home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > INCEST

INCEST

Share:
Author : icaque
Published : 31 Jan 2015, Updated : 31 Jan 2015
Cast : Kim Myung Soo, Park Jiyeon, Huang Zitao, Jung Eunji, Bae Suzy, Choi Minho, Kim Sunggyu
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |9032 Views |4 Loves
INCEST
CHAPTER 5 : Goodbye, Blade Boxing

“Waeyo?” Tao menunjukkan seringai menyebalkannya. “Kau terkejut bahwa aku memiliki saudara angkat secantik Jiyeon?” Tangan Tao masih menggantung pada bahu Jiyeon.

“Ini akibatnya jika dunia begitu sempit,” gumam Myung Soo seraya membuang pandang saat matanya bertemu dengan mata Jiyeon.

Tiba-tiba Sunggyu berseru, “Mati kita!” dengan telunjuk teracung ke arah sekumpulan orang yang baru keluar dari ruangan utama menuju loby. Mereka adalah kelompok Mr. Kang bersama dengan Gongchul.

“Kita terlambat,” desah Myung Soo seraya membungkuk hormat kepada Mr. Kang saat chaebol itu menghampirinya bersama dengan Gongchul.

“Aku senang bekerja sama denganmu, Gongchul-ah,” ucap Mr. Kang seraya menepuk bahu Gongchul.

“Begitupun denganku,” ucap Gongchul seraya membungkuk hormat.

“Myung Soo-ah, mulai besok kau tidak perlu datang ke gedung Blade Boxing yang bobrok itu,” ucap Mr. Kang seraya menghampiri Myung Soo. “Kau akan memiliki gedung baru untuk latihan. Dan kau pun bisa tinggal disana karena aku menyediakan satu kamar tidur untukmu.”

“Kamsahamnida atas perhatianmu kepadaku,” ucap Myung Soo dengan berat hati.

“Mulai saat ini kau tidak perlu merasa sungkan padaku,” ucap Mr. Kang diakhiri tawa. “Anak buah Gongchul adalah anak buahku juga. Dan aku akan dengan senang hati memberikan semua yang kau perlukan. Kita akan bertemu lagi besok di tempatmu yang baru. Sampai jumpa, Myung Soo-ah.” Mr. Kang pun pergi, diantar oleh Gongchul di sebelahnya.

“Jadi kini kau resmi menjadi budak asuhan Mr. Kang?” Tao kembali berceloteh.

“Budak?” Myung Soo memicingkan matanya. “Apa maksudmu?”

“Sudah berapa lama kau bergelut di dalam dunia tinju sehingga siapa Mr. Kang pun kau tak tahu,” ucap Tao mengejek. “Mungkin kini kau bisa bersenang-senang tanpa kau sadari begitu berat beban yang sedang kau tanggung sekarang. Ingat, Myung Soo-ah, Mr. Kang tahu bagaimana cara membuat seseorang menderita.”

Di sebelah Myung Soo, Sunggyu mencicit ketakutan.

“Kita harus batalkan kontrak kerja dengannya,” ucap Sunggyu. “Kita harus bilang Gongchul-Hyung…”

“Sudah terlambat, Sunggyu-ah,” timpal Tao sambil terkekeh. “Maju dan mundur sekarang sudah tidak ada bedanya. Aku hanya bisa berdoa untukmu sekarang, Myung Soo-ah. Semoga kau tidak mati dalam perjalanan menuju kesuksesanmu.”

Tao pun pergi bersama dengan Suzy yang sedaritadi asik memperhatikan Myung Soo. Sementara dengan Jiyeon, dia masih berdiri di tempatnya. Keresahan yang sedang menjalari tubuh Myung Soo ternyata juga Jiyeon rasakan.

“Aku ingin bicara padamu,” ucap Jiyeon tiba-tiba.

“Kita harus bicarakan ini pada Gongchul-Hyung,” ucap Myung Soo seraya menarik Sunggyu keluar dari gedung. Jiyeon yang merasa tak dihiraukan hanya dapat memandang punggung Myung Soo dengan tatapan sedih.

“Kenapa Myung Soo bersikap seperti itu padamu?” tanya Eunji yang tidak tahu apa-apa soal perkara Myung Soo dengan Gaza.

“Ayo kita pulang,” ucap Jiyeon tidak bersemangat

“Yaa, kau banyak merahasiakan sesuatu dariku!” ucap Eunji bersikeukeh, bahkan dia tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya berdiri.

“Aku akan ceritakan semuanya nanti di dalam mobil,” ucap Jiyeon. “Ayo kita pergi…”

**

“Untungnya Minho tidak marah pada kita,” gerutu Eunji setelah membaca pesan balasan dari Minho saat keduanya dalam perjalanan pulang.

“Bukan salah kita jika dia menunggu didalam aula pertandingan,” ucap Jiyeon tanpa merasa bersalah sedikitpun.

“Kau benar-benar keterlaluan,” ucap Eunji berdecak. “Bagaimana bisa kau bicara seperti itu kepada Minho yang jelas-jelas sudah bersusah payah menunjukkan ketertarikannya padamu?”

“Minho tidak tertarik padaku,” ucap Jiyeon meralat. “Jangan berlebihan.”

“Minho menyukaimu.” Eunji tetap yakin pada pendapatnya. “Apa kau tidak bisa melihat bagaimana caranya menatapmu? Dan sadarkah kau kenapa malam ini kau bisa menonton pertandingan tinju untuk yang pertama kalinya? Itu karena Minho, dia berhasil memaksamu. Dan dia memang menginginkan kehadiranmu…”

“Berhentilah mengarang, ” desah Jiyeon seraya membuka kaca jendelanya. Sebelah tangannya memegang kemudi, sementara tangan yang paling dekat dengan pintu terjulur keluar. Tetes demi tetes, air hujan membasahi tangan Jiyeon, bersama dengan terpaan angin yang membuat buku-buku jemari Jiyeon mendadak memutih.

“Tutup kaca jendelanya,” geram Eunji saat melihat tingkah Jiyeon yang menurutnya idiot.

“Kau tahu? Kenapa aku suka sekali dengan hujan?” tanya Jiyeon tiba-tiba.

“Karena kau percaya hujan dapat membawamu ke masa lalu seperti mesin waktu yang dapat memperlihatkan dan mengingatkan bagaimana bentuk kehidupanmu dulu,” jawab Sunggyu seraya memainkan permen karet yang sedang dikunyahnya. “Kau sudah mengatakan hal itu berkali-kali, membuatnya terekam baik dalam ingatanku.”

Myung Soo hanya tersenyum sementara tangannya masih terjulur keluar untuk merasakan tiap tetesan air hujan.

“Darimana sih kau mendapatkan tafsiran aneh seperti itu?” tanya Gongchul yang duduk di depan kemudi mobil pribadinya.

“Yang jelas bukan dari seorang yeoja,” timpal Sunggyu seraya terkekeh. “Dia kan tidak pernah memiliki kekasih.”

Myung Soo hanya diam, matanya masih menatap tetesan hujan di luar sana.

“Hyung…” Tiba-tiba Myung Soo bersuara setelah lama berdiam diri. “…apa kau yakin dengan kerja sama yang kau jalin bersama Mr. Kang?”

“Waeyo?” tanya Gongchul. “Kenapa aku harus merasa tidak yakin? Mr. Kang namja kaya yang dapat membawakan keuntungan buat kita.”

“Sudah berapa lama kau bergelut dalam dunia tinju, Hyung?” tanya Myung Soo sama persis dengan pertanyaan Tao. “Kau benar-benar tidak tahu seperti apa Mr. Kang itu?”

Gongchul tidak menjawab.

“Tadinya aku dan Sunggyu ingin menahanmu sebelum kau berhasil menandatangani kontrak kerja dengan Mr. Kang, tetapi gagal,” ucap Myung Soo. “Minho dan Tao…dia mengatakan hal yang sama. Mr. Kang berbahaya. Dia mampu dan tahu bagaimana caranya membuat orang lain menderita…”

“Kau tidak perlu khawatir, Myung Soo-ah,” sela Gongchul. “Selama kau bekerja dengan baik, Mr. Kang pun akan dengan senang hati memberikan kebaikan hatinya kepadamu, kepada kita. Aku tahu siapa Mr. Kang. Kau hanya perlu melakukan satu hal dan semuanya akan berjalan dengan lancar sampai akhir. Kau tidak boleh berkhianat. Berkhianat sama artinya dengan bunuh diri.”

“Aku tidak tertarik dengan filosofi gilamu tentang hujan,” desah Eunji seraya memalingkan wajahnya. “Yang perlu kau lakukan sekarang hanyalah tutup jendelamu sebelum seisi mobil ini basah!”

Jiyeon pun akhirnya menutup jendela pintu mobilnya.

“Lebih baik kita bicarakan soal Myung Soo saja. Kau sudah berjanji kan padaku,” ucap Eunji seraya mengubah posisi duduknya lebih menghadap Jiyeon. “Kenapa Myung Soo bersikap ketus padamu?”

Jiyeon tidak langsung menjawab, hanya ekspresi wajahnya saja yang berubah.

“Myung Soo dan keluarganya terlibat hutang oleh sekelompok depkolektor…” Jiyeon mulai bersuara.

“J-jinjiha?” Kedua bola mata Eunji nyaris keluar saking terkejutnya.

“Dia berusaha keras untuk mendapatkan uang, sampai dirinya terluka parah,” sambung Jiyeon. “Demi Tuhan aku tidak tahu apa-apa. Pertemuan kami pun tidak sengaja terjadi. Dia marah ketika tahu bahwa sekelompok depkolektor yang pernah menyakiti keluarganya ada utusan dari ayahku.”

Untuk kedua kalinya Eunji terlihat sangat kaget.

“M-mwo? A-ayahmu?” tanya Eunji tidak mengerti.

“Aku baru tahu apa yang selama ini ayahku kerjakan untuk menghidupi keluarganya,” ucap Jiyeon.

“Depkolektor,” gumam Eunji seraya berpikir. “Bagaimana bisa?”

“Myung Soo mengira tujuanku mendekatinya ada hubungannya dengan Gaza dan kelompoknya,” sambung Jiyeon. “Padahal aku tidak tahu apa-apa.”

“Jadi Gaza Ahjussi, selama ini dia membantu ayahmu untuk menagih hutang?” tanya Eunji yang kenal siapa Gaza. “Kupikir dia penjual barang-barang antik.”

“Ada yang tidak kumengerti,” ucap Jiyeon tiba-tiba ingat satu hal. “Pasal Myung Soo dan Tao….”

“Ah mereka? Wajar jika keduanya saling mengenal, mereka kan berasal dari tempat yang sama,” ucap Eunji.

“Ne, aku baru ingat bahwa Tao berasal dari daerah yang sama dengan Myung Soo. Hanya saja…bukan itu yang menjadi pemikiranku saat ini….” ucap Jiyeon berusaha berpikir. “Kenapa Myung Soo terlihat sangat tidak menyukai Tao? Kau lihat ekspresi Myung Soo ketika tahu bahwa aku adalah saudara angkat Tao?”

“Geurae,” gumam Eunji seraya mengelus dagu mulusnya. “Bahkan Myung Soo memalingkan wajahnya darimu.”

“Jika hubungan keduanya memang buruk, itu pasti karena Tao,” ucap Jiyeon menduga. “Tao tidak pernah menjaga ucapannya sehingga banyak orang yang merasa tersinggung dengannya.”

“Kau tahu artinya, Jiyeon-ah?” tanya Eunji. “Karena Tao, hubunganmu dengan Myung Soo akan semakin merenggang. Seharusnya aku merasa senang dengan keadaan ini, akan ada kesempatan buatku untuk mendekatinya.Tetapi Myung Soo bisa saja ikut membenciku hanya karena aku memiliki hubungan pertemanan denganmu. Aish jinjiha! Menyebalkan sekali…”

Jiyeon hanya bisa tersenyum kecil melihat tingkah absurd sahabatnya ini.

**

Keesokan harinya…

“Jadi kau resmi pindah hari ini?” Jiyeon menghadang jalan Myung Soo yang hendak keluar dari Blade Boxing siang itu. “Bisa aku ikut bersamamu kesana? Aku hanya ingin tahu dimana tempat…”

“Dimanapun tempatku berlatih, itu tidak ada hubungannya denganmu,” sela Myung Soo ketus. Dapat terlihat jelas masih ada secuil amarah yang ditunjukkannya kepada Jiyeon lewat tatapan matanya yang dingin dan tidak bersahabat.

“Mau sampai kapan kau bersikap seperti ini padaku?” tanya Jiyeon tidak menyerah, bahkan dia merentangkan kedua tangannya. “Kau masih tidak percaya bahwa aku benar-benar tidak tahu soal Gaza dan ayahku yang pernah menyakiti keluargamu?”

“Itu sudah tidak penting sekarang,” ucap Myung Soo. “Aku sudah tidak berhubungan lagi dengannya. Dan aku tidak mau berhubungan denganmu lagi. Sekarang minggir.” Myung Soo menepis tangan Jiyeon yang masih menghalangi jalannya.

“Itu tidak adil buatku!” ucap Jiyeon berusaha menyamai langkah Myung Soo yang kini sedang berjalan ke arah pertigaan jalan di ujung sana. “Aku tahu, banyak hal yang tidak kau sukai tentang diriku dan kehidupanku. Mulai dari ayah angkatku, Gaza, lalu Tao. Tetapi kau harus ingat, aku ini hanya anak angkat mereka. Bahkan kini aku sudah tidak tinggal bersama dengan mereka. Lalu Tao…aku yakin anak itu sudah melakukan hal buruk padamu sehingga kau tidak menyukainya. Tetapi tolong, jangan hanya karena aku memiliki hubungan dengan mereka, kau ikut membenciku. Berhentilah selama aku berbicara padamu!” teriak Jiyeon keras, membuat langkah Myung Soo terhenti. Jiyeon terengah-engah karena berusaha menyusul Myung Soo yang memiliki langkah besar dan cepat.

Perlahan tetapi pasti Myung Soo menghampiri Jiyeon.

“Ada tiga manusia yang kubenci di dunia ini, Gaza, Tao dan ayahmu,” ucap Myung Soo. “Tolong jangan buat aku juga membencimu. Kau hanya cukup menjauh dariku. Jangan coba temui aku lagi dan anggap saja pertemuan kita kemarin tidak pernah terjadi.” Selesai bicara, Myung Soo kembali berjalan meninggalkan Jiyeon yang kini berwajah pias.

Myung Soo terus berjalan tanpa menoleh ke belakang lagi. Sementara itu muncul dua namja kekar yang tiba-tiba menghampiri Jiyeon. Suara teriakan Jiyeon-lah yang mampu  membuat Myung Soo kembali. Jiyeon sedang berusaha dimasukkan ke dalam mobil van hitam oleh namja berambut coklat, sementara Myung Soo berusaha melawan namja berewok di depannya saat ini.

“Jangan ikut campur!” geram si namja berewok.

“Mianhae, aku tidak bisa melihat kalian memaksanya untuk ikut dengan…” Belum selesai Myung Soo bicara, sebuah tendangan hangat berhasil mengenai dada Myung Soo. Myung Soo terengah seketika sementara dadanya berdenyut kesakitan.

Sementara itu Jiyeon masih berusaha berkelit dari tangan kekar si rambut coklat.

“Aku tidak mau ikut kalian!” teriak Jiyeon seraya memukuli kepala si rambut coklat.

“Tuan Park ingin kau kembali ke rumah, Agassi,” ucap si rambut coklat yang kini sedang melindungi kepalanya sendiri dari serangan Jiyeon.

“Aku akan kembali jika aku mau!” bantah Jiyeon. “Dan setahuku Appa tidak pernah memaksaku pulang dengan cara seperti ini! Bukankah dia sudah mengusirku?!”

“Tuan Park hanya ingin menyampaikan sesuatu,” ucap si rambut coklat terdengar jelas ketika pukulan Jiyeon untuknya mereda.

“Kalian bisa menjemputku pulang dengan cara yang lebih halus,” geram Jiyeon seraya menghampiri Myung Soo yang ternyata berhasil dikalahkan oleh si namja berewok. “Myung Soo-ah, gwaenchana? Yaa! Kenapa kau menghajarnya sampai begini?” tanya Jiyeon beralih kepada si berewok.

“S-siapa mereka?” tanya Myung Soo seraya meringis kesakitan.

“Mereka anak buah ayahku,” jawab Jiyeon.

“Ayahmu benar-benar manusia yang memiliki pelindung hebat,” gumam Myung Soo seraya berusaha berdiri, dibantu oleh Jiyeon.

“Aku pasti akan pulang,” ucap Jiyeon kepada kedua anak buah sang ayah. “Tetapi tidak hari ini. Kalian lihat apa yang sudah kalian perbuat pada temanku ini? Bilang pada Appa, aku akan datang besok.”

“Tetapi, Agassi…”

“Aku akan datang!” sela Jiyeon dengan penekanan. “Jika kalian terus memaksaku seperti ini, aku semakin tidak mau pulang ke rumah.”

Kedua namja kekar itu pun menyerah, lalu pergi meninggalkan Jiyeon dan Myung Soo yang kini kembali ke dalam Blade Boxing.

“Aku tahu kau pasti semakin membenciku karena kejadian tadi,” ucap Jiyeon menyesal. “Mianhae…”

Bukannya marah, Myung Soo justru tertawa.

“Apa ayahmu sudah gila?” tanya Myung Soo yang kini bersender pada sofa usang milik Gongchul.

“Mungkin,” jawab Jiyeon ikut tertawa. “Jadi…kau sudah tidak marah padaku?” tanya Jiyeon penuh harap.

“Sebetulnya aku lebih marah pada diriku sendiri,” jawab Myung Soo. “Ada begitu banyak masalah yang pernah kurasakan. Ada begitu banyak luka yang kudapatkan. Tetapi diantara itu semua, aku berusaha untuk tidak pernah menyakiti kaum yeoja. Aku sudah melanggar prinsipku sendiri. Entahlah apa kau merasa tersakiti dengan sikapku ini, tetapi aku sadar aku sudah bertingkah buruk di depanmu.”

“Ada begitu banyak petinju di dunia ini. Ada begitu banyak manusia yang bisa kujadikan teman. Tetapi entah mengapa aku hanya mau dekat denganmu. Jangan salahkan aku jika keadaan memaksa kita untuk bertemu. Aku harap kau bisa memilih, siapa yang pantas untuk kau jadikan musuh dan siapa yang pantas untuk kau jadikan teman. Aku hanya ingin berteman denganmu. Itu saja.”

Myung Soo pun mengangguk mengerti seraya berkata, “Mianhae…”

“Lupakan saja,” ucap Jiyeon sambil tersenyum.

**

“Pabbo! Tidak berguna!” geram Park Jin Hee kepada kedua anak buahnya. “Sudah kubilang bawa anak itu kembali ke rumah hari ini!”

“T-tetapi, Jiyeon Agassi mengatakan bahwa dia akan datang…”

“Sekarang!” sela Jin Hee berteriak. “Bukan besok!”

Tiba-tiba Gaza muncul bersama dengan anak buahnya yang mengekor di belakangnya.

“Jin Hee-ah jangan terlalu keras dengan anak buahmu sendiri,” ucap Gaza bergurau. “Jika mereka tidak betah bekerja denganmu, mereka bisa pergi darimu dan datang menghampiriku.”

“Aku tidak sedang ingin bergurau,” desah Jin Hee seraya menghisap cerutunya.

“Jadi kali ini soal anak angkatmu yang kabur itu?” tanya Gaza. “Park Jiyeon yang sulit ditangkap.”

“Berhenti menyebutnya anak angkatku,” ucap Jin Hee seraya menghembuskan asap dari hidung dan mulutnya. “Jiyeon sudah menjadi milikku. Aku tidak ingin anak itu bertingkah aneh dan menjauh dariku setelah aku bersusah payah membesarkannya.”

“Kalau begitu serahkan saja kepadaku,” ucap Gaza menawarkan diri, bibirnya menyeringai. “Aku akan mencarinya malam ini untukmu. Dan aku akan membawakannya ke hadapanmu.”

Jin Hee pun mengangguk setuju. “Kalau begitu aku serahkan kepadamu. Usahakan malam ini kau sudah membawa anak itu kesini.”

“Tenang saja,” ucap Gaza. “Kau tahu siapa aku. Dan kau tahu bagaimana caraku bekerja untukmu.”

**

“Jadi kau akan pindah malam ini ke tempat yang baru?” tanya Jiyeon seraya membukakan plastik penutup jajangmyeon milik Myung Soo.

“Ne, aku akan meninggalkan tempat ini nanti malam,” jawab Myung Soo seraya menerima piring jajangmyunnya dari tangan Jiyeon.

“Kenapa kau tidak melakukannya siang ini?” tanya Jiyeon.

“Aku hanya ingin berlama-lama disini sebelum akhirnya aku benar-benar meninggalkan tempat ini,” jawab Myung Soo.

“Kau terlihat tidak menyukai tempat baru itu,” ucap Jiyeon berusaha menilai ekspresi Myung Soo saat ini.

“Ada tiga hal yang kucintai dalam hidup ini, ibuku, ayahku dan tempat ini,” ucap Myung Soo setelah menelan jajangmyeonnya. “Meninggalkan tempat ini, tempat yang selama ini mau menerimaku untuk berlatih, untuk berteduh dan terkadang untuk berlindung. Rasanya aneh sekali.”

“Gongchul, Sunggyu dan yang lainnya bisa menerima perubahan itu, kenapa kau tidak bisa?” tanya Jiyeon.

“Mereka hanya tidak tahu perubahan seperti apa yang sedang mereka rasakan saat ini,” jawab Myung Soo. “Mr. Kang dan kemewahannya…aku tidak butuh mereka.”

Jiyeon tidak lagi bicara. Diam-diam dia menatap kedua mata Myung Soo dalam diam, kemudian tersenyum sesaat sebelum dirinya melanjutkan menyantap jajangmyeonnya sendiri.

“Um..aku lupa tanyakan satu hal padamu,” ucap Jiyeon setelah jajangmyeonnya habis. “Bagaimana dengan tempat ini setelah kau dan yang lainnya meninggalkannya?”

“Entahlah,” jawab Myung Soo. “Gongchul Hyung juga tidak mungkin mau menjual tempat ini. Mungkin…Blade Boxing akan tetap seperti ini. Bedanya, Blade Boxing tidak akan memiliki penghuni lagi.”

“Aku mau datang seminggu sekali untuk membersihkannya,” ucap Jiyeon tiba-tiba, membuat Myung Soo terkejut.

“U-untuk apa?” tanya Myung Soo.

“Aku tahu tempat ini tidak hanya berharga untuk Gongchul, tetapi untukmu juga,” jawab Jiyeon. “Dan satu lagi, bukankah kau mencintai tempat ini? Akan ada banyak kesibukan setelah kau berada di tempat barumu nanti. Aku yakin, kesempatanmu untuk datang kesini akan semakin kecil. Dan aku mau. Aku mau menjaga dan merawat tempat ini untukmu.”

Myung Soo tersenyum singkat sebelum bertanya, “Kenapa kau mudah sekali memutuskan suatu hal?”

“Kenapa harus dibuat susah?” Jiyeon balik bertanya.

“Baiklah kalau itu maumu,” ucap Myung Soo akhirnya. “Aku percaya tempat ini akan selalu hidup berkatmu.”

**

Malam harinya…

“Selamat tinggal,” gumam Myung Soo seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh isi ruangan di dalam Blade Boxing. “Aku akan berusaha mengunjungi tempat ini nantinya.”

Disebelahnya, Jiyeon hanya mampu mengembangkan senyum, melihat begitu lucunya cara Myung Soo mengungkapkan rasa cintanya kepada Blade Boxing.

“Tenang saja, ada aku,” ucap Jiyeon mengingatkan.

“Ne,” jawab Myung Soo seraya berjalan keluar ke arah pintu yang sudah dikepung oleh Gaza dan tiga kroninya.

“Omona…aku tidak menyangka kau berhubungan dengan anak bos kami,” ucap Gaza khas dengan gaya santainya. “Daebak!” tambahnya seraya bertepuk tangan.

Myung Soo dan Jiyeon sama-sama  membeku di tempat saat melihat sosok Gaza di depan pelupuk mata mereka saat ini.

“A-Ahjussi…” Jiyeon berusaha bicara. “K-kenapa kau ada disini?”

“Tentu saja untuk menjemputmu, Agassi,” jawab Gaza seraya membungkuk hormat di depan Jiyeon.

“Aku sudah bilang bahwa aku akan datang besok,” ucap Jiyeon.

“Ayahmu ingin bertemu denganmu sekarang,” ucap Gaza. “…bukan besok.”

“Tetapi…”

“Hanya ada dua pilihan, Agassi,” sela Gaza. “Kau ingin aku membawamu dengan cara halus atau dengan cara kasar.”

“A-Ahjussi…aku pasti datang b-besok…”

“Aku sudah tahu jawabanmu,” sela Gaza lagi. “Kau ingin aku menggunakan cara yang kedua.” Lalu Gaza memberi kode kepada ketiga kroninya untuk menggeret paksa Jiyeon ke dalam mobil yang tiba-tiba di tahan oleh Myung Soo.

“Apa memaksa seseorang sudah menjadi hobimu?” tanya Myung Soo seraya melindungi Jiyeon dengan tubuhnya.

Spontan Gaza tergelak bersama dengan ketiga kroninya.

“Kim Myung Soo…” desah Gaza setelah tawanya mereda. “Kau ingat kata-kata terakhir yang kau ucapkan padaku? Kau tidak ingin berurusan lagi denganku. Sekarang lihat apa yang kau lakukan? Jelas kau sedang mengundang amarahku saat ini.”

“M-Myung Soo-ah…jangan ambil resiko untuk melawannya,” ucap Jiyeon yang masih berdiri di belakang tubuh Myung Soo.

“Aniyo,” jawab Myung Soo. “Aku sudah muak melihat caranya memaksa orang lain untuk menuruti ucapannya.”

Lagi-lagi Gaza tergelak.

“Ada cinta disini, kurasa,” desah Gaza seraya menatap Jiyeon dan Myung Soo bergantian. “Baiklah kalau itu maumu, Kim Myung Soo. Aku ingin lihat seberapa besar kekuatan cinta kalian selama melawan kekuatan Gaza.” Kini Gaza memberi kode kepada ketiga kroninya untuk menyerang Myung Soo.

Selama Myung Soo berusaha mempertahankan diri, Gaza mengambil kesempatan untuk menarik paksa Jiyeon ke dalam mobil miliknya.

“Araseo, aku akan ikut kalian, tetapi tolong berhenti memukulnya!” erang Jiyeon meminta kepada Gaza.

Myung Soo sudah babak belur dan terkapar di tanah dengan wajah penuh darah. Kekuatan ketiga kroni Gaza memang tiada duanya.

“Seharusnya kau menuruti ucapanku dari awal, Agassi,” ucap Gaza setelah menyuruh ketiga kroninya berhenti memukuli Myung Soo. “Aku hanya ingin semua kehendakku berjalan dengan lancar tanpa adanya kutu pengganggu seperti dia,” tambah Gaza seraya menendang kaki Myung Soo.

Jiyeon, Gaza dan ketiga kroninya pun meninggalkan Myung Soo sendirian yang masih terkapar tak berdaya.

**

“Kau tahu, Jin Hee-ah?” tanya Gaza yang sudah tiba di rumah keluarga Park sejak dua menit yang lalu. “Anak angkatmu itu ternyata bergaul dan memiliki hubungan khusus dengan anak Oh Hani.”

“Mwo?” Jin Hee terkejut di tempatnya berdiri. “Mworago?!”

“Jiyeon sedang bersama dengan Kim Myung Soo sewaktu aku menemuinya tadi,” ucap Gaza menambahkan.

“Bagaimana bisa Jiyeon mengenal anak Hani?” geram Jin Hee.

“Entahlah,” jawab Gaza. “Dunia begitu sempit kan.”

Setelah selesai berurusan dengan Gaza, Jin Hee pun menghampiri Jiyeon yang sedang berada bersama sang ibu di dalam kamarnya.

“Dengarkan aku, Park Jiyeon,” ucap Jin Hee tegas. “Mulai malam ini, aku tidak akan membiarkanmu keluar dari rumah ini, kecuali untuk keperluan tertentu. Kau akan di kawal  selama kau pergi kuliah dan kursus piano.”

“Appa, kenapa kau bertindak sekejam ini?” tanya Jiyeon tidak terima. “Bukankah kau sudah mengusirku? Lalu kenapa kau ingin aku kembali?”

“Kau harus lebih menjaga ucapanmu untuk kedepannya, Jiyeon-ah,” ucap Jin Hee mewanti-wanti. “Aku dan ibumu yang merawatmu sejak kecil. Seharusnya kau tahu bagaimana cara membalas budi kedua orangtuamu ini. Dan persetan kau anak kandungku atau bukan. Sejak aku mengambil dan membawamu ke dalam rumah ini, kau adalah milikku.”

Jiyeon terdiam, tercengang mendengar ucapan sang ayah yang meledak-ledak.

“Aku tidak perlu dikawal, Appa,” ucap Jiyeon bersuara lagi.

“Jangan bantah keputusan ayahmu ini,” ucap Jin Hee. “Kini kau berada di dalam pengawasanku. Aku tidak keberatan jika aku harus menggunakan cara kasar untuk mendidikmu. Dan mulai detik ini, aku akan membatasi siapa saja yang hendak bertemu denganmu.”

“Appa, ini sudah keterlaluan!” bantah Jiyeon keras.

Jin Hee tidak mau mendengar bantahan lagi. Setelah menarik sang istri untuk keluar dari kamar Jiyeon, Jin Hee pun menutup dan mengunci pintu kamar.

**

Bae Suzy spontan memberhentikan mobil pribadinya ketika dirinya melihat sosok yang dikenalnya sedang terkapar tak berdaya di depan sebuah gedung tua bernama Blade Boxing. Suzy pun membawa masuk Myung Soo ke dalam mobil untuk di bawa ke rumah sakit.

“Kenapa kau bisa terluka seperti ini?” tanya Suzy saat perawat selesai mengobati luka-luka Myung Soo yang terbilang cukup parah.

“Aku biasa terluka seperti ini,” jawab Myung Soo yang kenal siapa Suzy. “Gumawo untuk pertolongan ini.”

“Jangan sungkan,” jawab Suzy seraya tersenyum. “Akhirnya aku bisa bertatap dan berbicara langsung denganmu.”

Myung Soo spontan mendongak dan menatap Suzy saat mendengar ucapan si artis ini.

“Aku salah satu penggemarmu,” ucap Suzy lagi, kini berhasil membuat Myung Soo terkekeh pelan.

“Lalu bagaimana dengan Tao?” tanya Myung Soo. “Jelas kekasihmu itu jauh lebih baik daripada aku. Didikan pelatih luar negeri pasti jauh lebih hebat.”

“Kau menang saat pertandingan kemarin,” ucap Suzy mengingatkan. “Jadi apa itu artinya?”

“Aneh sekali,” gumam Myung Soo seraya menatap Suzy. “Apa kau sedang membelaku? Sedang membandingkan diriku dengan kekasihmu sendiri?”

Kini Suzy yang tertawa.

“Memang terdengar aneh,” ucap Suzy. “Kalau begitu lupakan saja. Yang penting aku tetap menjadi penggemarmu.”

“Gumawo,” ucap Myung Soo sekali lagi.

**

Jiyeon merobek kecil-kecil foto sang ayah yang dia lepas dari bingkainya.

“Aku bukan penjahat yang bisa dikurung seenaknya seperti ini,” geram Jiyeon kesal. “Aku ini manusia. Yang punya perasaan. Bukan binatang.”

Jiyeon sudah putus asa. Akses untuk keluar dari kamarnya sudah ditutup oleh sang ayah. Bahkan ponselnya kini disita.

Ditengah-tengah keresahan dan kekesalan yang sedang Jiyeon rasakan, tiba-tiba dia teringat akan janjinya kepada Myung Soo.

“Aku mau datang seminggu sekali untuk membersihkannya,” ucap Jiyeon tiba-tiba, membuat Myung Soo terkejut.

“U-untuk apa?” tanya Myung Soo.

“Aku tahu tempat ini tidak hanya berharga untuk Gongchul, tetapi untukmu juga,” jawab Jiyeon. “Dan satu lagi, bukankah kau mencintai tempat ini? Akan ada banyak kesibukan setelah kau berada di tempat barumu nanti. Aku yakin, kesempatanmu untuk datang kesini akan semakin kecil. Dan aku mau. Aku mau menjaga dan merawat tempat ini untukmu.”

“Aku telah mengingkari janjiku sendiri,” desah Jiyeon seraya menjambak rambutnya sendiri. Tiba-tiba mulutnya bergumam, “Kim Myung Soo, tolong aku…”

**

Myung Soo memegang dadanya yang tiba-tiba berdenyut aneh.

“Waeyo?” tanya Suzy yang sedang mengemudikan mobil di sebelahnya. “Dadamu sakit?”

“A-aniyo,” jawab Myung Soo. “Aku hanya merasa lelah.”

“Jadi aku harus mengantarmu kemana?” tanya Suzy.

“Antar aku ke Blade Boxing saja,” jawab Myung Soo.

Mobil Suzy akhirnya tiba setelah lima belas menit kemudian. Sebelum meninggalkan Myung Soo, Suzy pun berkata, “Bisakah kita bertemu lagi?”

Myung Soo mengangguk. “Tentu saja.”

Suzy tidak mampu menyembunyikan senyumnya. Dia pun akhirnya menyerahkan kartu namanya setelah dirinya mendapatkan nomor ponsel Myung Soo.

Setelah Suzy pergi, Myung Soo kembali merasakan desiran aneh pada dadanya.

“Kenapa denganku?” desah Myung Soo seraya memegang dadanya yang berdenyut.

Dia pun teringat dengan Jiyeon yang kini sedang berada di dalam rumah keluarga Park.

“Dia kembali,” desahnya. “Seharusnya dia baik-baik saja disana. Dia kembali ketempat yang seharusnya.”

Tiba-tiba sesuatu yang berkilau menarik perhatiannya. Seuntai kalung berbandulkan sebelah sayap tergeletak di aspal di depan gedung Blade Boxing.

“Kalung ini…” gumam Myung Soo seraya mengambil kalung tersebut. “Bukankah ini punyaku? Kenapa bisa ada disini?”

Belum rasa penasarannya terjawab, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Sang ibu yang menghubunginya.

“Ne, Eomma, aku akan pulang malam ini,” ucap Myung Soo setelah menjawab panggilan. “Nasi ayam? Tentu saja. Aku akan belikan untukmu sebelum pulang. Um…Eomma, bisakah kau membantuku mengecek sesuatu? Ini soal kalung sayap milikku, Eomma. Aku yakin aku telah melepasnya setahun belakangan ini dan kusimpan di dalam kotak hitam di dalam kamarku. Bisakah kau mengeceknya, apa kalungku itu masih ada di sana? Ne, Eomma…aku akan menunggu.”

Myung Soo masih menatap si kalung yang kini berada di dalam genggamannya.

“Ne, Eomma? Bagaimana?” tanya Myung Soo saat suara sang ibu kembali terdengar. “Mwo? Kalungku ada disana? …A-aniyo, Eomma. Aku baru menemukan kalung lain yang bentuknya mirip sekali dengan kalung milikku. Kupikir ada seseorang yang menjatuhkannya di jalan. Ne, Eomma. Aku akan segera pulang.”

Myung Soo pun menutup sambungan teleponnya dengan pandangan yang masih tertuju ke arah si kalung.

Perlahan tetapi pasti Myung Soo mencoba menduga. “Apa…kalung ini milik…Jiyeon?”

To Be Continue

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK