Myung Soo berhasil membawa Jiyeon keluar dari rumah Jin Hee. Gongchul di dalam mobilnya sudah menunggu mereka berdua.
“Hyung, kita bawa Jiyeon ke markas Mr. Kang,” ucap Myung Soo setelah masuk ke dalam mobil bersama Jiyeon.
Jiyeon hanya terdiam, wajahnya masih terlihat shyok saat Myung Soo mengatakan bahwa sang ayah ternyata masih hidup.
Sementara mobil sudah meluncur menuju markas Mr. Kang, Jiyeon mulai bersuara, “Gongchul-ssi, benarkah ayahku masih hidup?”
Gongchul menatap Jiyeon sekilas lewat kaca spion dalam mobil sebelum menjawab, “Ne, Jiyeon-ah.”
Kaki Jiyeon semakin lemas dibuatnya. Entah mengapa seperti ada gelembung kebahagiaan yang mulai bermunculan di hatinya.
“Tetapi, Hyung…jika Appa masih hidup, kenapa kau tidak pernah memberitahu kami?” tanya Myung Soo yang duduk di sebelah Gongchul. “Bahkan Appa tidak memberi kabar sedikitpun kepada aku dan Eomma.”
“Mr. Kang yang menyuruh ayahmu untuk melakukan hal itu,” jawab Gongchul. “Sebenarnya, ada satu hal lagi yang belum aku jelaskan pasal ayahmu. Ayahmu memang selamat dan masih hidup. Tetapi keadaanya sekarang tidak sebaik dulu…”
“Apa maksudmu, Hyung?” tanya Myung Soo mulai merasa khawatir.
“Ayahmu lumpuh,” jawab Gongchul, membuat Myung Soo maupun Jiyeon terdiam sesaat. “Kaki ayahmu terluka sangat parah disaat Mr. Kang mendorong ayahmu dan Gaza ke dalam sungai. Sebenarnya kaki ayahmu masih bisa diobati dan dia masih punya kesempatan untuk bisa berjalan normal seperti dulu. Tetapi ayahmu lebih memilih tidak. Dia depresi karena jauh dari keluarganya, jauh darimu dan ibumu. Dan yang bisa dia lakukan hanya terbenam di dalam buku-buku yang selalu Mr. Kang bawakan untuknya setiap satu bulan sekali. Katanya itu cara terbaik untuk mengusir kegalauan hatinya.”
Myung Soo masih terdiam, begitupun dengan Jiyeon. Keduanya menampakkan kesedihan yang sama.
“Sekarang tidak ada gunanya kita meratapi sesuatu yang sudah terjadi,” sambung Gongchul. “Aku dan Mr. Kang selalu berada di pihak Kim Jang Min maupun keluarganya. Kita akan selesaikan ini semua. Mr. Kang pun sudah gemas ingin memasukkan Gaza ke dalam penjara. Mr. Kang punya dendam pribadi dengan manusia satu itu. Um…sebelumnya kita mampir ke Hanguk Yuri dulu, kita harus menjemput Sunggyu bersama dengan kekasihnya.”
Tanpa disadari—perjalanan yang begitu singkat dikarenakan hari sudah semakin larut—mereka sudah tiba di markas Mr. Kang.
“Apa yang akan kita lakukan untuk menyelamatkan, Eomma?” tanya Jiyeon setelah membawa Eunji ke dalam salah satu kamar yang kosong.
“Mr. Kang berpendapat bahwa bukan Jin Hee yang menyekap Oh Hani, melainkan Gaza yang melakukannya,” jawab Gongchul di ruangan Mr. Kang. Mr. Kang sendiri sedang tertidur di ruangan pribadinya setelah Gongchul memberikan obat bius untuk meredekan sakit pada lengannya. “Mr. Kang sudah memberitahuku dimana markas Gaza. Tempat itu dijaga ketat dan kita hanya bisa masuk ke sana dengan penyamaran. Dan jelas bukan kalian berdua yang akan melakukannya…” Gongchul menunjuk Myung Soo dan Jiyeon yang duduk di depannya. “Aku pun tidak bisa melakukannya. Gaza tahu aku.”
“Jadi siapa orang yang bisa membantu kita?” tanya Myung Soo.
Tanpa banyak bicara, Gongchul langsung melirik Sunggyu yang sedang tertidur pulas di atas sofa milik Mr. Kang.
“Sungjae, Ilhoon, Changsub, Peniel dan Minhyuk pun akan membantu,” sambung Gongchul. “Mereka sudah terlatih, kurasa, untuk menghadapi bajingan-bajingan tengik milik Gaza.”
“Lalu kapan kita melakukannya?” tanya Myung Soo.
“Besok kita mulai bergerak,” jawab Gongchul.
**
“Saekki!” teriak Jin Hee pada para anak buahnya yang telah gagal menjaga Jiyeon.
“Jeosonghamnida, kami telah lalai melakukan tugas,” ucap salah satu anak buah Jin Hee seraya menundukkan kepala. “Ada seorang pria yang membantu Agassi lolos dari sini.”
“Pria?” tanya Jin Hee masih dengan suara keras. “Nugu?”
“Kami kurang tahu siapa pria itu,” jawab anak buah Jin Hee. “Yang kami tahu wajah pria itu penuh dengan luka.”
Jin Hee pun menggeram seraya bergumam, “Kim Myung Soo. Beraninya kau bertindak sejauh ini.”
Tiba-tiba muncul Lee Na Ran yang baru pulang dari Jepang.
“Yeobo, wae irae?” tanya Na Ran dengan wajah bingung menyadari suasana di dalam rumahnya sangat tegang.
Tanpa menjawab pertanyaan sang istri, Jin Hee berteriak, “Panggil Gaza dan suruh dia pergi menuju markas Mr. Kang! Dan kau…” Jin Hee menunjuk salah satu anak buahnya. “…antar aku ke markas si Kang pengkhianat itu!”
**
Gaza membanting ponselnya setelah dirinya mendapat panggilan dari anak buah Jin Hee.
“Bahkan anak buahnya dengan lancang berani menyuruhku,” geram Gaza. “Bukan aku yang harus tunduk padanya. Jin Hee-lah yang harus meletakkan kepalanya di kakiku.”
“Jadi apa harus kita lakukan?” tanya salah satu anak buah Gaza. “Kau akan jalankan rencana itu?”
Gaza spontan melirik anak buahnya kemudian berpikir.
“Betul katamu,” gumam Gaza. “Sepertinya rencana itu harus aku jalankan saat ini. Aku akan hancurkan kepala pongahnya malam ini juga.”
Oh Hani yang sedang disekap di sebelah Gaza hanya menatap takut.
**
Markas Mr. Kang…
“Kau…tidurlah,” ucap Myung Soo seraya menghampiri Jiyeon yang sedang memperhatikan inisial O.H pada kalung berbandul sebelah sayap punyanya. Tiba-tiba Myung Soo bergumam, “Oh Hani.”
Jiyeon pun menoleh pada Myung Soo yang mengambil tempat duduk disebelahnya.
“K.J.M,” sambung Myung Soo seraya menunjukkan kalung sayap punyanya yang sedang menggelantung di lehernya.
“Kim…Jang Min…” ucap Jiyeon pelan. Wajahnya mulai menampakkan kesedihan.
Suasana pun jadi terasa canggung. Jiyeon memiliki kerinduan yang ingin sekali ia katakan pada Myung Soo. Myung Soo pun ingin sekali memeluk sosok yang dicintainya ini. Tetapi apa daya. Mereka terpisahkan dengan suatu hubungan persaudaraan yang tak bisa terelakkan.
“Aku tidak pernah berpikir sedikitpun bahwa aku memiliki saudara kembar sepertimu,” ucap Myung Soo. “Eomma lebih banyak diam. Lebih banyak menangis.”
“Aku…” ucap Jiyeon masih dengan nada pelan. “…pernah memimpikanmu. Sebelum pertemuan kita terjadi…”
Myung Soo spontan menoleh ke arah Jiyeon. “Begitupun denganku. Aku melihat sosokmu dalam bentuk bayangan kabur. Awalnya aku tidak mengerti maksudnya apa…”
“Pernah ada yang bilang padaku, jika kau merasakan hal seperti itu…tandanya kau akan segera bertemu dengan jodohmu,” ucap Jiyeon.
“Ani…” bantah Myung Soo pelan. “Kita bersaudara. Bersaudara, Jiyeon-ah…”‘
Airmata pun jatuh menetes pada pipi Jiyeon. Myung Soo pun hanya bisa diam, merasakan kesedihannya sendiri.
“Bagaimanapun, aku ingin kita melakukan kencan terakhir kita,” ucap Myung Soo. “Untuk yang terakhir kalinya, aku ingin berada disisimu sebagai kekasihmu.”
Airmata Jiyeon menetes semakin deras, membuat Myung Soo akhirnya memberi pelukannnya. Pelukan yang rasanya sangat berbeda dari pelukan terakhir yang pernah Jiyeon rasakan darinya. Pelukan persaudaraan, Jiyeon merasakannya seperti itu.
“Berkencanlah denganku…” bisik Myung Soo di telinga Jiyeon. “Setelah semua ini berakhir, mari kita berkencan.”
“Untuk yang terakhir kalinya,” ucap Jiyeon pelan menambahkan.
**
“Myung Soo!” Gongchul mencoba membangunkan Myung Soo yang sedang tertidur di sebelah Jiyeon. “Bangun, Myung Soo-ah!”
Myung Soo pun membuka matanya yang masih mengantuk. Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi.
“Wae irae, Hyung?” tanya Myung Soo seraya mengusap matanya.
“Jin Hee dan Gaza datang,” jawab Gongchul dengan suara tergesa-gesa. “Kau bangun dan sembunyikan Jiyeon bersama Eunji ke gedung belakang.”
Myung Soo pun langsung membangunkan Jiyeon sebelum membawanya bersama Eunji untuk bersembunyi.
“Bagaimana denganku?” tanya Myung Soo. “Apa aku harus menemuinya?”
“Aniyo,” ucap Gongchul. “Kau tetap bersama Jiyeon. Biar aku dan Mr. Kang yang temui mereka.”
“Hyung, tetapi mereka membawa anak buah begitu banyak,” ucap Myung Soo terlihat resah.
“Kami akan baik-baik saja,” ucap Gongchul. “Dan perlu kau ingat, yang harus selamat sampai akhir bukan kami, Myung Soo-ah. Melainkan kau dan keluargamu. Kami sudah memegang janji pada Jang Min untuk melindungi kalian.”
“Hyung…” Myung Soo masih terlihat tidak rela jika Gongchul merelakan diri untuk menghadapi Jin Hee dan Gaza tanpa dirinya.
“Tidak ada bantahan, Myung Soo-ah,” ucap Gongchul menekankan sebelum pergi menemui Mr. Kang.
Akhirnya Mr. Kang dan Gongchul berhadapan dengan Jin Hee dan Gaza, kedua manusia yang telah berhasil menghancurkan keluarga Kim Jang Min.
“Kau!” tunjuk Jin Hee mulai bersuara. “Pengkhianat! Kau bantu aku musnahkan si pembunuh itu, sekarang kau bawa anaknya ke dalam timmu!”
Mr. Kang hanya diam dan menatap dalam kedua mata Jin Hee yang memancarkan kemarahan padanya.
“Sekarang aku ingin kau kembalikan anakku Park Jiyeon!” pinta Jin Hee. “Kim Myung Soo telah membawanya dengan sangat lancang dariku.”
“Jin Hee-ah,” Mr. Kang mulai bersuara. “Sudahi kebrutalanmu. Hasratmu untuk melihat Jang Min terbunuh sudah terpenuhi…”
Gaza tersenyum mengejek mendengar ucapan Mr.Kang.
“…keluarga Jang Min sudah cukup hancur kau buat,” sambung Mr. Kang. “Jika sekarang aku menginginkan Myung Soo, itu adalah hakku. Dan aku tidak akan mencampuri urusan lampaumu dengan urusanku yang sekarang. Biarkan Myung Soo hidup tenang, biarkan dia jalani kehidupannya sebagai petinju.”
“Berani kau bicara seperti itu padaku,” geram Jin Hee. “Yang aku inginkan hanyalah kembalikan Park Jiyeon padaku dan suruh anak dari pembunuh itu untuk menjauhi anakku. Jika dia melakukan hal itu, aku akan anggap selesai semuanya.”
“Jujur saja, Jiyeon tidak bersama dengan kami,” ucap Mr. Kang.
“Jangan bohong!” teriak Jin Hee.
“Kim Myung Soo dan Park Jiyeon tidak datang kesini,” ucap Mr. Kang menekankan. “Perlu kau tahu, Jin Hee-ah…Myung Soo sudah menganggapku sebagai musuhnya sejak dia tahu bahwa akulah yang telah membunuh ayahnya. Jadi mana mungkin dia datang ke markas musuhnya sendiri untuk mencari tempat persembunyian darimu. Dan kau lihat ini…”
Mr. Kang menunjukkan luka dilengannya bekas tertembak.
“Myung Soo ingin membunuhku beberapa jam yang lalu,” sambung Mr. Kang. “Tetapi dia tidak berhasil melakukannya dan hanya mampu melukai tanganku. Setelah itu dia pergi entah kemana, mungkin menculik anakmu dan membawanya ke tempat Oh Hani…”
“Mworago?” tanya Jin Hee.
“Yang jadi pertanyaannya saat ini adalah dimana Oh Hani,” ucap Mr. Kang mencoba memancing agar Gaza segera membuka kedoknya di depan Jin Hee.
“Apa maksudmu?” tanya Jin Hee menggeram.
“Bukankah ada yang menyuruhmu untuk datang menemui Myung Soo malam ini?” tanya Mr. Kang.
Gaza yang berada di belakang Jin Hee sedang melempar tatapan bengisnya ke arah Mr. Kang, yang tidak perduli sama sekali dan terus saja bicara.
“Sebelum Myung Soo datang kesini dengan niat untuk membunuhku, dia pergi ke rumah Sunggyu, tempat dimana kau menemukan Myung Soo, tempat dimana kau membongkar semua rahasia kelammu bersama dengan Kim Jang Min pada Myung Soo.” ucap Mr. Kang. “Dan apa kau tahu dimanakah kaki tangan setiamu itu menemukan Jiyeon yang pada akhirnya berhasil dibawa kembali ke rumahmu?”
“Jangan berbelit-belit!” teriak Jin Hee. “Jelaskan padaku ada apa semua ini? Aku hanya ingin Park Jiyeon!”
“Park Jiyeon berada di rumah Sunggyu sebelum Gaza datang!” jawab Mr. Kang dengan suara keras. “Dan Oh Hani, dia juga ada disana…”
Suasana semakin menegang. Kini tidak ada yang bicara. Mr. Kang dan Gongchul seperti sedang menunggu Jin Hee yang berusaha mencerna ucapan Mr. Kang, sementara Gaza tiba-tiba saja mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya.
Dengan perlahan Jin Hee menoleh untuk meminta penjelasan pada kaki tangannya yang selama ini dianggapnya setia. Ditatapnya Gaza dengan wajah menuduh. “Kau yang menyembunyikan Oh Hani?”
Gaza pun tersenyum sebelum akhirnya menancapkan pisaunya yang tajam dan panjang ke dalam perut Jin Hee. Darah mulai bermuncratan mengenai wajah bengis Gaza.
“K-kau!” Jin Hee menggeram lemah seraya menatap Gaza tajam yang telah menibaninya.
Gaza pun memperdalam tusukan pisaunya ke dalam perut Jin Hee sementara anak buah Jin Hee sudah berhasil dikendalikan oleh anak buah Gaza.
Mr. Kang pun segera memberi kode untuk menembak Gaza. Meleset. Tembakan Gongchul hanya mengenai mobil Gaza yang dengan cepat melesat pergi bersama dengan anak buahnya.
Dengan sangat heboh, anak buah Jin Hee langsung memboyong majikannya ke dalam mobil untuk di bawa ke rumah sakit.
**
“Kupikir aku akan mati,” desah Mr. Kang seraya duduk di sofanya.
“Kau hebat,” ucap Gongchul. “Caramu memancing keadaan sangat hebat.”
“Aku hanya ingin Jin Hee tahu bahwa dia telah mempercayai orang yang salah,” ucap Mr. Kang seraya meneguk red wine yang baru saja Gongchul berikan padanya. “Sekarang panggil anak-anak itu. Biarkan mereka kembali tidur. Mereka perlu menyimpan tenaga mereka buat besok. Gaza…setelah dia berani menusuk Jin Hee malam ini, itu artinya dia tidak perlu berpikir dua kali jika ingin membunuh yang lainnya.”
**
Esok hari…
08.00 AM
“Jadi kalian sudah mengerti tugas kalian?” tanya Gongchul pada Sunggyu dan kelima anak asuhannya. “Mungkin kalian belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Dan ini akan menjadi tugas pertama dan terakhir kalian untuk urusan menghadapi penjahat kelas kakap seperti Gaza. Dia berbahaya dan dia tidak akan mencoba berpikir dua kali untuk membunuh siapapun yang bisa mengancam dirinya.”
“Satu yang perlu kalian ingat,” ucap Mr. Kang. “Tujuan kita adalah membawa kembali Oh Hani.”
Kelimanya pun mengangguk sementara Sunggyu sibuk memperhatikan penampilannya.
“Jujur saja, aku tidak percaya diri melakukan hal ini, Hyung,” ucap Sunggyu pada Gongchul.
“Demi Myung Soo…” ucap Gongchul. “Kau pasti bisa…”
Sunggyu pun mengangguk sebelum berkata, “Um….buat kemarin malam, mianhae…”
“Mwo?” tanya Gongchul tidak mengerti.
“Aku sudah membentakmu, menuduhmu dan…”
“Sudahlah,” sela Gongchul seraya mengibaskan tangannya. “Lagipula bentakanmu kemarin malam menyadarkanku akan satu hal, bahwa Kim Myung Soo memang benar-benar harus diselamatkan.”
Sementara semuanya sedang sibuk, Jiyeon di luar ruangan sedang berbicara dengan Na Ran lewat telepon.
“Aku akan baik-baik saja,” ucap Jiyeon. “Kau yang harus jaga dirimu, Eomma. Gaza sudah berani melukai Appa, ada kemungkinan dia juga berani melakukan hal itu padamu. Baiklah, aku tidak bisa bicara lama-lama denganmu. Kita pasti akan segera bertemu, Eomma.”
Jiyeon menutup sambungan telepon dengan wajah khawatir.
“Kau khawatir dengan ibu angkatmu?” tanya Myung Soo seraya menghampiri Jiyeon.
“Park Jin Hee memang bukan ayah yang baik,” jawab Jiyeon. “Tetapi Lee Na Ran, aku beruntung karena dia sangat menyayangiku. Sudah kupikirkan, aku akan tetap menganggapnya sebagai ibuku. Dan aku akan menjaganya.”
Myung Soo hanya tersenyum mendengar niat baik Jiyeon.
“Kalau begitu aku pergi dulu,” ucap Myung Soo yang tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya ke arah Jiyeon. Dikecupnya dengan lembut dahi Jiyeon sebelum dia berangkat menuju markas Gaza. Di dalam hatinya, Jiyeon berharap Oh Hani maupun Myung Soo dapat pulang dengan selamat.
**
Tao menatap Park Jin Hee yang sedang tergeletak tak sadarkan diri di ranjang rawatnya di rumah sakit. Untuk pertama kalinya dia melihat sosok Jin Hee begitu lemah.
“Tao,” ucap Na Ran seraya mengelus kepala Tao. “Kau bisa pulang dan istirahat. Biar Eomma yang menjaga Appa.”
Tao pun menggeleng. “Dia memang tidak pernah menggunakan nada yang halus setiap berbicara padaku. Dia juga tidak pernah menunjukkan senyumnya, seakan-akan aku adalah robot yang bisa diperintah sesukanya. Tetapi dia juga yang telah membawaku sampai padamu, Eomma.”
“Dengarkan aku,” ucap Na Ran seraya membawa Tao duduk ke kursi tunggu di depan kamar. “Kau datang kepada kami karena aku tidak bisa memberikan apa yang ayahmu inginkan. Tidak perduli bagaimana bentuk sikap yang ayahmu berikan kepadamu, tetapi percayalah bahwa ayahmu sangat menyayangimu.”
Tao pun mengangguk seraya memeluk Na Ran.
**
Markas Gaza…
Seseorang telah membuka pintu gerbang markas Gaza yang terlihat seperti gedung yang sudah tak terpakai.
“Ada urusan apa?” tanya anak buah Gaza kepada ketiga orang asing yang tiba-tiba datang.
“Aku membawakan barang yang Gaza minta,” ucap Peniel seraya menaikkan kaca mata hitamnya. Sementara Sungjae dan Minhyuk berdiri disebelah kanan dan kiri Peniel.
“Barang?” tanya anak buah Gaza tidak mengerti.
Peniel pun membuka sedikit koper besar yang dibawanya. Mata anak buah Gaza otomatis membulat.
“Aku tidak punya banyak waktu untuk menjelaskannya padamu,” ucap Peniel. “Aku harus kirim barang sejenis ini ke tempat lainnya.”
“Araseo,” jawab anak buah Gaza membukakan pintu gerbang. Maka masuklah mereka.
Di dalam mobil…
“Mereka sudah masuk,” ucap Gongchul memberitahu lewat walkie talkie yang terhubung pada Sunggyu yang sedang menunggu di belakang gedung markas Gaza.
“Hyung…apa tidak ada jalan lain?” tanya Changsub seraya meringis jijik mengetahui mereka harus melewati lubang sampah untuk masuk ke dalam markas Gaza.
“Yaa, kalau kau mau mati tertembak kau bisa ambil jalan di depan sana,” ucap Sunggyu seraya menjitak kepala Changsub. “Ayo kita selesaikan ini dengan cepat!”
“A-araseoyo,” ucap Changsub setengah hati mengekor di belakang Ilhoon.
Sementara itu di ruangan tempat Gaza berada.
“Aku tidak ingat aku memesan senjata seperti ini,” ucap Gaza seraya menghembuskan asap rokok lewat bibirnya.
“Um…” Peniel mencoba melonggarkan leher kemejanya yang terasa ketat. “Kau…pasti mengenal Park Cho Sil…”
Mendengar nama yang Peniel sebutkan, mata Gaza tiba-tiba saja membulat.
“Dia yang mengirimkan senjata ini untukmu,” sambung Peniel.
“D-dia masih hidup?” tanya Gaza dengan ekspresi tidak percaya.
Peniel mengangguk seraya menjawab, “Dia berikan semua senjata ini untuk membalas semua jasamu padanya.”
“Aku tidak menyangka…” desah Gaza seraya mengeluarkan salah satu senjata dari koper yang dibawa Peniel. “Sunbae-nim…kupikir dia sudah mati akibat pengeboman itu. Kupikir Yakuza telah menghabisinya…”
Peniel menggeleng seraya berkata, “Dia bersembunyi.”
“Lalu dimana dia sekarang?” tanya Gaza tiba-tiba membuat Peniel tercekat. Mr. Kang lupa mempersiapkan pertanyaan itu buat dirinya tadi pagi.
“Mianhae, tetapi Park Cho Sil belum bisa ditemui,” ucap Peniel berusaha berdiplomasi. “Dia…”
“Dia kenapa?” tanya Gaza terlihat penasaran.
“Dia lumpuh,” sahut Sungjae mencoba membantu Peniel. “Dia tidak bisa berjalan dan sangat berbahaya jika orang lain tahu keberadaannya saat ini.”
“Aku hoobae-nya!” Suara Gaza meninggi, membuat Peniel, Sungjae dan Minhyuk sedikit menciut. “Aku yang paling tahu tentang dirinya! Dan aku tidak mungkin membawanya ke dalam lubang bahaya!”
“Kau bisa menemuinya…” ucap Peniel. “Tetapi tidak sekarang.”
“Lalu kapan?” tanya Gaza. “Aku ingin bertemu Sunbae-nim…”
“Park Cho Sil…” ucap Peniel. “…dia juga ingin bertemu dengan Kang Han Bok.”
Gaza terdiam sesaat sebelum menampakkan kemurkaan.
“Untuk apa Sunbae-nim ingin bertemu manusia sialan itu?” tanya Gaza berapi-api.
“Untuk membalas dendam tentunya,” ucap Peniel. “Sejak Kang Han Bok menjebloskan Park Cho Sil dan kau ke penjara, Park Cho Sil menjadi sangat membenci Kang Han Bok. Dan dia ingin kau balaskan dendamnya untuknya.”
“B-benarkah Sunbae-nim berkata seperti itu?” tanya Gaza seraya mengepalkan tinjunya. “Tentu…tentu saja aku ingin sekali membunuh di gempal itu. Kang Han Bok si pengkhianat yang selalu membuatku muak!”
“Jika kau bersedia, kau bisa ikut kami sekarang menuju markas Kang Han Bok…” ucap Peniel.
“Chankamman…” ucap Gaza. “Apa kita tidak perlu mengatur siasat lebih dulu? Kang Han Bok juga memiliki anak buah…dan rata-rata jago bertinju.”
“Kau takut dengan Kang Han Bok?” tanya Peniel mulai berusaha memanas-manasi Gaza. “Dan kurasa kau lebih ahli menghadapi petinju amatiran asuhan Kang Han Bok. Jelas berbeda setelah kau berhasil menusuk orang tadi malam.”
“Mwo? Bagaimana bisa kau tahu soal itu?” tanya Gaza dengan dahi berkerut.
“Bukankah kau bilang kau perlu siasat untuk menyerang Kang Han Bok?” tanya Peniel. “Kami ahlinya, Gaza-ssi. Kami sudah mengintai kau dan Kang Han Bok tadi malam. Dan sekarang kau hanya menjalani sisanya. Maka dendam kalian akan segera terbalaskan.”
Gaza terdiam sebelum akhirnya menyeringai lebar.
**
Sunggyu, Changsub dan Ilhoon berhasil masuk ke dalam markas Gaza. Di lorong ujung terdapat dua anak buah Gaza yang sedang menjaga satu ruangan yang entah isinya apa.
“Kita harus bagaimana sekarang?” tanya Ilhoon, tanpa sadar suaranya bergetar ketakutan. “Jelas kita belum punya rencana untuk menyingkirkan dua manusia bertubuh besar itu.”
Sunggyu terlihat sedang berpikir sebelum akhirnya berkata, “Umpan.”
“M-mwo?” tanya Ilhoon dan Changsub bersamaan.
“Ne, kita butuh umpan,” ucap Sunggyu. “Bawa kedua manusia itu keluar dari gedung ini. Dan aku akan menyelamatkan Oh Hani Ahjumma.”
“Hyung, kau selalu memilih tugas yang mudah,” desah Changsub seraya mengacak-acak rambutnya. “B-bagaimana jika kami tertangkap? Itu sama saja artinya dengan mengorbankan dua orang demi menyelamatkan satu orang.”
“Yaa! Siapa disana?” teriak anak buah Gaza yang ternyata mendengar percakapan mereka bertiga.
“Pelankan suaramu!” ucap Sunggyu seraya memukul kepala Changsub. “Sudah terlanjur ketahuan,” desah Sunggyu seraya mendorong Changsub dan Ilhoon dari tempat persembunyian mereka.
“Yaa!” Dua anak buah Gaza sudah berjalan menuju mereka bertiga. “Siapa kau?!”
“K-kita harus bagaimana?” tanya Changsub dengan kaki bergetar.
“Tentu saja kita harus….lariiiiiiiiii!” Changsub dan Ilhoon pun mengambil langkah seribu, diikuti dua anak buah Gaza dibelakangnya.
Ditempat persembunyiannya, Sunggyu mengelus dadanya seraya berkata, “Aku memang brilliant…”
**
“Polisi sebentar lagi akan datang,” ucap Gongchul. “Aku harap waktunya benar-benar pas.”
“Jika polisi belum datang, bagaimana dengan nasib Mr. Kang?” tanya Myung Soo terlihat resah. “Jangan sampai Gaza benar-benar pergi ke markas Mr. Kang.”
“Tenang saja,” ucap Gongchul. “Aku sudah suruh Peniel mengulur waktu.”
Sementara itu…
Changsub dan Ilhoon masih berlarian di dalam gedung mencoba mencari jalan keluar. Dan tanpa diduga mereka bertabrakan dengan Peniel, Sungjae dan Minhyuk yang sedang berjalan bersama Gaza menuju keluar gedung. Dengan bodohnya Changsub mengumpat di balik punggung Sungjae seraya berkata, “Tolong…mereka mengejar kami.”
“Kalian siapa?” tanya Gaza terlihat bingung seraya menunjuk Changsub dan Ilhoon.
“K-kami?” tanya Changsub terlihat bodoh.
Dengan gemas Sungjae menginjak kaki Changsub seraya bergumam, “Bodoh.”
Tak lama kemudian muncul anak buah Gaza yang tadi mengejar Changsub dan Ilhoon.
“Mereka…” ucap anak buah Gaza terengah-engah. “Mereka penyusup…”
“Mwo?!” Mata Gaza terbelalak. Dan langsung saja Peniel berusaha menyerang Gaza, dibantu dengan Sungjae dan Minhyuk. Hanya saja Gaza terlalu sulit untuk dikalahkan.
Gaza dibantu dengan anak buahnya yang bertubuh besar langsung memasukkan kelimanya ke dalam ruangan kosong.
“Beraninya kau membohongiku pasal Sunbae-ku!” teriak Gaza di depan wajah Peniel. “Kalian berdua…hajar mereka!” ucap Gaza sebelum keluar untuk mengecek ruangan tempat dimana dia menyekap Oh Hani.
**
Oh Hani terkejut saat melihat Sunggyu berhasil mendobrak masuk ke ruangan tempatnya disekap.
“B-bagaimana bisa kau datang kesini?” tanya Oh Hani yang ikatan kaki dan tangannya sedang berusaha dibuka oleh Sunggyu.
“Ceritanya panjang, Ahjumma,” jawab Sunggyu terburu-buru. “Aish…kenapa ikatannya susah sekali dibuka.”
“Jiyeon…bagaimana dengannya?” tanya Oh Hani.
“Tenang saja, dia baik-baik saja bersama kami,” jawab Sunggyu.
“Dan Myung Soo?” tanya Oh Hani lagi.
“Semuanya baik-baik saja, Ahjumma-nim,” jawab Sunggyu gemas. “Biarkan aku berkonsentrasi dengan ikatan, ne?”
Oh Hani pun diam tidak bicara lagi.
Beberapa detik setelahnya akhirnya Sunggyu bisa melepaskan ikatan Oh Hani dan tepat saat mereka keluar dari ruangan, diujung lorong sana Gaza sedang berlari menuju ke arah mereka.
“A-Ahjumma…belok sini!” ucap Sunggyu seraya membawa lari Oh Hani menuju keluar.
Ternyata Gaza tidak mengejar mereka dan hanya berdiam diri disebelah ruangan tempat Oh Hani disekap.
“Kalian mau mencoba mengalahkanku?” desah Gaza disertai seringai menyebalkannya. “Coba saja…”
**
Sunggyu dan Oh Hani sudah berhasil meloloskan diri dari gedung sementara di luar gedung sudah dikepung oleh polisi yang Gongchul panggil.
Dengan cepat Myung Soo menghambur keluar dari mobil untuk memeluk sang ibu.
“Gwaenchanayo, Eomma?” tanya Myung Soo seraya memeluk erat Oh Hani.
“Ne, gwaenchana…” jawab Oh Hani seraya mengelus wajah Myung Soo yang masih terdapat luka-luka bekas kemarin.
“Myung Soo-ah, mereka masih di dalam,” ucap Sunggyu. “Rencana berantakan.”
“Mwo?” tanya Gongchul dengan mata terbelalak.
“Changsub dan Ilhoon kujadikan umpan sementara aku berusaha menyelamatkan Ahjumma,” ucap Sunggyu menjelaskan.
“Pabboya?!” teriak Gongchul marah.
“Aku bingung, Hyung!” ucap Sunggyu. “Mereka meletakkan dua penjaga bertubuh besar di depan ruangan Ahjumma di sekap. Dan kau juga tidak memberitahu kami jika kemungkinan terburuk seperti ini bisa saja terjadi…”
“Sudahlah, kalian jangan bertengkar,” ucap Myung Soo. “Sekarang dimana Peniel dan yang lainnya? Kenapa Gaza belum juga keluar.”
“Gaza-nim tidak akan sebodoh itu,” ucap salah satu anak buah Gaza yang sudah berhasil diamankan oleh polisi. “Dia pasti sudah kabur lewat pintu belakang tempat ini.”
**
Gongchul akhirnya menyuruh polisi menggrebek seluruh gedung markas Gaza. Benar yang dikatakan anak buah Gaza, mereka tidak menemukan Gaza di dalam. Tetapi Peniel dan yang lainnya berhasil diselamatkan sementara dua anak buah Gaza yang bertubuh besar berhasil ditangkap polisi. Semua anak buah Gaza berhasil diringkus, menyisakan Gaza yang entah pergi kemana.
“Paling tidak Noona dan lima manusia bodoh ini selamat,” desah Gongchul seraya mengusap peluh di dahinya.
“Tetapi Gaza pergi, entah kemana,” ucap Myung Soo. “Dan jujur saja perasaanku belum tenang jika manusia sialan satu itu belum ditangkap.”
**
Dua hari kemudian…
“Ada baiknya jika kalian yang pergi mengunjungi Jang Min ke Thailand,” ucap Mr. Kang di ruangannya. “Keadaan Jin Hee belum dapat dipastikan. Bisa saja dia kembali menyuruh orang lain untuk menghabisi Jang Min jika tahu bahwa Jang Min masih hidup.”
Oh Hani yang duduk bersebelahan dengan Jiyeon pun berkata, “Kau tidak pernah memberitahuku soal ini.”
Mr. Kang pun tersenyum seraya menjawab, “Tidak ada yang tahu kecuali aku dan Gongchul.”
“Kalau begitu akan aku pesankan tiket pesawat untuk kalian bertiga,” ucap Gongchul. “Kalian bisa memutuskan untuk menemani Jang Min di Thailand atau hanya sekedar menjenguknya sebelum kembali ke Korea.”
“Na Ran,” ucap Jiyeon tiba-tiba teringat pada ibu angkatnya. “Jika aku tinggal disana, bagaimana dengan ibu angkatku? Gaza pun masih berkeliaran di luar sana, entah dimana.”
Mr. Kang terdiam, terlihat berpikir.
“Kau bisa menjenguknya sesekali, Jiyeon-ah,” ucap Mr. Kang. “Dan aku bisa pastikan bahwa Na Ran aman disini karena kami akan berusaha menjaganya. Dan apakah kau lupa? Ayahmu memiliki puluhan anak buah.”
**
“Jadi bagaimana?” tanya Myung Soo yang tiba-tiba menarik Jiyeon untuk masuk ke dalam ruangan latihan tinju milik Mr. Kang. “Kencan terakhir kita?”
Jiyeon terdiam seraya memandang mata Myung Soo. Ada kesedihan disana. Dan Jiyeon tahu bahwa dirinya memiliki kesedihan yang serupa.
“Untuk terakhir kalinya, aku ingin berada disisimu sebagai kekasihmu,” ucap Myung Soo terdengar memohon.
Perlahan tetapi pasti, Jiyeon pun mengangguk.
Jadilah hari ini merupakan hari terakhir mereka menjadi sepasang kekasih. Bisa dibilang Myung Soo berhasil membawa Jiyeon ke tempat-tempat yang mengasikkan, bahkan mereka sempat lupa bahwa ini adalah kencan terakhir. Kencan pun diakhiri ketika jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Dan pada saat itu keduanya sedang duduk dibawah jembatan Banpo, menikmati air mancur berwarna-warni yang mengalir ke sungai Han di depan mereka saat ini.
“Disaat hari ulang tahunmu kemarin…” Jiyeon mulai bersuara. “Eomma ingin memberitahu banyak tentang rahasia kehidupannya padamu. Apa yang ingin Eomma ceritakan, aku sudah tahu semuanya…”
#flashback#
Oh Hani menyerahkan bayi yang baru saja lahir beberapa hari dari rahimnya kepada seorang wanita yang dengan sangat bahagia menerimanya.
“Na Ran-ah,” isak Oh Hani. “Perlu kau tahu bahwa aku sangat mencintai anakku.”
Na Ran terdiam seraya memandang wajah pias Oh Hani.
“Aku melakukan hal hina seperti ini karena keadaan memaksaku,” ucap Oh Hani.
“Hani-ah, percayalah padaku…” ucap Na Ran seraya menggenggam tangan Oh Hani. “Aku akan merawat dan memberikan cinta untuk bayi kecilmu ini.”
“Sebelum kau pergi membawa anakku,” isak Oh Hani. “Bisakah aku mengambil gambar kedua anakku ini?”
Na Ran terdiam sebelum akhirnya mengangguk setuju. Usai mengambil mengambar, Oh Hani memberikan untaian kalung berbandulkan setengah sayap.
“Aku ingin dia memakai ini, Na Ran-ah,” pinta Oh Hani. “Ini kalung milikku. Dan aku ingin paling tidak dia menyimpan satu benda kenangan dariku.”
“Kalung ini sangat cantik,” ucap Na Ran seraya menerima kalung itu. “Dia pasti akan menyukainya.”
**
Oh Hani terkejut mendengar masa lalu kelam tentang sang suami.
“M-mwo?” tanya Oh Hani. “J-Jang Min pernah membunuh seseorang?”
Gongchul mengangguk.
“Jang Min-Hyung tidak sengaja melakukannya pada ayah sahabat baiknya dulu,” ucap Gongchul.
“Jadi kematian suamiku dikarenakan tindak balas dendam, begitu maksudmu?” tanya Oh Hani. “Siapa, Gongchul-ah? Siapa yang melakukannya?”
“Jang Min-Hyung pernah berpesan bahwa kau tidak boleh tahu siapa yang memiliki dendam pada suamimu itu,” jawab Gongchul.
“Wae?” tanya Oh Hani terisak. “Kenapa aku tidak boleh mengetahuinya? Aku istrinya!”
“Itu akan membahayakan nyawamu dan Kim Myung Soo,” ucap Gongchul. “Jang Min-Hyung ingin melihatmu selamat. Biarkan masalah ini menjadi urusannya.”
“Dia sudah mati,” ucap Oh Hani. “Dan dia meninggalkan kami. Sekarang katakan padaku, bagaimana caranya orang yang sudah mati bisa menyelesaikan urusannya sendiri?”
“Jang Min-Hyung tidak ingin kau memiliki dendam pada orang yang sudah membunuhnya,” ucap Gongchul berusaha menjelaskan. “Karena jika sampai kau memiliki dendam itu, itu akan menjadi boomerang untukmu. Jang Min-Hyung ingin kau lanjutkan hidup bersama dengan Myung Soo. Aku akan bersama dengan kalian dan aku berjanji akan menjaga Kim Myung Soo.”
**
Oh Hani sedang sibuk membersihkan rumah tepat saat Gongchul dan Mr. Kang datang ke rumahnya. Bukan main terkejutnya Oh Hani melihat mereka berdua.
“K-kau?” ucap Oh Hani terbata seraya memandang Mr. Kang dengan tatapan takut.
“Sudah bertahun-tahun lamanya kita tidak bertemu, Hani-ssi,” sapa Mr. Kang dilengkapi senyum ramahnya.
“Ada apa ini, Gongchul-ah?” tanya Oh Hani tidak mengerti.
“Kami datang untuk menjelaskan sesuatu yang selama ini kau pertanyakan, Noona,” jawab Gongchul.
“Kematian Kim Jang Min belasan tahun yang lalu pasti menjadi misteri buatmu,” ucap Mr. Kang. “Hani-ssi, kau telah menjual anakmu pada orang yang salah. Park Jin Hee. Dialah boomerang yang bisa menyerangmu kapan saja.”
Oh Hani terkejut mendengarnya.
“Beberapa minggu sebelum kau melahirkan bayimu, Jin Hee datang kepadaku,” ucap Mr. Kang mulai menjelaskan. “Dia datang dan menyuruhku untuk menghabisi nyawa suamimu. Membakarnya hidup-hidup, sama seperti dengan apa yang Jang Min lakukan pada ayah Jin Hee.”
“J-jadi kau?” Air mata Oh Hani mulai menetes.
“Dengarkan aku dulu, Hani-ssi,” ucap Mr. Kang. “Aku bukan seorang pembunuh, walaupun sudah banyak orang yang tahu soal sikap burukku pada anak didikku sendiri. Aku menyayangi Kim Jang Min. Dan aku tidak bisa membunuhnya, terlebih saat menyadari bahwa kau sedang hamil besar saat itu.”
“Lalu apa yang kau lakukan pada suamiku?” tanya Oh Hani.
“Aku tidak melakukan apa-apa,” jawab Mr. Kang. “Aku mengelabui Jin Hee, berpura-pura membakar sebuah gedung setelah meletakkan mayat yang aku bawa dari rumah sakit ke dalamnya. Rencanaku berhasil, mereka semua, Jin Hee dan kau percaya bahwa Jang Min mati karena terbakar di dalam sebuah gedung. Aku berusaha menyembunyikan Jang Min dari Jin Hee, tetapi Gaza…dia berbahaya dan dia mengetahui rencanaku. Bukan rahasia lagi jika Gaza memiliki dendam pribadi padaku setelah aku berkhianat, keluar dari kelompoknya untuk memasukkannya ke dalam penjara. Gaza-lah yang mengambil alih tugasku.”
Wajah Oh Hani bergetar, bahkan sebelum Mr. Kang menyampaikan hal terburuknya.
“Gaza yang membunuh suamimu,” ucap Mr. Kang pelan. “Aku berusaha menolongnya, tetapi aku gagal. A-aku minta maaf, Hani-ssi.”
Hani pun menggeleng seraya berkata,”Tolong jangan diteruskan lagi.”
“Noona,” ucap Gongchul. “Kami berdua sudah berjanji pada almarhum Jang Min untuk menjaga kau dan Kim Myung Soo.”
“Aku telah membuat sedikit skenario,” ucap Mr. Kang. “Dan kalau skenario ini berhasil, paling tidak aku telah menyelamatkan keluarga Jang Min.”
“Apa yang ingin kalian rencanakan?” tanya Oh Hani seraya mengusap air matanya.
“Aku akan buat kekalahan beruntun untuk Myung Soo,” jawab Mr. Kang. “Aku akan buktikan kebenaran kepada anakmu bahwa aku memang manusia yang kejam. Kekalahan itu akan aku buat sebagai keuntunganku untuk menyuruh Myung Soo melakukan apa saja yang aku perintahkan padanya. Um, sebenarnya ide ini sudah sangat lama kami rencanakan dan sudah berjalan.”
“Lalu apa keuntungan yang kalian dapatkan dengan menjadikan Myung Soo sebagai babumu?” tanya Oh Hani.
“Jin Hee telah menaruh rasa curiga padaku lama sekali,” ucap Mr. Kang. “Terlebih saat aku merekrut Myung Soo ke dalam timku. Aku ingin Myung Soo aman, maka dari itu aku bawa dia kepadaku. Tetapi aku tahu, dengan membawa Myung Soo ke dalam markasku, hal ini akan menarik perhatian Gaza, kaki tangan Jin Hee. Gaza pasti dengan lancar akan memberitahu semua informasi tentangku kepada Jin Hee. Aku hanya ingin Jin Hee tahu bahwa aku hanya mau menyiksa anak dari Kim Jang Min. Dengan begitu dia tidak perlu merasa terlalu curiga padaku. Karena jika Jin Hee terus merasa curiga, dia akan berusaha mencari tahu kebenaran tentang apakah aku sudah benar-benar membunuh Jang Min. Karena jujur saja, awalnya aku sempat menolaknya. Dan aku sadar, penolakan itu bisa saja membuat rasa percaya Jin Hee padaku menjadi goyah.”
“Rumit sekali,” desah Oh Hani seraya mengurut keningnya.
“Aku juga ingin kau selamat, Hani-ssi,” ucap Mr. Kang. “Maka dari itu, aku ingin mengasingkanmu. Paling tidak selama keadaan buruk ini berlangsung.”
#flashbackend#
“Jadi itulah alasan mengapa Mr. Kang ingin membuat kekalahan beruntun padamu,” ucap Jiyeon mengakhiri ceritanya. “Dan pengasingan Eomma, itu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa Eomma.”
Myung Soo terdiam sementara matanya memandang pancuran air didepannya saat ini. Kehidupannya begitu pelik. Dan semua itu berawal dari kesalahpahaman antara dua sahabat.
“Oppa,” panggil Jiyeon membuat Myung Soo spontan menoleh. Untuk pertama kalinya Jiyeon memanggil Myung Soo dengan sebutan ‘Oppa.’ “A-aku…” Air mata Jiyeon pun menetes. “Aku bahagia bisa bertemu dengan keluargaku yang sebenarnya. Tetapi…”
Myung Soo menatap sendu wajah Jiyeon yang dipenuhi air mata.
“Tetapi aku ingin mencintaimu sebagai kekasihku,” ucap Jiyeon, membuat air mata Myung Soo ikut menetes. “A-aku…benci dengan keadaan ini. Terkadang aku berpikir, apa sebaiknya aku tidak pernah tahu bahwa kau adalah saudara kembarku.”
Dengan cepat Myung Soo menggeleng seraya berkata, “Itu tidak akan baik jadinya untuk kita berdua, Jiyeon-ah.”
Myung Soo pun mengulurkan kedua tangannya untu merengkuh wajah Jiyeon.
“Aku punya seribu alasan untuk menolakmu menjadi kekasihku…” ucap Myung Soo. “Tetapi aku tidak punya alasan untuk menolakmu sebagai saudara kandungku.”
Tangisan Jiyeon semakin menjadi.
“Semua sudah digariskan seperti ini, Jiyeon-ah,” isak Myung Soo. “Berusahalah menerimanya. Dengan begitu…aku pun akan dengan mudahnya menerimamu sebagai saudara kandungku.”
Tak kuasa menahan kesedihan, Jiyeon pun memeluk Myung Soo dengan sangat erat. Myung Soo pun membalas pelukan Jiyeon, berusaha membalasnya dengan penuh cinta.
“Saranghae,” bisik Jiyeon di telinga Myung Soo, membuat Myung Soo tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya ke arah Jiyeon. Diciumnya dengan lembut bibir Jiyeon. Walaupun terasa seperti ciuman terakhir, Jiyeon pun membalasnya. Dinginnya jembatan Banpo entah mengapa terasa berbeda untuk Kim Myung Soo dan Park Jiyeon malam ini.
To Be Continue