan Coffee machine yang berada dilorong rumah sakit. Menatap tanpa arti kepulan asap yang keluar, bersamaan dengan cairan berwarna gelap yang nikmat dan hangat. Tak sampai 30 detik, cup kopinya sudah penuh dan segera Kyuhyun mengambilnya. Meniupnya sebentar, lalu menyesapnya sedikit sembari kembali melangkah ke ruang rawat Yuri.

Penampilan Kyuhyun terlihat lebih manusiawi pagi ini. Tidak seperti semalam yang sangat kacau. Meski dengan wajah yang masih muram, setidaknya Kyuhyun sudah membersihkan dirinya. Ia juga mengganti kemejanya yang lusuh dengan yang baru, yang dibawakan supir keluarganya pagi-pagi sekali. Tanpa bertanyapun, Kyuhyun tau jika itu adalah perintah dari orangtuanya. Dan Kyuhyun juga menyadari jika ia tidak bisa terus berpenampilan seperti semalam. Pagi hari haruslah diawali dengan yang baik dan semoga hari ini juga jadi hari yang baik baginya.

Kyuhyun berhenti tepat di depan kamar rawat Yuri. Ia belum berniat masuk dan hanya mengawasi dari celah pintu. Mengawasi seorang dokter dan dua perawat yang mengelilingi ranjang kekasihnya. Gadisnya itu sudah sadar sejak 15 menit sebelum ia keluar untuk mencari kopi. Kyuhyun sengaja meninggalkan kamar Yuri untuk memberi waktu kepada para tim medis memeriksa tubuh yang masih pucat dan lemah itu. Kyuhyun juga sudah menghubungi keluarga Yuri, namun mereka masih belum tiba. Mungkin beberapa menit lagi mereka akan sampai.

Kyuhyun terkejut ketika salah seorang perawat membuka pintu, ia segera menegakkan tubuhnya.

“Oh.. maaf, tuan,” ucap perawat itu meminta maaf karena membuat Kyuhyun terkejut.

“Tidak apa-apa.” Sahut Kyuhyun dan mulai mengambil langkah untuk masuk.

Kyuhyun memandang Yuri dan begitupula sebaliknya. Kyuhyun tidak mengerti arti tatapan Yuri padanya. Mata itu terlihat biasa dan ekspresi Yuri juga tampak biasa. Seolah tak terjadi sesuatu yang genting disana.

“Ah.. tuan Cho sudah berada disini.” Seru dokter itu pada Yuri dengan senyuman hangat khas seorang dokter pada pasiennya. “Kau sudah lebih baik sekarang, hanya memerlukan lebih banyak istirahat dan ada beberapa suplemen dengan dosis berbeda yang harus kau minum.”

“Ya, sekali lagi terimakasih, dokter. Saya selalu merepotkan anda,” sahut Yuri dengan senyuman hangat seperti biasanya.

Kyuhyun tersentak dengan senyuman itu. Lihat gadisnya yang cantik itu. Bahkan gadis itu kini bisa tersenyum dengan begitu ringan setelah tak sadarkan diri semalam. Bagaimana mungkin wajah itu bisa menutupi beban di dalamnya? Oh! Kyuhyun lupa, bukankah kekasihnya itu juga sudah hebat berakting selama satu tahun ini? Kyuhyun lagi-lagi merasakan perih dihatinya.

Setelah dokter itu berpamitan dan menghilang dari ruangan yang menyisakan Kyuhyun dan Yuri, mereka masih terdiam hingga bermenit-menit. Yuri terus tertunduk dengan lemah. Kyuhyun masih berdiri di tempat dengan menatap lurus pada Yuri. Tak ada pergerakan, hanya menatap saja. Tersirat banyak hal yang ingin Kyuhyun katakan, namun ia sendiri tidak tau bagaimana mengatakannya.

“Maafkan aku… seharusnya oppa tidak berada disini,” lirih Yuri masih menundukkan kepalanya.

Kyuhyun mengernyit. Tatapannya berubah menajam pada Yuri. Emosinya sedang naik-turun sekarang. Keterkejutan pria itu mengenai apa yang terjadi semalam masih belum hilang.

“Oppa dan yang lainnya pasti sudah tau tentang kondisiku, bukan? Dokter pasti mengatakannya pada kalian.” Yuri diam sesaat. Kedua tangannya saling meremas dengan gugupnya. “Aku tidak akan menahanmu lagi. Kau boleh pergi—“

“Kanker atau kejiwaan?” potong Kyuhyun cepat dan Yuri segera mendongak. Marah. Ekspresi itu yang tertangkap oleh mata Yuri ketika melihat Kyuhyun sekarang. Pria itu marah? Kenapa?

“Kurasa bukan kanker yang jadi masalahmu, tapi kejiwaanmu! Apa kau gila memintaku meninggalkanmu karena dirimu sekarang? Apa kau gila dan merasa hebat dapat menyembunyikan semuanya dariku? Apa kau gila karena memilih menahan semuanya sendiri? Kau pikir aku siapa bagimu? Kau pikir seberapa besar perasaanku padamu selama ini? Aku mencintaimu, Kwon Yuri! BISAKAH KAU MENGERTI ITU?!” teriak Kyuhyun dengan campuran emosi dalam matanya. Marah, kecewa, menyesal dan terluka. Kyuhyun begitu frustasi untuk terus mengingat perkataan-perkataan Yuri padanya.

Yuri terdiam. Tentu saja. Ia tak pernah mengira Kyuhyun akan membentaknya seperti itu. “Oppa…,”

Kyuhyun mendekat pada Yuri dengan cepat. Hanya sekali gerakan, Kyuhyun langsung mencengkramkan kedua tangannya pada bahu ringkih itu. Tak perduli jika ia akan menyakiti Yuri, toh gadis itu juga sudah menyakiti dirinya sendiri selama ini.

“Katakan padaku, Kwon Yuri! Apakah aku setidak pantas itu untukmu? Apakah aku tidak pantas untuk tau tentang dirimu? Apakah aku tidak pantas menjadi tempatmu mengeluh ketika kau sakit?” Kyuhyun mulai merendahkan suaranya. Pertahanannya runtuh sudah. Kyuhyun kembali menitikkan airmata tepat dihadapan Yuri. “Kenapa kau tidak membiarkanku untuk menjagamu? Kenapa kau tidak membiarkanku untuk merasakan apa yang kau rasakan? Kenapa, sayang… kenapa kau melakukan ini semua padaku?”

Isakan Kyuhyun mau tak mau mengundang airmata Yuri untuk keluar. Dengan cepat Yuri mendekap tubuh besar didepannya. Erat. Ia ingin menenangkan prianya. Tak seharusnya Kyuhyun menangisinya. Ini adalah salahnya.. salahnya yang terus menumpuk kebohongan dan melemparkan kebohongan itu untuk menyakiti hati pria yang begitu baik.

“Oppa, maafkan aku…,” hanya lirihan itu yang mampu Yuri berikan. Ia tak bisa menjanjikan atau mempersembahkan apapun untuk menukar rasa sakit yang Kyuhyun rasakan. Yuri bahkan sudah tidak memiliki harta berharga dalam tubuhnya. Ia hanya seorang gadis yang menunggu buku kehidupannya ditutup. Hanya seperti itu.

“Aku tidak bisa dan tidak mau mengabulkannya, Yuri. Aku tidak bisa pergi darimu, sebanyak apapun kau meminta, aku tidak akan melakukannya. Aku menginginkanmu. Hanya dirimu.” Bisik Kyuhyun dengan derai airmatanya. Demi Tuhan, Kyuhyun memang tak dapat melakukannya. Yuri sudah terlalu istimewa dan terpahat sempurna dihatinya selama 7 tahun ini. Kyuhyun tidak tertarik untuk menghapus pahatan itu, apapun yang terjadi.

“Tapi, aku hanya akan merepotkanmu—“

“Tidak!” potong Kyuhyun cepat. Ia melepas pelukan Yuri dan beralih menatap manik mata gadisnya. “Percayalah. Aku akan disini, aku akan berjalan bersamamu. Kumohon.. jangan sembunyikan apapun lagi dariku. Apapun itu, bagilah semuanya denganku. Aku tidak ingin kau seperti semalam… aku tidak ingin…,” Kyuhyun kembali meraih tubuh Yuri dan memeluknya. “Kumohon… biarkan aku disini.. bersamamu. Aku ingin menggenggam tanganmu.”

“Oppa…,”

“Berjanjilah kau tidak akan mengatakan hal menyakitkan seperti semalam. Aku sangat kesakitan dengan ucapanmu itu dan kau langsung memberiku kejutan seperti ini. Taukah kau bagaimana hatiku?”

“Tapi aku hanya beban untukmu. Aku sudah bukan Yuri-mu lagi. Aku… mungkin aku… tidak punya banyak waktu lagi untuk menemanimu.” Lirih Yuri.

“Apa yang kau bicarakan, Kwon Yuri!” Kyuhyun cepat melepas pelukannya dan menatap gadis yang tertunduk di hadapannya. Lagi.

“Aku sudah tidak memiliki jalan lagi, Cho Kyuhyun. Aku sudah menyelesaikan perjalananku dan aku lelah. Aku ingin beristirahat dan melihatmu bahagia dengan pilihanmu. Aku—“

“HENTIKAN!!!” bentak Kyuhyun. “Kau! Dimana Yuri? Kembalikan Yuri padaku!” Kyuhyun menggoncang tubuh lemah itu beberapa kali. Kyuhyun bukan ingin menyakiti gadisnya, melainkan ingin menyadarkan pikiran gila gadis di depannya.

“Yuri yang aku kenal selama ini bukan seperti kau! Dia begitu ceria, aktif dan bersemangat! Bukan gadis menyedihkan dan putus asa sepertimu! Dimana kau menyembunyikannya?!” cecar Kyuhyun dengan nada tajam. Yuri gila dan Kyuhyun juga mulai gila dengan semua ini. Apakah karena hubungan mereka yang tak pernah bermasalah, maka Tuhan memberikan cobaan berat ini? Kyuhyun merasa lebih baik mati jika harus meninggalkan Yuri.

“Kenyataan aku memang gadis menyedihkan! Aku penderita kanker yang membuatku tidak memiliki kebanggaan sebagai wanita! Dan aku memang gadis putus asa sekarang! Aku sudah mencobanya, tapi aku tak pernah sekuat seperti apa yang aku pikirkan! Ini sudah selesai… semua sudah selesai.” Balas Yuri dengan jeritan menyedihkan.

Dalam hati, Yuri terus memaki dirinya sendiri. Kenapa dia harus seperti ini? Kenapa harus dia? Selama ini ia mencoba menerima dan berusaha menyembuhkan dirinya. Namun, iblis bernama kanker itu terlalu menyukai tubuhnya dan mulai menghancurkannya perlahan.

“Itu karena kau egois menyembunyikan semuanya! Selesai jika kau tetap melawannya sendiri. Apa kau tidak sadar jika kau memerlukan bantuan? Kau butuh kaki untuk melanjutkan perjalananmu. Kau butuh tangan untuk menopangmu saat kau jatuh. Kau butuh mata ketika kau lelah dan buta karena tangismu.” Kyuhyun berubah melembut dan beralih menggenggam jari-jari Yuri yang dingin. Meremasnya lembut, seolah mengirimkan kekuatan untuk gadis cantik yang ia cintai.

“Jadikan aku kaki, tangan dan matamu. Aku akan membawamu keperjalanan panjangku. Tidak perduli seperti apa beban yang akan aku lalui, aku akan tetap membawamu. Menikahlah denganku, Kwon Yuri.”

Lagi. Kyuhyun mengatakannya lagi. Kali ini mata Kyuhyun seribu kali lebih serius. Melihat itu, Yuri hanya terdiam dengan banyaknya airmata yang keluar. Kyuhyun masih menginginkannya. Masih ingin menikahinya meski kenyataan sudah berada di depan mata pria itu. Dalam diam, Yuri justru berdoa. Berdoa agar Tuhan memberikan banyak kebahagiaan pada Kyuhyun setelah kesakitan yang ia torehkan.

“Kau bilang, kau ingin aku bahagia dengan pilihanku. Dan pilihanku untuk bahagia adalah dirimu. Kaulah yang terpenting bagiku sekarang, Kwon Yuri.”

“Tapi aku—“

“Dirimu dan hanya dirimu! Hilangkan semua pikiran kotormu tentang kau tidak bisa memberiku seorang bayi. Yang terpenting sekarang, kau menikah denganku! Biarkan aku ikut campur tangan dengan seluruh rasa sakitmu. Biarkan aku merawatmu. Dan biarkan aku berjuang bersamamu demi kesembuhanmu. Kesembuhanmu adalah yang terpenting bagiku.. dan dengan melihatmu terus disisiku, sudah sangat membahagiakan bagiku.”

Yuri segera membungkam mulutnya sendiri setelah Kyuhyun selesai berkata. Menangis tersedu adalah yang bisa ia lakukan. Bahagia. Tentu saja. Yuri selalu merasa sangat bahagia setiap kali Kyuhyun melamarnya. Namun, hari ini tentu menjadi lamaran Kyuhyun yang kesekian yang paling membahagiakan dan juga paling menyakitkan. Bukan, bukan Kyuhyun yang membuatnya sakit. Tapi dirinya sendiri. Kyuhyun menerima keadaannya dan itu kenyataan yang tidak ingin ia ketahui. Ia tidak ingin suatu hari nanti Kyuhyun merasakan luka yang lebih dari ini. Ia tidak ingin Kyuhyun terjebak dengannya terlalu lama. Ia tidak akan mampu melihat Kyuhyun menangis lagi saat waktu yang ditunggunya datang.

Yuri yang terus menangis sembari menggeleng lemah, membuat hati Kyuhyun berdenyut. Gadisnya sedang tertekan, tetapi itu juga yang ia rasakan. Walau kenyataan ia juga membuat keputusan yang begitu sulit dengan kondisi Yuri saat ini, Kyuhyun tetap harus melakukannya. Sudah cukup ia menyesal selama ini karena kebodohannya yang tidak peka pada kondisi Yuri. Mulai hari ini, ia yang akan mengontrol perkembangan kanker itu. Kyuhyun bertekad bahwa Yuri pasti bisa disembuhkan, meski dokter sudah menyerah. Kyuhyun percaya kehidupan memiliki keajaiban yang tersembunyi dan ia ingin memburu keajaiban itu secepatnya.

“Aku mencintaimu, Kwon Yuri. Sangat mencintaimu.” Perlahan, Kyuhyun meraih kedua tangan Yuri yang berada pada wajah gadis itu. Menariknya perlahan untuk digenggamnya. Dengan hati-hati pula, Kyuhyun mendekatkan wajahnya. Mencium bibir bergetar itu dengan lembut. Mengulumnya dalam, menghantarkan seluruh rasa cinta dan ketulusan yang ia punya. Mungkin inilah jalan yang Tuhan berikan untuknya. Kyuhyun yakin jika Tuhan menyimpan sesuatu yang berharga dibalik ini.

Dan disana.. ditengah percakapan penuh emosional antara Kyuhyun dan Yuri, ada 3 pasang mata yang menjadi saksi. Kedua orangtua Yuri dan juga kakak laki-lakinya. Di depan pintu sana, mereka menyaksikan betapa kuatnya rasa cinta yang dianggap tabu oleh sebagian orang. Sebuah kenyataan kecil namun begitu kuat hingga mampu menitikkan airmata.

 

—oo—
@A week later…

Kyuhyun benar-benar membuktikan seluruh ucapannya. Setelah kejadian yang menumpahkan banyak airmata, dua hari kemudian Kyuhyun menikahi Yuri. Pernikahan sederhana yang sangat-sangat sederhana. Tak ada ritual persiapan yang melelahkan seperti pernikahan pada umumnya. Tak ada Gereja yang ditata sedemikian rupa. Tak ada berjalan menuju altar yang menegangkan. Tak ada tepukan tangan yang riuh dari para tamu undangan. Tak ada pesta resepsi dan makan malam keluarga. Hanya seorang pendeta, keluarga dan sahabat terdekat yang menyaksikan janji suci Kyuhyun dan Yuri. Mereka menikah ditempat Yuri masih membaringkan diri. Di salah satu kamar VVIP rumah sakit.

Sebuah upacara pernikahan yang membahagiakan sekaligus mengharukan. Tak sedikit orang yang menitikkan airmata bahagia ketika janji itu berkumandang. Dokter dan perawat yang membantu mempersiapkan hari itu, juga tak tahan untuk tidak menitikkan airmata. Bahkan pendeta yang mengantarkan sepasang kekasih itu menuju janji sehidup-semati dimata Tuhan-pun, tak kuasa menahan airmata melihat ketulusan dua anak manusia didepannya. Pendeta itu terus menggumamkan doa untuk Kyuhyun dan Yuri. Harapan yang tulus juga pendeta itu ucapkan demi kebahagiaan keduanya.

Setiap malam Yuri tersenyum mengenang momen itu. Walau tidak seperti yang ia bayangkan saat remaja, Yuri bersyukur masih bisa melakukan sebuah pernikahan dengan pria yang dicintainya. Tuhan sungguh berbaik hati padanya, memberikan waktu yang banyak untuk bisa merasakan kehidupan pernikahan. Meski belum benar-benar hidup dalam rumahtangga yang selayaknya.

Setelah menikah Yuri masih tetap berbaring di ruang perawatannya. Masih berkutat dengan dokter, perawat, obat-obatan dan berbagai macam terapi penyembuhan. Tak ada yang berubah. Yang berbeda hanyalah, ia tak lagi melakukan semuanya sendiri. Kyuhyun selalu disampingnya. Memberinya kekuatan. Memberinya semangat.

“Belum tidur?” tanya Kyuhyun yang baru saja masuk ke kamar rawat Yuri dan melihat istrinya itu masih duduk bersandar di ranjang.

“Belum. Aku menunggumu,” jawab singkat Yuri dan jangan lupa senyum hangat yang khas miliknya. Yuri selalu tersenyum meski dalam keadaan sakit. Bolehkah Kyuhyun untuk jatuh cinta lagi pada Yuri setiap gadis itu tersenyum? Ah… kenyataan setiap kali bangun tidur dan menatap wajah cantik itu, Kyuhyun merasa jatuh cinta lagi dan lagi.

“Kau perlu banyak istirahat, sayang. Kau tidak boleh mengalami penurunan sebelum operasi berjalan.” Ucap Kyuhyun mengingatkan.

Ya, Yuri sebentar lagi akan menjalani operasi. Operasi yang menurut medis, hanya memberi harapan tak sampai 20%. Operasi pengangkatan rahim dan pemotongan sebagian ruas getah bening. Yuri menyetujui keputusan Kyuhyun setelah melihat sendiri seberapa besar kanker yang bersarang disana.

Tak ada yang ditutupi. Kyuhyun dan Yuri tau bagaimana hasil yang ditimbulkan setelah operasi itu. Yuri belum dinyatakan sembuh setelah operasi, karena kanker itu sudah menyebar ke seluruh tubuh melalui ruas getah bening. Mungkin juga, Yuri akan memulai penderitaan neraka dunia setelahnya. Dokter mengatakan, setelah operasi Yuri harus menjalani serangkaian kemoterapi dan itu akan banyak menimbulkan efek yang merugikan.

Tapi Kyuhyun bukanlah orang yang hanya akan diam setelahnya. Kyuhyun sudah memiliki serangkaian jadwal dengan seorang dokter terkenal di Jerman. Bahkan secara langsung, Kyuhyun sendiri yang mendatangi dan berkonsultasi mengenai kondisi Yuri. Walau harus terbang ke Jerman di pagi hari dan langsung kembali ke Korea malam harinya, Kyuhyun sedikit lega dengan metode-metode pengobatan yang dokter itu katakan. Memang tidak dapat menjamin kesembuhan 100%, tetapi untuk mempertahankan kehidupan Yuri selama 8 tahun ke depan, itu cukup memberi sedikit penerangan bagi Kyuhyun. Delapan tahun, setidaknya ia akan punya waktu untuk mencari jalan lain demi kesembuhan istrinya. Dan setelahnya, ia bisa menjalani keluarga kecil bahagianya bersama Yuri.

“Aku tau dan aku bukan anak kecil yang bandel, tuan Presdir.” Sahut Yuri dengan sedikit canda.

Kyuhyun tersenyum dan menghampiri gadis yang belum satu minggu menjadi istrinya. Tanpa kata atau kode apapun, Kyuhyun mencium bibir yang selalu menggodanya. Entah akal Kyuhyun yang bermasalah atau karena statusnya yang kini sudah bebas menyentuh Yuri, Kyuhyun merasa bibir Yuri adalah menu ternikmat yang membuatnya ketagihan.

“Apa sepahit itu?” tanya Kyuhyun setelah ia menghentikan ciuman yang cukup panas.

Yuri mengernyit tak mengerti. “Pahit? Apa?”

“Obat yang kau minum. Aku samar-samar merasakan sisa obat itu di lidahmu,” jelas Kyuhyun menjawab ketidakmengertian Yuri.

“Oh.. aku sudah biasa. Tidak terasa pahit lagi untukku. Lain kali aku akan meminum jus dulu sebelum kau menciumku, jika itu membuatmu tidak nyaman.” Balas Yuri dengan senyum.

Kyuhyun terdiam. Tak ada ekspresi dari raut wajahnya. Tidak tau apa yang dipikirkan Kyuhyun, tapi Yuri dapat melihat jika Kyuhyun sedang kurang baik. “Aku berjanji semuanya akan berakhir, sayang. Aku tidak akan membiarkanmu meminum obat-obatan itu lagi. Aku akan mencarikan kesembuhan untukmu.” Lirih Kyuhyun.

Yuri tersenyum dan menyentuhkan telapak tangannya pada sebelah pipi Kyuhyun. Mengusap bagian itu dengan penuh sayang. “Jangan memaksakan. Aku tidak masalah dengan semua ini. Biarkan saja semua berjalan. Jangan terlalu ambisius dengan usahamu padaku, aku tidak mau kau terluka dengan hasilnya.”

“Yuri…,”

“Oppa, aku lelah. Bisakah kita tidur sekarang?” sela Yuri cepat.

Kyuhyun diam sesaat. Meresapi sikap Yuri yang seperti tidak asing lagi baginya. Yuri pernah bersikap seperti ini sebelumnya, namun Kyuhyun lupa kapan itu terjadi. Meski firasatnya mengatakan jika ia tidak boleh mengabaikan sikap Yuri sekarang, namun Kyuhyun mencoba percaya pada Yuri. Tidak akan terjadi apapun pada gadisnya. Ya, Kyuhyun akan terus menggenggam tangan itu.

 

—oo—
@Next morning

Kyuhyun terkejut ketika mendapati ranjang dalam kamar rawat itu kosong. Ia hanya meninggalkan ruangan itu tak lebih dari 10 menit dan sekarang kamar itu kosong. Berbagai pikiran buruk tiba-tiba terlintas.

“Sayang?” Kyuhyun mulai berjalan menuju toilet. Tidak ada. Yuri yang ia cari tidak ada disana.

Pikiran Kyuhyun semakin kalut. Ini masih terlalu pagi untuk Yuri keluar berjalan-jalan ke taman rumah sakit. Ini juga masih terlalu pagi untuk Yuri mendatangi jadwal terapi rutinnya. Lalu kemana istrinya? Yang terlintas di otak Kyuhyun adalah keadaan genting yang membuat istrinya dibawa paksa keluar dari ruang rawat dan menuju meja operasi. Tidak! Kyuhyun menepis pikiran buruk yang melintas.

Yuri memang tidak mengalami pemulihan yang signifikan seminggu ini. Gadis itu justru lebih sering mengalami pendarahan yang luar biasa. Namun keadaan Yuri stabil selama dua hari ini. Tidak mungkin jika istrinya tiba-tiba di seret ke ruang operasi.

Mencoba mencari pembuktian atas segala yang terlintas, Kyuhyun segera berlari keluar dari kamar itu. Bertujuan untuk memastikan, ia justru tanpa sengaja bertabrakan dengan Yuri yang hendak masuk ke dalam kamar rawatnya. Yuri terkejut melihat Kyuhyun yang terburu-buru dan Kyuhyun juga terkejut menemukan Yuri secara tiba-tiba.

“Oppa, kau mau kemana?” tanya Yuri polos.

“Ya Tuhan.. aku mencarimu! Darimana kau? Kenapa keluar pagi-pagi buta seperti sekarang? Kenapa tidak menungguku kembali? Astaga… aku pikir terjadi sesuatu denganmu.” Cerocos Kyuhyun yang mulai mendesah lega dari kepanikan yang sempat menderanya.

Yuri hanya tersenyum simpul melihat reaksi Kyuhyun. “Tidak terjadi apapun padaku. Aku baik-baik saja, bahkan tidak pernah merasa lebih baik dari pagi ini.”

Kyuhyun masih belum percaya dan memperhatikan tubuh Yuri dari atas hingga bawah. Menyusuri tubuh yang masih mengenakan piyama rumah sakit dengan teliti. Meski akhir-akhir ini Yuri terlihat kurus karena nafsu makan yang berkurang, setidaknya memang tidak ada kejanggalan yang Kyuhyun lihat.

“Oppa!” seru Yuri tiba-tiba.

Kyuhyun mengalihkan pandangannya dari tubuh Yuri. “Ada apa?”

“Ayo kita bulan madu!” ucap Yuri penuh semangat.

Kyuhyun terdiam sesaat. Mengerjap beberapa kali dan… “APA?!”

 

TBC

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK