home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > The Nerd Xi Luhan

The Nerd Xi Luhan

Share:
Author : natadecocoo
Published : 24 Nov 2014, Updated : 26 Jan 2016
Cast : Xi Luhan, Yoo Jihye (you), Kim Taehyung, Kim Yura,Hong Jonghyun
Tags :
Status : Ongoing
8 Subscribes |54604 Views |16 Loves
The Nerd Xi Luhan
CHAPTER 13 : Showdown

         

 Showdown


“Kau tahu, Jihye-a. Kurasa kau memiliki sebuah bakat yang kau sendiri tak menyadarinya.” ujar Taehyung seraya memasang sebuah senyum.

 

“Bakat?”

 

“Aaah tidak. Lupakan saja apa yang baru saja kuucapkan.” Taehyung lalu menekan tombol power pada radiotapenya. Meski begitu, wajah Taehyung menyiratkan sesuatu yang dalam. Rahasia, sesuatu yang disembunyikan. Dan sayang sekali Jihye tidak bisa menerka apapun dari ekspresi itu di wajah milik Taehyung.

            Langit semakin menggelap. Semakin banyak waktu yang Jihye habiskan di dalam sedan tua buatan Amerika tsb, semakin Jihye merasa kegelapan akan memakannya. Dalam arti sebenarnya. Dalam posisinya tersebut, beberapa menit yang lalu, setidaknya ia dapat melihat lampu di pinggir jalan bercahaya begitu terang. Sementara saat ini, satu-satunya sumber cahaya yang sedikit terpendar ke wajahnya adalah cahaya lampu mobil yang sedang membawanya pergi dan mobil yang tak sengaja berpapasan dengan mobil milik penawannya tsb. Wajar saja hal itu semakin meyakinkannya bahwa ia semakin menjauh dari arah kota Seoul dan memasuki sebuah daerah penuh pohon besar yang berjejer di pinggir jalan.

Kepala Taehyung tampak bergerak ke segala arah, menikmati lagu yang baru saja ia putar. Sementara Jihye saat ini sedang menyusun pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Taehyung. Rasa ingin tahunya begitu meluap-luap , sedikit mengalahkan rasa takut yang mulai menjalar ke setiap serabut sarafnya. Meski sebenarnya, alasan utama mengapa rasa takutnya sedikit tersubsidi adalah karena rasa ingin tahunya itu sendiri. Rasa ingin tahu yang timbul dari rasa cintanya kepada Luhan.

 

“Jadi..mengapa mereka begitu menginginkan Luhan?” Meski samar, Jihye dapat sedikit melihat Taehyung tercekat dan laju mobilnya melambat.

Diam sejenak.

 

Taehyung mematikan radio tapenya. Ia tahu, tidak seharusnya menceritakan semuanya pada Jihye but rules meant to be broken. Ia menceritakan semuanya pada Jihye. Dengan begitu lancar. Terkadang Jihye dapat mendengarkan sedikit keraguan dalam nada suara Taehyung namun Taehyung tetap melanjutkan ceritanya. Dan seperti yang telah Taehyung kira, Jihye akan mengucapkan sebuah frasa. “Maldo andwae.”

---------------------------

 

Luhan mendongak sejenak, untuk mengetahui bahwa langit semakin mengelam. Matahari tenggelam dan ia tahu ia tak punya banyak waktu lagi. Amarahnya sudah semakin menyurut. Itulah yang tampaknya terlihat. Namun di dalam diri Luhan, amarahnya masih hidup. Masih membara. Dan mungkin akan semakin membara.

Ia menurunkan pandangannya ke arah kertas yang kini dipegangnya erat.

Pada pukul 18.00, mereka akan menelponmu. Untuk mengundangmu ke markas baru mereka. Well, mereka selalu bergerak dan memindah markas mereka dalam satu bulan.

Tangannya tak juga berhenti mengepal. Meski kebingungan terasa memenuhi batinnya, ia tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti apa yang kertas itu tunjukkan. Ia melihat ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 17.30.

Aku memiliki waktu setengah jam untuk bertindak lebih awal.

Seakan gas telah terinjak dalam tubuhnya, ia berlari menuju keluar dari gerbang sekolah dengan secepat mungkin. Ia harus segera bergerak. Waktunya tidak banyak. Bayangan Jihye masih terus melekat di kepalanya dan alasan mengapa Jihye menjadi target mereka... membuat giginya semakin menggeretak. Ini semua salahku. Salahku! batinnya terus berkata seperti itu.

Aku tidak ingin kejadian dua tahun yang lalu terulang kembali.

Terus menerus ia menyalahkan dirinya sendiri. Hidupnya yang malang. Suratan takdir yang kejam.

Kakinya semakin membawanya berlari lebih kencang.

Kendaraan?

Well, itulah mengapa Luhan begitu ingin dicari oleh mereka. Kemampuan khususnya bisa melakukan hampir semuanya. Semuanya terasa begitu dimudahkan jika ia memiliki kemampuan tersebut. Maksudku, mengapa bersusah payah mencari sebuah kendaraan ketika kamu bisa membajak seseorang yang sedang memarkirkan mobilnya di sekitar sekolah? Audy? Mercedes? Peugot? BMW? Toyota?

Luhan bisa memilihnya. Apapun yang ia inginkan. Mungkin kecuali mobil berkecapatan super yang ada di film Fast Furious yang seringkali ia tonton di TV Plat 40 Inches apartemen mewahnya.

Seraya berlari, Luhan masih memandang secarik kertas berukuran F4 itu. Sebuah kalimat masih saja mengganggunya sejak tadi.

Kau tak akan bisa berjalan sendiri. Sepertinya, Jonghyun bisa diandalkan sebagai back-up.

 

Sebuah kalimat yang tertulis sekitar 3 cm di bawah dari denah bangunan yang Taehyung sebut sebagai markas baru mereka.

Alis Luhan terangkat sebelah. Ia mencari sebuah alasan untuk mengetahui mengapa Taehyung menuliskan nama Jonghyun di sana. Begitu lama.

 

Begitu Luhan tiba di luar gerbang, sebuah mobil paling dekat dengan dirinya tampak. Mobil mewah dengan plat yang terdiri dari beberapa angka saja. Yang tentu saja Luhan bisa menduga bahwa plat itu adalah hasil memesan dengan uang.

Luhan mengetok jendela mobil tersebut, tentu saja di bagian jok kemudi. Window glass membuka begitu perlahan, begitulah yang Luhan rasakan sekarang. Semuanya terasa begitu perlahan ketika kau sedang dalam keadaan tergesa-gesa. Matanya melebar saat ia melihat sosok di dalam jok kemudi.

 

“Kau tak perlu membajakku, Xi Luhan. Mobil ini sepenuhnya milikmu malam ini.”

 

Mata Luhan tak berkedip ketika kalimat itu muncul dari seseorang yang baru saja terpintas di benaknya beberapa menit yang lalu.

 

“Tak ada waktu untuk mempertanyakan statusku di sini, Xi Luhan. Tujuan kita sama.” Luhan mengerjapkan matanya sejenak ketika mendengar pernyataan dari Jonghyun.

Dan ia tahu apa yang ia maksud. Kejadian di kantin, pendekatan Jonghyun yang sangat kentara, membuatnya yakin bahwa tujuan mereka memang sama.

Untuk menyelamatkan Yoo Jihye.

 

“Kim Taehyung benar-benar telah mempersiapkan segalanya.”

 

Luhan membuka pintu mobil mewah milik Jonghyun dan mendesah. “Dia benar-benar telah menyiapkan segalanya hingga membuat kudukku berdiri.”

Jonghyun tertawa kecil yang begitu tampak sangat dipaksakan. “Untuk saat ini, sepertinya kita harus mempercayai Taehyung.”

 

Luhan menengok ke arah arlojinya dan mendapatkan angka 17.34 tertera di sana. “Ketika seseorang menelponku nanti, kuharap kau mau menyembunyikan suaramu. Setahu mereka aku akan pergi sendiri.”

Jonghyun lalu menginjak memainkan tiga pedalnya dan melaju sekencang mungkin setelah menuturkan sebuah “My pleasure.” dengan begitu mantap.

 

        

-------------------------

 

Sedan tua itu lalu berhenti. Remnya berbunyi begitu keras, menyiratkan kengerian yang begitu nyata. Bukan hanya karena suaranya yang bisa menaikkan kuduk siapa saja yang mendengarnya namun juga karena injakan rem itulah pertanda bahwa mereka sudah sampai. Jihye sudah sampai. Di tempat dimana ia akan menjadi seorang tawanan.

Hal itu otomatis membuatnya memejamkan matanya lagi.

Taehyung terdengar sedang menyalakan unit komunikasinya “Subjek sudah sampai, Boss.” seraya mengenakan jaket kulit hitamnya.

Tak lama, pintu mobil terbuka dan sebuah karung menyambut Jihye.

 

Jihye pernah mendengar dari mulut Yura bahwa ia seharusnya menjadi seorang aktris karena kemampuan beraktingnya. Jihye bisa begitu mudahnya membohongi Yura tanpa tampak membohonginya. Jihye dapat berpura-pura senang ketika banyak masalah sedang melingkupinya dan Yura pasti akan marah ketika ia mengetahui hal itu. Jihye sangat sering mendengar bahwa ia sesungguhnya pemain peran yang ulung—terlepas dari nilai sastra koreanya yang teramat jelek. Namun baru kali ini ia mengakuinya. Karena sampai pada saat ia sampai pada sebuah ruangan dimana tubuhnya dihempaskan begitu saja, seseorang sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya masih terjaga.

Dengan susah payah ia berusaha diam dan tidak bersuara ketika tubuhnya terhempas ke sebuah lantai semen yang keras dan dingin. Apalagi setelahnya seseorang dengan suara asing di telinganya bertanya pada Taehyung “Apa nanti kita akan membunuhnya? Dia terlalu cantik dan manis untuk kita bunuh.”

Jihye adalah yeoja yang berani. Tapi seorang yeoja tetaplah seorang yeoja. Jihye merasakan kuduknya merinding ketika mendengarnya. Namun ia merasakan kelegaan yang amat besar ketika mendengar suara Taehyung menjawab pertanyaan orang itu. “Boss telah berpesan jika subjek mati maka yang membunuhnya pun akan ikut mati.”

Well, itu juga sebuah kalimat yang terdengar mengerikan. Apalagi bagi seorang yeoja berusia 17 tahun seperti Jihye. Tapi tidak lagi terasa mengerikan ketika mengetahui bahwa kalimat itu akan menyelamatkan nyawanya. Yang meyakinkannya bahwa dirinya akan baik-baik saja.

“Subjek utama telah ditelpon dan sepertinya—“ Seseorang dengan suara asing lainnya melapor namun terputus dan yang terdengar selanjutnya adalah suara pintu tertutup dengan keras.

Jihye memasang telinganya dalam-dalam. Didetik itu, ia yakin bahwa seseorang yang mereka sebut sebagai ‘subjek utama’ adalah Luhan.

Namun hanya sampai itu karena untuk seterusnya ia sama sekali tidak bisa mendengarkan percakapan Taehyung dengan kedua rekannya.

 

-----------------

Taehyung membawa keluar rekannya tepat ketika mereka akan melanjutkan kalimat mereka.

“Kim Taehyung! Sejak kapan kau begitu lancang memutus kalimatku!” rengek rekannya yang kini melaserinya dengan tatapan penuh amarah.

“Kau tahu, aku butuh udara segar. Ruangan itu sangat pengap.” Taehyung berkilah lalu menanyakan lanjutan dari kalimat yang terputus itu. “Jadi..Luhan telah ditelpon. Lalu?”

Raut gelisah tampak di wajah milik namja yang menjadi rekan Taehyung itu. “Lalu..” Sejenak, ia menghela nafasnya.

“Lalu?” Taehyung terdengar tak sabar untuk menunggu lanjutan kalimatnya.

 

Namja satunya tampak memalingkan wajahnya. Ia merasa tidak enak untuk mendengar kelanjutan kalimat dari rekan kerjanya. Meski beberapa menit yang lalu mereka begitu ingin menyampaikannya ke Taehyung. “Taehyung-a.. Kau tahu, jika ini benar-benar terjadi, boss bisa saja membunuhmu.”

Meski mereka seorang gangster, sepertinya 3 bulan adalah waktu yang cukup lama bagi mereka untuk berteman. Taehyung adalah sosok yang menyenangkan bagi mereka. Muda, bersemangat, penuh senyum. Seseorang yang seakan membawa angin segar ke organisasi itu.

“Apa Luhan menolak untuk datang?” tanya Taehyung masih tegar.

 

Salah satu dari mereka kemudian mengangguk. Namun hal itu tak membuat Taehyung bergidik ngeri atau memasang wajah terkejut. Ia malah membalikkan badannya dan berjalan di sebuah lorong panjang sebuah pabrik terbengkalai.

Sebuah senyum terpasang di bibirnya selama beberapa detik.

Senyum yang seakan mengatakan ‘semuanya-telah-berjalan-sesuai-rencana’.

------------------------

Sementara di suatu tempat, jauh dari keramaian dan berada begitu dalam di sebuah pedesaan, seseorang dengan jas putih sedang menyibukkan diri di ruangan penuh berbagai jenis tabung yang tertata rapi pada raknya, pipet, dan benda-benda yang kebanyakan orang tidak tahu itu untuk apa. Tabung erlenmeyer, tabung reaksi dan tabung seperti pipa panjang menutupi sebagian wajahnya. Usianya memang sudah berkepala 4 namun semangatnya untuk mengotak-atik benda di depannya itu tak juga surut. Berulang kali layar laptopnya mengatakan sebuah kata ‘error’ namun ia tak juga berhenti untuk mencobanya lagi, lagi dan lagi.

Sejenak, ia mengalihkan perhatiannya dari jejeran tabung reaksinya itu ke layar lcd laptopnya. Sebelum ia mengetikkan huruf dan angka pada keyboard laptopnya, ia melepas sarung tangan latex di tangannya, menginjak pelana tempat sampah dan membuangnya ke mulut tempat sampah ketika penutup tempat sampah itu terbuka. Jemarinya menari di atas keyboard itu. Desahan demi desahan terdengar. Tak lama, ia menekan tombol remotenya dan sebuah pintu kaca dilapisi film hitam terbuka, menampakkan sebuah sosok anak buahnya yang akan melaporkan sesuatu padanya.

Sir, nona Jihye tertangkap.” lapornya setelah menunduk. Kali ini—setelah berkutat pada dunianya sendiri selama 12 jam berturut-turut—raut wajah lelaki itu berubah. Raut wajah tegang namun juga berusaha untuk tetap santai.

“Baiklah. Kembali ke markasmu.” instruksi lelaki itu—masih berkutat pada layar laptop di depannya.

Lalu namja itu pergi namun ketika ia hampir sampai pada pintu kaca yang akan bergeser itu, Lelaki itu memanggilnya. “J-Hope-a.”

Namja bernama J-Hope itu menengok lalu menunduk “Yes, Sir?”

“Instruksikan pada semuanya untuk tetap waspada. Jika sebuah bahaya akan datang pada Jihye, lakukan plan B.”

“Ndae, Sir.”

Setelah itu, ia benar-benar pergi. Meninggalkan lelaki beruban yang sedang fokus pada dunianya itu sendirian.

Menelusuri lorong yang gelap, J-Hope menekan gadget yang menempel pada telinganya. “Guys, stay focus!”

Ia terus melangkah, hingga akhirnya ia sampai pada sebuah dinding yang kosong, ia jongkok. Sejajar dengan tempat sampah yang ada di dekat dinding kosong itu. Namun sebelum ia berjongkok, ia menginjak pelana tempat sampah itu. Ia lalu menempelkan telapak tangannya ke permukaan dalam penutup tempat sampah itu.Saat itu juga, sebuah benda kecil keluar, mencuat dari dinding yang kelihatannya kosong itu. Benda kecil itu memendarkan sebuah cahaya merah ke arah mata J-Hope. Katakanlah, sebuah pemeriksaan retina. Tak lama sebuah lukisan besar di samping dinding kosong itu terjulur ke atas dan membukakan sebuah pintu untuk J-Hope.

Masuk ke dalamnya, pintu kembali tertutup dan J-Hope harus melalui lorong lagi. Sebuah lorong yang membawanya ke ruangan berbentuk lingkaran dan tertanam penuh dengan layar monitor serta kabel-kabel berbagai ukuran.

“Jeon Jungkook! Siapa yang menyuruhmu untuk melepaskan perhatianmu pada layar monitor dan bermain COC?”

Sebuah sapaan oleh J-Hope ketika ia sampai pada ruangan itu. “Tetap awasi gedung itu dan Jihye. Jika terjadi bahaya pada Jihye, kita akan mengeksekusi plan B.”

----------------------------

 

 

Miccheosso? Kau mengatakan kau tak akan datang?” Jonghyun membanting tangannya ke steer mobil.

Luhan dan Jonghyun sudah mencapai jalan tol dan Luhan baru saja menutup telpon dari mereka. Sebuah telpon bahwa Jihye berada di tawanan mereka.

“Bukankah kita akan menyelamatkan Jihye? YAA!”  Jonghyun terus saja meneriakkan amarahnya ke Luhan. Luhan tetap terlihat santai. Tetapi sesantai apapun ekspresi pada wajah Luhan, hatinya memanas.

Shut up and drive.

“Rihanna? Kau ingin aku memutar lagu Rihanna di saat genting seperti ini? Ya!”

Luhan mendecakkan lidahnya. “Aku tak tahu kau sebodoh itu.” ujarnya pelan.

Mereka saling diam. Jonghyun masih tampak tak mengerti mengapa Luhan mengatakan bahwa ia tidak akan datang menjemput Jihye melalu telpon beberapa menit yang lalu. Setahunya, ia akan menyelamatkan dan membebaskan Jihye dari sana.

            “Itu sebuah trik. Agar pengawasan mereka melemah ketika kita datang.” jawab Luhan pada akhirnya.

---------------------------------

Namja bertubuh kekar itu memandang Taehyung iba. “YA. Kau tau kan jika Luhan memutuskan untuk tidak datang ke sini?”

Taehyung mendesis. “Itu berarti Luhan tidak mencintai Jihye dan semua rencana kita akan gagal.” jawab Taehyung santai.

“Dan kau masih tampak begitu santai.. Aish..”

“Ya. Kau akan berada dalam bahaya Taehyung-a” ujar namja satunya, berperawakan kurus dan tinggi.

Taehyung bergeming. Malah, ia meninggalkan mereka berdua menuju ke suatu tempat. Langkahnya begitu mantap dan senyum tergambar jelas di wajahnya.

Tak lama, sebuah unit komunikasi pada telinganya berbunyi. Ia menekan tombol dan terdengarlah suara bossnya sedang berbicara dengannya dengan nada tinggi.

“Kim Taehyung...Apa kau mulai meremehkanku sekarang?”

------------------------------------

Jihye masih berada tempatnya. Ia masih belum dapat membuka matanya karena ia tahu, dimana pun tempatnya pasti terpasang cctv. Well...Taehyung yang memberitahunya akan hal itu.

Jihye menggumamkan berbagai macam doa. Berdoa agar semuanya akan baik-baik saja. Sambil merasakan sesuatu di tangannya.

“Gunakan ini ketika kau benar-benar berada dalam keadaan bahaya.”

Ia masih teringat betul akan perintah Taehyung padanya itu. Kembali, ia meremas sebuah benda kecil di tangannya itu. Sebuah cutter kecil.

Saat itu juga, ia teringat akan cerita Taehyung. “Luhan...Memang mantan gangster.”

Mafia? batin Jihye pada dirinya sendiri.

 

“Ia adalah kelinci percobaan dari mereka. Sehingga Luhan bisa mengendalikan apapun hanya dengan melihatnya.”

 

“Sebenarnya Luhan tidak ingin bergabung dengan mereka namun eomma Luhan menjadi sandera mereka. Begitu juga dengan adik perempuannya.”

 

“Ayahnya adalah seorang ilmuwan yang membuat anaknya sendiri, Luhan menjadi seperti itu dan diperalat oleh mereka.”

 

“Merampok bank, melakukan transaksi illegal, mencuri barang bernilai jutaan won di museum, sudah menjadi tugas Luhan sejak ketika ia berusia 14 tahun.Semuanya terasa mudah bagi Luhan. Ia hanya menatap semua orang dengan mata ajaibnya maka BOOM. Semuanya akan tunduk padanya. Tak terkecuali. Ia mendadak menjadi anak pujaan boss mereka.”

 

“Namun dua tahun yang lalu, setelah Luhan sudah bekerja untuk mereka sekitar satu tahun lebih...Ayahnya dan Luhan melakukan usaha untuk melarikan diri dari mereka.”

 

“Dan mereka berhasil.”

 

“Mungkin usianya masih 15 tahun saat itu. Namun ia sudah menaruh rasa pada seorang yeoja teman sekelasnya.”

 

“Kurasa kau tahu kisah selanjutnya Jihye-a. Sang yeoja mati karena Luhan datang terlambat.”

 

“Sejak saat itu, Luhan tak pernah mendekati siapapun. Entah itu namja atau yeoja. Abujinya dikabarkan meninggal, eommanya dikabarkan menghilang. Keberadaan adiknya pun tak ada satupun yang tahu.”

 

“Dan sejak itu pula, mereka memburu Luhan. Walaupun hingga ke ujung dunia.”

 

-------------------------------

Tak lama setelah ia mendengar nada tinggi suara bossnya, ia dapat merasakan dua orang sudah mengunci lengannya dari samping saat ini. Sebuah penutup mata melingkar di matanya, membuat Taehyung hanya bisa mengendalikan indra pendengarannya saat ini.

Jelas sekali ia sedang dibawa paksa saat ini. Mereka tak peduli betapa susahnya Taehyung menuruni anak tangga besi yang berbunyi itu ketika matanya benar-benar tak melihat apapun. Apalagi ketika dua namja di samping kanan dan kirinya mempercepat langkah mereka. Taehyung seharusnya takut, geram atau berontak. Tapi ia diam. Smirk tergambar di wajahnya.

Tak lama, ia merasakan tangannya diikat dan ia dilempar keras-keras ke sebuah lantai semen yang keras dan dingin. Tanpa perlu bertanya lagi, Taehyung sudah tahu kini ia berada dimana. Ia berada di tempat seharusnya Luhan datang menyelematkan Jihye.

Kembali, ia mengukir sebuah smirk. Karena ia tahu, ia telah mengundang perhatian banyak anak buah bosnya saat ini. Yang sepertinya rencananya—akan menjadi celah bagi mereka untuk menurunkan pengawasan di berbagai titik tempat.

 

“Hukuman apa yang pantas untukmu Kim Taehyung? Kau bilang, kau yakin 100% bahwa Luhan akan datang kemari?” suara bossnya menggaung ke seisi gedung.

Ia yakin, sangat yakin bahwa suara itu berasal dari speaker. Bossnya tak akan pernah menampakkan diri. Dan ia juga yakin, sebuah layar lcd plasma pasti sedang menampakkan sosok bossnya yang terbalut mantel hijau tua panjang saat ini.

“B-bos..mungkin kita bisa mema—“ sebelum kata ‘memaafkan’ dapat lolos dari bibir namja bertubuh tinggi dan kurus itu, rekannya yang bertubuh tegap membekap mulutnya dari belakang sambil membisikkan “ya jangan macam-macam kau. Bos bisa marah.”

“Aaah maksud diaa. Mungkin kita bisa memukuli Taehyung semalaman?” lanjut rekannya yang lain, berusaha melindungi namja bertubuh tinggi dan kurus yang tidak tega melihat Taehyung berada di tengah-tengah gedung pabrik terbengkalai itu.

“Aaah sepertinya usul yang bagus.”

Semuanya lalu tertawa---meski tampak sekali sangat dipaksakan. Tawa mereka begitu renyah namun tersirat kepedihan di dalamnya.

Tak lama, Taehyung ikut tertawa. Otomatis mengerem semua tawa yang menggema di sunyinya malam saat itu.

“Taehyung pasti sudah gila.” bisik seseorang dari kejauhan, sedikit tidak tega jika Taehyung harus menjalani hukuman jika misi ini gagal.

 

Di sela Taehyung tertawa, seseorang lalu melaporkan sesuatu seraya melihat ke layar dimana tampak bossnya sedang duduk dengan masih terpasang mantel di tubuhnya. Benar-benar tidak menampakkan identitasnya. Bahkan gendernya sendiri, tak ada yang bisa menerka. Suaranya pun disamarkan sedemikian rupa.

 

“Boss, sudah pukul 19.00 dan tak ada penampakan Xi Luhan.”

 

Terdengar suara seseorang---yang mereka sebut sebagai boss-- tertawa.

 

“Kau tahu apa maksud dari semua itu Kim Taehyung?” ujarnya setelah menyelesaikan tawanya. "Tamatmu akan semakin dekat.."

 

Taehyung tertawa lagi. Kali ini lebih keras. Lama, begitu keras dan mengejek.

 

“Tak ada penampakan Xi Luhan? Ha! Aku bahkan telah merasakan keberadaannya sekarang.”

 

Saat itu pula terdengar suara tubuh berjatuhan dari berbagai sudut di atas gedung. Seperti hujan lebat yang membasahi bumi tanpa suatu pertanda.  Berdentum begitu keras, memecah heningnya malam. Terasa begitu magis karena mereka dapat tak sadarkan diri hanya dengan sebuah tatapan dari mata Luhan.

 

Irama suara tubuh berjatuhan itu seirama dengan suara yang dihasilkan oleh anak tangga besi reot itu ketika tiga orang sedang melangkahkan kaki mereka dengan cepat di atasnya.

 

Segerombolan namja di tengah itu hanya bisa melihat mereka dengan tak percaya. Takjub. Terkejut. dan mungkin sedikit rasa rindu akan rekan lama terbesit di benak mereka.

 

Keterkejutan mereka tak berlangsung lama karena kemudian mereka berusaha untuk menyerang Jonghyun,Luhan dan Jihye yang sedang menuruni anak tangga besi itu.

Mereka menepis, dan menyerang. Menendang dan menembakkan pistol mereka. Beruntung sekali Luhan telah membuat para sniper—namja dengan keahlian menembak mereka yang akurat yang berjaga di berbagai sudut atas gedung---tertidur. Sehingga lawannya kali ini adalah mereka yang berada di hadapannya dan tak bersenjata. Tapi mungkin tak semudah itu. Karena beberapa baru saja akan mengeluarkan pistol dari celana mereka dan berusaha menyerang Luhan dan Jonghyun dengan berbagai upaya.

Dengan cepat, Jonghyun menarik seseorang dari mereka untuk menjadi sandera. Ia melingkarkan lengannya pada leher sanderanya. “Melangkah sejengkal saja, maka bendera putih akan berkibar di gedung ini.” ancam Jonghyun, seraya mengeratkan cengkeramannya pada sanderanya itu.

Dengan itu, mereka tak berkutik.

Mereka kehilangan taktik.

Apalagi Luhan telah memutus komunikasi mereka dari boss mereka.

 

Namun, suara dari LCD plasma itu masih saja menggaung di gedung pabrik itu. “Segera tutup mata Luhan!” instruksi dari sang bos.

Hal itu tentu saja menjadi ancaman bagi Jonghyun, Jihye dan tentu saja Luhan. Tetap menahan seorang sandera yang menjadi bagian dari organisasi itu, Jonghyun menggunakan pistol di tangannya untuk menembak lcd plasma super besar itu serta kameranya. Yang berdampak pada matinya layar lcd dan hilangnya sosok bermantel hijau tua serta bertopeng itu dari hadapan mereka. Hanya tersisa letupan kecil dari benda elektronik itu.

 

Sekarang komunikasi boss itu dengan anak buahnya telah benar-benar terputus.

 

Luhan tak ingin kehilangan kesempatan penting ini. Ia memanfaatkan momen dimana perhatian lawan terpusat pada layar lcd yang mulai tak bernyawa. Ia segera menatap mereka dan menidurkan mereka. Sisanya dibereskan oleh Jonghyun secepat kilat dan Jihye—meskipun bantuan Jihye tidak begitu berarti. Setidaknya ia telah menumbangkan seorang namja dari belakang dengan memukulnya menggunakan tongkat.

Taehyung sendiri mengantukkan kepalanya ke depan. Meskipun kedua matanya ditutup, ia masih bisa merasakan bahwa ada seseorang di depannya.

Setelah sekitar sepuluh menit, semuanya telah benar-benar beres. Berbagai tubuh bertumbangan tak sadarkan diri.

 

“Pertunjukan selesai.” ucap Jonghyun sesudahnya.

 

Jihye segera berlari ke arah Taehyung dan menggunakan cutter kecil pemberiannya. “Aku menggunakannya di saat yang tepat,kan?” gurau Jihye pada Taehyung. Taehyung tertawa kecil dan setelah semua pengikat pada dirinya lepas, ia dan Jihye melangkah menuju Luhan.

“Hey yo! Kau akhirnya mempercayaiku Xi Luhan.” ujar Taehyung dari belakang tubuh Luhan yang sedang berdiri.

Namun Luhan tak sedikitpun menjawab kalimat Taehyung. Jihye merasa ada yang aneh, ia pun mendekat ke arah Luhan. “Xi Luhan?”

Pada saat itu pula, dirinya, Taehyung dan Jonghyun dapat menyaksikan Luhan terjatuh tak berdaya tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebelumnya.

 

Suara berdentam itu datang lagi. Tapi kali ini suara itu berasal dari lantai semen tempat dimana Luhan terjatuh.

 

---------------------------------

Makasih bagi yang udah nunggu ff inii >< Maaf baru apdet ><

Oiyaa.. Nanti kalo ffku habis ini muncul terus tapi belum ada chapter ketambah maaf yaa soalnya mau aku rombak hehe Alurnya ga berubah, cuma aku perbaikin ajaa ceritanya soalnya kemarin-kemarin itu keburu-buru nulisnya jadi banyak typo dan segala macem hehe

Makasih udah mau baca ff ini : )  Neomu kamsahamnida : )

 

 

Iklan dulu yaaak. Kalo ke bookstore boleh kok beli bbmgg : D 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK