Suasana kelas yang ribut pagi ini membuat Sehun merasa tidak nyaman. Padahal Sehun sudah menutup kedua telinganya dengan earphone, tapi tetap saja itu tidak berpengaruh banyak baginya.
Akhirnya ia putuskan untuk pergi keluar kelas. Saat akan melangkah menjauhi bangkunya, seseorang menahan tangannya,”Sehun kau mau kemana?”
Sehun menoleh sambil melepaskan salah satu earphone yang terpasang di telingganya, dan ternyata itu Chunji teman sebangkunya,”ingin mencari udara segar.”jawabnya asal.
“Bagaimana dengan tugasmu?”Chunji menunjuk ke papan tulis putih yang terpasang di depan kelas mereka.
Mata Sehun mengikuti arahan tangan Chunji, lalu membaca tulisan yang tertera disana.
‘Guru Lee tidak dapat mengajar karena sakit. Jadi, kerjakan soal matematika halaman 101, dikumpulkan paling lambat setelah pulang sekolahh!! –Pesan Lee Saem-‘
Setelah selesai membaca, Sehun kembali menoleh pada Chunji,”Kau sendiri?”tanyanya, menyidir Chunji yang sejak tadi sibuk dengan majalah pria dewasa miliknya.
Chunji melepaskan tangan Sehun yang masih digengamnya, lalu menyengir kuda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Yasudah, aku pergi dulu.”pamit Sehun.
Sampailah Sehun di tempat yang paling ia suka dari sekolahnya ini, selain lapangan basket tentunya, yaitu ruang musik. Ia perhatikan setiap sudut ruangan yang terliat bersih kini, padahal pagi kemarin masih sangat kotor. Siapa yang membersihkan? Apa Pak Nam sudah pulang dari Busan? Batinnya.
Pak Nam adalah cleaning service ruangan-ruangan penting di SOPA, termasuk ruangan musik, namun dari tiga bulan yang lalu ia pulang ke Busan karena anaknya sakit.
Sehun mendekati piano yang letaknya tepat di sudut ruangan. Seperti biasa, Sehun akan bersenandung bersama piano yang berada di hadapannya kini, namun kilapan cahaya kecil yang berasal dari kolong piano itu, malah mencuri perhatiannya.
***
Setelah dari ruang informasi, Krystal pergi mencari kedua sahabatnya di taman, yaitu Minah dan Hyeri. Dari kejauhan Krystal tersenyum jahil saat menemukan kedua sahabatnya itu duduk memunggunginya di bangku taman.
“Kenapa kemarin si tampan kita itu sangat tidak fokus latihan yaa, dia terlihat aneh hyeri, kau lihat kan saat dia beberapa kali ditegur Kim Ssaem?”
“Hmm, bahkan dia pamit di tengah-tengah latihan basket. Apa jangan-jangan dia sedang sakit?”
“Nah, kalau seperti itu kenyataannya, tidak seharusnya kan Kim Ssaem memarahinya.”
“Iya, kasihan sekali dia, Minah.”
Dengan perlahan Krystal mendekati kedua sahabatnya itu, dan“DORRRRRRRR…”teriak Krystal.
Minah dan Hyeri ikut berteriak karena terkejut, sedangkan Krystal sang pelaku utama tertawa puas mendengarnya.
Karena tawa itu, Minah dan Hyeri kompak menoleh ke kiri, dan mendapati Krystal yang telah duduk manis di sebelah Hyeri.
Minah terlihat kesal karena perbuatan Krystal, tapi ia berusaha stabil, sedangkan Hyeri hanya terus mengelus-elus dadanya.
”Kalian sedang apa? Membicarakan Sehun Oppa yaa?”tebak Krystal.
Minah dan Hyeri saling menatap.
“Mengaku saja! Tapi sayang dia sudah ditekdirkan untuku.”jelas Krystal percaya diri.
“Iya kami tahu kok, sebagai sahabat aku dan Hyeri sudah seharusnya mengalah. Iya kan Hyeri?” Minah menyikut Hyeri.
“Tentu saja, lagi pula kami tidak sedang membicarakan Sehun, tapi kami sedang mengkhawatirkan Jongin.”Sambung Hyeri dengan polos.
Minah menepuk dahinya,”Aishhh.”
“Jongin? Yaaa, kalian sudah beralih pada seorang hobae? Kalian tidak mendukung Sehun Oppa lagi?”Krystal menatap kedua sabahatnya itu terkejut sekaligus tidak habis pikir.
“Kan sudah kubilang ini rahasia kita berdua.”bisik Minah ditelinga Hyeri, lalu berdecah.
“Mian.”lemah Hyeri menyesali kepolosannya.
Krystal kini menatap keduanya tajam,”Kalau itu pilihan kalian, terserahlah!”lalu beranjak pergi meninggalkan Minah dan Hyeri.
Apa hebatnya sih Kim Jongin? Batin Krystal meremehkan.
***
Di lapangan futsal outdoor SMA SOPA kini pertandingan persahabatan khusus penyambutan murid baru sedang berlangsung. Pertandingan semacam ini memang selalu diadakan setiap tahunnya oleh tim futsal inti SMA SOPA. Tujuannya untuk menyambut kehadirn para murid baru di SMA SOPA.
Terlihat adu gocek yang cukup sengit antara kedua tim, yaitu tim biru dan tim merah. Kedua tim berasal dari percampuran tim futsal inti SMA SOPA dengan para siswa baru SOPA yang terpilih melalui pelantikan beberapa minggu lalu.
Salah satu anggota dari tim merah menggiring bola mendekati gawang tim biru, namun dihadang oleh dua siswa anggota tim biru. Chunji sang striker kebanggan SMA SOPA memberikan kode pada anggota timnya yang terhadang itu, karena mengerti maksud Chunji, ia oper bola itu kepada Chunji setelah sebelumnya beradu gocek. Melihat bola kini di kaki Chunji, seluruh penonton berhenti bersorak, wajah mereka sepontan menegang dengan berbagai harapan, ada yang berharap bola masuk gawang, namun juga ada yang berharap sebaliknya walau jika diperhitungkan dengan kemampuan Chunji itu tidak mungkin.
Sunwoong sebagai kipper dari tim merah fokus pada bola di kaki Chunji—teman seperjuangannya yang kini malah menjadi lawan mainnya. Lee Joon kapten tim inti SMA SOPA yang tahu benar seberapa hebatnya Chunji, berdoa di dalam hati untuk timnya sambil melihat ke arah Sunwoong dengan wajah menyemangati.
Ketegangan dibangku penonton juga di lapangan memuncak saat Chunji mengambil aba-aba untuk menendang, beberapa hobae dari tim biru yang sempat dilewati Chunji tadi memandang pasrah sedangkan seluruh anggota tim merah memandang penuh harapan pada Chunji. Dan bola pun berhasil ditendang, seluruh mata tertuju pada bola yang meluncur bagai roket ke arah gawang.
Sunwoong melompat berusaha meraih bola yang mulai mendekat, dan. Bruk. Sunwoong terjatuh dengan tidak mendapati bola ditangannya. Seluruh mata yang terus tertuju pada bola sukses membulat sempurna akibat bola yang ternyata membentur tiang gawang, sunwoong dan seluruh tim biru yang melihat itu bernafas lega.
Sedangkan para anggota tim merah kompak berdecak, tapi tidak dengan Chunji yang matanya masih mengikuti arah putaran bola, begitu juga dengan seluruh penonton disana.
”Awassss!!!”teriak Chunji dan reflek berlari keluar lapangan.
Krystal yang pada saat itu berjalan di pinggir lapangan sontak menghentikan langkahnya dan menoleh karena mendengar teriakan yang mungkin saja tertuju untuknya, ternyata benar bola itu mengarah tepat ke kepala Krystal. Gadis itu membulatkan matanya terkejut, dan menutupnya kembali karena takut. Namun satu menit berlalu tanpa reaksi apapun, apa ini hanya mimpi? Batin Krystal.
Perlahan Krystal membuka mata untuk memastikan, terlihat kedua kakinya yang terbalut sepatu menapaki tanah berpasir coklat. Tidak ini nyata, batinnya lagi menyimpulkan. Lalu Krystal mendongak, dan terlihat jelas di mata Krystal, bola yang hampir membentur kepalanya tadi tertahan oleh kedua telapak tangan seseorang dibelakangnya. Krystal menghembuskan nafasnya lega, namun tersirat rasa khawatir dan penasaran pada orang yang menyelamatkan kepalanya ini. Krystal pun membalikan tubuhnya seratus-delapan-puluh-derajat ke belakang dan saat mendongak, mata dan mulut Krystal sukses membulat sempurna, Kim Jongin?
Jongin memberikan tatapan khawatir pada sunbae di hadapannya ini,”Gwencana Sunbae?”tanya Jongin namun tidak ditanggapi Krystal yang hanya memandanginya tanpa ekspresi kini.
Chunji—sang pelaku utama—dapat sedikit merenggangkan ototnya dipinggir lapangan—tidak jauh dari keberadaan Krystal dan Jongin, dia bersukur Krystal selamat dari bola yang berasal dari tendangan dahsyatnya, karena kalau tidak bisa-bisa sesuatu terjadi pada Krystal, dan masalah besar pasti menimpa dirinya.
Wasit dilapangan membunyikan peluit, mendengar itu Chunji memberikan kode pada Jongin yang masih setia menahan bolanya. Mengerti maksud Chunji, Jongin melempar bola itu pada Chunji.
“Thanks Jong.”ucap Chunji berterima kasih sambil mengedipkan matanya pada Jongin, lalu digiringnya bola itu memasuki lapangan.
“Semangat Hyung!”teriak Jongin pada Chunji yang sudah saling mengenal, Jongin memang sejak tadi menjadi penonton setia Chunji. Jongin pun kembali beralih pada Krystal yang masih tidak juga bersuara,“Sunbae?”tanya Jongin lagi sambil mengguncang bahu Krystal.
“Nan-gwen-cha-na.”jawab Krystal terbata sambil mengotrol dirinya yang mengalami keanehan disekujur tubuhnya, etahlah Krystal pun tidak mengerti ada apa dengan dirinya sejak tadi.
Setelah mendapat jawaban, Jongin berlalu meninggalkan Krystal,“Gomawo,”pelan Krystal, yang tentunya tidak terdengar oleh Jongin. Tidak buruk juga, simpulnya dalam hati.
***
Jiyeon dengan perlahan menggerakan gagang pintu yang bertuliskan ‘RUANG MUSIK’, lalu mendorongnya perlahan dan tidak lupa menutupnya kembali. Jiyeon mulai mencari gelangnya yang hilang, dia yakin gelangnya terjatuh di sini kemarin. Kalau bukan di sini, entah di mana lagi ia bisa menemukannya, bahkan seluruh sudut kamarnya sudah ia telusuri, dan hasilnya tetap sama. Nihil.
“Ini gelangmu?”
Jiyeon menghentikan aktivitasnya lalu berbalik, ia terpana melihat pemuda tampan yang berada di hadapannya sekarang. Sehun Sunbae, kejutnya dalam hati. Bahkan gelang yang ditunjukan Sehun tidak berarti baginya kini.
Sehun tersenyum melihat tingkah gadis di hadapannya, matanya beralih melihat name tag yang terpasang di blazer gadis itu,”Park-Ji-yeon.”bacanya.
Jiyeon makin terpana dengan apa yang didengarnya, bagaimana bisa orang sepopuler Oh Sehun mengetahui nama anak baru sepertinya.
“Jiyeon, ini gelangmu kan?”tanya Sehun lagi yang mengharap jawaban dari Jiyeon, karena sejak tadi gadis itu terus terbengong tanpa jawaban.
Jiyeon mengangguk menangapi pertanyaan Sehun dengan gugup, lalu Sehun meraih tangan mungil Jiyeon dan memasangkan gelang yang sejak tadi dicarinya.
“Gomawo, sudah membersihkan tempat ini.”Sehun tersenyum karena merasa dugaannya benar.
Jiyeon tertawa kecil,”Oh, itu karena aku dihukum oleh Jung Ssaem, Sunbae hehehe.”
Mendengar itu Sehun merasa lega, ternyata ia tidak salah menduga namun ucapannya kurang tepat,”Tapi, biar bagaimanapun aku tetap berterima kasih. Kalau saja kau tidak melakukan kesalahan, Jung Ssaem tidak akan menghukummu, dan tempat ini pasti masih kotor.”dan laki-laki itu ikut tertawa kecil.
“Sudah satu bulan tempat ini tidak terurus, semenjak Pak Nam pulang ke Busan.”lanjutnya lagi sambil memperhatikan sekelilingnya.
“Hah?”Jiyeon terkejut, karena dugaannya kemarin ternyata benar.
Sehun memberikan senyuman khasnya lagi pada Jiyeon, ia tidak begitu menghiraukan tanggapan Jiyeon yang berlebihan,”Sepertinya sebentar lagi waktu istirahat akan berakhir.”ucapnya lalu berjalan ke arah pintu.
Jiyeon yang kini mengerti maksud Sehun juga ikut berjalan ke arah pintu.
Tepat pada saat mereka berdua keluar dari Ruang Musik, bell terdengar,”Perhitunganmu tepat juga, Sunbae.”celoteh Jiyeon.
Sehun tertawa kecil,”Jika kita bertemu lagi jangan lupa untuk saling menyapa, Ne!”lalu memandang Jiyeon yang kini berada di sebelahnya.
“Ne, Sunbae.”riang Jiyeon sambil mengangguk, kini gadis itu benar-benar berharap bisa menyapa Sehun dan menjadi lebih dekat dengan sunbae-nya itu. Jieun dan Eunji memang tidak salah memilih idola, pujinya dalam hati.
Sehun tersenyum ramah, lalu pergi meninggalkan Jiyeon yang masih betah berdiri di depan pintu Ruang Musik sambil memandang punggung Sehun yang semakin jauh darinya.
***
Jongin dan Jiyeon berjalan menelusuri komplek perumahan Gangnam menuju rumah mereka yang letaknya memang bersebelahan. Jongin yang berjalan di depan Jiyeon sesekali melirik kebelakang, ia bingung karena sejak tadi Jiyeon tersenyum-senyum sendiri sambil melihat ke bawah. Aneh, batin Jongin. Ini tidak seperti biasanya.
“Aww.”teriak Jiyeon karena kepalanya membentur punggung Jongin yang tiba-tiba saja berhenti berjalan. Sebenarnya benturan itu tidak menyakitinya, hanya saja itu membuat Jiyeon terkejut dan reflek berteriak begitu.
“Yaaa, jangan berhenti seenaknya. Memang jalanan ini punyamu, minggir!”kesal Jiyeon, lalu melewati Jongin sambil menendang betis laki-laki itu tanpa tenaga.
Jongin menarik tangan kanan Jiyeon dengan tangan kirinya, hingga membuat gadis itu menghadapnya,”Wae?”tanya Jiyeon sambil menyipitkan matanya pada Jongin.
“Apa kau sakit?”Jongin malah balik bertanya sambil mendaratkan telapak tangan sebelah kanannya di kening Jiyeon.
“Anyeo.”Jawab Jiyeon singkat, lalu menepis tangan kanan Jongin.
“Kau aneh.”datar Jongin dengan ekspresinya yang datar pula.
“Kau yang aneh.”balas Jiyeon sambil menajamkan matanya pada Jongin.
Saat Jiyeon akan membalikan tubuhnya dan ingin melanjutkan jalannya lagi, Jongin kembali menarik tangan kanan Jiyeon yang masih dalam gengamannya itu. Dan kali ini hingga hidung mancung Jiyeon membentur dada bidang Jongin, alhasil Jiyeon membulatkan matanya terkejut.
Jongin mengangkat tangan kanan Jiyeon ke hadapan wajahnya,”A-apa yang akan kau lakukan?”tanya Jiyeon sedikit terbata.
“Sejak kapan gelang ini berada di tangan kananmu?”Mata Jongin fokus pada gelang emas yang melingkar di tangan kanan Jiyeon.
“Bukan urus..”ucapan Jiyeon terhenti saat mata Jongin beralih menatapnya, lalu dengan perlahan Jongin menurunkan tangan kanan Jiyeon dan memindahkan gelang emas itu ke tangan kiri Jiyeon.
Kemudian Jongin mengacak rambut Jiyeon sambil berkata,”Jangan membuatku khawatir.”lalu berjalan melewati Jiyeon yang masih betah pada posisinya.
Dia yang aneh? Batin Jiyeon, lalu berbalik dan berlari menyusul Jongin yang sudah jauh darinya.
“Tunggu aku bodoh.”Jiyeon menarik tas selempang Jongin agar ia berhasil menyusul pemuda itu.
Jongin menaikan ujung bibir sebelah kirinya lalu merangkul bahu Jiyeon,”Ne, yang jauh lebih bodoh dariku.”ejek Jongin sambil mengacak rambut Jiyeon yang kini memberikan tatapan membunuhnya.
to be continued...