“Apa hanya Yura yang dapat melihat sisi dari dirimu yang seperti ini?”
Bel masuk telah berbunyi begitu nyaring akan tetapi guru yang mengajar kelas 2-D tak kunjung datang. Jihye meletakkan kepalanya di meja. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Baru sehari ia pura-pura berkencan dengan Xi Luhan, hari ini ia malah harus bertemu dengan seseorang yang telah ia coba untuk hindari, Ho Jonghyun. Namja kaya yang mengetahui rahasianya.
“Psssss.” Jihye mendesis sebelum datang Hyungsik yang mengusik kegalauannya.
“Ya, Yoo Jihye.”
Jihye mendongak. “Bwo?”
“Apa benar kau berkencan dengan Luhan?”
Jihye mengangguk, meski sedikit memandang ke arah lain karena ketika ia mengingat kalimat “ia berkencan dengan Luhan” perutnya terasa mual. Dulu Jihye sempat sedikit menyukai Luhan karena entah apa namun kini, rasa sukanya yang sangat sedikit luntur dan hilang sama sekali.
“Daebak. Ya. Namja seperti dia memiliki kesempatan tapi mengapa kau menolakku.” Hyungsik merasa tidak terima. Kini dapat dilihatnya wajah Hyungsik berlipat-lipat seperti origami.
Ingin sekali Jihye menjawab “Karena kau tidak memiliki tahi lalat di tanganmu.” Tapi tentu saja alasan absurd itu tak terucap. Yang terucap malah kalimat sok filosofis dari mulutnya.
“Mungkin karena kau memang bukan untukku.” Jihye menjawabnya dengan kalem, membuat wajah Hyungsik tambah mengerut.
“Ya kau pasti tidak memiliki internet di rumah, bukan?” Tiba-tiba terdengar suara Suga ikut meramaikan percakapan di antara mereka berdua. Hyungsik memberinya pandangan tak mengerti.
Terdengar helaan nafas dari mulut Suga. Dan ketika ia mencoba untuk menjelaskan semuanya, Jihye menyela.
“Aku bertaruh untuk mendapatkan Luhan.”
Setelah itu, seseorang yang mereka bicarakan berada di daun pintu. Panjang umur! batin Jihye.
-----------
Hanya dalam satu pandangan yang Luhan berikan kepada Jihye, Jihye langsung keluar dari kelas dan menuju ke arah Luhan.
“Kau boleh berbuat sesukamu di sekolah. Melakukan ini itu tapi..”
“Aku tahu.” Belum selesai Luhan berujar, Jihye menyela. “Aku tidak boleh menyukaimu, bukan?” Lanjutnya, diiringi dengan salah satu alisnya yang terangkat.
Luhan menghela nafasnya.
“Yeah. Ada satu lagi.”
“Bwo? Satu lagi?”
Luhan mengangguk. Jihye memutar bola matanya.
“Jangan ikutiku ketika pulang.”
Jihye diam. Tak bisa berkata apa-apa. Ia biarkan mulutnya membentuk huruf ‘o’. Semakin lama, semakin ia merasa, Luhan adalah orang penting yang sangat berharga sehingga untuk berpura-pura mengencaninya saja harus ada berbagai macam syarat. Syarat yang menurutnya aneh.
“Oh, ayolah Xi Luhan.” Jihye menyilangkan tangannya ke dada. “Aku tak akan mengikutimu.”
Bukannya tersinggung atau apa, Jihye malah mendapati Luhan tersenyum ke arahnya. “Baguslah.”
Saat itu juga, mereka tidak menyadari bahwa ada sebuah rombongan yeoja yang berlari ke arah barat, ke arah kelas 2-A.
Jihye tidak sadar bahwa ia berada agak ke tengah dari lorong sementara yeoja yang berlarian mungkin saja menabraknya. Untungnya, Luhan saat itu pandangannya lebih luas daripada Jihye yang sedang menghadap ke arahnya tahu akan yeoja yang sedang berlarian tersebut sehingga ia menyelamatkan Jihye. Ia mendorongkan lengannya ke arah samping Jihye dan menariknya ke arahnya. Tentu saja, setelah itu badan Jihye terpaksa harus terlempar ke dada bidang milik Luhan.
Jihye tidak bisa melakukan apapun kecuali diam. Meski suara yeoja yang berlarian tampak bergemuruh di belakangnya, ia tidak merasakannya. Suara tsb seakan memudar. Ia hanya berkonsentrasi dengan bagaimana ia kini bisa dalam rengkuhan Luhan. Betapa degup jantungnya meningkat, betapa pipinya memanas, betapa ia merasakan perasaan aneh di tubuhnya.
-----------
Luhan kemudian melepaskan Jihye dan Jihye segera berdiri tegak ke posisi sebelumnya.
“D-dengar. A-aku melakukan semua pura-pura ini bukan karena aku menyukaimu, arraso?” tegas Jihye lalu pergi dari sana meninggalkan Luhan tanpa membiarkan Luhan untuk membalas kalimatnya terlebih dahulu.
Setelah bayangan Jihye menghilang, memasuki kelas, Luhan pergi ke kelanya, 2-A. Bayangan yeoja berkerumun di sekitar jendela dan pintu.
“Omo ternyata anak baru kedua itu Jonghyun?”
“Aigoo..Bagaimana bisa aku memilih antara Taehyung dengan Jonghyun...”
“Yang benar saja. Hari ini terasa seperti mimpi. Kita kemasukan dua murid baru dan mereka semua tampan.”
Sejenak, Luhan mendengarkan percakapan mereka sambil menerawang memandang ke arah Jonghyun. Sebenarnya sejak tadi pagi ia merasakan keanehan. Mengapa dua murid baru datang di pertengahan semester. Sesuatu yang aneh. Setidaknya mereka dapat menunggu satu semester untuk tamat terlebih dahulu lalu pindah, bukan? Apa ada sebuah alasan untuk mereka berdua sehingga mereka pindah di tengah semester?
Pikiran aneh lalu memenuhi kepala Luhan. Bagaimana pun juga, saat ia memikirkannya, bayangan Jihye muncul.
Jika memang apa dugaannya benar, mereka telah kembali mencarinya. Dan kali ini benar-benar serius.
-----------
Jihye memijat keningnya. Bagaimana nasibnya bisa semenyebalkan ini. Seharian penuh hidupnya diusik oleh tiga namja menyebalkan. Murid baru, mantan kekasih dan seseorang yang terpaksa harus menjadi pacar pura-puranya. Seharian penuh ia memikirkan ucapan Jonghyun hingga ketika kelas telah selesai pun ia tidak segera pulang.
“Ya. Daebak. Kau benar-benar bisa membuatnya menyukaimu. Jinjjha daebak.” ujar Yoseob yang kini berada di samping bangkunya.
Jihye melihat ke arahnya malas sambil menjawab seasalnya. “Apa sebelumnya kau meragukanku? Pssss.”
“Bukan begitu. Hanya saja, kau tahu, Luhan itu sedingin es dan sekokoh batu.Ia benar-benar jarang berbicara dan menjawab pertanyaan setiap orang seperlunya. Aku hanya pernah mendengar satu kata dari mulutnya..”
Belum selesai Yoseob berujar, Jihye yang sudah tahu apa kalimat itu ikut menjawab “Nae.” Mereka berdua mengucapkannya secara bersamaan.
“Bwo? Kamu juga tahu?”
“Ya. Aku sudah bersusah payah mengajaknya berbicara juga sebelum ini. Kau tahu, aku pernah bertanya padanya “Apa kamu sudah makan siang?” Ia malah membalasnya dengan “Nae” lalu pergi meinggalkanku.”
Jihye memutar bola matanya. Yoseob membentuk mulutnya seperti huruf ‘o’
“Ia juga seperti itu kepada yeoja sepertimu? Yeoja yang diburu beribu namja di luar sana.”
“Ayeee kamu terlalu berlebihan. Aku tak seperti itu. Yah tapi sekarang Luhan dapat mengucapkan kata lain selain ‘nae’ padaku.”
Meski sebenarnya kalimat selain ‘nae’ nya lebih menyebalkan. batin Jihye.
Yoeseob kemudian tertawa. “Kamu pasti sudah sangat bekerja keras.”
Jihye ikut tertawa. “Yeah mungkin.”
-----------
Jihye melenggang menuju ke perpustakaan untuk melanjutkan tugas jaga perpustakaannya hari itu.
“Ya. XI Luhan!” panggil Jihye, sedikit berteriak. Harapannya Luhan akan menengok dan meninggalkan dunia semunya pada buku terwujud.
“Kau benar-benar tidak romantis. Kau seharusnya menjemputku di kelas sepulang sekolah. Aish...” Kini Jihye duduk di sebelah Luhan. Luhan hanya diam, sama sekali tidak merespon ucapan Jihye.
Jihye sudah biasa saja tentu saja. Memang ia berharap jawaban apa dari Luhan. Yang ia dapat selalu wajah datarnya.
Setelah itu, Jihye memandang ke sekeliling. Perpustakaan terasa sangat sepi. Sebelum Jihye membuka mulut untuk bertanya, Luhan mengatakan sesuatu seakan dapat membaca pikiran Jihye.
“Perpustakaan sangat sepi hari ini. Itu karena para yeoja lebih memilih untuk mengikuti Jonghyun dan Taehyung sementara para namja telah sakit hati kau akhirnya mendapatkanku.” Jelas Luhan datar sambil tetap menatap ke arah bukunya.
Di dalam hati, Jihye membenarkan ucapan Luhan.
Namun Jihye mengerutkan dahinya, seakan tidak terima akan beberapa detail kalimat yang Luhan ucapkan. “Bwo? Aku mendapatkanmu? Ya, terbalik. Seharusnya ‘para namja telah sakit hati karena aku akhirnya mendapatkanmu’. Di sini kamulah yang beruntung telah mendapatkanku, arradji?” Jihye menyilangkan tangannya ke dada kesal.
“Kau yang bertaruh untuk mendapatkanku. Jadi, kaulah yang diuntungkan dari semua ini.” Kini Luhan melepas pandangannya dari buku.
“YA! Tetap saja kau juga beruntung telah mendapatkanku.” Jihye lalu berdiri, menghentakkan kakinya. kemudian emosinya semakin memadam. “Aish sudahlah.”
Jihye berpikir bahwa diskusi dengan Luhan hanya akan menghabiskan energinya saja. Setelah itu, ia mengeluarkan smartphone putih dari sakunya. Smartphone seperti obat penenang baginya. Ia membuka youtube dan mendapati bahwa youtube channel yang menjadi langganannya mengeluarkan video baru. Video trailer baru.
Mata Jihye langsung berbinar melihatnya, ketika ia melihat video trailer film baru yang sudah keluar sejak seminggu kmarin dan menyadari bahwa hari ini adalah hari tayangnya.Film berjudul Spiderman 4.
“Ya. Ini perpustakaan Mengapa kau memutar video, itu sangat mengganggu.” Luhan berkata, ditujukan kepada Jihye tentu saja. Namun Jihye tetap kekeuh dan tak memperhatikan ucapan Luhan.
“Yoo Jihye.”
“Perpustakaan sedang tidak ada orang. Jadi videoku tidak akan mengganggu siapapun.” jawab Jihye santai, masih mengagumi video trailer yang ada di hadapannya.
“Ada aku, kau lupa?”
Setelah menjawab ucapan Jihye, ia kemudian mempause videonya dan mencibir, memandang ke arah Luhan. “Kau bukan orang. kau itu patung hidup.”
Lenguhan dari mulut Luhan terdengar.
“Dan kau begitu bodoh untuk berpacaran dengan sebuah patung hidup.”
Jihye berdiri lagi dan menghempaskan kedua tangannya ke bawah. “Ya. Pura-pura, okey? Pura-pura!”
Jihye yang merasa kekesalannya telah melebihi batas pun berjalan menuju ke dekat meja counter dan duduk di sana. Ia tidak menyadari bahwa Luhan tidak sengaja tersenyum geli melihat wajah kesal miliknya. Itu untuk sesaat. Karena setelah itu, Luhan sadar bahwa ia tidak seharusnya menaruh emosi apapun kepada Jihye, termasuk emosi gemas akan wajah kesalnya.
-----------
“Yura-yaa Gomapta. Kamu benar-benar mengantre tiket Spiderman 4 untukku?! OMO BEST FRIEND EVER!” Jihye memeluk Yura setelah ia bertemu dengan Yura di gedung Bioskop.
“Ya. Aku tidak ingin tampak seperti ‘jeruk makan jeruk’ jadi..bisakah kau melepaskan pelukanmu?” bisik Yura karena Jihye yang tak kunjung melepaskan pelukannya dari Yura. Jihye yang tersadar kemudian melepaskan pelukannya ke Yura dan berdeham. “Ah matta. Mian.”
Yura lalu memberikan tiketnya ke Jihye. Lagi-lagi Jihye tampak kegirangan.
“OMO dan ini 3-D!”
Saat itulah Yura menggeret Jihye pergi karena beberapa pasang mata memperhatikan Jihye dan teriakan histerisnya.
Mereka lalu duduk di sebuah kursi di luar studio yang akan mereka masuki nanti. Yura lagi-lagi memandang ke arah Jihye dan didapatinya wajah bahagia itu masih melekat. Digelengkannya kepalanya ke kanan dan ke kiri.
“Kamu benar-benar menggemari film science fiction, eoh? Apalagi yang bertema hero seperti itu. ”
Jihye menengok. “Tentu saja.”
Dan lagi-lagi, Yura harus mendengarkan alasan mengapa Jihye menyukainya. Ia telah mendengarkan kalimat itu berulang kali. Namun ia tak juga bosan karena ia dapat melihat wajah bahagia Jihye ketika ia menceritakan betapa ia menggemari film bergenre action science fiction, rentetan film yang pernah ia tonton dan betapa ia menontonnya berulang kali.
“Kamu tahu, segala kemungkinan dapat terjadi.”
Jihye mengakhiri narasinya. Dan saat itu pula pengumuman bahwa studio yang akan mereka masuki pun terdengar.
-----------
Jihye melenguh melihat bungkus popcorn yang sudah kosong di sampingnya. Film belum mulai namun ia telah menghabiskannya. Saat itu juga ia mengutuk betapa iklannya memakan waktu cukup lama dan saat itu pula ia mengamati bangku di samping kanannya kosong.
Beberapa menit berlalu, film yang ia tunggu-tunggu pun akhirnya dimulai. Jihye benar-benar fokus akan film yang ia lihat. Semua pikirannya terlarut ke sana. Bahkan ketika seseorang akhirnya menempati bangku di sebelah kanannya, she care less. Ia sama sekali tidak peduli. Ditambah fakta bahwa ruangan bioskop menajdi gelap ketika film telah dimulai.
Parahnya lagi, Jihye bahkan lupa bahwa Yura sebenarnya berada di sebelah kiri kursinya bukan kanannya. Saat sebuah adegan menarik perhatian Jihye, ia menarik baju di bagian lengan seseorang di kanannya.
“Yura-ya. Apa kamu merasakan sesuatu yang aneh ketika Marry Jane melakukannya?”
Hening. kemudian suara Yura dapat terdengar di sebelah kirinya bukan kanannya. “Ya, Yoo Jihye. Aku di sini.”
Gerak tangan Jihye kemudian tercekat. Ia kemudian memberanikan diri untuk menatap ke arah seseorang di sebelah kanannya.
Xi Luhan?!
-----------
Film pun akhirnya berakhir dan kini Jihye memandang ke arah Luhan.
“Ya mengapa kau berada di sini?” tanya Jihye pada Luhan.
“Bukankah biasanya seorang namjachingu menemani yeojachingunya pergi menonton film?” jawab Luhan santai.
“Tapi..Kamu tidak pernah serius terhadap hubungan ini. Mungkinkah...” Kini Jihye berdiri karena sebuah pikiran terlintas di kepalanya. “Maldoandwae. Kau tidak mungkin menyukaiku kan? Kau tidak mungkin menyukaiku lalu membuntutiku kan?”
Luhan memandang ke arah Jihye sejenak. Lalu ia menutup mulutnya untuk menahan tawa.
“YA. Mengapa kau tertawa?! Aku sedang serius. Kau tidak lihat wajahku yang sedang serius?”
Jihye mengejar Luhan yang kini mulai meninggalkan kursinya.
“XI Luhan kau benar-benar tidak sopan. Aku sedang berbicara padamu.”
Jihye terus mengejar Luhan seperti itu hingga mereka akhirnya keluar dari studio. Jihye bahkan lupa bahwa ia sedang bersama Yura. Yura yang melihat kelakuan mereka hanya bisa terkekeh kecil. “Omo gwiyeopda.”
“Luhan-ssi. Kau memberiku syarat agar aku tidak menyukaimu kan? Maka berlaku sama kepadamu, kau tak boleh menyukaiku.”
Kini Luhan akhirnya berhenti berjalan. Ia membalikan badannya, menghadap ke arah Jihye.
“Jika kau menganggap aku menonton Spiderman 4 adalah pertanda bahwa aku menyukaimu maka itu berarti bahwa seisi bioskop tadi juga menyukaimu?”
Jihye berkedip. Ia akhirnya mengerti apa maksud dari kalimat yang Luhan lontarkan.
“Tidak hanya kamu yang menyukai Spiderman 4.”
Jihye membatu. Ia tahu ini terdengar tidak benar tapi ia merasa ada seserpih rasa kekecawaan di dalam hatinya. Diremasnya jas seragamnya di bagian dada kiri. Meski samar, ia dapat merasakan sedikit rasa sakit. Tapi Jihye terlalu malas untuk menimbang-nimbang mengapa ia merasakannya sehingga ia kembali menghadap ke depan dan menyusul Luhan.
“Bwoyaa dan kau menganggap pertanyaanku tadi serius? Tentu saja aku bercanda, pabo. Aku juga tak mungkin menyukaimu.”
Luhan berhenti sejenak kemudian ia menengok ke arah Jihye sambil menyunggingkan sebuah senyum. Yang bagi Jihye tampak sangat manis.
Lengkungan bibir itu dan senyum mata khas milik Luhan, Jihye terdiam sebentar untuk menikmatinya.
“Baguslah. Itu berarti janji kita tidak terlanggar.”
Senyum manis untuk kalimat yang menyayat.
Jihye berusaha tegar ketika ia mendengar respon Luhan dimana ia mengatakan “Baguslah.”
Ia sendiri juga tidak tahu mengapa ia lagi-lagi kecewa ketika Luhan mengatakannya. Padahal itu adalah jawaban yang memang Luhan harus keluarkan.
Memangnya aku berharap apa? Sudah seharusnya ia berkata seperi itu. batin Jihye.
Tapi bukan Jihye namanya jika dia merasa sakit hati dan pergi menjauh dari Luhan. Ia malah kembali mendekatinya dan melanjutkan pertengkaran mulut yang mereka lakukan.
“Yah! Jangan bilang kau juga menyukai film seperti itu.”
-----------
“Kita harus melakukannya. Sebagai bukti kuat bahwa kita telah berkencan.” ujar Jihye mantap. Setelah menyeret Luhan sekeluarnya dari bioskop, Jihye akhirnya melepaskan cengkraman tangannya ke Luhan setelah mereka berada di sebuah foodcourt berjudul ‘Happy Cone’.
Jihye menyuruh Luhan duduk sementara ia memesan sesuatu di counter bar. Dan setelah beberapa menit, ia kembali dengan tiga cone es krim di tangannya.
Satu es krim ia berikan pada Yura, satu pada Luhan dan satunya untuk dirinya sendiri. Ia lalu menarik sebuah kursi dan membuatnya dekat ke kursi milik Luhan.
“Yura-ya. Bisakah kau memotoku dan juga Luhan?” perintah Jihye setelah ia mendekatkan kursinya ke dekat Luhan dan duduk di atasnya.
“Nae? Ah arasso.”
Setelahnya, Jihye berpose sedemikian rupa. Mulai dari pose cheese hingga pose memonyongkan bibir.
“YA Xi Luhan. Ekspresimu tampak sama di semua foto. Aigoo..”
Lalu mereka berfoto kembali.
“Jaggaman.” Jihye menyuruh Yura untuk berhenti memoto mereka. “XI Luhan, tersenyumlah.”
Ia lalu menghadap ke arah Luhan dan memajukan kedua tangannya. Saat itu juga, ditariknya kedua sudut bibir milik Luhan menggunakan kedua tangannya. Jihye tidak sadar sama sekali bahwa ketika ia melakukannya, Luhan merasakan sesuatu. Sesuatu dimana ia ingin memegang dan menahan tangan Jihye untuk tetap berada di wajahnya. Tapi tentu saja, Luhan lalu menepis semua rasa yang baginya konyol itu.
Mereka berfoto lagi. Hingga akhirnya Jihye sudah merasa puas dengan hasilnya.
Jihye tersenyum lebar. Ia tampak begitu senang.
Yura sendiri hanya bisa bingung daritadi. Ia sebenarnya merasa sangat canggung. Karena ia merasa ada dua atmosfir berbeda di sana. Ia dapat melihat Jihye sedang asik dengan aktivitasnya sendiri sementara ia juga dapat melihat Luhan memandang Jihye dengan tatapan yang menurutnya aneh. Ia tidak tahu pasti mengapa seperti itu namun pikiran bahwa Luhan menyukai Jihye terlintas di pikirannya.
“Omona. Bukankah jika fotonya seperti ini terasa seperti dibuat-buat?” ujar Jihye, memecahkan lamunan Luhan dan Yura.
“Maksudku, biasanya sepasang kekasih pergi berdua tapi foto ini menunjukkan bahwa ada seseorang yang mempotret kita dan menunjukkan bahwa kita tidak pergi berdua saja.” lanjut Jihye.
Yura mengangguk-angguk, memikirkan bahwa ucapan Jihye memang benar. “Kalian seharusnya selca menggunakan front camera.” Yura menambahkan.
Yura dan Jihye larut dalam pikiran mereka dan di saat yang sama, mereka menengokkan kepala mereka setelah mendengar sesuatu yang aneh terjadi.
Luhan tertawa.
Ia tidak sengaja tertawa melihat tingkah Jihye yang menurutnya menggemaskan—dimana ia akhirnya sedikit mengakuinya.
Jihye tentu saja tidak ingin kehilangan momen. Ketika Luhan tertawa, ia segera memfoto selca dirinya tertawa berada di samping Luhan yang belum berhenti tertawa.
-----------
Jihye mengotak-atik smartphonenya, mengedit fotonya dengan Luhan dengan menambahkan sebauh filter atau mungkin effect. Setelah puas, ia menguploadnya ke berbagai media sosial.
“Haha. Nikmati itu, para haters.” ujar Jihye sengit.
Jangan tanya Luhan sedang apa ketika Jihye asik dengan smartphonenya saat itu karena jawabannya tentu saja membaca buku. Jihye yang sudah bosan melihat Luhan membaca buku terus menerus pun memulai sebuah topik pembicaraan.
“Xi Luhan. Apa benar kau menyukai film bergenre science fiction action seperti Spiderman 4 tadi?” tanya Jihye. Ia sadar bahwa telah menanyakannya pada Luhan tadi. Tapi tadi Luhan tidak memberikan Jihye jawaban sehingga ia kekeuh untuk bertanya lagi.
Luhan akhirnya mengakuinya dengan mengangguk pelan.
Saat ini, tinggallah mereka berdua yang berada di dalam foodcourt karena Yura berpamit untuk pergi menemani eommanya belanja.
Saat Jihye melihat Luhan mengangguk pelan, sebuah senyum terkembang di bibirnya.
“Syukurlah. Aku pikir hanya aku yang menyukainya.”
Luhan hanya diam. Kali ini, ia memutuskan untuk tidak membaca buku ketika berbicara dengan Jihye. Entah karena alasan apa.
“Kamu sepertinya begitu menyukai film bergenre seperti itu..” balas Luhan.
“Bagaimana kau bisa tahu?”
Luhan terdiam sejenak.
“Tampak dari ekspresi wajahmu...”Jawab Luhan. “Dan bagaimana hebohnya dirimu ketika berada di bioskop tadi.”
Kalimat terakhir memang terdengar sangat menyebalkan bagi Jihye. Namun ia memilih untuk meredam emosinya sementara. “Aku tahu.. Yura bahkan kewalahan ketika ia nonton bersamaku.Terakhir kali ketika kita menonton Iron Man 3, ia membelikanku tiga bungkus popcorn agar aku diam ketika menonton.”
Luhan tertawa lagi. Meski sebuah kekehan kecil, jauh di dalam hati Jihye ia merasa senang dan bangga ia bisa menimbulkan tawa itu dari Xi Luhan. Xi Luhan yang super dingin dan terkenal dengan menjawab pertanyaan setiap orang dengan jawaban ‘nae’ saja.
Mereka lalu melahap es krim kedua yang mereka pesan setelah Yura pergi. Jihye beralasan bahwa ia masih lapar dan tidak ingin jika tampak menyedihkan dengan makan es krim sendirian di sana. sehingga Luhan mau tak mau menemani Yura yang sedang menghabiskan es krim keduanya.
Hening. Mereka sedang menyelami perasaan mereka masing-masing. Ada banyak perasaan asing yang menghinggap diri mereka hari ini dan mereka tidak tahu mengapa.
Luhan yang merasa canggung karena mereka tiba-tiba diam pun akhirnya bertanya akan sesuatu.
“Mungkinkah..kau percaya akan kekuatan super? Kamu tahu, kekuatan yang tidak seharusnya orang normal miliki.”
Tak lama setelah Luhan mengatakannya, ia menyalahkan dirinya sendiri mengapa ia memberi Jihye pertanyaan seperti itu. Namun di luar dugaanya, Jihye menjawabnya dengan wajah sumringah. Jawaban yang selama ini ingin ia dengar. Jawaban yang sepikiran dengan apa yang Luhan pikirkan.
“Tentu saja aku percaya. Nothing’s impossible Aku percaya akan banyak hal.Mungkin karena di waktu aku kecil, eomma sering bercerita tentang dongeng seperti werewolf, gadis berjubah merah dan semacamnya, sehingga aku percaya.” Jihye mengucapkan kalimatnya sebelum akhirnya ia terkikik pelan.
Luhan bagaimanapun juga merasa senang. Biasanya, orang yang mendengar pertanyaannya akan menjawab bahwa mereak tidak percaya tapi kini berbeda. Ia mendapatkan jawaban yang ingin ia dengarkan. Apalagi ketika ia melihat bagaimana ekspresi wajah Jihye ketika ia menjawab pertanyaannya.
Tak lama setelah itu, pertanyaan lain muncul. Pertanyaan yang tersangkut di benaknya sedari tadi.
“Apa hanya Yura yang dapat melihat sisi dari dirimu yang seperti ini?”
Jihye terkejut akan pertanyaan selanjutnya dari Luhan. Ia mendongak. “Nae?”
-----------
alurnya lagilagi kecepetan. dan maaf bahasaku acakadut. (--.)
lama banget nggak nyentuh pelajaran bahasa Indonesia jadi ya gini yaaah. diriku juga males baca novel sekarang. jadi yah...my writing lacks a lot!
thanks for reading! ini karena feedback kalian yg bikin author semangat jadi kasih feedback lagi yaaa!! :)