Manusia tidak bermuka dua. Hanya saja mereka memiliki dua sisi yang berbeda. Ada saat dimana mereka memperlihatkan sebuah sisi kepada seseorang dan sisi yang lain kepada orang yang lain.
----------------------------------------------------------------------------------
“Apa hanya Yura yang dapat melihat sisi dari dirimu yang seperti ini?”
Jihye terkejut akan pertanyaan selanjutnya dari Luhan. Ia mendongak. “Nae?”
“Apa maksudmu?” Lanjut Jihye.
Luhan hanya bisa diam. Setelah satu kedipan, ia menyadari bahwa baru saja ia bertanya sesuatu yang aneh.
“Aah maksudku, kau tampak begitu konyol hari ini.” kilah Luhan sambil menggosok lehernya yang tak gatal sama sekali.
Jihye memandang ke arah Luhan. Setelah waktu yang cukup lama dalam diam, Jihye mengetahui apa maksud dari kalimat Luhan. Pertanyaan sebenarnya yang ingin ia tanyakan.
“Aku tahu maksudmu.” ucap Jihye sambil menunduk. “Kamu tahu, mengapa aku begitu terbuka dengan Yura?” Jihye mendongak ke arah Luhan yang sedang memperhatikannya.
Jihye menerawang ke depan lalu tersenyum ke arah Luhan. “Itu karena aku menganggap Yura adalah teman dekatku. Seseorang yang dekat denganku.”
Setelah mendengar jawaban itu, tak elak mata Luhan melebar.
Satu kalimat yang ia interpretasikan dari jawaban Jihye adalah
“Itu berarti aku sekarang menganggapmu sebagai seseorang yang dekat denganku, Xi Luhan.”
-------------
Jihye lalu beranjak dari kursinya dan pergi membayar. Begitu pula dengan Luhan.
Setelah itu, mereka saling memandang. Pandangan yang menyiratkan beribu bahasa. Karena dalam hati, mereka berpikir bahwa ada secuil perasaan yang mulai menyeruak di hati mereka. Hanya secuil dan mereka terlalu bingung. Mereka bingung harus menyimpannya dalam-dalam, memusnahkannya atau mungkin mengungkapkannya. Dalam hati mereka, mereka berharap perasaan itu segera hilang. Sebuah perjanjian bodoh di antara mereka berdua dan sesuatu bernama ego. Jangan lupakan juga prinsip hidup mereka masing-masing yang telah mereka pegang kekeuh. Jihye yang hanya menyukai namja bertahi lalat di tangan di masa lalunya dan Luhan yang tidak ingin serta tidak bisa dekat dengan siapapun.
“Kalau begitu..Aku akan pulang. Aku tidak boleh mengikutimu juga, kau ingat?” ujar Jihye mencairkan suasana.
Luhan tersadar lalu mengangguk. “Aku juga harus pergi.
Mereka lalu berpisah. Dengan cara yang aneh. Meski begitu, Luhan masih saja memandang punggung Jihye yang menjauh. Pikirannya terus berputar hingga ia ingat akan sesuatu.
Saat itu juga, ia mengikuti Jihye sebelum bayangannya menghilang.
Perasaannya tidak enak. Apalagi ketika mengingat ada dua anak baru yang memasuki sekolahnya di tengah semester.
------------
Jihye berhenti sejenak. Diambilnya smartphone putih miliknya di dalam saku seragam jasnya dan dipandanginya layar itu cukup lama. Sebuah nomor dari last missed call tertera di sana. Sebuah nomor yang akhirnya ia simpan dengan nama ‘Mr.Nae’.
Jihye lalu memeluk smartphonenya tsb. Sedari tadi, ia bertanya-tanya dalam hati, mengapa ia harus diam-diam menyimpan nomornya? Nomor seseorang yang akhir-akhir ini membuat Jihye sebal.
Ia terus mencari-cari sebuah alasan namun hingga beberapa waktu, ia tetap tidak tahu. Pada akhirnya sebuah alasan yang berasal dari otaknya muncul.
Mungkin karena aku berpikir suatu saat aku membutuhkannya.
Dan alasan itu menutupi semua alasan yang menandakan bahwa Jihye sepertinya sedikit menaruh rasa pada Luhan.
Jihye kembali berjalan. Ramainya Seoul Plaza saat itu tak ia rasakan. Karena yang terpikirkan olehnya hanya satu kalimat yang tak sengaja ia ucapkan. “Itu karena aku menganggap Yura adalah teman dekatku. Seseorang yang dekat denganku.”
Setelah ia pikir-pikir lagi, wajahnya memerah sendiri karenanya.
“Pabo! Apa yang telah kukatakan?! Aish jinjjha!”
Kini Jihye berada di sebuah halte, menunggu bus yang akan membawanya kembali ke rumah. Jalan memang agak ramai saat itu. Wajar saja, karena halte tempat dimana ia sedang berada dekat dengan daerah Seoul Plaza jadi dia tidak merasa aneh jika ada yang melihatnya. Namun...ia merasa seseorang mengikutinya. Entah ia terlalu memikirkan sesuatu atau apa. Ia merasa ia diikuti.
-----------
“Boss. Sepertinya mereka benar-benar berkencan.” ucap seseorang setelah memasuki mobilnya. “Aku memantau mereka seharian.”
Dapat terdengar lirih balasan dari seberang sana. “Bagus. Tetap pada jalanmu.”
“Bwo? Boss. Apa kita tidak perlu menangkap yeoja itu saja sekarang?”
Wajah namja di dalam mobil itu menegang. Ia mengepalkan tangannya kuat. “Ya. Kamu lupa misi ini untuk apa? Apa aku harus menjelaskannya padamu?!!”
Suara di seberang tampak meninggi. Namja di dalam mobil itu kemudian menjauhkan ponselnya dari telinganya. Sejenak, ia berpikir. Matanya tetap terfokus pada gadis yang sedang menunggu bus tersebut. Ia berpikir dan terus berpikir hingga akhirnya ia mengerti apa maksud dari bossnya itu.
“Ah. Saya mengerti boss. Kita harus membiarkan perasaan mereka menjadi lebih dalam terlebih dahulu...dan melihat Luhan kehilangan harapan.”
-------------
Luhan terus menanamkan matanya ke arah Jihye. Meski Jihye kadang tampak merasa ia diawasi, Luhan terlalu pintar untuk menjadi seorang stalker. Bayangan Luhan tak pernah tertangkap oleh Jihye.
Setelah melihat Jihye memasuki rumahnya dengan selamat, Luhan menghembuskan nafasnya. Ia merasa lega. Ia pun mengakhiri usaha stalkernya dan memutuskan kembali untuk ke apartemennya.
Malam terasa sangat sunyi. Dan saat itu juga Luhan merasakan keanehan. Sebuah malam yang sunyi malah berarti satu untuk Luhan. Keanehan. Hampir setiap malam Luhan berkelahi dengan anak buah mantan bosnya dulu namun dua hari ini, ia tidak menemui apapun tanda-tanda dari semua itu.
Saat itu juga, ia sadar akan sesuatu. Tapi ia masih ragu. Dan memutuskan untuk menunggu hingga besok untuk memastikannya. Seakan ada sesuatu yang membuatnya untuk tidak meyakini keyakinannya sendiri. Seakan ada sesuatu yang membuatnya untuk tetap bersama Jihye.
------------
Jihye terbangun. Sudah kedua kalinya ia terbangun malam ini. Tadi pagi, ia bermimpi indah tentang namja di masa lalunya dan kini, mimpinya sangat jauh dari kata indah. Mungkin mimpi terburuk yang pernah ia mimpikan.
Secepat mungkin ia memegang perut kanannya dan segera menyadari bahwa kedua rangkaian mimpinya tadi adalah benar-benar mimpi. Ia memandang ke sekeliling dan menyadari bahwa hanya ada dirinya di sana. Di kamarnya.
Ia masih teringat betul bagaimana perutnya ditusuk oleh seseorang. Seseorang yang anehnya mulai membuat hidupnya terasa berbeda.
Luhan.
Dan orang itu lah akar dari semua mimpi buruk itu. Karena di dalam mimpinya, ia lah yang menusukkan sebuah pisau ke perutnya.
Lagi-lagi Jihye mengambil tissue dari samping bednya dan mengelap keringat yang bercucuran.
“Ini semua hanya mimpi...” ujar Jihye kepada dirinya sendiri. Terus menerus hingga ia merasa tenang.
------------
Hari Sabtu. Sebuah hari surga bagi Jihye. Tak ada yang lebih menyenanglan dari hari Sabtu dan Minggu. Mungkin hari Sabtu ia belum libur, akan tetapi setidaknya ia bisa menikmati harinya tanpa kelas yang berarti. Yeah, hari Sabtu adalah hari khusus untuk segala macam pelajaran praktek. Untuk Jihye, ia hanya perlu mengikuti kelas Olahraga, praktikum Kimia dan Biologi hari ini. Hari yang pendek untuk Jihye.
Jihye mendribel bolanya. fokus matanya hanya tertuju pada sebuah ring di ujung lapangan. Setelah sampai di sebuah lingkaran di tengah lapangan, ia mencoba menembakkanya.
“Shoot!” teman satu timnya memerintah dan memang benar, Jihye segera menembakkan bolanya.
Tim lawan tampak mendesah. Mereka cukup lelah. Jihye memang berbakat dalam bidang olahraga meskipun ia sama sekali tidak berbakat di pelajaran. Setiap orang memiliki bakat masing-masing dan Jihye memiliki bakat di Olahraga.
Teriakan gembira terdegar setelah bola akhirnya berhasil memasuki ring. Semuanya mendekat ke arah Jihye.
“Ya. Jihye-a. Kerja bagus.” ujar teman yeoja sekelasnya. Jihye tersenyum. Meski senyumnya sedikit getir mengingat temannya hanya dekat dengannya ketika olahraga saja.
“Jongkook Seonsangnim. Ini tidak adil. Daritadi selalu Jihye yang memasukkan bola.” ujar tim lawan. Jihye menengok ke arah temannya yang berujar seperti itu. Dalam hati ia membenarkan.
“Baiklah. Kali ini 4 vs 6. Tim Jihye akan terdiri dari 4 anak saja.”
--------------
Pelajaran olahraga telah selesai. Namun Jihye masih berada di sana, mendribel bola dengan gayanya lalu menembakkannya ke ring dan lagi-lagi masuk. Ia melenguh, mendesah panjang.
“Membutuhkan lawan yang sebanding?” tawar seseorang dari belakang. Jihye refleks menengok. Dapat dilihatnya bayangan seseorang yang membuatnya kesal kemarin.
Jihye ingin lari saja dari sana atau menghilang. Jika ia tahu ia akan bertemu dengan Taehyung, ia pasti tidak akan berlama-lama berada di lapangan basket.
Jihye diam dan tak menjawab pertanyaan Taehyung. Namun Taehyung tampaknya tidak ingin diabaikan, ia merebut bola dari tangan Jihye dan segera melemparnya. Three shot. Dan masuk.
“Lihat? Aku juga bisa melakukannya.” Taehyung memandang Jihye dengan pandangan menantang. Jihye sendiri merasa tertantang dan ia berlari mengambil bola dan kembali ke sisi Taehyung.
“Baiklah. 1 vs 1.”
Jam Olahraga berakhir, bukannya mengakhiri permainan basket, Jihye dan Taehyung malah melakukan permainan mereka sendiri. Taehyung sepertinya lawan yang cukup tangguh bagi Jihye. Meski sebenarnya Taehyung lebih pintar bermain basket, sepertinya ia tampak mengalah saat bermain dan di saat poin Jihye lebih tinggi, Taehyung memberinya tantangan.
“Ayo bertaruh. Kudengar kau menyukai hal seperti itu.” ujar Taehyung dan membiarkan Jihye merebut bola dari tangannya.
Jihye tampak fokus pada bolanya lalu menembakkan ke ring dan gagal. Suatu hal yang langka bagi dirinya. Tentu saja. Karena kalimat Taehyung yang mengejutkan sekaligus membuatnya sebal.
“Bwo??!”
“Jika kau menang, kau mendapatkan nomor ponselku. Jika aku menang, aku mendapatkan nomor ponselmu.” balas Taehyung tenang.
Jihye menaikkan salah satu alisnya. “Apa aku salah dengar? Aku tidak membutuhkan nomor ponselmu.”
Taehyung tampak menarik salah satu sudut bibirnya. Lalu, ia mengambil bola basket yang tadi tidak masuk ke dalam ring dan mendribelnya. “Kalau begitu, jika kau menang, kau boleh menyuruhku apapun yang kau mau.”
Dengan itu, Jihye segera merebut bola dari tangan Taehyung. Dan permainan kembali dimulai. “Mari kita lanjutkan hingga skor 15.”
---------------
Yura duduk manis di dalam kantin. Ditengokkannya kepalanya ke segala arah. Sudah hampir setengah jam ia menunggu sosok Jihye untuk muncul. Padahal 15 menit lagi waktu istirahat akan selesai. Saat itu juga, seseorang datang ke sebelah bangkunya di sebuah kantin.
Yura menengok dan mendapati dirinya terkejut luar biasa. Karena itu adalah sosok yang ia kenal.
“Kau tak bersama Jihye?” tanya Jonghyun sambil membawa dua piring kare. Setelah terduduk di samping Yura, ia lalu menawari Yura salah satu kare miliknya.
“Makanlah. Bukankah kau sehabis olahraga tadi?” tawar Jonghyun kepada Yura yang masih belum bisa berkata-kata.
Dan masih belum bisa berkata-kata selang beberapa waktu.
“Ya. Mengapa kau tampak begitu terkejut? Aku bukanlah hantu.” canda Jonghyun sedikit tertawa. Namun Yura memberinya pandangan serius.
Yura menundukkan wajahnya lalu mengangkatnya kembali. “Mengapa kau kembali?” Tanya Yura pada akhirnya.
Jonghyun mengangkat kedua bahunya. “Apa tidak boleh? Aku bosan di sekolah lamaku.”
Setelah menjawab itu, Jonghyun menunjuk kare yang ia tawarkan ke Yura. “Makanlah.”
Yura yang jelas tidak bisa menolak kare pun segera melahap kare tawaran Jonghyun. Jonghyun yang juga sedang makan pun diam-diam mencuri pandang padanya dan tersenyum kecil. Ia begitu senang melihat Yura melahap habis kare pemberiannya.
“Kau datang ke sini, apa karena kau masih menyukai Jihye? Sejauh itu?” Yura menjeda makannya dan memberi Jonghyun pertanyaan. Jonghyun yang mendengar pertanyaan itu pun ikut menjeda makannya.
Ia menerawang ke depan selama beberapa menit. “Oh.” jawabnya ringan lalu kembali menikmati karenya yang sempat tertunda.
Tak lama, Yura berdiri dan mengambil sesuatu dari saku roknya.
“Ini uang untuk kare. Gomawo.” Yura meletakkan beberapa lembar won ke meja.
Setelah itu Yura pergi dari sana menuju ke arah toilet. Rasa sakit itu datang lagi. Apalagi setelah mendengar secara langsung bahwa Jonghyun masih menyukai Jihye. Ia ingin sekali mengatakan bahwa Jihye sudah sama sekali tidak menyukai Jonghyun tapi ia tidak bisa seegois itu. Ia menghargai perasaan Jonghyun dan ia tidak ingin merusaknya.
--------------
Jihye melangkah kesal keluar dari tempat ganti wanita di sayap kiri gymnasium. Ia menatap Taehyung keras sambil berdecak.
“Kau tetap menyebalkan, kau tahu itu. Sampai kapanpun aku akan menganggapmu menyebalkan.”
Taehyung mendekat sambil terkekeh kecil. “Yang kalah memang selalu sebal pada yang menang bukan?”
Jihye mengepalkan tangannya sebelum Taehyung mengulurkan ponselnya ke arah Jihye.
“Tulis nomormu.”
Setelah desahan kecil, Jihye mengambil ponsel milik Taehyung dengan kasar lalu mengetikkan nomornya. Ia bisa apa lagi. Ia memang kalah dan harus mematuhi janjinya.
Setelah selesai, Jihye menjulurkan ponsel Taehyung kembali ke dirinya. “Jangan hubungiku lebih dari 3 kali sehari, arasso? Itu sangat mengganggu.”
Taehyung tampak menganggukkan kepalanya layaknya anak kecil. “Arasso.”
“Bagaimana jika aku menjualnya ke anak lain?” Lanjutnya, sengaja untuk memancing emosi Jihye.
“Bwo?! Ya! Kau akan benar-benar mendapatkan tinjuanku jika kau berani melakukannya!” teriak Jihye, memperagakan tinjuannya yang melayang.
Taehyung yang melihatnya hanya bisa tertawa kecil.
Tak ingin berlama-lama dengan Taehyung, Jihye melangkah pergi meninggalkannya keluar dari gymnasium. “Halkke.”
Ia melangkah menuju kantin karena ia tahu Yura pasti sudah menunggunya di sana. Sesampainya di kantin, segera saja ia membeli sebuah roti dan susu kotak. Namun setelah sampai di sana, ia tidak melihat bayangan sahabatnya sama sekali. Meskipun ia sudah menscan seisi ruangan kantin yang memang cukup luas.
“Ayee dimana bocah itu?” gumamnya. Bukannya menemukan bayangan Yura, saat mecarinya ia malah melihat bayangan Sojin, rivalnya dalam segala hal. Sampai sekarang Jihye pun tidak tahu mengapa mereka bisa berversus. Yang ia tahu, Sojin selalu datang kepadanya dengan wajah tidak mengenakkan yang ia artikan sebagai wajah tidak suka.
Celaka bagi Jihye ketika Sojin malah mendekatinya. Feelingnya mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi.
“Yoo. Jihye.” panggil Soojin ketika ia akhirnya berada di dekat Jihye. Jihye hanya bisa memasang wajah tembok sambil melahap rotinya.
“Kudengar kau berpacaran dengan Luhan, eoh?”
Jihye tetap diam.
“Namun, aku merasa hubungan kalian kurang akrab.”
Jihye masih tetap diam.
“Bahkan sekarang pun kalian tidak makan siang bersama...”
Saat itu juga, Jihye membenarkan ucapan Sojin dalam hati dan mempunyai perasaan hal yang tidak menyenangkan akan terjadi sehingga ia mengirim Luhan smsnya secara diam-diam.SMS berisi
‘S.O.S. @Kantin –Jihye’
Sojin tertawa sebentar, begitu juga dedengkotnya.
“Dan bukankah sangat aneh, baru saja seminggu lebih berapa hari, kalian sudah menjadi sepasang kekasih.”
Kali ini, Jihye tidak bisa diam. Arogansinya kembali ke permukaan. “Well, aku Yoo Jihye. Kau meragukanku? Aku lebih meragukan seseorang yang selalu memacari mantanku.” Smirk Jihye melebar ketika ia melihat wajah penuh emosi milik Sojin. Dedengkotnya yang berada di belakangnya menahan Sojin untuk memukul Jihye. Selang beberapa menit, emosi Sojin memadam. Ia melanjutkan narasinya.
“Apa kamu pikir mengupload foto kalian bersama dan bertingkah mesra sudah cukup? Hah? ” kali ini, nada Sojin meninggi. Kini semua orang mulai memandang ke arah mereka berdua. Perhatian mereka ke hal lain mulai teralihkan ke Jihye dan Sojin.
Perasaan Jihye mulai terasa tidak enak. Ia menggamit roknya dan berdoa agar kalimat itu tidak terucap...tapi kali ini, sepertinya doa Jihye belum terkabulkan.
“Tentu kalian harus menunjukkan kami bukti yang sangat kuat, Yoo Jihye. Bukti yang sangat kuat bahwa kalian sepasang kekasih.”
Jihye menguatkan gamitannya ke roknya. Keringat dingin keluar dari pori-pori kulitnya. Perasaan Jihye campur aduk karena ia tahu apa yang akan Sojin katakan.
Sojin menjeda kalimatnya dengan sebuah cengiran serigala.
“Kisseu.”
----------------
Jihye ingin sekali berdiri dan menampar Sojin keras-keras namun tentu saja ia tidak bisa. Ia tidak berani. Ini semua memang salahnya, memulai semua pura-pura ini dan menyeret Luhan ke dalamnya. Ia bisa membuat Luhan melakukan ini itu agar mereka berdua tampak berkencan tapi kalau itu adalah kiss, tentu saja tidak bisa.
Selang beberapa detik Sojin mengatakan “Kisseu”, Sojin dan dedengkotnya tertawa penuh kemenangan. “Sudah kuduga hubungan kalian palsu.” Kembali Jihye gamit ujung roknya semakin kencang.Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Saat itu juga, ia merasa kalah telak. Dan ingin rasanya ia pergi dari sana secepat mungkin.
Namun anehnya tawa mereka kemudian berhenti dan Jihye merasakan seseorang menarik dagunya dari belakang, membuat kepalanya miring ke samping.
Dan hal yang mengejutkan terjadi setelahnya.
Mata Jihye melebar sempurna. Jantungnya berdegup kencang luar biasa. Dan tubuhnya terasa begitu lemas. Sentuhan lembut itu mengenai bibir milik Jihye. Lebih mengejutkannya lagi baginya, bayangan wajah yang berada di depannya, yang sedang melakukannya padanya, adalah bayangan wajah Luhan yang sedang memejamkan matanya.
Satu detik, dua detik, tiga detik. Meski hanya statis, Jihye merasakan sesuatu yang luar biasa terjadi di dalam perutnya.
Mereka lalu saling melepaskan diri. Diikuti oleh suara riuh siswa yang berada di sana. Sebelumnya bahkan terdengar ada suara blitz dan cahaya yang terpendar.
“Mian, Jihye-a. Aku baru saja selesai membantu Mr. Kang.” ujar Luhan terengah-engah pada Jihye yang kini hanya bisa menatap ke depan dengan wajah memerahnya.
“A-ah g-gwaenchana.” jawab Jihye terbata-bata.
Itulah mengapa ia kurang begitu suka dengan para namja. Mereka bisa melakukannya sesuka mereka tanpa bereaksi apapun sementara Jihye merasa ia akan sekarat karena hal tadi. Dan meski Jihye sudah banyak berkencan dengan para namja, ia selalu menolak untuk kiss. Jihye bahkan menghitungnya. Dan tadi itu adalah kisseu ketiganya seumur hidup.
Sojin tampak kesal luar biasa sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Luhan dan Jihye.
----------------
Setelah Sojin pergi, Jihye menghembuskan nafasnya lega. Apalagi setelah semua pasang mata tak lagi menatap ke arahnya. Setelah itu, segera saja ia menggosok-gosok bibirnya menggunakan punggung tangannya. Ia bahkan memberi jarak antara dirinya dengan Luhan yang duduk di sampingnya.
“Ya! Mengapa kau melakukannya?!” bisik Jihye pada Luhan yang mulai membuka bukunya setelah kepergian Sojin.
“Kamu yang mengirimiku sms sos.”
“Keundae..Kau bisa mengabaikannya! Maksudku, kau bisa melakukan hal lain seperti...” Jihye buntu. Ia tak kunjung menemukan hal apa yang bisa membungkam Sojin.
“Hanya kisseu yang bisa membungkamnya.” balas Luhan datar. Ia lalu menutup bukunya. “Lagipula, aku melakukan ini bukan untukmu. Ingat mengapa aku melakukan semua ini?”
Mata Jihye melebar. Bagaimana pun juga ia kecewa atas jawaban dari Luhan. Seakan Luhan menganggap remeh kisseu yang ia berikan hanya karena.... “Ya, aku masih ingat.” Jihye menunduk. “karena kau ingin aku menjauh darimu.” suara Jihye melemah.
“Baguslah kau masih ingat.”
Saat itu juga, Jihye merasakan rasa sakit di dada kirinya. Kali ini lebih hebat dari sebelumnya.
Sebelum Jihye dapat membalas ucapan menyayat dari Luhan dengan sebuah kalimat tegar, sebuah tepuk tangan terdengar.
“Daebak, Yoo Jihye. Daebak!”
Aish. Hidupku dipenuhi namja-namja menyebalkan. batin Jihye ke dirinya sendiri.
“Baru saja kau memutuskanku, sekarang kau jalan bersamanya? Cepat sekali kau bisa mendapatkan namja baru.” Jonghyun kini duduk di samping Jihye, membuat Jihye berada terapit di antara Luhan dan Jonghyun.
“Geumanhae, Jonghyun-a.” bisik Jihye geram.
Namun bukan Jonghyun namanya jika ia berhenti.
“Bahkan kalian melakukan kisseu di tempat seperti ini. Omo.” Jonghyun terus melihat ke arah Jihye sambil menyangga kepalanya di atas tangannya.
“Hong Jonghyun. Geuman!” Jihye masih berbisik geram pada Jonghyun namun Jonghyun masih saja meracau seenak perutnya. Dan racauannya kali ini membuat siapa saja yang mendengarnya terkejut.
Hari ini pasti bukan hari-nya. Setelah dikerjai oleh bocah baru, kini ia harus merasakan kisseu milik Luhan dan terusik oleh mantannya Hong Jonghyun. Sejak kemarin, tiga namja itu memang selalu mengusik hidupnya.
Tampak Jonghyun berdiri, memandang tajam ke arah Jihye yang sedang duduk dan merasa ketakutan.
“Jika Luhan saja bisa, aku juga pasti bisa kan, Yoo Jihye?”
Jihye mengepalkan kedua tangannya. Baru saja ia akan berdiri dan menampar Jonghyun keras-keras namun ada seseorang yang berdiri lebih dulu darinya.
Luhan berdiri, berhadapan dengan Jonghyun dan Jihye kembali duduk di antara mereka.
“Kau lupa aku ada di sini?!” nada Luhan meninggi. Diikuti oleh kerah Jonghyun yang sudah digenggam oleh Luhan.
Jihye terkejut. Baru kali ini ia melihat sisi Luhan yang lain. Dan jujur saja, ia sempat takut melihat Luhan yang seperti itu. Bukan Luhan yang pendiam, dingin ataupun lembut akan tetapi Luhan yang baginya tampak sedikit menyeramkan. Meskipun Jihye sempat berharap Luhan menolongnya tapi ia sama sekali tidak tahu Luhan akan menampakkan wajah seperti itu.
“Whuooo..Kau bisa marah juga.” celetuk Jonghyun sembari mengangkat kedua tangannya, pertanda menyerah. Luhan pun melepaskannya dan Jonghyun pun segera merapikan bajunya, terutama kerahnya.
“Baiklah, sekarang aku mengerti kalau kalian serius.”
Beruntungnya, tepat setelah itu bel masuk berbunyi. Jonghyun lalu pergi setelah ia mengucapkan sesuatu ke Jihye. “jika kau sudah bosan dengannya, kau bisa kembali padaku.”
Dan ia pun menghilang.
Meninggalkan Luhan dan Jihye sendiri. Semua orang yang berada di sana pun mulai bepergian meninggalkan kantin.
“Pulang sekolah, ada yang ingin kusampaikan padamu.” ucap Luhan pada Jihye tanpa memandangnya langsung.
Jihye yang masih terkejut hanya bisa menjawab “Nae!!” dengan sigap. Setelah itu Luhan meninggalkan Jihye yang masih bingung dengan apa yang telah terjadi.
Mengapa semua yang terjadi hari ini tampak begitu nyata? Aku bisa merasakan emosi di dalamnya. batinnya sedari tadi.
Namun, ia segera menjauhkan pikiran tsb jauh-jauh dari kepalanya. Ia tak ingin banyak berharap. Karena ia tahu, ini adalah tentang Xi Luhan. Ia tahu harapannya tak akan berhasil apapun kecuali kekecewaan.
------------
Yeay update!
Oiya, author mau promosi dikit nih mengenai BBMGG (Bad Boy Meets Good Girl)
Jadi, BBMGG itu jadinya tokohnya Myungsoo, Kai sama ceweknya OC.
Aku udah tanya-tanya, katanya release Insyallah awal Februari dan harganya kira-kira di bawah 40 k rupiahs katanya.
(Murah kan? hehe)
Mohon dukungannya ya readers. Beberapa persen keuntungannya akan aku donasiin ke kas Childhood Cancer Care (3C) di Rs Moewardi karena kebetulan mereka bakal ada event besar ‘Run for Hope’.
Bedanya sama ffnya?
Jelas aja beda. Secara ini udah masuk ke penerbit, bahasanya insyaallah juga lebih halus dan khas penerbit gitu hehe
Pyepye~