“Ayo kita menikah.”
“Kwon Yuri, menikahlah denganku.”
“Sayang, ayo menikah dan punya banyak anak.”
—oo—
Yuri tersenyum sembari sesekali terkekeh mendengar bisikan-bisikan Kyuhyun di telinganya. Pria itu terus saja bergelayut manja dibahunya dan tentu saja dengan kedua tangan yang mendekapnya erat dari belakang. Memaksakan tubuh rampingnya agar terus dalam pelukan tubuh pria dibelakangnya. Pelukan yang sangat intim, mesra dan penuh kehangatan.
Yuri begitu menikmati ini semua. Ya. Kyuhyun selalu tau apa yang membuatnya hangat dan nyaman. Pelukan Kyuhyun, candaan Kyuhyun, bisikan penuh sayang Kyuhyun, tingkah kekanakan Kyuhyun dan juga sikap manja Kyuhyun yang menyebalkan. Yuri menyukai semuanya. Walau terdengar lelah dan berlebihan jika ia juga menyukai sikap kekanakan dan manja kekasihnya, namun Yuri tidak perduli. Ia terlalu menyukai pria ini. Mencintai kekasihnya hingga ingin mati rasanya. Ah… bahkan ia rela mati jika ia tersedak oleh rasa cintanya sendiri yang terlalu banyak.
Tak berbeda dengan Yuri, Kyuhyun tentu merasa dunia adalah miliknya ketika Yuri berada dalam peluknya. Kyuhyun menyukai kegiatan memeluk gadis yang sudah 7 tahun menjadi kekasihnya itu, tanpa rasa bosan. Ia merasa tubuhnya sudah ditakdirkan berpasangan dengan tubuh Yuri. Begitu pas. Kyuhyun dapat melingkari tubuh ramping gadisnya tanpa tersisa. Tubuh yang selalu hangat dan harum.
Terkadang, Kyuhyun dengan sengaja mengayunkan tubuhnya lembut ke kanan dan ke kiri. Mengajak Yuri untuk hanyut dalam kenyamanan yang tubuh mereka ciptakan. Kyuhyun memejamkan mata dengan senyumnya yang begitu bersinar. Inilah hal yang paling ia sukai. Tempat paling nyaman baginya adalah memeluk gadisnya. Tubuh Yuri bagai rumah baginya. Tempatnya melepas lelah, penat dan segala tekanan dari rutinitas hariannya.
Yuri sekali lagi tersenyum ketika Kyuhyun semakin mengeratkan kedua lengan besar dan panjang itu di tubuhnya. “Kau bisa meremukkan tulang-tulang dalam tubuhku, Cho Kyuhyun.” Ucap Yuri.
Kyuhyun tersenyum semakin lebar dengan masih menutup mata dan dagu yang bersandar pada bahu Yuri. “Kau tau hanya dengan ini aku bisa hidup besok pagi.” Sahut Kyuhyun masih pada posisinya.
Mereka kembali hening. Saling meresapi kebersamaan masing-masing hingga bermenit-menit kemudian…
“Menikahlah denganku.”
Yuri membuka matanya perlahan. Menatap lurus pada langit malam di luar jendela sana. Ia hanya tersenyum penuh arti. Sama sekali tidak menanggapi apa yang baru saja Kyuhyun nyatakan. Yang Yuri lakukan hanya mengusap lengan Kyuhyun dengan gerakan lembut.
“Berapa kali lagi aku harus meminta padamu? Atau berapa kali lagi kau memilih karirmu daripada aku?” lanjut Kyuhyun dengan pertanyaan bernada merajuk.
Yuri beringsut melepas pelukan Kyuhyun. Membalik tubuhnya dan berganti memeluk kekasihnya. Memandangi wajah tampan yang selalu membuat pandangannya menjernih. Menikmati mata coklat gelap yang selalu membuatnya jatuh cinta. Kyuhyun begitu sempurna dengan tatapannya yang selalu apa adanya. Pria pintar dan juga bodoh dalam waktu yang sama.
“Aku masih sibuk, aku tidak yakin dapat merawatmu dengan benar setelah menikah.” Jawab Yuri dengan nada tenang.
“Kalau begitu tinggalkan pekerjaanmu. Aku yang akan memenuhi setiap apapun yang kau inginkan. Kau tidak perlu membagi waktumu antara aku atau pekerjaanmu. Hanya pikirkan aku. Hanya aku, Kwon Yuri.”
Yuri tersenyum. Lagi. Hanya itu yang selalu Kyuhyun dapatkan jika ia sudah mendesak. Yuri hanya akan memberinya seulas senyum ketika membicarakan keinginannya untuk menikahi gadis ini. Tak pernah sekalipun Yuri mengatakan ‘Iya’ namun juga tak pernah mengatakan ‘Tidak’. Gadis itu hanya mengatakan alasan pekerjaan yang membuatnya belum siap. Begitulah setiap kalinya Kyuhyun bertanya. Bahkan entah sudah berapa kali Kyuhyun menyatakan permintaannya dan mendapatkan jawaban yang sama.
“Kita bicarakan nanti. Sudah malam, aku harus pulang.” Ucap Yuri mengalihkan pembicaraan.
Dengan masih tersenyum, ia mulai merenggangkan tubuhnya dari tubuh Kyuhyun. Meninggalkan Kyuhyun yang masih terdiam dan memilih membereskan barang-barangnya sendiri ke dalam tas. Kyuhyun hanya memperhatikan Yuri tanpa berniat mendekat.
“Kau tidak menginap? Yuri, aku baru saja pulang dari Cina. Tidakkah kau merindukanku?” ucap Kyuhyun mulai dengan nada manjanya. “Tinggallah sebentar lagi. Setidaknya biarkan aku tidur sambil memelukmu, setelah itu kau boleh pulang.” Lanjutnya.
Yuri selesai membereskan berkas-berkas pekerjaannya dan meletakkan dengan rapi di samping tasnya di atas meja. Ia berdiri tegak dan berbalik menatap Kyuhyun yang masih menatapnya.
“Aku juga baru saja pulang dari luar kota, tuan Presdir. Aku merindukanmu. Sangat. Tapi aku juga merindukan keluargaku.” Jelas Yuri yang mulai melangkah semakin dekat pada Kyuhyun. Ketika sudah dihadapan pria itu, Yuri segera mengalungkan kedua lengannya pada lehar panjang nan kokoh milik Kyuhyun. Menarik wajah tampan tanpa cela itu untuk mendekat dengan wajahnya.
“Aku pasti tidak bisa tidur.” Bisik Kyuhyun.
“Kau bisa.” Sahut Yuri.
“Yul…”
“Aku janji besok pagi sebelum kau bangun, aku sudah ada disini. Membuatkanmu sarapan dan menyapa pagimu seperti biasanya.” Sela Yuri cepat sebelum Kyuhyun kembali merajuk dengan manja. Lihatlah pria berumur di depannya. Dengan usia 28 tahun, bahkan hampir 29 tahun, Kyuhyun masih hebat menggunakan wajah polosnya untuk membujuk seseorang.
“Benarkah?”
Yuri bergumam sambil menganggukkan kepalanya dengan semangat. “Kau senang sekarang?” lanjutnya bertanya.
“Belum. Jika kau benar-benar mengurusku besok pagi, baru aku akan senang.” Jawab Kyuhyun cepat.
“Aku sudah berjanji, Cho Kyuhyun! Apa aku pernah melewatkannya?”
“Tidak.”
Dan setelah itu, baik Kyuhyun maupun Yuri, mereka saling memajukan wajah masing-masing. Menyatukan permukaan bibir mereka untuk saling mengungkapkan perasaan dari hati masing-masing. Suara rintihan dan geraman lembut itu menjadi saksi betapa dua anak manusia ini begitu membutuhkan satu sama lain. Bukan waktu singkat untuk mereka sampai pada sekarang ini. Sudah seharusnya mereka harus bersatu, namun selalu ada sesuatu yang menghalangi.
—oo—
@Yuri home
“Aku pulang!” ucap Yuri selesainya ia menutup pintu dan melepas kedua sepatunya.
Yuri melangkah masuk ke dalam rumahnya dengan sesekali merenggangkan bahu dan lehernya. Terlihat sesekali Yuri meringis kesakitan sembari mengurut pinggul bagian belakangnya. Ia tampak lelah, namun tetap berkharisma selayaknya seorang wanita karir yang penuh dengan aura istimewa.
“Kenapa larut sekali?” pertanyaan yang langsung terlontar dari mulut ayahnya. Ada nada tidak suka, namun Yuri yakin ayahnya akan langsung terdiam jika ia mengatakan darimana dirinya hingga harus pulang sedikit terlambat.
“Appa, aku sudah pulang jam lima sore seperti yang aku katakan kemarin. Tapi hari ini Kyuhyun juga pulang dari Cina, jadi aku menjemputnya dan menemaninya sebentar. Maaf karena aku lupa waktu.” Jelas Yuri dengan sejujur-jujurnya.
Kedua orang tuanya sudah sangat mengenal Kyuhyun sebagai kekasihnya. Bukan hanya itu, bahkan keluarganya dan keluarga Kyuhyun sudah sering saling mengunjungi. Keluarga Kyuhyun begitu hangat dan ramah, tidak jauh beda dengan sifat kedua orang tuanya yang mudah menyesuaikan diri.
Diluar itu semua, hubungan Kyuhyun dan Yuri yang sudah berjalan selama lebih dari 7 tahun tentu membuat keluarga mereka saling mengenal. Dan sejak awal, Kyuhyun maupun Yuri mendapatkan dukungan penuh dari keluarga masing-masing mengenai hubungan mereka. Hubungan mereka berjalan dengan sangat mudah hingga sekarang. Tak banyak pertengkaran dan kejadian tidak menyenangkan yang membumbui hubungan keduanya. Hanya beberapa kali Yuri harus bersitegang dengan Kyuhyun karena sifat egois masing-masing yang sedang kambuh. Tetapi setelah itu, dengan sangat dewasa mereka saling meminta maaf dan memaafkan. Hubungan ini sangat mudah dan baik-baik saja.
“Jika benar seperti itu, Appa memaafkanmu karena Kyuhyun memang membutuhkanmu.”
“Ish… kenapa sekarang terlihat jika Kyuhyun yang jadi anak appa daripada aku?” sela Yuri seolah merajuk.
“Appa lebih suka memiliki putra yang patuh dan mudah diberi nasehat seperti Kyuhyun. Tidak sepertimu yang selalu saja membantah.”
Ucapan sang ayah berhasil membuat Yuri mengerucutkan bibirnya. Berpura-pura kesal karena ayahnya lebih membela Kyuhyun.
“Kau sudah makan malam?” tanya ayahnya lagi padanya dan Yuri hanya mengangguk. “Baguslah. Cepat bersihkan dirimu dan beristirahat.” Perintah sang ayah.
“Baik, appa-ku yang tampan!” Dengan semangat Yuri segera berjalan menuju kamarnya. Membiarkan sang ayah yang pasti akan sedikit menggerutu karena tingkahnya. Namun tiba-tiba, Yuri terjatuh. Ia terjatuh tepat satu meter sebelum ia menaiki anak tangga menuju kamarnya. Seketika itu juga, sang ayah berlari menghampirinya.
“Yuri, kau tidak apa-apa?” tanya ayahnya cepat. Yuri segera dipapah dan dibantu untuk berdiri.
Meski terlihat kesakitan dan masih sulit berdiri, Yuri tetap menunjukkan senyum hangatnya. “Tidak apa-apa, appa. Aku ceroboh,” jawabnya.
“Berhati-hatilah.” Pesan sang ayah setelah menyakini jika putrinya sudah tidak apa-apa.
Yuri mengangguk lagi dan mulai berjalan melewati belasan anak tangga. Langkahnya begitu hati-hati dan terlihat Yuri kembali menyentuh pinggulnya.
—oo—
@Next morning
“Berikan ini pada Kyuhyun. Dia pasti lelah setelah melakukan perjalanan bisnis ke Cina beberapa hari.”
Yuri menatap ibunya dengan tatapan cemburu. “Eomma, yang anak eomma itu aku. Aku juga lelah dengan kasus persidangan klien yang mengharuskan aku ke luar kota selama dua hari. Bukan hanya Kyuhyun yang bekerja keras, eomma. Kenapa eomma hanya membuatkan jamu untuk si pucat itu? Auch! Eomma!” Yuri langsung berteriak protes ketika dengan kejamnya, sang ibu memukul bahunya.
“Kau bahkan selalu dengan diam-diam membuang jamu yang eomma buatkan kedalam bak cuci! Kau pikir eomma tidak tau, eoh?” balas ibunya dengan wajah yang juga sedikit kesal.
“Itu karena rasa jamu buatan—“
“Kenapa? Pahit? Jika semua obat didunia ini enak, tidak akan ada rumah sakit yang berharga mahal.” Sela ibu Yuri cepat.
Yuri hanya terdiam mendengar ucapan sang ibu. Sorot mata yang semula begitu ceria dengan candaan pagi bersama sang ibu, kini menghilang. Tergantikan dengan sorotan sendu yang sangat layu.
“Aku akan meminumnya, eomma. Aku berjanji akan meminum jamu buatan eomma sebanyak apapun. Aku berjanji!” ucapnya tiba-tiba dengan sangat yakin.
Sang ibu hanya menatap tidak percaya. Wanita paruh baya itu merasakan sikap aneh pada sang putri akhir-akhir ini. Setiap pagi Yuri selalu saja menanyakan tentang jamu herbal buatan ibunya. Bahkan ketika sang ibu dengan senang hati membuatkan jamu untuk kekasihnya, Kyuhyun, Yuri dengan tidak biasa merengek untuk dibuatkan juga. Padahal jika pada biasanya, Yuri akan sangat sulit untuk meminum jamu karena alasan rasanya yang tidak enak dan pahit.
“Kenapa kau tiba-tiba ingin meminum jamu?” selidik ibunya.
“Tentu saja agar tidak lelah dan tetap sehat. Seperti yang sering eomma katakan padaku, pada Appa dan pada Kyuhyun.” Jawab Yuri semangat.
“Baiklah. Eomma akan buatkan untukmu setiap hari asalkan kau menghabiskannya!” peringat sang ibu dan Yuri segera mengangguk pasti. “Sekarang berikan ini lebih dulu pada calon menantu, eomma. Katakan padanya untuk mampir jika sudah tidak sibuk.”
“Aku akan sampaikan padanya.” Balas Yuri cepat.
—oo—
@Kyuhyun apartment
“Issh..,”
Yuri kembali meringis untuk kesekian kalinya ketika ia sedang buang air kecil. Yuri selalu menghentikan laju air kencingnya dan menahan dalam kantung kemihnya ketika rasa sakit menyerang perut dan bagian sensitifnya. Yuri terus melakukannya hingga ia membutuhkan waktu hampir 5 menit hanya untuk buang air kecil.
Dirasa sudah selesai, Yuri melirikkan pandangan matanya pada lubang closet yang sengaja belum ia siram. Ada tetesan darah yang bercampur dengan air kencingnya disana. Yuri hanya menggeram kesal. Mungkin masa menstruasinya datang lebih cepat sehingga membuatnya kesal sendiri.
Setelah membersihkan saluran closet, Yuri segera berdiri dan berjalan ke arah lemari kaca disamping washtafel kamar mandi milik Kyuhyun. Ia mengambil sebuah benda yang sudah tidak asing dimata wanita. Sebuah pembalut. Jangan bertanya mengapa dalam kamar mandi seorang pria ada tumpukan pembalut. Tentu saja Yuri yang menaruh setumpuk benda sensitif itu disana. Selain rumahnya sendiri, Yuri akan banyak menghabiskan waktu di apartement Kyuhyun, sehingga ia dengan sengaja mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan kecilnya sendiri disini. Sebagai wanita, pembalut adalah sahabatnya setiap bulan dan itu juga menjadi sahabat seluruh wanita di dunia. Namun bagi Yuri, pembalut bukan hanya sahabatnya, tetapi seperti pendampingnya. Yuri tak akan pernah melewatkan membawa 3 pembalut sekaligus ke dalam tasnya. Setiap hari. Tanpa terkecuali.
“Lama sekali, apa yang kau lakukan di dalam sana?” tanya Kyuhyun langsung ketika Yuri sudah membuka pintu dan keluar dari dalam kamar mandi.
“Tidak ada, hanya buang air.” Jawab Yuri tenang dengan senyum diwajahnya.
“Sejak aku bangun, sudah ke enam kalinya kau keluar masuk kamar mandi untuk buang air. Apa ada masalah dengan perutmu?” tanya Kyuhyun dengan nada biasa, namun jelas sorot khawatir timbul dimatanya.
Lagi-lagi Yuri tersenyum sebelum menjawab Kyuhyun. “Aku datang bulan, sudah hal biasa aku sering ke kamar mandi jika sedang datang bulang, bukan? Oh.. astaga, aku harus menghadiri sidang pagi ini. Aku tidak boleh terlambat mendampingi klien-ku.” Yuri seketika panik ketika matanya tanpa sengaja melihat jam tangan Kyuhyun. Arah jarum pada jam tangan itu jelas menginterupsinya untuk melupakan rasa perih yang masih terasa di area sensitifnya dan pinggulnya. Ia harus pergi bekerja. Seorang klien sedang menunggunya untuk bersama-sama memenangkan sebuah sidang sengketa.
“Oppa, maaf, aku berangkat lebih dulu. Aku mencintaimu.” Ucap Yuri berpamitan dengan ditutup sebuah kecupan singkat di atas bibir Kyuhyun.
Yuri meninggalkan Kyuhyun yang menatap tak percaya pada punggungnya. Pria itu terlihat menggeram kesal karena lagi-lagi ia merasa terkalahkan dengan pekerjaan gadisnya. Bahkan disini, ialah yang memiliki posisi Presdir. Seharusnya ia yang terlihat lebih sibuk dari Yuri. Berprofesi sebagai seorang pengacara membuat Yuri begitu sibuk dengan dunia pekerjaannya dan tak jarang melupakan Kyuhyun. Jika Yuri sudah sibuk mempelajari kasus baru yang harus ia perjuangkan untuk dimenangkan dalam persidangan, gadis itu benar-benar akan lupa segalanya.
—oo—
@Kyuhyun office
“Dia menolak lagi?!” suara pekikkan Cho Ahra berhasil membuat Kyuhyun kembali mendengus.
Kyuhyun tak tau lagi harus berkeluh kesah pada siapa jika bukan pada kakak perempuannya. Kedua orangtuanya-pun tak banyak membantu selama ini. Harapan terakhirnya hanyalah Cho Ahra, yang menurutnya adalah seorang wanita yang cukup dapat mengerti bagaimana situasinya.
“Dia tidak menolak. Dia hanya mengatakan belum siap.” Koreksi Kyuhyun dengan nada suara yang lemah. Seolah sudah lelah dengan sesuatu yang mengganggu pikirannya.
“Secara tidak langsung, itu juga memiliki arti yang sama, bodoh!” sahut Ahra cepat.
Kyuhyun terdiam. Ia tidak lagi menyahuti kakaknya dan lebih memilih bermain dengan keponakan pertamanya, Kim Jinwoo. Kyuhyun tampak bahagia setiap kali bermain dengan balita berusia 3 tahun itu. Dan itulah yang juga menjadi alasan Ahra mengunjungi kantor adiknya hampir setiap hari. Selain menjadi pendengar untuk Kyuhyun, Ahra membawa serta putra pertamanya untuk menghibur adik laki-lakinya.
Ahra menatap lekat pada setiap ekspresi Kyuhyun saat ini. Ia ingat saat adiknya itu masih sangat muda, Kyuhyun begitu canggung dengan anak kecil, terutama pada balita. Tetapi lihat sekarang, Kyuhyun justru orang pertama yang mampu menyembuhkan sikap rewel putranya. Apabila Jinwoo sedang demam atau kelelahan, anak itu akan langsung terdiam dan tertidur pulas dalam pangkuan pamannya. Bahkan Ahra sendiri sebagai ibu dan juga suaminya tidak dapat mengendalikan Jinwoo jika Kyuhyun ada dalam jarak pandang anak laki-laki itu. Anaknya akan merengek dan meminta gendong pada Kyuhyun tanpa bisa ditolak.
Ahra tersenyum. Dengan bertambahnya usia, membuat adiknya semakin dewasa dan matang. Kyuhyun sudah sering mengutarakan jika ia ingin segera menikah dan memiliki bayinya sendiri bersama gadisnya. Siapa lagi jika bukan Kwon Yuri. Namun sayangnya sudah lebih dari setahun ini Kyuhyun terus menahan keinginannya. Apa yang diinginkannya belum sependapat dengan Yuri. Kyuhyun terus saja berusaha mengerti dan mengalah. Ahra cukup bangga pada adiknya. Di usia yang matang dan berlimpah harta, Kyuhyun tetap menjalani hidupnya dengan baik dan benar. Adiknya itu tak pernah memaksakan keinginannya secara sepihak. Meski membuatnya kesal, Kyuhyun akan terus berusaha mendukung pilihan Yuri.
“Kau tidak sibuk hari ini?” tanya Ahra. Ia sedikit khawatir karena putranya mulai menarik-narik dan merusak tatanan dasi Kyuhyun yang rapi.
“Jinwoo membuatku sibuk.” Sahut Kyuhyun sekenanya. Ia sibuk tertawa melihat keponakannya yang mencoba melepas dasi yang ia kenakan namun tak pernah berhasil. Hingga akhirnya, Jinwoo menangis keras karena tak dapat melakukan yang ingin ia lakukan. Kyuhyun dengan cepat menggendong tubuh mungil itu dan menimang-nimang sebentar. Terkadang Kyuhyun juga mengangkat tubuh Jinwoo lebih tinggi dari tubuhnya dan berputar seolah memperagakan sebuah pesawat terbang. Seketika Jinwoo tertawa dan membuat Kyuhyun semakin mengoceh dengan keponakannya.
“Kyuhyun, turunkan Jinwoo! Jangan membuatnya terlalu banyak tertawa. Dia akan lelah dan rewel nanti malam.” Ucap Ahra dan segera mengambil alih tubuh putranya.
—oo—
@Kyuhyun apartment
Waktu menunjukkan pukul 7 malam, bukannya duduk beristirahat, namun Yuri masih sibuk di ruang cuci apartment mewah kekasihnya. Yuri berdiri dihadapan 2 keranjang pakaian kotor dan sebuah mesin cuci yang siap untuk ia gunakan. Ia sibuk memilah baju berwarna dan baju putih milik Kyuhyun untuk di cucinya malam ini. Meski dengan mata yang lelah karena ia juga baru saja pulang bekerja, Yuri tetap melakukannya. Ini sudah kebiasaannya untuk merawat Kyuhyun. Seperti yang pernah ia janjikan pada ibu Kyuhyun ketika awal hubungan mereka.
Apartment Kyuhyun memang besar dan mewah, namun Kyuhyun tidak memiliki asisten rumah tangga untuk mengurus semuanya. Kyuhyun type orang yang tidak suka ada oranglain di dalam wilayahnya apalagi jika harus menyentuh barang-barang pribadinya. Kyuhyun lebih suka mengurus semuanya sendiri. Dari menyapu hingga cuci piring, Kyuhyun tak pernah malu untuk melakukannya. Tetapi sejak ia mulai disibukkan untuk pulang-pergi keluar negeri, Yuri mulai membantu mengurus apartment dan bahkan dirinya.
“Perlu bantuan, sayang?” bisik Kyuhyun dengan tiba-tiba dari belakang Yuri. Dengan seenaknya Kyuhyun langsung memeluk lagi tubuh itu erat. Menghiraukan rasa kaget yang hinggap pada reaksi Yuri.
“Kau membuatku kaget.” Gumam Yuri sebentar dan kembali pada kegiatannya.
Mereka kembali hening hingga Yuri selesai dengan mesin cucinya. Menekan tombol power dan berbalik pada Kyuhyun. “Kau lapar?” tanyanya lembut.
Kyuhyun mengangguk dengan wajah kekanakan. Senyum cengir kuda juga tak tertinggal untuk Kyuhyun berikan pada kekasihnya. Yuri sendiri hanya tersenyum melihat Kyuhyun yang selalu bertindak manis bila lapar. Tentu karena pria ini tidak bisa memasak dan sangat pemilih bila harus membeli makanan cepat saji dari luaran sana.
“Baiklah, aku akan siapkan makanan.” Ucap Yuri.
……..
Kyuhyun duduk dimeja counter sembari memandangi Yuri yang sedang menyiapkan makanan untuknya. Ini juga menjadi kegiatan favoritnya selama bertahun-tahun. Ia merasa jika ia berada di dalam sebuah rumah tangga ketika melihat Yuri di dapur. Kyuhyun sering membayangkan saat pagi hari ia juga akan duduk seperti ini. Memandangi Yuri memasak sambil melemparkan kalimat candaan pada anak-anak mereka. Pasti itu akan menjadi pagi yang menyenangkan bagi Kyuhyun.
Kyuhyun tertawa sendiri memikirkan itu. Apakah ia terlalu memimpikan memiliki sebuah keluarga kecil hingga sering melakukan hal konyol seperti melamunkan masa depannya? Kyuhyun kembali tertawa kecil di tempatnya.
Konsentrasi Kyuhyun kembali pada Yuri yang sepertinya hampir selesai memasak. Entah apa yang dimasak Yuri, tapi Kyuhyun selalu yakin jika ia akan suka. Baginya, yang terpenting adalah Yuri yang membuat. Meski itu harus sayuran yang begitu di bencinya, ia akan tetap memakannya dengan sedikit terbatuk.
Kyuhyun teralih pada kegiatan sebelah tangan Yuri. Gadis itu terus saja memijat dan sedikit mengurut pinggul bagian belakangnya. Entahlah.. tapi akhir-akhir ini Kyuhyun sering sekali melihat Yuri seperti itu. Bahkan tadi pagi Yuri seringkali mengeluh karena pinggulnya. Entah pegal, entah sakit, Kyuhyun juga tidak tau. Apa itu karena siklus datang bulan Yuri? Kyuhyun mengerjap ketika teringat sesuatu.
“Sayang..,”
“Hmm?” gumam Yuri menjawab. Gadis itu masih sibuk dengan panci dan kompor.
“Bukankah minggu lalu kau baru saja selesai datang bulan? Kenapa tadi pagi kau juga datang bulan?” tanya Kyuhyun dengan lugu.
Yuri terdiam beberapa detik, lalu berpaling pada Kyuhyun. “Eum.. periode-ku sedang tidak teratur.” Jawabnya singkat dan kembali pada kegiatannya.
“Kenapa begitu? Apa itu tidak masalah?” tanya Kyuhyun lagi. Bukan Cho Kyuhyun jika tidak penasaran dan bertanya lebih jauh. Yuri sudah tau Kyuhyun pasti akan terus bertanya.
“Tidak apa-apa. Hanya mungkin aku kurang istirahat.”
“Dan juga kau kurang gizi!” sela Kyuhyun cepat. “Apa kau menimbang berat badanmu? Kurasa kau kehilangan lima kilogram berat badan dalam tiga minggu ini!” lanjutnya dengan sedikit jengkel.
“Hey.. kenapa kau kesal seperti itu? Bukankah kau juga tidak suka jika aku terlalu gemuk?” protes Yuri membela diri.
“Tapi tetap saja! Kau itu bekerja terlalu keras dengan ukuran seorang wanita. Berhentilah bekerja. Kita menikah dan aku akan mengirim sepuluh juta ke dalam rekening-mu setiap bulan, seperti gajimu sekarang. Kau tidak perlu belajar dan menyelesaikan masalah hukum oranglain. Kau juga tidak perlu pulang-pergi keluar kota untuk menghadiri persidangan. Kau hanya perlu diam dirumah. Mengurusku. Merawatku. Dan.. menjadi seorang ibu.” Ucap Kyuhyun panjang lebar.
Yuri segera meletakkan tutup panci yang ada di tangan kirinya. Menghirup nafas panjang.. membuangnya, lalu berpaling pada Kyuhyun. Yuri menatap Kyuhyun beberapa saat. Ada sesuatu yang ingin ia katakan. Ya, seperti itulah gelagat dari ekspresi dan gerakan mata Yuri. Mulutnya sudah terbuka, namun kata-kata yang ingin ia ucapkan seperti tertahan di tenggorokannya.
Yuri akhirnya menyerah untuk bertengkar dengan dirinya sendiri. “Beri aku waktu, oppa.” Hanya kalimat itu yang keluar dari bibirnya. Yuri hanya berharap kalimat itu mampu mewakili seluruh alasan yang ada dibenaknya.
“Perlu berapa lama lagi, Kwon Yuri?” lirih Kyuhyun. Pria itu juga nampak sudah lelah membicarakan masalah ini. “Enam tahun untuk kita saling memahami. Satu tahun aku sudah memberimu waktu untuk memikirkan hubungan kita selanjutnya. Apa lagi? Apa aku kurang baik untukmu?” lanjut Kyuhyun dengan nada menyerah.
Yuri hanya diam. Kepalanya berangsur-angsur tertunduk. Gadis itu menggigit bibir bawahnya sembari sesekali menahan suara ringisannya. Entah apa yang dirasakan Yuri, tapi ia juga tampak lelah seperti Kyuhyun. “Kita bicarakan ini lain waktu saja. Kita akan makan malam, jangan merusak suasana.” Ucap Yuri setenang mungkin. Mati-matian ia menahan emosinya agar tidak jatuh menangis. Untuk mengalihkan pembicaraan yang dapat memicu pertengkaran, Yuri kembali pada masakannya yang sudah hampir matang. Tak ingin lagi memandang Kyuhyun.
“Yul…,”
“Oppa, bisa kau ambilkan piring itu untukku?” sela Yuri mengalihkan kalimat Kyuhyun.
Kyuhyun terdiam sesaat. Memandang Yuri yang masih saja membuang muka darinya. Ia begitu mencintai gadis ini, tapi mengapa begitu sulit untuk memilikinya?
—oo—
Satu minggu setelah kejadian malam itu, Kyuhyun dan Yuri semakin jarang bertemu. Berkedok alasan sibuk, baik Kyuhyun dan Yuri tampak menghindar satu sama lain. Sesekali Kyuhyun mengirim pesan pada Yuri, hanya sekedar berbasa-basi. Menanyakan dimana Yuri, apakah sudah makan, dan mengingatkan untuk tidak lupa beristirahat. Hanya itu-itu saja yang Kyuhyun pesankan pada Yuri. Bahkan pesan-pesan singkat itu dalam seminggu ini dapat dihitung dengan jari. Kyuhyun benar-benar sedang malas berbicara banyak hal dengan kekasihnya. Dan sepertinya, Yuri-pun memiliki kemalasan yang sama terhadapnya.
Seminggu ini Kyuhyun lebih sering pulang ke rumah orangtuanya daripada pulang ke apertment-nya sendiri. Ia sedang membutuhkan suasana tenang rumahnya untuk menjernihkan pikiran. Selama masa menenangkan diri, Kyuhyun terlihat seperti mayat hidup. Ia menjalani rutinitasnya sesuai hukum alam. Bangun, membersihkan diri, sarapan, berangkat ke kantor, pulang, makan malam, berdiam diri, lalu kembali tidur. Begitulah setiap harinya. Kyuhyun sama sekali tidak tertarik melakukan hal lain diluar garis rutinitas wajibnya.
“Kyuhyun..,” suara yang sangat lembut namun hangat membuyarkan lamunan Kyuhyun pada langit malam yang cerah. Ia berbalik dan menemukan ibunya yang tersenyum masuk ke dalam kamarnya. “Apa semua baik-baik saja?” lanjut sang ibu bertanya.
Kyuhyun mendengus sebelum menjawab. “Entahlah, eomma.”
“Bagaimana kabar Yuri?”
Kyuhyun lagi-lagi mendengus mendengar ibunya menanyakan Yuri. Kyuhyun sudah dapat menebak ini. “Mungkin sedang berkencan dengan kertas-kertas hukumnya.” Gerutu Kyuhyun.
Ibu Kyuhyun hanya tersenyum mendengar gerutuan dan juga sikap yang naik-turun dari putra bungsunya itu. “Kalian ada masalah?” tanya sang ibu sekali lagi. Kyuhyun tidak menjawab. Kali ini ia memilih diam. Kyuhyun yakin jika ibunya pintar menebak apa yang terjadi sekarang.
—oo—
Yuri duduk di depan meja kerjanya dengan raut kesal. Sejak tadi ia hanya sibuk membolak-balik kertas dimejanya. Gerutuan frustasi Yuri mewakili jika ia sulit berkonsentrasi untuk mempelajari kasus hukumnya yang baru. Cara Yuri dudukpun tak pernah terlihat nyaman. Ia lagi-lagi terlihat mengurut sekitar pinggulnya dan berulang kali pergi ke kamar mandi. Di dalam kamar mandipun Yuri tidak tenang. Terdengar suara rintihan ketika ia sedang buang air kecil. Kembali dari kamar mandi, Yuri duduk lagi di meja kerja sambil memijat ringan keningnya. Lelah.. tentu saja! Banyak hal yang ia pikirkan. Pekerjaan, Kyuhyun dan… sesuatu dalam dirinya.
Yuri teringat kembali pada pembicaraan terakhirnya dengan Kyuhyun. Tidak, bukan hanya itu. Tapi ia juga teringat pada seluruh kenangannya bersama pria yang sudah 7 tahun mengisi hari-harinya.
Yuri bersandar di kursinya sambil memejamkan mata. Mengundang dan memikirkan kembali keinginan-keinginan Kyuhyun beberapa tahun yang lalu padanya.
——–
“Oppa, apa yang kau inginkan dihari ulangtahun-mu?”
“Aku ingin dirimu, Kwon Yuri.”
“Apa?”
“Ayo, kita menikah! Aku ingin membangun keluarga denganmu.”
——–
“Aku tidak pernah akrab dengan anak-anak. Tapi aku ingin sekali menjadi seorang ayah.”
“Keinginan yang aneh!”
“Terserah apa katamu, Kwon Yuri! Tapi aku akan membuktikan jika aku adalah ayah terbaik di dunia ini. Nanti.. saat aku sudah sah untuk menghamilimu!”
——–
“Yak! Kwon Yuri! Tidak bisakah kita menikah secepatnya?”
“Kenapa ingin sekali menikah?”
“Apa? Kau masih bertanya?! Tentu saja karena aku mencintaimu! Aku hanya ingin dirimu dan hanya kau yang menjadi ibu anak-anakku!”
——–
“Yuri, sayang, lihat aku. Apa aku sudah pantas menjadi ayah dengan menggendong Jinwoo seperti ini?”
——–
“Aku ingin banyak anak. Tapi aku tidak tega melihatmu kesakitan saat melahirkan. Bagaimana jika tiga? Oh.. dua saja! Ya, seperti aku dan noona. Satu laki-laki dan satu perempuan. Yang terpenting mereka sehat dan bahagia bersama kau sebagai ibu dan aku sebagai ayah.”
——–
Yuri mendesah. Membuka matanya perlahan dan menatap lurus langit-langit kamarnya. “Apa yang harus aku lakukan?” gumamnya sendiri. Entah ia tujukan pada siapa, namun jelas Yuri sedang bertanya pada seseorang atau sesuatu.
Gadis itu berpaling pada laci terbawah disamping meja kerjanya. Menatap sesaat dalam diam, lalu membukanya perlahan. Yuri mengambil sesuatu dari dalam sana. Sebuah kotak persegi panjang berukuran sedang. Membawa benda itu ke dalam pangkuannya dan membukanya.
Dalam kotak itu terdapat beberapa botol dengan sebuah amplop putih panjang dan sedikit tebal. Botol-botol dengan warna putih dan berlapis stiker berlogo medis, menunjukkan jika itu adalah botol berisi obat-obatan. Entah obat apa, namun Yuri sepertinya sudah sangat akrab dengan obat-obat itu.
Jari-jari lentik Yuri bergerak untuk mengambil sebuah amplop disana. Beberapa detik, ia hanya memandangi amplop itu. Sorot matanya mengatakan jika ia ingin sekali membuka kembali amplop itu dan menemukan keajaiban. Meski terlihat putus asa secara bersamaan, mata Yuri tetap mengharapkan itu. Sebuah keajaiban dalam kelelahannya. Jujur saja ia merasa lelah. Ia merasa harus mengakhiri semuanya. Ia merasa ini sudah di ujung jalan.
Tanpa terasa, setitik air mata jatuh dari bola mata indahnya. Satu titik… satu titik yang memulai kembali penderitaannya. Memulai kembali deraian tangis yang ia pendam sendirian. Tangis yang mungkin selalu hadir ditengah kesendirian dan kelelahannya di malam hari.
“Kenapa…,” lirih Yuri. “Kenapa kau datang? Kenapa padaku? Kenapa kau memilih aku?” tanya Yuri dengan nada penuh luka. Pertanyaan-pertanyaan yang setiap malam selalu ia lemparkan pada amplop itu. Entah Yuri sudah gila atau apa karena bertanya pada sebuah benda mati, ia tetap melakukannya. Setiap hari melakukannya karena ia memang sudah gila dengan semua ini. Semua yang menyiksanya.
“Oppa, maafkan aku…,” kalimat terakhir sebelum Yuri membekap mulutnya sendiri. Meredam raungan tangis dan kesakitan dari mulutnya. Meredam teriakkan putus asa dari hatinya. Meredam rasa lelah yang perlahan telah memenuhi tubuhnya. Tidak lama. Tidak akan lama lagi untuk Yuri menutup jalan itu. Yuri memutuskan berhenti.
—oo—
@Next morning
Yuri melangkah dengan perlahan keluar dari kamarnya. Ia sudah sangat cantik dan modis seperti biasa. Setelan pakaian kerja yang modern, gaya rambut ikal yang feminim dan make up natural. Yuri tampak sempurna dalam fisiknya. Namun ada yang berbeda dari air muka dan sorot matanya. Pagi yang cerah seharusnya membuatnya ceria dan segar, namun Yuri justru terlihat sangat layu. Bukan karena kurang tidur, kenyataan dia selalu memiliki waktu tidur cukup setiap malamnya. Bahkan tak jarang ia mengambil waktu lebih untuk mengistirahatkan tubuhnya akhir-akhir ini.
“Bangun siang lagi?” sapaan pagi yang lagi-lagi keluar dari mulut ibunya. Ada nada sedikit jengkel namun bukan amarah. Yuri memaklumi jika ibunya bersikap seperti itu. Siapapun ibu di dunia ini pasti tidak suka jika anak gadis mereka terlalu malas. Terutama di usia matang dan siap berumahtangga seperti Yuri.
“Sudah berapa kali lagi eomma katakan untuk tidak tidur malam?” lanjut sang Ibu.
“Maaf, eomma.” Hanya itu yang Yuri jawab. Sebuah kata maaf. Kata maaf yang berarti luas baginya.
“Yuri, kau terlihat kurang sehat. Kyuhyun bilang, kau banyak menghabiskan waktumu untuk bekerja. Dia mengkhawatirkan kesehatanmu dan kami juga begitu. Ayah harap kau bisa mengurangi waktu kerjamu. Ambillah waktu cuti dari kantormu dan pergi berlibur dengan Kyuhyun. Kalian berdua sepertinya perlu waktu untuk bicara.” Sela sang ayah dengan nada tenang.
Yuri terdiam menatap ayahnya. Tidak heran jika ayahnya berbicara seperti itu. Pasti Kyuhyun yang menelpon ayahnya dan berbasa-basi menanyakan kabar. Yuri tau Kyuhyun tidak mungkin membicarakan masalah mereka pada ayahnya. Kyuhyun bukan orang yang mudah mengatakan itu pada orangtuanya. Tetapi ayahnya saja yang terlalu pintar membaca situasi. Seminggu ini Yuri banyak menghabiskan waktu dirumah, itu sungguh bukan seperti biasanya.
“Setelah tiga persidangan selesai, aku akan meminta waktu cuti. Appa tidak perlu khawatir.” ucap Yuri yakin. Dan ya, ia memang sudah memutuskan untuk berhenti, bukan hanya cuti dari pekerjaannya, tetapi berhenti. Keputusan luar biasa setelah ia merenung semalam.
“Eomma, apa ini jamu untukku?” tanya Yuri ketika melihat gelas dengan cairan hijau kehitaman di depan mejanya.
“Minum dan habiskan! Kau yang meminta pada eomma untuk membuatnya, jadi eomma akan—“
Kalimat wanita paruh baya itu seketika terhenti saat melihat putrinya yang biasa menolak meminum cairan herbal itu, kini dengan semangat langsung meneguknya. Dengan satu tarikan nafas, Yuri menenggak habis minuman dengan rasa pahit itu. Sungguh luar biasa Yuri dapat menghabiskannya dengan cepat. Membuat kedua orangtuanya hanya terbengong melihat kelakuan barunya.
Dengan senyuman cerah, Yuri meletakkan gelas yang telah kosong itu dan menatap ibunya senang. “Ini enak dan rasanya manis.” Sebuah kalimat yang berhasil mengejutkan sepasang orangtua disana. “Eomma, besok buatkan ini lagi untukku. Ah.. dua gelas juga tidak apa, aku ingin menghabiskan semuanya.” Lanjut Yuri dengan nada riang.
Ayah dan ibunya hanya diam karena masih begitu terkejut dengan perubahan sikap Yuri. Mereka hanya memandangi Yuri yang tampak sangat menikmati sarapan paginya. Wajahnya yang sempat terlihat lelah tadi kini musnah entah kemana. Yuri saat ini seperti Yuri yang lalu-lalu.
Suara deringan ponsel di dalam tasnya memaksa Yuri untuk berhenti makan sejenak. Ia segera berpaling dan mengangkat panggilan itu cepat.
“Ya, ada apa?”
“…..”
“Baiklah, dua puluh lima menit lagi aku sampai disana.”
“…..”
“Hmm.. aku tau, terimakasih.”
Yuri menutup teleponnya dan segera merapikan kembali tasnya. “Eomma, appa, sepertinya aku harus berangkat.” Ucapnya cepat dan segera berdiri menghampiri kedua orangtuanya. Dengan sangat mengejutkan, Yuri mencium pipi ibu dan ayahnya secara bergantian. Lagi-lagi hal yang tidak biasa Yuri lakukan. Yuri hanya tersenyum melihat kekagetan kedua orang tuanya dan pergi melangkah begitu saja.
“Yuri, tunggu sebentar!” cegah sang ibu membuat Yuri kembali berbalik.
“Ada apa?”
“Kau ingat periodemu? Sepertinya kau harus berganti baju.”
Perkataan sang ibu membuat Yuri segera mengikuti arah pandang kedua orangtuanya. Ia memutar punggungnya dan melihat ke bagian belakang bajunya. Tepatnya pada rok berwarna pastel yang ia kenakan. Disana terdapat noda darah yang sedikit lebih banyak. Seperti hari pertama ketika seorang wanita mendapatkan masa datang bulannya.
Dengan cepat Yuri segera menutup bagian itu sambil meminta maaf pada ayah dan ibunya. Ini adalah pemandangan yang tidak mengenakkan untuk acara sarapan. Setelah itu ia segera berlari ke kamarnya, berganti baju, memakai pembalut dan tak lupa memasukkan lebih banyak pembalut ke dalam tasnya. Berjaga jika mungkin satu pembalut tidak mampu menahan banyaknya darah kotor yang ia keluarkan.
—oo—
@Restaurant
“Woaaa… apa hari ini ada yang istimewa?” tanya Sunny dengan binar takjub dimatanya.
“Yuri, kau yakin kita makan siang disini?” timpal Yoona dengan tatapan yang tak kalah takjub memandang gedung restoran prancis di depannya.
Yuri hanya tersenyum melihat rekan-rekan kerjanya yang sedikit tak percaya jika ia membawa mereka kesini. Acara makan siang yang ia buat kali ini tidak main-main. Ia membawa tak kurang dari sepuluh orang terdekat untuk ia ajak makan siang di restoran berkelas bintang lima.
“Kalian hanya ingin berdiri disitu? Tidak tertarik masuk dan mencicipi hidangan di dalam?” tanya Yuri dengan santai.
……..
Tawa dan canda mewarnai makan siang Yuri dan rekan-rekannya. Tak ada yang tidak tertawa senang disana. Yuri yang biasa terlihat tenangpun, kini terlihat humoris dan penuh canda.
“Apa kau baru saja mendapat jackpot dari Kyuhyun oppa?” tanya Yoona dengan suara pelan.
Yuri tersenyum sebelum menjawab. “Tidak.”
“Lalu?”
Yuri masih mempertahankan senyumnya. Ia mengerti kemana arah pertanyaan Yoona. “Aku baru saja memenangkan sebuah kasus. Klien-ku memberi banyak bonus dari nilai bayaranku sendiri.”
“Bukankah kau sering mendapatkan bonus seperti itu? Mengingat kau adalah pengacara muda paling mahal, bahkan masuk dalam deretan majalah bisnis terkenal.” Sela Yoona.
“Terimakasih karena memujiku, nona cantik. Aku hanya ingin menghabiskan waktu yang menyenangkan dengan kalian. Ya.. selama aku bisa melakukan ini, aku akan melakukannya. Siapa tau suatu hari nanti kita tidak bisa lagi seperti ini.” Sahut Yuri sedikit panjang.
Yoona berpikir sesaat tentang maksud dari perkataan Yuri. “Oh.. apakah kau akan menikah?”
“Kenapa kau bertanya tentang itu?” sahut Yuri cepat.
“Karena yang bisa membatasi kebebasanmu adalah pernikahan. Jika kau mengatakan suatu hari kita tidak bisa lagi seperti ini, berarti kau akan menikah. Benar, bukan?”
Yuri terdiam. Entah apa yang ia pikirkan, namun aura sendu kembali memenuhi dunianya. “Bukan. Sesuatu pasti memiliki alasan lain, Yoong.” Jawab Yuri gamang.
—oo—
@Kyuhyun office
Pukul 8 malam. Suasana gedung perkantoran dengan 20 lantai itu sudah mulai lengang, kecuali ruangan utama disana. Apalagi jika bukan ruangan sang pemimpin utama.
Cho Kyuhyun. Pria yang terhitung sangat muda untuk menjadi seorang pemimpin sebuah perusahan, tetapi juga terlalu matang sebagai seorang pria yang masih belum berkeluarga. Meski hampir di seluruh pelosok negeri mengenal Kyuhyun yang menjalin hubungan dengan seorang pengacara terkenal, masih banyak wanita yang berharap menjadi pendamping pria berotak cerdas ini. Melihat kenyataan jika Kyuhyun belum terikat pernikahan dengan kekasihnya, tidak menutupi jika masih banyak kesempatan untuk wanita-wanita diluar sana. Namun Kyuhyun tidak tergoda dengan semua itu. Ia type pria yang tidak berbuat macam-macam dengan hati seorang wanita. Ia hanya mencoba menghargai satu wanita dan berusaha tidak menyakiti. Ia sadar jika ia memiliki ibu dan kakak yang juga seorang wanita. Ia tidak ingin mereka terluka, maka dari itu Kyuhyun tak pernah berani bermain-main dengan wanita.
Seperti sekarang, hanya satu wanita yang Kyuhyun kenal selama hidupnya. Satu wanita yang selalu mampu membuatnya tersenyum selelah apapun dirinya. Membuatnya tertawa ketika amarah menenggelamkannya. Namun juga membuatnya frustasi dan dilemma dalam satu waktu. Kwon Yuri. Nama itu terus terngiang di benaknya. Tak pernah sekalipun hilang dari daftar hal paling penting untuk ia ingat setiap harinya. Meski dengan sengaja menyibukkan diri dengan pekerjaan seperti sekarang, konsentrasi Kyuhyun tak pernah berpaling dari nama gadis itu.
“Sepertinya ada yang sibuk bekerja malam ini.”
Sebuah suara yang berhasil membuat Kyuhyun hampir terlonjak kaget karena begitu tiba-tiba. Suasana dalam ruangannya sangat hening, hingga kalimat itu datang memecah segalanya. Betapa terkejutnya Kyuhyun ketika mendongak dan menemukan kekasihnya berdiri dengan cantik di tengah ruangannya.
“Y-Yuri?” ucapnya tergagap. Seminggu tidak bertatap muka dengan Yuri, membuat Kyuhyun bingung membedakan antara ilusi dan kenyataan. Mungkin karena terlalu merindukan gadisnya.
“Aku ingin membicarakan sesuatu dan meminta maaf. Apa kau bersedia?” tanya Yuri dengan cengirannya. Tidak hanya itu. Yuri juga mengangkat tangan kanannya yang menggenggam sebotol wine kualitas terbaik. Wine adalah salah satu yang begitu disukai Kyuhyun.
—oo—
@Other place
“Minum wine beratap langit, beralas pasir pantai dan alunan musik dari percikan air laut. Romantis, bukan?” ucap Yuri memecah keheningan antara dirinya dan Kyuhyun.
Saat ini mereka sedang menikmati wine di pinggir pantai. Yuri yang memilih tempat ini. Meski dengan angin yang besar dan udara dingin yang begitu menusuk tulang, Yuri tetap memilih tempat ini. Kyuhyun-pun tak banyak memprotes. Begitulah ia jika Yuri sudah meminta. Akan mengalah dan mengabulkan permintaan gadis itu. Tak pernah sekalipun ia menolak, walau dihiasi dengan gerutuan kesalnya.
“Oppa, aku mencintaimu.” Ucap Yuri lagi secara tiba-tiba.
Mata Yuri tak lepas dari pandangan jauhnya pada lautan di depan sana. Bibirnya menampilkan senyum yang manis. Membuat Kyuhyun yang melihat itu turut tersenyum. Rasanya hampir mati saat tidak melihat senyum itu dalam satu minggu ini. Kyuhyun kini merasa mulai dapat bernafas dengan Yuri di dekatnya.
“Aku juga mencintaimu. Sangat mencintaimu.” Balas Kyuhyun.
“Oppa, bolehkah aku bertanya?” tanya Yuri masih dengan pandangan pada laut lepas di depannya.
“Bertanyalah.”
“Oppa.. apa artinya aku bagimu?”
Awalnya Kyuhyun sedikit terkejut dengan pertanyaan Yuri, namun kemudian ia mulai berpaling pada langit di atasnya. Menerawang jauh untuk memikirkan jawaban yang tepat. Tanpa disadari, ketika ia sedang asik berdiam untuk berfikir, Yuri meringis kecil. Mencengkram kuat permukaan perut bagian bawah dengan sebelah tangannya.
“Aku tidak tau kau seperti apa bagiku, Kwon Yuri. Aku tidak bisa menjawab jika kau bertanya seperti itu. Mengikuti kata hatiku, kau adalah kau. Yang artinya, kau adalah hal sederhana yang membuatku istimewa. Aku adalah sesuatu yang punya kekurangan. Tapi kau.. kau membuatku sempurna. Kau adalah harta yang paling berharga yang pernah aku temui. Dan kau adalah harta yang paling sulit aku miliki.”
Kata terakhir Kyuhyun membuat Yuri menoleh pada prianya. Dan disaat yang sama, Kyuhyun juga menoleh padanya. Mereka saling menatap. Entah menyalurkan apa, namun dapat dilihat jika keduanya sedang berkomunikasi melalui mata masing-masing.
“Bagaimana jika yang membuatmu sempurna itu tidak sempurna?” tanya Yuri lagi penuh teka-teki. Kyuhyun masih diam untuk mencerna pertanyaannya, namun Yuri justru kembali membuka suara. “Apa kau masih ingin menikah dan memiliki bayi dariku?”
“Tentu saja!” jawab Kyuhyun cepat tanpa berpikir dua kali. “Hhhh.. sayang, apa bagimu aku masih meragukan? Kumohon, aku tak akan menuntut apapun darimu jika kau menerima pinanganku. Kita hanya menikah dan memiliki keluarga kita sendiri dengan bahagia. Kau boleh bekerja seperti sekarang, aku tidak akan melarang.” Lanjut Kyuhyun mulai memohon.
Yuri hanya menatap Kyuhyun dengan mata sendunya. Wajah lelahnya kembali muncul. Refleks pergerakan tangannya yang memegangi pinggulnya yang nyeri-pun kembali menghujam. Yuri semakin menunduk. Bertengkar dengan batinnya untuk menyakinkan jika sekarang adalah waktunya. Ia sudah lelah. Lelah untuk bertahan.
“Bagaimana jika aku tidak bisa memenuhinya?”
“Apa? Yuri—“
“Maafkan aku, oppa. Aku tidak bisa memenuhinya untukmu.” Potong Yuri cepat. Wajahnya dengan cepat mendongak dan menatap Kyuhyun dengan serius. “Kita akhiri saja, oppa. Semuanya.”
DEG!!!
“Kwon Yuri, APA YANG KAU BICARAKAN?!” bentak Kyuhyun tanpa sadar. Kyuhyun tau dari kata ‘akhiri’ yang diucapkan Yuri. Meski ini pertama kalinya Yuri berkata seperti itu, Kyuhyun bisa mengartikan maksudnya melalui mata gadis itu.
“Kau tidak akan bahagia denganku. Kau juga tidak akan sempurna denganku. Aku tidak bisa memberimu sebuah keluarga bahagia, oppa. Aku tidak bisa.” Lanjut Yuri kembali dengan suara lirih yang begitu tenang.
Kyuhyun diam dan menatap tajam Yuri. Rahangnya terlihat mulai mengeras mendengar apa yang baru saja ia dengar. Kalimat penolakan pertama. Kalimat penolakan yang pertama kali terdengar dan keluar dari mulut Yuri selama lebih dari 7 tahun. Dengan gerakan cepat, Kyuhyun merebut gelas wine yang ada di tangan Yuri dan melemparnya jauh hingga pecah berkeping-keping. Tidak hanya itu, Kyuhyun juga melempar botol wine di depannya dan juga gelas yang ia pakai. Semuanya pecah tak berbentuk diatas pasir. Aroma wine yang menyengat namun nikmat langsung terbang terbawa angin yang besar disekitar mereka.
“Kau mulai gila karena minuman itu. Ayo, pulang!” geram Kyuhyun sembari meraih sebelah tangan Yuri dan menarik paksa tubuh itu untuk berdiri.
Yuri memekik sakit karena pergerakan itu. Kyuhyun dengan brutal menarik keras tubuhnya. Pria itu tidak perduli jika Yuri yang dibelakangnya sedang menahan sakit dalam perutnya sambil terseok untuk mengikuti langkah besarnya.
“Hentikan…,” lirih Yuri. Namun Kyuhyun berusaha tuli dan terus melangkah sambil menarik Yuri. “OPPA, HENTIKAN!” teriak Yuri dan segera menarik kasar tangannya yang digenggam Kyuhyun erat.
Kyuhyun berbalik. Diam dengan gumulan amarah yang berkumpul di kepalanya. “Apa aku berbuat salah? Katakan padaku dan aku akan memperbaikinya! Apa kau tidak suka dengan permintaanku? Baiklah. Aku akan memberimu waktu! Berapa? Tiga tahun? Lima tahun? Baiklah, Kwon Yuri, aku akan memberimu waktu selama yang kau inginkan!” teriak Kyuhyun frustasi.
“Tidak! Aku tidak menginginkan waktu. Aku ingin kau meninggalkanku, oppa! Pergilah! Cari wanita lain yang lebih baik dariku!” jerit Yuri dengan tangisan yang sedikit demi sedikit menyiksa tenggorokannya.
“Lebih baik?! Yang terbaik bagiku adalah kau! Kau! Hanya dirimu! Sebenarnya ada apa denganmu? Apa yang meracuni-mu seminggu ini hingga memutuskan hal gila seperti ini?! Apa karena pembicaraan kita malam itu? Baiklah, aku minta maaf.” Cecar Kyuhyun tanpa bisa menahan emosinya lagi.
Yuri masih terisak dengan sebelah tangan yang mencengkram erat baju bagian depannya. Tepat dibagian bawah perutnya. Yuri tertunduk dan menatap luka bagian tubuhnya tersebut. Tatapan Yuri begitu luka. Ingin sekali ia berteriak pada dirinya sendiri, namun tak pernah bisa ia lakukan. Yuri hanya sadar jika apapun yang ia lakukan sekarang, semua sudah terlambat. Sangat terlambat. Sia-sia.
“Aku tidak bisa.. aku tidak bisa, Cho Kyuhyun. Aku tidak bisa—“
“Tidak bisa apa, Kwon Yuri! Katakan dengan jelas dan tatap aku!” potong Kyuhyun cepat. Pria itu dengan segera meraih kedua bahu Yuri dan mencengkramnya kuat. Gerakan itu otomatis membuat Yuri mendongak. Begitu terkejut ketika ia juga melihat mata Kyuhyun yang berkaca-kaca. “Ada apa, sayang? Katakan dengan jelas. Aku mohon… ada apa denganmu? Kenapa kau seperti ini? Kenapa kau tiba-tiba—“
“Empat A…,” ucap Yuri tiba-tiba membuat Kyuhyun terdiam.
Ada tatapan sedih, luka, menyerah, putus asa dan pasrah dalam sorotan mata Yuri. Kyuhyun tidak mengerti setiap arti pada tatapan kekasihnya. Pria itu hanya diam di posisinya dan menunggu kalimat selanjutnya.
“Kanker Serviks stadium 4A.”
DEG!!!
DEG!!!
DEG!!!
Bagai ditembak dengan senjata laras panjang, Kyuhyun melemas seketika. Tatapannya langsung berubah kosong.
“Sudah satu tahun aku berteman dengan kanker dalam rahimku… Tidak! Mungkin lebih lama dari itu.”
DEG!!!
Lagi. Satu lagi kalimat yang membuat Kyuhyun lumpuh. Kyuhyun memandang gadis di depannya dengan sangat tercengang. Tak dapat bersuara. Tak dapat bergerak. Bahkan berkedip-pun, Kyuhyun seolah lupa. Hanya otaknya yang bekerja merekam setiap kalimat yang baru saja ia dengar.
“Kanker Serviks stadium 4A.”
“Sudah satu tahun aku berteman dengan kanker dalam rahimku… Tidak! Mungkin lebih lama dari itu.”
“Kanker Serviks stadium 4A.”
“Tidak mungkin…,” lirih Kyuhyun pada akhirnya. Tatapan kosongnya mulai bergerak tak menentu. Kyuhyun seolah sedang mencari sesuatu dan berpikir keras. Menepis apapun yang terlintas dalam benaknya. Menghapus apapun yang baru saja ia dengar.
“Aku tidak bisa. Jika kau bertanya, aku akan menjawab dengan jawaban yang sama, oppa. Apa alasanku? Itulah alasanku. Alasanku yang bisa menjadi alasanmu untuk meninggalkanku.” Ucap Yuri yang semakin membuat Kyuhyun terpuruk.
“Aku bukan lagi gadis sempurna yang kau impikan. Aku bukan lagi gadis yang bisa membuatmu bahagia dengan keluarga kecil yang kau impikan. Aku sudah cacat, oppa. Aku sudah berakhir. Tak ada lagi kebahagiaan yang bisa kau harapkan dariku.” Tambah Yuri dengan begitu pilu. Membuat dirinya sendiri semakin hancur, sehancur-hancurnya ia dapat menghancurkan dirinya.
“Tidak mungkin…,” Kyuhyun masih melirihkan kalimat yang sama. Pria itu masih tenggelam dalam keterkejutannya.
“Aku sangat egois dan berdosa menahanmu satu tahun ini. Seharusnya aku langsung meninggalkanmu setelah tau bahwa aku tak bisa menjadi yang kau inginkan. Maafkan aku, oppa. Aku hanya ingin mencoba berjuang dan mempertahankanmu saat aku berhasil. Tapi sia-sia. Aku sudah lelah. Aku tidak bisa melawannya lagi. Aku sudah berakhir, oppa. Maafkan, aku…,”
Sudah cukup. Yuri sudah tidak tahan lagi. Ia tidak tahan melihat Kyuhyun seperti sekarang dihadapannya. Inilah alasan yang menjadi ketakutannya. Ia tidak akan pernah tega melukai pria yang ia cintai. Namun, mau tidak mau, Yuri harus melakukan ini. Semua harus berakhir. Ia harus melepas Kyuhyun. Melepas cintanya demi kebahagian dan kehidupan selanjutnya.
“Kita akhiri saja.. semuanya.. Kau akan mendapatkan kebahagiaan lain yang lebih sempurna dari gadis yang kau pilih nantinya.”
Kalimat penutup yang langsung membuat Kyuhyun jatuh bersimpuh dilututnya. Untuk pertama kalinya, Kyuhyun menangis. Ia masih tidak percaya dengan yang Yuri katakan. Lalu mengapa airmatanya mengalir begitu saja? Ini terlalu menyakitkan. Terlalu mengejutkan. Apakah ini sebuah candaan? Apakah ini semua sebuah gurauan? Apakah Yuri hanya sedang mempermainkannya karena ingin memberinya kejutan? Kyuhyun ingin bertanya, namun lidahnya kelu. Tubuhnya membeku karena untaian kata yang baru saja keluar dari bibir manis Yuri.
Sementara itu, Yuri yang sudah berderai airmata sejak awal, hanya dapat menatap Kyuhyun yang berlutut dibawah kakinya. Yuri tau Kyuhyun pasti terluka dan ialah yang melukai pria itu.
Tiba-tiba saja Yuri terpejam merasakan sentakan keras di pinggul bagian belakangnya. Rasa sakit itu datang lagi. Sakit yang sama setiap harinya, namun sekarang terasa lebih kuat. Yuri merasa sesuatu yang aneh dalam perutnya. Tepat terasa pada rahim dan area sensitifnya.
Sedetik kemudian, Yuri merasakan ledakan hangat mengalir keluar melalui celah kewanitaannya dan mengalir deras melewati kulit kakinya. Darah itu… darah itu lagi dan lagi keluar dari tubuhnya. Darah yang sudah lima bulan ini ia sebut sebagai datang bulannya yang tidak teratur. Yuri semakin merasa ngilu dan sakit yang luar biasa dalam perutnya, seiring dengan banyaknya darah yang mengalir.
Yuri terus berusaha menahan rintihannya dengan menggigit keras bibir bawahnya. Terlalu keras hingga tanpa ia sadari, ia justru membuat bibirnya sendiri terluka dan berdarah. Kyuhyun sendiri masih sibuk dengan pikirannya. Pria itu masih terlalu kaget untuk menyadari jika gadis di depannya mulai bertarung dengan kematian. Kyuhyun bahkan tidak menyadari dengan bau menyengat dari darah segar yang mengalir hingga menyentuh pasir pantai.
Hingga saat Yuri mulai menyerah dan jatuh, Kyuhyun tersadar. Yuri-nya. Gadis-nya. Cinta-nya. Kwon Yuri-nya jatuh tak sadarkan diri dengan wajah pucat, tubuh sedingin es dan darah yang bersimbah melukis kedua kaki jenjangnya.
“YURI!!!”
Kyuhyun dengan cepat meraih tubuh lemah itu. Mengguncang tubuh pucat itu dengan airmatanya yang semakin deras. Kyuhyun ketakutan. Pria itu berteriak-teriak dengan sangat takut dan panik.
“Tidak.. tidak.. Yuri, sayang, bangun! Bangun! Tidak.. buka matamu, sayang! BUKA! BUKA, KWON YURI!!!” Kyuhyun semakin meraung dalam tangisnya. Memeluk tubuh Yuri erat.
“Tidak.. jangan tinggalkan aku…”
TBC