“Anyyeonghaseo yeorobuunnn.. Selamat malam buat para anak muda yang lagi sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Buat yang masih sibuk di kampus, di kantor atau dirumah. Buat yang lagi sibuk nyetir mobil, cusimee (hati-hati) nee?” Dara yang tampak sibuk berkonsetrasi mengemudikan mobilnya kemudian terusik oleh sura penyiar radio yang familiar di telinganya. Tangannya kemudian beranjak dari setir untuk menambahkan volume radio yang suaranya langsung menguar memenuhi ruang mobil yang sejak tadi terasa sepi.
“Seperti biasa, nan. Sunny SNSD, tepat pukul 8 malam ini bakal nemenin kalian semua dalam Sunny’s FM Date..” lanjut si penyiar radio diiringi backsound yang lembut, seperti ingin menghipnotis pendengarnya dengan paduan suara bening penyiar radio yang menenangkan.
DaRa menegakkan posisi duduknya. Perempuan itu berusaha membagi konsentrasinya pada jalanan dan radio yang didengarkannya. Tanpa disadarinya, lelaki yang sejak tadi duduk di sebelahnya mulai membuka mata. Jin Woo. Lelaki dengan tampang pucat yang meminta tolong DaRa untuk mengantarkannya pulang, mulai terbangun dari tidurnya karena terusik dengan suara radio yang tiba-tiba merambah gendang telinganya.
“Araa.. araa.. para fans EXO pasti udah penasaran banget sama 2 tamu tampan kita yang datang malam ini. Geuchiii??”
“Neeeeeee….” DaRa menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh si pernyiar layaknya seorang anak kecil yang dengan semangat menjawab pertanyaan yang akan dilontarkan oleh Dora dan Boots untuk setiap jalan yang dilaluinya. Jin Woo menatap gadis disebelahnya itu lekat-lekat. Mungkin saat ini dia sedang menyesal karena telah meminta pertolongan pada orang yang bahkan tidak bisa menolong dirinya sendiri dari sakit jiwa yang dideritanya.
“Yap, malam ini kita kedatangan 2 personel tampan dari EXO. Main Vocal dan Main Rapper EXO-K. Baekhyun dan Chanyeol EXO.. Anyyeonghaseooooo…” pekikan kegirangan langsung terdengar mengalahkan suara radio yang padahal sudah bervolume maksimal. DaRa tanpa sadar menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama Backsound yang kali ini terdengar lebih ceria dari sebelumnya setelah nama kedua Guest Star itu disebutkan.
Jin Woo terus menatapnya, mencoba tidak melewatkan setiap inchi wajah gadis yang sedang berteriak kegirangan sambil menggigit-gigit kepalan tangannya sendiri mencoba untuk meminimalkan jeritan kegirangan yang keluar dari bibir mungilnya.
Satu jam berlalu, Jin Woo dipaksa betah untuk memperhatikan gerak-gerik aneh yang DaRa, lebih tepatnya Sassaeng itu lakukan saat mendengarkan Idola favoritnya terus berkicau di balik radio itu. Sesekali, Jin Woo bahkan harus menatap kearah jalanan dengan was-was ketika sassaeng gila itu mulai berteriak-teriak histeris dan melupakan kenyataan bahwa saat ini dia juga harus berkonsentrasi mengemudikan mobilnya.
“Andhwaeeee!! Kajima Chanyeol-ie!! Why? Why? Kenapa siarannya hanya satu jam? Biasanya kan satu setengah jam?? Aishhhh jinjja! Besok aku akan komplain ke radio itu!! Ahhhhh menyebalkan sekali!! Andhwae huhuhuhhu” DaRa kembali berteriak histeris ketika si penyiar radio mulai berpamitan untuk mengakhiri siarannya. Kali ini bukan teriakan histeris kegirangan yang sejak tadi DaRa pekikkan. Tetapi lebih beringas dan membuat lelaki di sebelahnya terlihat khawatir jika sassaeng gila itu tiba-tiba akan menjambak rambutnya dan membenturkannya ke jendela untuk meluapkan kekesalannya.
“Kau gila?”
Akhirnya Jin Woo berhasil membuka suaranya ketika melihat DaRa sudah agak tenang dari amukannya setelah mendengarkan kedua Guest Star itu menyanyikan lagu secara Live untuk menutup siaran tersebut.
“Akkkk kamcagiya!!!!”
Cittt!!!!!!
DaRa menginjak rem-nya dengan kasar untuk menghentikan mobilnya. Wajahnya menatap ngeri kearah lelaki di sebelahnya yang kemudian membalas dengan tatapan dinginnya.
“YA! Kenapa kau baru bersuara? Aisssshhh aku lupa kalau kau sejak tadi ada disini. Kau harusnya bicara sejak tadi, jadi aku bisa menyadari kehadiranmu” maki DaRa pada lelaki yang terus saja memperlihatkan tatapan dinginnya tanpa menjawab apa-apa.
DaRa menghela nafasnya dengan keras. Kemudian bersiap melanjutkan kata-katanya karena dirasanya lelaki itu tidak berniat untuk membalas makiannya barusan.
“Mian, aku lupa kalau kau ada disini dan harus kuantar pulang. Arasseo, sepertinya aku harus putar balik karena ini adalah jalan menuju rumahku” kali ini wajah DaRa menampakkan ekspresi bersalahnya.
Jin Woo cepat-cepat menegakkan tubuhnya untuk melihat kearah luar jendela. Ya, tepat sekali. Perempuan gila itu tidak membawanya menuju rumahnya. Jin Woo memperhatikan sekeliling jalan dengan seksama mencoba menemukan keberadaan kendaraan lain atau tanda-tanda kehidupan disana. Nihil! Hanya ada pohon-pohon besar di sekeliling mereka dan lampu jalan yang sudah hampir padam.
“Kau membawaku kemana?” Jin Woo bertanya dengan dingin, sama sekali tidak terbaca ekspresi apa-apa dari raut wajahnya. DaRa jadi semakin sulit menebak apa lelaki ini benar-benar marah padanya. Fikiran DaRa juga melayang ke masa lalu, ketika lelaki yang tatapannya tidak bisa diartikan seperti ini tiba-tiba mencium bibirnya.
“Wa..wae?” DaRa balik bertanya dengan gugup sambil menyilangkan kedua tangannya ke depan wajahnya, mencoba melindungi bibirnya jika saja Jin Woo kembali berniat menciumnya seperti saat itu. Jin Woo yang sepertinya bisa membaca kekhawatiran perempuan itu langsung menambahkan kata-katanya.
“Rumahmu di pedesaan?” Jin Woo mengalihkan pandangannya keluar jendela, mengisyaratkan DaRa untuk ikut melihat keadaan di sekitar mereka yang sangat sepi tanpa ada tanda-tanda kehidupan manusia lainnya.
“Ah.. iegoo? (itu)” DaRa menurunkan kedua tangannya ketika dirasanya dia salah paham dengan pertanyaan Jin Woo tadi. “Aniaa, rumahku masih jauh. Ini adalah jalan tembusan yang biasa aku lewati. Jalan raya sangat ramai dan macet. Jadi aku lewat sini. Beberapa menit lagi sudah sampai ke jalan besar kok” jelas DaRa panjang lebar dan seperti biasa hanya dibalas dengan tatapan dingin lelaki di sebelahnya.
Setelah mendengar penjelasan Jin Woo kemudian dengan susah payah mencoba mengambil tas-nya dari kursi belakang mobil DaRa. Tubuhnya yang belum terlalu sehat membuatnya kesusahan untuk bergerak dengan cepat.
“Ya! Kau mau kemana? Mian, mian. Aku akan mengantarmu pulang sekarang. Oh?” DaRa yang merasa sangat bersalah mencoba membujuk Jin Woo yang tampak akan keluar dari mobilnya.
“Dwaesseo..” jawab lelaki itu berjalan menjauh meninggalkan DaRa yang selama beberapa menit masih belum pergi dari sana.
***
“JINJAAA??? Auhhhhh mwoeyaaa. Kau menghancurkan segalanyaaa..” V menjambak-jambak rambut merahnya dengan frustasi. Membuat seluruh penghuni kelas meliriknya dengan tatapan terganggu. Lebih tepatnya penghuni kelas yang berkelamin laki-laki. Karena seluruh penghuni kelas perempuan sudah pasti akan menatap lelaki tampan ini tatapan khawatir dan penasaran karena teriakan frustasinya barusan.
JungKook yang juga berada disana hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya pelan setelah mendengar cerita panjang lebar yang DaRa dongengkan tentang kejadian semalam. JungKook kemudian mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang kelas mencoba menemukan sesuatu.
“Dia tidak masuk sejak jam pertama tadi” ujar V pasrah setelah mengetahui maknae itu sedang mencari keberadaan lelaki yang sedang menjadi bahan pembicaraan mereka.
“Apa dia sering membolos kelas?” tanya JungKook pada kedua sahabatnya.
“Moella, kau tau sendiri kan kalau aku dan V bahkan baru beberapa hari ini tau jika dia adalah teman sekelas kita”
“Gagal sudah rencana hebatku, ahh.. mian otakku yang malang, karena sudah membuatmu berfikir hal yang sia-sia” V dengan kepribadian ‘alien’nya dengan wajah yang memelas mengusap-usap kepalanya kemudian memaksa JungKook dan DaRa ikut mengelus kepalanya. Bahkan JungKook dengan terpaksa mencium kepala V karena ‘alien’ itu bilang otaknya masih merasa kesal pada mereka.
“Kenapa noona tidak mengikutinya dan memintanya naik lagi ke dalam mobil?” tanya JungKook mencoba membaca situasi
“Ah, apa begitu seharusnya? Sama sekali tidak terfikirkan olehku”
“Ya! Itulah mengapa kau belum punya pacar sampai sekarang” ejek V kesal dengan jawaban polos DaRa sambil memperlihatkan wajah merong-nya. DaRa hanya mencibir kesal dan mencengkram kerah baju V seakan siap menerkamnya.
“Geuman, geuman (cukup, cukup)” JungKook mencoba melerai pertengkaran konyol kedua sahabatnya itu . “Kita harus memikirkan cara lain supaya noona tetap bisa dekat dengan hyung itu. Ingat nonna, tinggal 4 hari lagi”
“YA! KENAPA AKU MASIH HARUS MENDEKATINYA? HARUSNYA KITA CARI CARA LAIN AGAR BISA KABUR DARI KELAS DOSEN KIM TANPA HARUS MELIBATKAN LELAKI VAMPIR ITU LAGI!!” maki DaRa yang sangat kesal dengan pemikiran maknae yang masih terus berusaha membuatnya mendekati Jin Woo.
“Miss DaRa? Apa kau berencana untuk bolos dari kelas saya? Kalau begitu, siapkan waktumu selasa depan untuk kelas tambahan” Suara berat Dosen Kim dari depan kelas tiba-tiba menginterupsi teriakan DaRa. “Jeon Jung Kook, out!” lanjut Dosen Kim setelah melihat maskot kampus yang seharusnya tidak berada di kelasnya saat ini masih termenung disana.
“Nee..” ujar JungKook se-sopan mungkin sambil berlalu meninggalkan kelas yang sebagian penghuninya masih sibuk memperhatikan punggung namja tampan itu sampai menghilang dari balik pintu kelas.
***
“Jin Woo-ya, kau mau kemana nanti malam?” sesosok lelaki paruh baya tampak menggandeng erat tangan anak lelakinya sambil sesekali diayunkan pelan yang membuat anak lelakinya tergelak kegirangan.
“Woaaaa, appa ingat hari ulang tahunku? Appa akan mengajakku kemanapun yang aku mau malam ini?” jawab anak itu sambil menengadah dengan senang kearah appa-nya yang sudah pasti jauh lebih tinggi darinya. Anak lelaki itu melompat-lompat kegirangan, membuat tas ransel yang dikenakannya bergerak bebas mengikuti gerakan si anak lelaki.
“Kereoooom (tentu). Appa sudah berjanji padamu. Apa kau mau ke toko komik? Apa akan belikan komik horror yang kau suka sebanyak-banyaknya” lelaki paruh baya itu kemudian membuka pintu mobilnya dan menggendong anak lelakinya masuk ke dalam, dia merapatkan seatbelt-nya dan kemudian berlari menuju kursi pengemudi.
“Ayo kita jemput eomma dan adikmu dulu di rumah, kemudian kita jalan-jalan. Arasseo?” ujar lelaki paruh baya itu dengan senyum sumringahnya, kemudian menyetir mobilnya dengan santai. Sesekali kepalanya tampang bergoyang pelan karena mendengarkan anak lelakinya bersenandung senang menyanyikan lagu ulang tahun untuknya sendiri.
“Appa, apa aku boleh jadi dewa kematian?” tiba-tiba anak lelaki itu bertanya dengan polos pada ayahnya.
“Wae? kenapa kau ingin jadi dewa kematian?”
“Komik yang appa belikan minggu lalu, komik itu bagus sekali. Ada gambar dewa kematian yang sangat keren. Dewa kematian itu memakai jubah hitam dengan topi. Keren sekali appa, aku mau jadi seperti itu” anak lelaki itu bercerita dengan mata yang berbinar-binar pada appa-nya.
“Arasseo, kau boleh jadi dewa kematian, kalau kau jadi dewa kematian, lalu appa sebaiknya jadi apa yaa??”
“Emm, apa dewa kematian itu tidak punya sahabat? Seperti aku dan Soo Nam. Kalau dewa kematian punya sahabat, aku mau appa jadi sahabat dewa kematian. Bagaimana?”
"Oke Call (Deal) appa akan jadi sahabat dewa kematian” Appa-nya menjawab dengan menahan tawa terbahak-bahaknya mendengar perkataan polos anak lelakinya yang baru saja duduk di kelas 3 SD itu. Anak lelaki itu kemudian membuka tas ranselnya yang tampak lebih besar dari tubuhnya, dia mengeluarkan sesuatu dari sana.
“Appa, tadi di sekolah Soo Nam memberiku hadiah ulang tahun. Appa tau ini apa? Dia bilang ini adalah Death Note. Keren sekali kaan?” Lelaki itu memakasa Appa-nya menoleh padanya dan menunjukkan sesuatu yang dipegangnya.
“Appa dengar, jika kau menulis nama orang-orang yang kau sayangi di kertas itu, maka mereka semua akan jadi sahabat-sahabat dewa kematian” ujar si lelaki paruh baya menerangkan dengan menunjukkan senyum lebarnya. “Apa kau mau menulis nama Appa disana? Kau bilang kau mau Appa jadi sahabat dewa kematian?” lanjut sang pria itu lagi.
“Nee!! Aku akan menulis nama Appa disini, lalu Eomma, lalu Jin Ah, dan Soo Nam. Bagaimana Appa?”
“Oh, baiklah. Tulislah disana, Appa juga ingin tau apakah tulisanmu sudah lebih baik dari minggu lalu”
“Nee, kata Park ssaem, tulisanku adalah tulisan terbagus di kelas. Jangkamman, aku akan menunjukkan tulisan terbaikku pada Appa” Anak lelaki itu tengah berkonsentrasi pada spidol dan kertas yang dipegangnya. Sesekali dia menghentikan tangannya yang sedang menulis karena guncangan mobil yang membuat sedikit coretan pada kertas itu.
Drrtttt!!
Lelaki paruh baya mengambil ponsel dari sakunya dan tampak berbicara pada seseorang dari balik ponselnya.
“Hyung, bukankah kau berjanji akan datang hari ini?” suara dari balik sana terdengar sangat berat dan kaku. Lelaki paruh baya itu kemudian menoleh pada anak lelakinya yang masih sibuk dengan tulisannya.
“Nee, sepertinya aku akan kesana besok, hari ini adalah ulang tahun Jin Woo. Aku harus menemaninya malam ini. Kuharap kau bisa mengerti” lelaki itu menjawab dengan suara agak berbisik berharap agar anaknya tidak mendengar pembicaraannya.
“Kau tidak bisa terus-terusan meminum obat pereda nyeri itu Hyung. Sebaiknya kau ke rumah sakit sekarang atau kau mau anakmu tidak bisa lagi melihatmu selama-lamanya?”
“Aku belum meminum pereda nyeri itu sama sekali hari ini, jadi kau tidak perlu khawatir. Aku akan baik-baik saja sampai besok. Aku berjanji aku akan menuruti semua kata-katamu setelah ini, arasseo?” Pria itu menutup sepihak panggilan itu. Matanya kemudian beralih pada anak laki-lakinya yang tampaknya sudah hampir menyelesaikan tulisannya.
Lampu lalu lintas menampakkan warna merah. Lelaki paruh baya itu menginjak rem-nya dengan lembut berusaha tidak mengganggu pekerjaan anaknya yang tampak sangat girang itu. Matanya terpejam sebentar, diremasnya dadanya pelan saat dirasa jantungnya mulai terasa nyeri.
Dinnnn!!!!
Mobil yang berada tepat di belakang mobil Jin Woo dan Appa-nya mulai memijat klaksonnya dengan brutal setelah beberapa detik sejak lampu lalu lintas berubah hijau tetapi mobil didepannya sama sekali tidak berantak dari sana. Jin Woo tersentak kaget, Appa-nya tampaknya tidak menyadari perubahan lampu lalu lintas itu.
“Appa.. lampunya sudah hijau, kenapa appa tidak jalankan mobilnya?” Anak lelaki itu menatap Appa-nya dengan heran. Matanya yang bulat dan lebar, mengerjap cepat mencoba meneliti wajah Appa-nya yang tidak merespon pertanyaannya.
“Appa, ajusshi di belakang kita tidak bisa lewat karena mobil kita. Appa.. Appa mengantuk? Kenapa Appa tidur disini?” Tangan anak itu mulai meraih lengan Appa-nya sambil menggoyang-goyangkan pelan mencoba membuat Appa-nya terbangun dari tidurnya.
“Huhuhu Appa.. aku tidak suka dengan suara klaskson itu, berisik sekali. Tidak bisakah kita menepi dulu? Huhuhu Appa, ireona jebal (tolong bangunlah). Ajusshi itu terus membunyikan klaksonnya. Nan Shireo Appa. Appa ireona palli (cepat bangunlah)..” Anak lelaki itu kini mencoba membangunkan Appa-nya dengan menepuk-nepuk pipi lelaki paruh baya itu dengan kedua tangan kecilnya.
“Appa.. apa kau mati? Appa hajimaa.. Appa belum membelikanku banyak komik. Appa hajima appa.. ireona palli, Appa tidak boleh mati..” Anak lelaki itu melompat dari tempat duduknya dan menelusupkan tubuhnya ke atas pangkuan Appa-nya. Tubuh kecilnya terus mencoba memberi kehangatan pada tubuh Appanya yang mulai terasa dingin karena AC mobil yang mengarah ke depan tubuhnya. Air matanya terus mengucur deras tanpa mengeluarkan suara lagi.
Ya, dia tahu. Appa-nya pasti sudah mati. Dia sering membaca ciri-ciri orang yang sudah mati dalam buku komik. Dia menarik seatbelt Appa-nya dan kemudian memasukkan tubuhnya ke dalam seatbelt yang sama. Dia masih berusaha menahan suara yang hampir keluar dari bibir mungilnya karena isakan tangis. Tidak boleh! Dia tidak boleh menangis. Appa bilang laki-laki tidak boleh menangis. Dia hanya perlu diam disana bersama Appa-nya. Dia akan baik-baik saja selama dia besama Appanya disana.
“Appa.. nan yeogi (aku disini) Appa tidak boleh mati” Anak lelaki itu mengusap pipinya pelan ketika dirasa air matanya yang hangat mulai jatuh di kedua pipinya.
“Ya.. Siapa yang mati?”
Jin Woo langsung terbangun dari tidurnya setelah dirasanya sebuat tangan yang halus menepuk-nepuk pipinya pelan mencoba membangunkannya. Keringat dingin yang membasahi wajahnya membuatnya sadar jika dia baru saja bermimpi buruk. Dilihatnya sosok perempuan yang sudah berdiri di samping tempat tidurnya. Di tatapnya seksama karena lampu kamarnya yang redup menghalangi pandangannya pada sosok di depannya itu.
“Neon gwaenchana? Apa kau mimpi buruk?” Perempuan di depannya itu bertanya lagi sambil mengamati wajah pucatnya. Rambut panjang yang dikuncir pada bagian poninya memperlihatkan seluruh wajahnya tanpa ada penghalang. Ah, wanita itu. Si wanita gila itu yang bertanya padanya.
Tunggu dulu. Wanita gila itu? Kenapa dia ada di sini?
“Ah, waktu aku kesini, dengan tidak sengaja aku melihat kode passwordmu. Sudah ratusan kali aku memencet bel di depan, tetapi kau tidak membukakan pintu. Aku pikir kau pingsan atau bagaimana” jelas DaRa panjang lebar yang (lagi-lagi) hanya dibalas dengan tatapan dingin Jin Woo.
“Kau masih sakit? Kenapa kau tidak masuk kelas hari ini?” DaRa kembali menyerangnya dengan pertanyaan karena sejak kedatangannya tadi, Jin Woo masih terus tidak menjawabnya.
“Kha (pergilah) nan gwaenchana” jawab Jin Woo singkat sambil beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan keluar kamar.
“Tapi badanmu panas, aku sudah memeriksa suhu tubuhmu tadi. Neon jongmal gwaenchana?” DaRa berbicara dengan setengah berteriak pada Jin Woo yang masih terus melenggangkan tubuhnya keluar dari kamarnya. Sepertinya DaRa yang merasa bersalah setelah kejadian kemarin membuatnya bersikap seperti ini pada Jin Woo.
“Kau mau kubuatkan sup? Sepertinya kau masih sakit. Oh?”
Jin Woo menghentikan langkahnya di depan pintu kamar. Dia menoleh ke arah DaRa yang sejak tadi membuntutinya dan menyerangnya dengan banyak pertanyaan. Wajah dinginnya menata DaRa dengan ekspresi flat.
“Wae? kenapa kau disini? Kenapa kau mengikutiku? Aku rasa kau dulu pernah bilang kalau kau tidak mau berurusan lagi denganku? Ada apa nona muda? Apa kau menyukaiku? Aku rasa ciuman itu sangat berpengaruh bagimu? Berhentilah mengikutiku karena aku tidak suka perempuan gila sepertimu. Apa kau fikir aku menciummu karena aku menyukaimu? Ani, kau salah besar. Aku hanya ingin mengunci rapat-rapat mulutmu karena aku benci perempuan yang berisik. Arasseo?? Jadi bisakah kau..”
PLAK!!!
Seketika wajah Jin Woo berubah merah. Tetapi tidak lebih merah dari wajah DaRa yang sejak tadi berusaha menahan marahnya mendengar perkataan lelaki di depannya ini.
***
Please Leave Your Comment or Love^^