Jihye dan Luhan setuju untuk pura-pura berpacaran. Bagi mereka, ini adalah win-win solution. Luhan yang ingin Jihye segera menjauh darinya dan Jihye yang tidak ingin dipermalukan seisi sekolah jika ia gagal dalam taruhannya.
“Tentu saja, Xi Luhan. Dengan senang hati.” Jihye berusaha tersenyum, menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan aneh. “Gomawo kau telah mau membantuku.”lanjutnya pula.
Luhan lalu kembali berjalan dan Jihye membersihkan rok seragamnya dari remukan cat tembok pagar.
Mereka lalu berjalan seperti biasa namun bedanya, kini Jihye tidak lagi berada di samping Luhan melainkan berada di belakangnya. Ia masih sedikit takut dengan Luhan beberapa menit yang lalu. Ia tahu ia menganggap Luhan adalah namja yang culun dan lemah tapi ia juga berpikir bahwa Luhan juga lah seorang namja.
Sepanjang perjalanan itu pun Jihye tak lagi mengajak Luhan berbicara atau menggodanya atau menghinanya atau apapun itu untuk mencairkan suasana.
Perasaannya campur aduk. Baru kali ini ada seseorang yang menolaknya. Terang-terangan di depannya. Meski Jihye belum memiliki perasaan kepada Luhan, ia tetap merasakan perasaan aneh ketika seorang namja menolaknya. Jenis manusia yang biasanya mengejar-ejarnya kini menolak keberadaannya secara tegas.
“Kau pasti sudah sangat muak denganku, Luhan-ssi..” gumam Jihye hampir tak terdengar. “Kamu bahkan mau membantuku agar aku menjauh darimu..”
Luhan berhenti berjalan sebentar. Ia ingin menyanggah atau paling tidak menjelaskan bahwa ini semua demi kebaikan mereka berdua Tapi kalimat itu tidak sampai. Tidak sampai ke rungu milik Jihye.
“Aku pasti tampak memuakkan bagimu. Aku palsu..begitu palsu sehingga aku harus hidup dengan cara seperti ini.” lanjut Jihye, lalu ia tertawa.
Seberapapun Luhan ingin menjawab, beribu bahasa yang ia rangkai tetap tak terucapkan. Ia memilih untuk melanjutkan langkahnya.
Jihye sendiri lalu tersadar dan mengangkat kepalanya. Meski ia sedikit merasa kecewa, ia adalah tipe yeoja yang tidak ingin tampak menyedihkan di mata orang lain. Disusulnya langkah Luhan dan ia berjalan beriringan dengannya. Sebuah senyum tegar dengan susah payah ia bentuk di bibirnya.
“Tetap saja, gomawo Xi Luhan.” ucap Jihye menatap ke arah Luhan.
Luhan tetap berjalan lurus ke depan.
“Tenang saja, Aku tidak mengharapkan jawaban dari ucapan terima kasihku.” gumam Jihye lagi. Lalu mereka berjalan dalam keheningan.
“Ngomong-ngomong, bagaimana kamu bisa tahu mengenai aku yang turun tidak di depan rumah asliku? Kamu tahu, kamu orang kedua yang mengetahuinya selain Yura.” Jihye mencoba mengambil sebuah topik pembicaraan lagi.
Kini Luhan tidak lagi diam. Hembusan nafas terdengar.
“Kamu tampak ragu dan memandang ke arah kiri* ketika berbicara mengenai alamat rumahmu. Dan kamu tak juga memasuki rumahmu meskipun taxi telah berjalan jauh.”
Jihye berhenti melangkah. Sejenak ia tertegun Luhan membalas pertanyaan yang ia ajukan. Ia lalu tertawa. “Bwoyaaa.. Apa aku sedang berhadapan dengan seorang penggemar novel detektif saat ini?”
Luhan hanya diam dan menundukkan kepalanya. Meski samar, Jihye dapat melihat sebuah lengkungan kecil dari bibir Luhan. Tapi ia ragu, itu sebuah senyum asli atau mungkin hanya halusinasi Jihye saja.
Tak lama, Luhan mengangkat kepalanya sambil melihat ke arah Jihye. “Tenang saja, aku tidak akan memberitahu siapapun mengenai hal itu.”
· studi mengatakan kalau seseorang berbicara sambil melihat ke pojok kiri atas, dia sedang berbohong
--------------
"ANDWAEE!" Luhan berteriak sekeras mungkin. Dengan langkah terseok-seok ia menghampiri sebuah badan yang terjatuh ke lantai. Dilihatnya penuh kalut badan tersebut sembari menatap dadanya yang berlumur benda amis berwarna merah. Ditatapnya dengan lembut wajah pemilik badan tak berdaya itu sembari menitikkan air mata yang tak terbendung.
"ANDWAEEE!!"
Kesadaran membangunkannya. Nafasnya masih tidak stabil. Keringat mengalir deras dari berbagai pori2 di kulit wajahnya. Dinginnya ac di kamarnya tak mengubah apapun. Mimpi barusan membuat Luhan meringkukkan kepalanya ke lutut sembari menjambak rambut hitamnya. "Andwae..." meski lirih, dapat terdengar isak tangis dari bibir Luhan yang kini bergetar hebat.
--------------
"Anyyeonghaseyo. Kim Taehyung imnida." Seorang namja bertubuh tegap membungkuk ke seisi ruang kelas 2-D. Jihye hanya bisa menguap pelan sembari melirik sebentar ke arahnya lalu tertidur lagi.
Semua mata yeoja tampak berbinar-binar oleh ketampanan tak terelakkan milik namja di depan kelas tsb, kecuali mungkin Yura dan Jihye. Yura yang terlalu aneh karena tidak mengerti ketampanan seorang namja dan Jihye yang sudah tidak terlalu peduli apapun kecuali tidur. Semalam lagi-lagi ia harus mengirit waktu tidurnya untuk menghitung dan bekerja sebagai freelancer accountant.
"Namaku Kim Taehyung tapi kalian bisa memanggilku V. Mohon bimbingannya. " Taehyung lagi-lagi membungkuk setelah memberikan seisi ruangan senyuman mautnya.
"Baiklah Kim Taehyung-ssi. Kamu bisa memilih tempat dudukmu sekarang." ujar Seohyun seonsangnim kepada V yg kini sudah menegakkan tubuhnya. Wajahnya tampak berpikir sejenak namun akhirnya matanya tertuju ke arah belakang Jihye. Sebuah bangku kosong yang berada di belakang bangku Jihye, bangku nomor 4 dari depan.
"Kamsahamnida, seonsangnim. Sepertinya saya akan menempati bangku di belakang murid Anda yang sedang tertidur." Taehyung menunjuk ke arah bangku tsb membuat semua mata teralihkan ke arah Jihye yang sedang menundukkan kepalanya dengan kedua tangan di meja dan dengan leher yang masih tegak. Termasuk Seohyun seonsangnim. Ia melipat tangannya lalu menyebut nama Jihye untuk membangunkannya.
“Jihye-ssi.” Jihye tak juga mengangkat kepalanya.
“Yoo Jihye-ssi.” Masih sama meskipun Yura sendiri juga telah berusaha membangunkan Jihye dengan menendang kakinya dari depan.
“Yoo Jihye-ssi!” Nada Seohyun seonsangnim meninggi. Saat itulah Jihye baru terbangun dengan wajah bingung. “Aaah ndae!!”
“Yoo Jihye-ssi. Apa baru saja kamu tertidur?” tanya Seohun seonsangnim kepada Jihye yang akhirnya terbangun. Jihye yang mencoba untuk tampak tidak terlalu memalukan pun menemukan mencoba untuk menemukan sebuah alasan.
“Aaah ani. Aku sedang fokus membaca materi kita hari ini Seonsangnim.” Kilah Jihye yang segera meletakkan buku Ekonomi ke mejanya. Di dalam hati, ia mengutuk habis-habisan mengapa ia bisa ketahuan tertidur padahal ia sedang bermimpi indah.
Ia lalu melayangkan pandangannya ke arah seseorang yang mendekatinya. Siapa namja asing itu? batinnya yang dari tadi tidak mendengarkan perkenalannya sama sekali. Namun saat ini ia sedang tidak penasaran akan hal tsb.
“Aah benarkah? Kalau begitu, bisa kau ceritakan isinya kepada kita semua?” tanya Seohyun seonsangnim yang disambut oleh smirk licin milik Jihye. Tentu saja ia bisa menjawabnya. Karena ia seorang akuntan dari seorang ibu yang juga seorang akuntan.
“Geromyeon, Seohyun-seonsangnim.”
Jihye pun maju ke depan dan menjelaskan berbagai macam detail mengenai laba dan rugi serta menuliskan rumusnya di papan tulis. Seohyun seonsangnim tampak menahan amarahnya karena ia sendiri heran Jihye selalu bisa menjawab pertanyaannya sejak kemarin. Jihye sendiri hanya bisa bersyukur di dalam hati karena keberuntungannya selama dua hari berturut-turut.
“Bwoyaa. Jadi ini semua gara-gara bocah baru itu?!” tanya Jihye dengan nada meninggi setelah Yura bercerita panjang lebar mengenai kejadian tadi pagi. “Apa dia tidak tahu betapa menderitanya aku hanya tidur 4 jam. Aish jinjjha! Benar-benar tidak sopan..”
“Yaa! Rendahkan suaramu. Dia cukup memiliki penggemar. Lihatlah, sudah seperti gula di tengah padang semut saja.”
“Aigoo.. Yeoja-yeoja itu.. Memang dia setampan itu, eoh?” Jihye mencibir sembari melirik tidak senang ke arah Taehyung. Taehyung yang sedang asik ngobrol dengan para yeoja itu pun tak sengaja melihat Jihye yang sedang menatapnya.
“Yaa. Dia melihatmu menatapnya.” Yura menengokkan kepala Jihye menggunakan tangannya. “Yoo Jihye, Lebih baik kau tidak membuat masalah lagi. Kamu ingat, ini sudah seminggu semenjak kamu bertaruh untuk..” belum selesai Yura berucap Jihye sudah memotongnya. Wajah kesalnya kini luntur, digantikan oleh wajah datar.
“Ayeee tenang saja. Aku sudah bisa mengatasinya.”
Lalu Jihye menceritakan semuanya. Bahwa Luhan mau menolongnya dengan berpura-pura menjadi namjachingunya. Ia juga tidak lupa menyebutkan bahwa motif sesungguhnya Luhan mau membantunya ialah karena Luhan ingin Jihye menjauhinya.
“Apa dia begitu membencimu?” tanya Yura pada akhirnya.
“Entahlah.” Jihye menurunkan bahunya.
“Membicarakanku?” sebuah suara tertangkap di telinga mereka. Yura memasang wajah kaget saat melihat sumber suara sementara Jihye dengan malas menengok ke arah namja tsb yang ternyata adalah...
“Aaah jadi kamu yang bernama Kim Taehyung??” Jihye tampak memasang wajah menantang lalu berdiri menghadapnya. Yura berfirasat tidak baik sehingga ia memegang tangan kiri Jihye sambil berbisik “Kendalikan emosimu.”
Kepalan tangan di tangan kiri Jihye lalu melemas dan ia menggerakkan tangan kanannya ke arah Taehyung.
“Tentu saja. Siapa yang tidak akan membicarakan anak baru.” ujar Jihye berusaha menahan emosi. “Perkenalkan, Yoo Jihye imnida.” Jihye menjulurkan tangannya untuk sebuah handshake. Taehyung lalu menyambutnya dan mereka saling berjabat tangan.
“Aah aku sudah tahu namamu saat tadi Seohyun seonsangnim menegurmu.” Mendengar kalimat (kurang menyenangkan) itu, Jihye merasa amarahnya akan mencapai puncaknya sehingga ia tak juga melepaskan jabatan tangan mereka dan memberikan tenaga lebih ke dalamnya untuk menahan emosi. Bagi para yeoja di kelas itu, Jihye sedang memanfaatkan kesempatan untuk berpegangan tangan dengan Taehyun sementara Taehyung saat ini sedang kesakitan dan mencoba untuk melepaskan tangannya.
Setelah jabat tangan akhirnya terlepas, Taehyung beraduh dalam hati sementara Jihye memberinya cengiran puas.
“senang bertemu denganmu, Kim Taehyung-ssi.” Jihye lalu meninggalkannya dan keluar dari kelas. Diikuti Yura yang mengikutinya.
Taehyung hanya bisa membentuk sebuah smirk di bibirnya melihat kepergian Jihye.
“Kamu akan kemana sekarang?”
“Hari ini hari Jumat. Aku dan Luhan akan bertugas, kamu lupa?” jawab Jihye masih dalam langkah cepatnya.
“Ah matta.”
Setelah mencapai perpustakaan, dapat dilihatnya Luhan sedang menjaga counter peminjaman. Gerak menginput data yang Luhan lakukan lalu terhenti. Sejenak, Jihye dan Luhan saling bertukar tatap. Jihye dapat merasakan perasaan sakit yang samar itu di dada kirinya namun ia berusaha untuk menghilangkannya dan lanjut memasuki perpustakaan.
Let the show begin! ujarnya dalam hati. Ia kemudian mendekati Luhan dan melingkarkan lengannya ke lengan milik Luhan. “Luhan-aa pagii.”
Hening. Seisi perpustakaan memandang mereka berdua. Hanya ada suara barcode reader milik Luhan yang terjatuh ke keyboard komputer.
Tak lama, bisik-bisik pun terdengar setelah mereka mendengarkan kelanjutan dari adegan yang Jihye buat.
Adegan dimana Luhan memandang ke arah Jihye sambil tersenyum manis. “Pagi Jihye-aa. Apakah tidurmu nyenyak semalam?” Luhan lalu mengelus lembut rambut milik Jihye diikuti Jihye yang mengerang manja. “Geuromyon. Keinginanmu menjadi nyata. Aku bermimpi indah tadi malam.”
“Yaa Xi Luhan. aku tak menyangka kau pandai berakting juga.. Apa sebelumnya kau pernah berpacaran?” tanya Jihye sembari menata buku yang tercecer di berbagai sudut meja bersama Luhan ketika bel masuk telah berbunyi.
Luhan hanya diam. Sepertinya Jihye sudah terbiasa didiamkan oleh Luhan sehingga ia lanjut menggoda Luhan. “Aaaye pasti sudah pernah bukan? Apakah tidurmu nyenyak semalam? Omonaa..”
“Yura –yaa. Semalam aku bermimpi mengenai namja itu lagi.” ujar Jihye lemah sembari memandang ke luar jendela.
“Maksudmu.. namja yang sering kau temui 9 tahun yang lalu?”
“Aku bahkan belum sempat menanyakan namanya...”
“Jihye-aa...”
“Dia..namja yang baik. Kurasa dia cinta pertamaku.”
“Yoo Jihye. Kau sudah mengatakannya berulang kali.”
“Aku merindukannya, Yura-ya.”
“Keundae, Jihye-aa. Itu adalah masa lalumu. Sekarang kau berjalan di masa sekarang.”
“Kamu ingin aku melupakannya?”
“Nae. Dan lupakan misi pencarianmu pada namja itu Jihye-a. Kau cukup menemukan penggantinya dengan melakukan hubungan yang serius.Tidak seperti in--”
“Geuman.Kamu juga sudah mengatakannya berulang kali.” Jihye lalu berdiri dan melangkah ke arah toilet. Yura hanya bisa mendesah memandang punggung sahabatnya yang menjauh.
-------------
Jihye melangkah menuju toilet. Entah, jika sahabatnya sedang membahas mengenai namja di masa lalunya, ia tidak bisa untuk tetap kalem. Pikirannya selalu terpusat ke kenangan yang terus membayang.
Ia masih ingat betul betapa penuh kasih namja itu. Dua namja yang ia sayangi, dua-duanya telah meninggalkan dirinya. Jihye yang besar tanpa seorang ayah, akhirnya menemukan sosok baik dari seorang namja dari dua orang tersebut.
“Hey, kita bertemu lagi. Bukankah jika kita bertemu lebih dari 3x maka bisa dikatakan takdir?”
Sudah 9 tahun. Namun kalimat itu masih teringat. Utuh. Karena Jihye mengingatnya sepanjang masa hidupnya.
“Seakarang kita tidak dipertemukan lagi. Jadi itu bukanlah takdir.” gumamnya pada dirinya sendiri.
Berulang kali ia cipratkan air ke wajahnya. Dilihatnya bayangan wajahnya melalui cermin di depan wastafel. Wajah selalu tampak ceria yang selalu ia jadikan sebagai topeng padahal kenyataannya Jihye merasakan kehampaan. Meski banyak yang mengagumi parasnya, ia merasa hampa.
Setelah suara bel masuk, Jihye keluar dari toilet. Saat itu juga sebuah suara riuh menarik perhatiannya. Matanya membulat ketika ia melihat bahwa namja yang menjadi pusat perhatian tsb adalah namja yang ia kenal. Segera, ia melangkah sedikit berlari kembali menuju ke perpustakaan. Tak sabar untuk memberi Yura kabar tsb.
“Jinjhha?!” Yura spontan berdiri ketika Jihye melaporkan apa yang ia lihat.
“Ya! Kamu tidak sedang berhalusinasi,kan?”
“Halusinasi? Ya untuk apa aku berhalusinasi demi namja itu.”
“Omo omo.” Yura tampak panik. Bergerak yang tidak perlu. Dan melangkah maju mundur.
“Mengapa kamu begitu terkejut?” tanya Jihye merasakan sebuah keanehan.
Yura lalu membeku. Dilihatnya wajah Jihye kemudian ia berdeham.
“Tentu saja. Ia masih menyukaimu. Kamu lupa?”
“Tapi aku punya Luhan...meski hanya pura-pura.”
“Tetap saja. Perang dunia ke-III akan terjadi dan bagaimana bisa aku berdiri tenang saja di sini?! Omo mengapa kau tampak begitu tenang?”
Kenyataannya, Jihye hanya bisa memasang wajah kalem. Ia tidak peduli akan apa yang akan terjadi. Malah, ia pergi meninggalkan Yura, membuat Yura merasa khawatir. Apalagi setelah Jihye mengucapkan bahwa ia akan bertemu dengan orang yang dilihatnya setelah ia ke toilet tsb.
Jihye melangkah menuju kelas 2-A, kelas dimana ia melihat bayangan seseorang yang ia dan Yura bicarakan. Langkahnya terus membawanya pergi.
Tapi belum sampai kakinya membawa dirinya pada tempatnya, ia berhenti melangkah. Ia teringat sesuatu. Alasan mengapa ia memutuskan namja itu. Namun terlambat. Karena ia dapat mendengar suara namja yang sedang ia pikirkan tepat di depannya.
“Mencariku?” tanya Jonghyun mengagetkan seluruh saraf pada tubuh Jihye.
Jihye terkejut lalu ia membalikkan badannya, menyesali mengapa ia begitu gegabah untuk menuju ke kelas 2-A.
Sebelum tangan besar Jonghyun mencekal lengannya. “Kau tidak penasaran mengapa aku pindah sekolah ke sini?”
“Berhenti bermain-main dan pulanglah. Ini bukan tempatmu.” jawab Jihye, menahan amarah.
“Omo kejam sekali. Terakhir kali kau memutuskanku sekarang kau mengusirku?” Jonghyun kini memutar tubuh Jihye hingga menghadap ke arahnya.
Jonghyun menatap Jihye dalam. Jihye memberontak, hingga cengkeraman Jonghyun lepas dan ia segera pergi dari sana.
“Kembalilah padaku. Dan rahasiamu akan aman. ” Jihye sempat berhenti melangkah ketika mendengarkan Jonghyun melanjutkan kalimatnya. Namun kini ia melanjutkannya dan acuh saja.
Yura memang tidak pernah tahu akan hal ini. Bahwa sebenarnya Jihye lah yang memutuskan Jonghyun. Demi sebuah rahasia yang ia mati-matian ingin pendam. Rahasia yang hanya eommanya dan celakanya, Jonghyun juga tahu.
-------------
Yura memegang dada kirinya. Lagi-lagi ia harus membohongi Jihye. Ia sudah sadar sejak dulu bahwa ia mempunyai rasa terhadap Jonghyun. Hanya saja, ia tidak tahu harus ia apakan perasaan tersebut. Apalagi ketika mengetahui bahwa Jonghyun masih menyukai Jihye. Semuanya terjadi ketika Yura membantu Jihye untuk mendapatkan Jonghyun.
Semuanya terasa membingungkan, percayalah. Jihye pada dasarnya bukan seorang playgirl. Ia tidak begitu suka bermain dengan laki-laki. Ia hanyalah seseorang yang masih belum dapat melupakan masa lalunya. Setiap Jihye tidak sengaja melihat tahi lalat di tangan kanannya,tepatnya di tempat dimana kita dapat merasakan denyut nadi kita, di daerah pergelangan tangan bawah ibu jari, ia akan mendekati namja tsb. Hanya karena namja masa lalunya juga memiliki karakteristik yang sama. Tahi lalat di daerah terabanya denyut jantung.
“Dulu ketika ia sering menolongku, aku sering melihat tahi lalat yang berada di pergelangan tangan kanannya.” ujar Jihye, lirih setiap kali ia melihat namja dengan karakteristik yang sama.
Mungkin bagi beberapa orang itu adalah hal yang konyol. Tapi bagi Jihye itu adalah salah satu alasan mengapa ia hidup sampai sekarang, demi menemui seorang namja yang membuat ia lupa betapa ia menjadi sebatang kara hidup tanpa seorang ayah.
---------
alur kecepetan yeaaah..
maaf ya dri kemarin tabirnya belum terbuka hehe
ada apa dengan Luhan? Masa lalunya? Rahasia Jihye?
penasaran?
nantikan chapter2 berikutnya aja yaa...perjalanan masih panjang :D