Getting to Know Him
Jihye's POV
“Kali ini aku jamin tidak akan gagal!” ucapku yakin sembari melangkah penuh semangat memasuki kelas. Hari ini aku sengaja berangkat pagi dan mencoba untuk mendekati Luhan. Diperkirakan, namja culun seperti dia pasti sudah berada di kelas meskipun bel masih beberapa jam lagi. Dan ternyata memang benar.
Kami berbeda kelas. Setelah meletakkan tasku ke kelasku, aku menuju ke kelasnya, kelas 2-A.
Aku menilik dan mencuri pandang melalui jendela kelas. Kelas 2-A baru terisi dirinya saja waktu itu, membuatku leluasa untuk bergerak sebebas mungkin.
“Jogiyoo.. Apa Suzy sudah datang pagi ini?” tanyaku, berusaha menarik perhatian Luhan yang sedang membaca sebuah buku yang aku sama sekali tidak penasaran akan isinya.
Jujur saja, aku biasanya tidak mencari siapapun di kelas 2-A termasuk Suzy. Hanya saja, aku mencari sebuah alasan untuk mendekati Luhan. Setidaknya, membuat Luhan melihat ke arahku. Yaah, aku sudah menghabiskan waktu setengah jam lebih di depan cermin hari ini,berdandan sedemikian rupa. Meskipun begitu, aku berusaha untuk tidak berdandan terlalu mencolok atau menor. Tatanan rambut pun aku buat menjadi berbeda dari biasanya. Rambutku depanku aku kelabang sedikit lalu aku jepit, memberi kesan elegan pada wajahku. Sementara rambut cokelat panjangku tetap aku gerai seperti biasa.
Luhan melepas perhatiannya sejenak dari buku dan menengok ke arahku. “Aah. Kamu bisa lihat sendiri kan bahwa baru ada aku saja di kelas ini?” jawabnya dingin.
Bwoyaa.. Bagaimana seorang namja bisa sedingin itu terhadap seorang yeoja.. Apalagi terhadap seorang Yoo Jihye.. Omona, dunia mulai sepuh sehingga ada orang seperti ini di dunia ini.
“Aaah..” jawabku, mencoba menahan rasa kesal.
Hening.
Diam.
Aku terlalu bingung untuk mengatakan apa lagi karena kemudian Luhan kembali membaca bukunya.
Aish jinjjha, apa dia akan menikah dengan sebuah buku nantinya?!!
This drives me crazy!
Tapi aku adalah Yoo Jihye, tak mungkin seorang namja menolakku dan tak goyah oleh pesonaku. Apalagi kalah oleh pesona buku.
“Umm.. Mungkinkah kamu Xi Luhan, siswa berprestasi yang 3 semester berturut-turut mengisi pidato awal semester?” tanyaku, mencoba mencari topik sehingga Luhan lebih memperhatikanku (dan kecantikanku) dengan seksama.
“Nae.” jawabnya tanpa mengalihkan bukunya dari wajahnya. Menutup wajahnya dengan buku sehingga kontak mata di antara kami berdua tidak terbentuk.
Luhan’s POV
Pagi biasa untuk hari yang biasa. Semua hariku tak ada yang spesial. Setelah semua kejadian di masa lalu itu, hariku bak sebuah pelarian dan pengasingan. Aku seperti tak menjalani hidup. Katakanlah, aku menghindari hidup. Aku selalu memilih berada di comfort zone. Karena memang aku hanya memiliki pilihan itu.
Seperti biasa, pagiku diawali oleh membaca buku. Entah, dengan sebuah buku, hariku terasa lebih terisi. Setidaknya, ada pengganti sebuah interaksi antar manusia.
“Jogiyoo.. Apa Suzy sudah datang pagi ini?” seseorang berbicara dan aku mendongak.
Dia.. yeoja di perpustakaan kemarin. Lalu? Sebenarnya, aku ingin sekali menanyakan alasan mengapa ia meminjam kedua buku tsb tapi.. aku adalah the nerd Xi Luhan. Aku bukan Xi Luhan ramah tamah seperti Luhan yang dahulu. Aku adalah Luhan yang berbeda.
“Aah. Kamu bisa lihat sendiri kan bahwa baru ada aku saja di kelas ini?” jawabku dingin. Kemudian, kembali kupasang buku di hadapanku.
Mengapa?
Jelas saja untuk menutupi wajahku yang serasa ingin tertawa ketika melihat wajahnya. Meminjam sebuah novel dewasa dan buku textbook fisika tingkat 1 bukanlah hal yang lumrah baginya...
“Aaah..” kudengar suaranya yang semakin mendekat. Sepertinya ia sekarang duduk di seberangku.
“Umm.. Mungkinkah kamu Xi Luhan, siswa berprestasi yang 3 semester berturut-turut mengisi pidato awal semester?” lanjutnya. Aku spontan menurunkan bukuku.
Ini mungkin pertama kalinya dalam seminggu seseorang benar-benar menyebutkan namaku dan memulai sebuah percakapan denganku.
“Ndae.” jawabku datar lagi, setelah memandangnya sepersekian detik.
“Aaah kamu sangatlah hebat. Aku iri akan prestasimu.Bagaimana bisa kamu mempertahankan semua prestasi itu dalam tiga semester berturut-turut.” Dan memujiku. Daebak. Pagi ini seseorang telah menyapaku, menyebutkan namaku, mengajakku berbicara lalu ia memujiku. Entah, perasaan sedikit bahagia terbuncah dari dadaku. Meski agak samar.
“Ndae? Aaah..” Hanya itu yang mampu aku keluarkan.
Sekali lagi, meski aku senang seseorang mendekatiku, aku tidak bisa. Aku terus membentuk perbatasan. Suatu hal yang aku benci tapi harus aku jalani.
“Apa kamu begitu gemar membaca?”
“Ndae.”
“Wah, bukankah ini buku yang masih kita pelajari di kelas 3?”
“Ndae.”
Tak lama, dapat kurasakan yeoja itu menarik bukunya dan menatapku serius. “Ya Xi Luhan! Apa memang harus seperti itu? Apa kamu hanya bisa menjawab nae dan ndae saja? Bukankah perbendaharaan katamu banyak dari buku yang kamu baca? Omo..” Yeoja itu tampak mengibas-ibaskan tangannya ke arah wajahnya--mempraktekan kesebalannya akan sikapku.
“Nae? Aaah hahaha.” Hanya itu responku--tanpa sadar tertawa kecil ketika melihat wajahnya yang sebal terhadapku.
Sejenak, dapat aku lihat ia menatapku heran. Seperti bengong dan entah raut wajah kesalnya sedikit memudar. Menyapaku, mengingat namaku, memujiku dan mengomeliku.
Sebenarnya apa maunya?
Jihye’s POV
Dia bisa tertawa! Sebuah perkembangan, bukan? Sebelumnya ia tampaklah seperti patung kaku yang hanya bisa menjawab nae. Sekarang ini, he’s much better.
Tertawa! Sungguh, kesan culun dan dingin padanya hilang ketika ia tertawa. Rahangnya yang naik, lengkungan pada mata dan bibir yang terbentuk, serta suara tenor lembut itu.
“Hey, kamu seharusnya lebih sering tertawa.” aku ingin sekali mengatakan itu tapi..entah, serasa tidak benar saja jika aku mengatakannya.
“Mian. Aku memang tidak suka banyak berbicara.” lanjutnya kepadaku, memberiku sebuah senyum tipis.
Aneh.
Rasanya sangat aneh.
Setelah mengetahui bahwa Luhan ternyata bisa tertawa, sekarang aku mengetahui bahwa Luhan ternyata bisa tersenyum. Meski tipis dan samar. Itu sudah cukup.
Mengapa aneh?
Bagaimana tidak aneh jika aku baru saja mengenalnya dan melihat tawa serta senyumnya tapi aku ingin terus membuatnya tertawa serta tersenyum seperti ini?
Luhan’s POV
Aku lepas kendali.
Aku baru saja tersenyum. Senyum yang harusnya aku sembunyikan dari banyak orang.
Topeng yang selama ini aku bentuk entah luntur begitu saja beberapa detik yang lalu.
Dia.. terlalu berbeda.
Dirinya yang banyak bicara mengingatkanku akan seseorang...
Tidak, aku tidak boleh terus seperti ini!
“Mian, aku harus ke toilet.” ujarku, untuk menghindarinya.
Jihye’s POV
“Kamu akan mendaftar sebagai petugas perpustakaan? Wah, daebak. Aku tidak menyangka kamu akan seserius ini..” pekik Yura, tak percaya.
“Memangnya aku mempunyai pilihan lain? Kami tidak sekelas, Yura-ya. Dan lihatlah..” aku menyodorkannya gadget bergambar buah apelku. “Semua orang telah membicarakannya. Beberapa malah mengupload video ikrarku ke youtube.”
Kuhembuskan nafasku secara kasar. Bagaimana tidak? Banyak komentar menyebalkan di bawah video tsb. Seperti ‘aku bertaruh Jihye tidak akan bisa mendapatkan Luhan.’ atau ‘Jihye terlalu buruk untuk seseorang yang polos seperti Luhan.’ dll
“Aah bukankah akun ini memang selalu mengupload hal buruk tentang dirimu? Dulu ia mengupload video tentang kamu yang tidak bisa melewati lompat tinggi setinggi 1,2 m. Bahkan ketika kamu tidak bisa mengerjakan soal matematika di depan kelas. Sepertinya dia hatermu.” ujar Yura panjang lebar, memasang wajah heran. Jangankan Yura, aku sendiri juga heran dengan haters. Mereka mengikuti kita melebihi penggemar kita. Aku akan tertawa selama berjam-jam sambil salto jika suatu saat mereka malah menjadi penggemarku. Oh, kurasa hatersku lebih banyak. Karena jumlah wanita di sekolah ini lebih banyak sementara penggemarku adalah namja semua.
“Let the haters be. Yang jelas aku harus bisa membuktikan bahwa aku bisa mendapatkan bocah berkacamata itu!”
Bel istirahat berbunyi. Aku bergegas menuju ke perpustakaan membawa formulir yang sudah kuisi saat pelajaran Kimia. Sesampainya di sana, aku menyerahkannya kepada pegawai tetap perpustakaan. Tuan Kang namanya. Usianya sudah cukup sepuh, sekitar 40an tahun.
“Baiklah.Aplikasi diterima. Mulai hari ini kamu akan bekerja sebagai penunggu meja peminjaman. Apakah kamu sudah tahu caranya?” tanya Mr. Kang, menghentikan aktivitasnya menempeli barcode pada buku sejenak.
“Aah belum. Saya belum mengerti bagaimana caranya...”
Mr Kang berdiri “Aku akan mengajari—“
“Ah tidak perlu, Tuan Kang. Luhan saja yang akan mengajari saya!” ujarku penuh semangat “Anda lanjutkan saja pekerjaan Anda.” aku beralasan. Tuan Kang mengerti sambil mengangguk-angguk lalu duduk kembali dan kembali pada pekerjaannya.
Aku berpamit lalu melangkah menuju Luhan yang sedang duduk membaca sebuah buku. Hari ini dia sedang tidak bertugas. Dan kebetulan sekali, saat ini tidak ada yang bertugas menjaga meja peminjaman sehingga aku bisa mencoba untuk melakukan misiku.
Aku membersihkan kerongkonganku. “Jogiyo..” Luhan bergeming. Demi apapun, apakah ia begitu terlarut didunianya sendiri?
“Jogiyoo, bisakah kamu mengajariku caranya menunggu meja peminjaman?” tanyaku. Luhan tampak menurunkan bukunya sejenak dan menengadahkan kepalanya.
“Jangan ucapkan kata ndae lagi.” ujarku. Luhan tampak menahan tawanya lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Baiklah” jawabnya. Ia berdiri lalu merapikan kursi yang ia gunakan.
“Ikuti aku.”
“Kamu hanya perlu menscan barcode yang ada di belakang buku. Lalu menginput data nama siswa yang meminjam dan blablabla. Pastikan, kamu harus mengisi blablabla juga. Dan blablabla..”
Luhan menjelaskan panjang lebar. Aku memperhatikan dan melongo seperti orang bodoh.
Bagaimanapun juga, ada yang mengganggu pikiranku sejak tadi. Sejauh ini, inilah situasi yang membuatku dapat melihat Luhan dari jarak dekat dan aku dapat melihat sesuatu yang menurutku aneh pada dirinya. Tubuhnya terlalu kokoh untuk ukuran seorang namja culun. Maksudku, sesuatu seperti otot tak akan tampak tanpa dilatih bukan? Dilatih pun kita tak akan mendapatkan hasil yang maksimal seperti ini. Ini sangatlah aneh. Terlampau aneh. Apa mungkin Luhan menyempatkan waktu untuk ke Gym meskipun ia seorang namja culun?
Ah lupakan saja.
Dalam jarak itu pula aku dapat merasakan bau tubuhnya juga menenangkan. Bukan bau kertas atau bau buku atau mungkin bau-bau kurang menyenangkan. Aroma tubuhnya benar-benar menenangkanku. Wangi samponya bercampur menjadi satu mengubah persepsiku terhadap Luhan menjadi 1% lebih baik. Jaggaman, apa baru saja aku berpikiran seperti byuntae?
Ah lupakan saja. Aku pasti sedang mengantuk.
“Apa kamu mengerti?” tanyanya setelah itu. Aku mengangguk “Aaah Ndae, aku mengerti.” jawabku lirih.
Sebenarnya, tanpa bertanya pun ini adalah basic skill dari semua siswa SMA Woollim. Karena pada saat ospek kita mendapatkan materi keperpustakaan dan aku masih mengingatnya.
“Gomawo.” ujarku kepada Luhan. Ia tersenyum hambar lalu kembali ke tempatnya. Kembali berkutat dengan buku-buku tebal.
Mungkin aku memang tidak tahu malu untuk bertemu dengannya kembali setelah apa yang terjadi kemarin tapi aku akan lebih merasa malu jika aku tidak dapat mendapatkan dirinya.
Istirahat berakhir. Aku telah melakukan tugasku sebagai petugas perpustakaan sembari melihat ke arah Luhan yang benar-benar hanya melihat ke arah buku selama setengah jam ini.
Bwoyaaa.. Aku tidak mendapatkan informasi apapun padanya hari ini. Dan yang lebih menyebalkannya lagi, Luhan tak sedikitpun melihat ke arahku. Yang ada, aku tidak sempat tebar pesona kepadanya karena beberapa menit setelah aku berdiri di meja peminjaman, peminjam menjadi bertambah drastis. Khususnya para namja. Entah, mereka benar-benar ingin meminjam buku atau ingin membuatku terkesan.
“Waaa daebak. Yoo Jihye,apa kamu menjadi petugas perpustakaan sekarang? Daebak. Aku akan sering kemari.” ucap Yoseob kepadaku dan ketika aku melihat ke buku yang ia pinjam, ia ternyata meminjam sebuah majalah otomotif. Bwoyaa, kelihatan sekali ia ke perpustakaan hanya ingin bermodus mendekatiku. Tck.
Ketika aku menggerakkan alat scannerku, aku tak dapat menemukan barcode nya di belakang buku. Bingung, tentu saja. Karena tanpa barcoce, aku tak dapat menginput data buku ke dalam komputer.
“Bwoyaa. Apa kamu masih belum bisa menggunakan alat itu?” Tanya Yoseob, meremehkan, sambil memberi wajah menggoda. Astaga, dia ini.
“Jaggamannyo. Sepertinya buku yang kau pinjam sedikit bermasalah.” ujarku, menekankan kata buku.
Kemudian aku melangkah menuju ke arah Luhan yang masih asik dengan bukunya. Asik? Apa ada kata lain? Aku tidak bisa membayangkan orang bisa asik membaca sebuah buku, apalagi sebuah buku tebal yang bisa digunakan sebagai barbel. Setelah sampai di dekat Luhan, aku mencoba menggodanya dengan berada sangat dekat di samping wajahnya.
“Jogiyo, Luhan-ssi.”
Luhan tampak menurunkan bukunya, membuatku dapat melihat wajahnya yang kini menengok ke arah samping kiri, ke arahku. Sangat dekat.
Mungkin hanya lima sentimeter.
Dan dapat kulihat wajahnya memerah dan ia mulai salah tingkah.
“B-b-bwo---y-yaaa..A-ada—a-ap-pa l-lagii..”
Wajahnya yang memerah dan dirinya yang gelagapan terlihat sangat lucu. Aku kemudian hanya bisa tertawa kecil.
Jauh di dalam hatiku, aku merasakan kesenangan ketika menggodanya seperti ini. Entah karena aku memang sedikit nakal atau apa, aku suka membuatnya salah tingkah seperti ini. Karena sebelumnya, namja yang kudekatilah yang biasanya mencoba membuatku salah tingkah. Kali ini, aku membuat namja salah tingkah. Bahkan ia sampai terbata-bata seperti ini.
“Y-yya. A-apa k-kamu t-tidak mend--dengarkan u---ucapanku ta--di? Majalah m-memang tidak boleh dipinjam..”
Meskipun ia terus memaki-maki diriku yang tidak mendengarkannya selama pengarahan tadi, aku terus mengangkat pipiku, tersenyum-senyum sendiri ke arahnya yang belum bisa mengendalikan rasa kagetnya.
Xi Luhan, neo gwiyeopda.
Tugasku sebagai petugas perpustakaan akhirnya berakhir juga. Di sela-sela itu, aku terus melihat ke arah Luhan. Betapa ia menikmati dunianya sendiri dan betapa ia tampak begitu tenggelam dalam buku. Kadang, ia tersenyum ketika melihat sesuatu yang menarik di dalamnya. Aneh sekali, memang ada sesuatu yang menarik di dalam buku.
“Yaa.. Daebak jinjjha! Program dietmu akan sangat lancar jika kamu bertugas terus seperti ini.” ejek Yura sambil menyikut lenganku.
“Yaa begitulah. Ternyata ada manfaatnya juga.”
“Nae, dan sepertinya perpustakaan menjadi sedikit ramai.” lanjut Yura melihat ke arah sekitar yang memang rame akan pengunjung namja.
Aku mengangguk sambil memasang wajah ‘bangga’.
“Aku tahu Aku tahu..”
Yura kemudian melihat ke arah Luhan dan mengangkat sebelah alisnya seakan mengisyaratkanku akan misiku melakukan semua ini.
“Kemajuan naik 50%! Wajahnya mulai merah ketika melihatku.”
“Jinjjha? Bagaimana bisa?”
Aku kemudian memasang sebuah senyum kemenanganku. “Dia memang sangatlah dingin kepada yeoja tapi dia tetaplah namja. Namja yang tak bisa melihat kecantikan sepertiku dari jarak dekat.”
Yura tampak memutar bola matanya. Tapi aku tak peduli, aku merasa puas saja saat wajah Luhan memerah dan ia tampak salah tingkah melihatku.
Semoga saja kepuasanku ini tidak membawaku ke perasaan yang lebih jauh. Semoga.
TBC
Chapter ini nggak ada gangsternya.
Masih fokus ke proggress romance nya yang mau aku buat pelan-pelan.
Semoga suka
KEEP CALM DAN NANTIKAN KPOP DREAM AND LOVE NOVELET~~!