CHAPTER 18
THE WAY TO SAY GOODBYE
“Yoboseyo” terdengar suara berat dari ujung sana. Tenggorokan Na Ra tercekat ia tidak tahu lagi apa yang harus dikatannya, perasaanya begitu gembira, cemas, sedih, marah, dan kecewa bercampur satu.
“Hello yoboseyo, nuguya?” suara berat itu terus berusaha agar si penelfon tanpa nama itu memberikan responnya.
Flip.
Na Ra mematikan handphonenya begitu saja, memutuskan sambungan pembicaraan dengan Kris tanpa mengatakan sepatah katapun.
Suho memandangi gadis di depannya itu dengan alis terangkat, menandakan keheranannya.
“Oppa aku siap, kajja kita lakukan operasinya”
“Kenapa kau sama sekali tidak berbicara padanya?”
“Tidak sekarang oppa, oppa bilang oppa akan menyembuhkanku? Aku ingin hidup lebih lama setelah operasi ini, aku..aku akan berbicara dengannya setelah operasi ini, maka dari itu oppa harus berhasil menyembuhkanku”
“Na Ra-yya….” Suho berkata lirih, kilatan mata Na Ra menunjukkan betapa besar harapan gadis itu padanya.
“Kajja..oppa akan menyembuhkanmu. Oppa janji!” dan Suho kembali memberikan senyum malaikat terbaiknya, yang sudah lama sekali tidak ia tunjukkan pada Na Ra karena kecemasannya akan kondisi gadis itu.
Tim dokter terbaik Seoul Hospital menangani operasi Na Ra. Mereka mengerahkan semua kemampuan terbaik mereka agar gadis bernama Lee Na Ra itu bisa bertahan hidup lebih lama lagi. Setelah 8 jam yang terasa begitu lama, akhirnya operasi itu selesai. Na Ra masih berada di ruangan ICU agar terus bisa mendapatkan perawatan intensif. Ia terbangun 3 hari kemudian,dengan Suho dan Hyerin di samping tempat tidurnya. Na Ra tampak mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali menyesuaikan dengan cahaya terang lampu dikamarnya.
“Op-oppa…Hye—rin” Na Ra masih tampak begitu lemah ketika memanggil dua orang itu.
“Kau jangan banyak bicara dulu tubuhmu masih lemah”
Na Ra justru berusaha untuk duduk, ia tampak sedikit memaksakan diri. Membuat Hyerin dan Suho berjengit ngeri dan segera menopang punggung Na Ra agar ia tidak kembali merosot di tempat tidurnya dan membuat luka bekas operasinya kembali terbuka.
“OMO!! Lee Na Ra, berhati-hatilah” Hyerin memekik tertahan sambil meletakkan bantal di belakang tubuh Na Ra.
“Gwenchana, aku sudah tidak apa-apa” Na Ra merasakan nyeri di sekujur tubuhnya terutama di bagian perutnya, bisa ia rasakan ada bekas luka operasi di sana, dan luka itu masih begitu basah.
“Na Ra-yya apa tidak sebaiknya kau memberitahu Young? Atau mom dan daddymu?”
“Young sedang sibuk dengan kuliahnya oppa, mom dan dad pasti sibuk dengan bisnis mereka, jadi tidak perlu memberitahu siapapun” Na Ra tersenyum tulus, mencoba mengatakan bahwa ia cukup kuat menghadapi semua ini sendiri.
Dua orang di depan Na Ra kembali memandang iba pada gadis itu, mereka tahu bahwa sebenarnya Na Ra membutuhkan orang-orang terdekatnya, tapi gadis itu selalu menghindar dari orang-orang itu.
“Jadi oppa, kapan aku boleh pulang? Aku sudah berminggu-minggu menghabiskan waktu disini menuruti semua yang oppa katakan, jadi kapan oppa akan mengeluarkanku dari sini ? aku bosan oppa” Na Ra merengek pada Suho berharap lelaki itu akan memenuhi permintaanya.
“Yak napeun yeoja, kau bahkan baru saja sadar tapi sudah memintaku memulangkanmu, apa kau ingin membuatku di pecat?”
“Aish..kau lihat Hyerin, Suho oppamu itu mengesalkan!” Na Ra mencibir kesal pada Suho.
“Suho oppa benar Na Ra-yya, kau harus lebih banyak berisitirahat”
“Kenapa kalian berdua sama saja, menyebalkan gezzzz..” Na Ra kembali menggerutu karena ia sama sekali tidak mendapatkan pembelaan.
“Arasseo, oppa akan memantau kondisimu selama seminggu ke depan, jika lebih baik oppa akan mengizinkanmu pulang, deal?”
“Mwo??? Satu minggu? 2 hari saja oppa!”
“5 hari”
“3 hari”
“4 hari dan tidak ada tawar menawar lagi atau oppa akan membuatmu tetap berada disini agar oppa bisa dengan mudah memantau kondisimu?”
“Aish..ara ara” Na Ra akhirnya menyetujui persyaratan Suho tentu saja dengan hati kesal, ia selalu kalah ketika berdebat dengan Suho, Hyerin hanya bisa terkekeh melihat dua orang itu begitu sengit berdebat.
**
Gadis itu memandang ragu pada nomer ponsel pria bernama Kim Jongin itu (ia akhirnya hafal nomer ponsel Jongin).
Ia menekan tombol hijau dan menunggu suara di sebrang sana menjawabnya.
"Yeoboseyo" suara serak bangun tidurnya jelas sekali.
"..." Gadis itu masih terdiam, dengan ponsel masih menempel lekat di telinganya.
"Yak! Neo micheosseo? Kau tidak bisu kan? Kau tau kau menganggu waktu tidurku!" Kai, laki-laki itu memaki habis-habisan.
Gadis itu tergelak
"Chugollae?" Kai makin menaikkan tempo suaranya.
"Jongina..."
Kai yang sudah akan memaki si penelfon misterius terhenyak dengan suara gadis yang memanggilnya.
"Noona.." Suara Kai merendah.
"Na Ra noona.." Pria itu kembali memanggilnya.
"Eoh Jonginnie, jaljinesseoyeo (are you ok) ?"
"Noona, neo eodisseo? Eodiga? Eoh? Beritahu aku kau dimana? Jebal"
"Kau belum menjawab pertanyaanku Jong!"
"Eoh ne.. Kau tau lebih banyak rapat dan membosankan dan.. Yah noona tau lah"
"Youngie-ah, anyi kau dengan Young apa baik-baik saja" Kai seketika mengernyitkan dahinya begitu mendengar nama gadis itu disebut.
"Wae? Kenapa tidak menjawabku?" Na Ra sedikit mendesak.
"Aku rasa aku bukan orang yang tepat untuk menjawab pertanyaan noona, seharusnya noona tanyakan hal itu pada pria cantik yang setiap saat selalu bersamanya"
"Pria cantik? Luhan?"
"Molla.. Aku tidak tahu namanya. Gesss.. Sudah kenapa terus menanyakannya"
"Kau cemburu?"
"Noona dimana?" Kai mengalihkan topik pembicaraan, ia tidak suka berbicara mengenai Young kali ini.
"Aku.. Well.. "
"Ayo lah noona beritahu aku!" Kai kembali mendesak agar Na Ra memberitahukan keberadaanya.
"Aku di suatu tempat yang aman, dan aku baik-baik saja jadi.."
"Dimana noona? Paling tidak kau harus memberitahuku"
"Jong, dengarkan aku. Bisakah kau bersikap lebih baik pada Kris? Aku tau kau tidak menyukainya aku-"
"Noona terlalu banyak permintaan, noona bahkan tidak mau memberitahukan dimana noona berada jadi kenapa aku harus menuruti noona?"
"Aku mempercayaimu Jong" Kai terhenyak dengan kalimat Na Ra, lelaki itu hanya menyeringai. Yang tentu saja tidak bisa di lihat oleh Na Ra.
"Aku hanya seorang bastard Miss Lee, kau paham akan hal itu"
"Aku bahkan akan mempercayakan nyawaku pada bastard yang sedang berbicara denganku saat ini" Kai terdiam, tidak menjawab. Ia selalu kalah jika berdebat dengan Na Ra, tapi di sisi lain dia senang karena pada akhirnya ada satu orang lagi yang percaya padanya.
"Jong.. Kau masih disana kan"
"Hmmm" Kai hanya menggumam.
"Baiklah. Karena kau diam, aku anggap kau setuju. Jadi, tolong setidaknya sedikit bersikap baik lah pada Kris, aku tidak tau harus mengatakannya pada siapa, tapi aku sedikit kuatir dengan kondisi Kris akhir-akhir ini"
"Jika noona tau dan begitu kuatir dengan si pirang kenapa tidak noona datang dan menemuinya lalu menjalani hubungan kalian seperti biasanya"
"Aku ingin Jong, sangat ingin. Tapi, aku rasa aku tidak bisa"
"Wae?" Kai merespon cepat.
"Well.. Terkadang kita harus menjalani hal-hal yang tidak kita sukai kan? Jadi..aku ingin kau sedikit saja berbaikan dengannya. Dia begitu kesepian, dia mudah sekali cemas dan panik, dia butuh teman untuk berbagi Jong"
"Apa noona pikir aku bisa dengan mudahnya mengakhiri ketidaksukaan di antara kami yang telah berlangsung selama bertahun-tahun ini? " Kai berkata dengan nada sinismenya.
"Baiklah Jong. Terserah kau saja. Aku tidak punya banyak waktu lagi, bye"
Flip.. Na Ra mematikan sambungan telfonnya.
"Yak yak noona, noona" Kai memanggil-manggil gadis itu yang tentu saja sia-sia.
Ia dengan kesal melempar asal handphonenya.
"Argh.. Noona menyebalkan sekali! Dia pikir siapa dia seenaknya sendiri" Kai terus memaki.
"Tapi apa maksudnya waktunya tidak banyak lagi? Memang dia mau kemana? Gadis aneh! Pabo pabo yeoja" Kai menenggelamkan kepalanya diantara bantal-bantal empuk diranjangnya, kesal dengan spekulasinya sendiri.
**
Hari ini hari Minggu, hari dimana semua orang menikmati hari liburnya. Dan hari ini pula akhirnya Na Ra diizinkan untuk bisa pulang dari rumah sakit. Na Ra begitu gembira karena ia merasa rumah sakit itu seperti penjara dimana ia tidak bisa pergi kemana-mana. Suho memaksa Na Ra agar ia bisa mengantarkannya pulang yang tentu saja ditolak mentah-mentah oleh gadis itu karena ia tahu pasien Suho sedang sangat banyak.
“Bisakah kau sekali saja menuruti perkataan oppamu ini?” Suho melipat kedua tangannya di depan dada.
“Oppa.. aku menurutimu untuk tinggal sangat lama disini apa itu tidak cukup ‘’ mereka kembali berdebat.
‘’Arasseo, oppa akan pesankan taksi untukmu, deal’’
‘’Ne uri oppa gomawo’’ senyum Na Ra mengembang indah menghiasi wajah cantiknya, membuat Suho gemas dan mengacak-acak rambut yeodongsaengnya itu.
‘’Jadilah anak baik, oppa akan terus memantaumu’’
Na Ra mengangguk semangat, sangat jarang ia bisa membujuk Suho jika sudah menyangkut kesehatannya. Ia membereskan semua barang-barangnya memastikan tidak ada yang tertinggal.
Ia memasuki taksi yang terparkir tepat di depan lobby rumah sakit, setelah sebelumnya memberikan salam perpisahan pada Suho yang telah begitu baik merawatnya selama ini. Na Ra memandang ke jalanan dari balik kaca taksi yang ia naiki, ia melihat daun-daun yang berguguran, memenuhi tepi jalan, kemudian tertiup angin. Betapa ia ingin hidupnya sesederhana daun-daun yang berguguran itu, melayang-layang tertiup angin seolah tanpa beban.
“Ahjussi berhenti disini’’ Na Ra meminta si sopir untuk menghentikan taksinya di depan sebuah rumah mewah dengan pagar menjulang hampir setinggi 4 meter, menghalangi siapa saja yang ingin melihat ke halaman rumah yang sudah bisa di pastikan sangat mewah itu.
“Ah ne agaisimida nona”
Na Ra segera turun dari taksi itu memencet belnya beberapa kali, sampai seseorang yang tampak seperti security dirumah itu mempersilahkan gadis cantik itu masuk. Ia melangkahkan kakinya menyusuri halaman rumah mewah itu, halaman rumah itu di penuhi dengan berbagai macam bunga indah, rerumputan yang terpotong rapi sangat jelas sang pemilik begitu memperhatikan keasrian rumahnya.
Saat Na Ra memasuki rumah itu ada sederet pekerja rumah tangga yang tampak sibuk membersihkan seisi rumah itu, seorang wanita paruh baya tampak menyambut Na Ra dengan senyuman hangatnya.
“Annyeonghasimnika nona, ada yang bisa saya bantu”
“Ne annyeonghasimnika, bisa saya bertemu dengan Kris?”
“Ah tuan muda Wu, beliau ada di kamarnya, harap nona tunggu sebentar”
“Ne..gamsahamnida”
Wanita setengah baya itu berlalu dari hadapan Na Ra menaiki tangga memutar yang tampaknya menuju ke kamar Kris. Gadis itu mengedarkan pandangannya, tampak disana sebuah foto keluarga.
Ada 4 orang disana, 2 orang yang diyakini Na Ra adalah orang tua Kris, dan 2 orang pria muda dengan stelan tuxedo. Foto itu tampak sangat kontras, dimana kedua orang tua mereka tersenyum dengan begitu hangat sementara 2 putra mereka menatap lurus ke arah kamera dengan tatapan dinginnya, menunjukkan keengganan mereka untuk berfoto bersama.
Kris keluar dari kamarnya dengan begitu malas, karena ia sedang membaca buku dan ia sungguh benci ada orang yang mengganggunya saat membaca buku. Tapi kemarahan Kris tertahan begitu melihat siapa yang datang, ia bahkan hampir berteriak memanggil nama gadis yang sedang berdiri membelakanginya itu. Ia terus menatap intens ke punggung gadis yang setengah mati dirindukannya itu, lidahnya begitu kelu dan otaknya serasa berhenti bekerja.
Dan saat gadis itu berbalik ke arahnya, waktu seakan berhenti berputar, Kris bahkan merasa bahwa kedua kakinya hampir tidak mampu menahan berat tubuhnya. Gadis itu tersenyum hangat pada Kris seolah tidak terjadi apa-apa, seolah gadis itu tidak meninggalkan Kris selama sebulan terakhir ini tanpa kabar.
Ingin rasanya Kris memarahinya habis-habisan, merutukinya dengan berbagai kalimat kekesalan yang sudah ia pendam selama ini, tapi sekali lagi Kris tidak bisa melakukan apapun selain tetap berdiri ditempatnya, memandang lurus ke arah seorang Lee Na Ra.
“Annyeong Kris-ah” gadis itu menyapanya, suara yang begitu dirindukannya itu akhirnya ia bisa mendengarnya lagi.
“….” Hening, Kris sama sekali tidak menjawab sapaan Na Ra, mereka kini berdiri saling berhadapan dengan jarak 3 meter. Kris tidak melakukan apapun kecuali tetap memandang lurus pada gadis di depannya itu.
“Kris-ah.. na-…”
Grepp…
Kris langsung memeluk gadis itu menginterupsi apa yang akan dikatakan gadis itu. Na Ra begitu terkejut karena Kris memeluknya dengan tiba-tiba dan begitu erat.
“Kr-Kris-ah” Na Ra tampak ragu untuk membalas pelukan Kris.
“I miss you” Kris semakin mempererat pelukannya dan menenggelamkan kepalanya di rambut Na Ra menghirup dalam-dalam aroma gadis itu, ia hampir gila selama sebulan ini mencarinya, dan sekarang Na Ra, gadisnya ada dipelukannya, dan ia bersumpah ia tidak akan membiarkannya pergi lagi seperti kemarin.
“Kris-ah” Na Ra akhirnya membalas pelukan Kris. Ia juga tidak tahu lagi apa yang harus dikatannya, ia merasa setiap kali bersama Kris hidupnya sudah lengkap, kebahagiannya ada di pelukannya sekarang, dan ia ingin menghentikan waktu saat itu juga jika dia mampu.
Selama bermenit-menit mereka terus berpelukan mengabaikan 10 pasang mata yang sedari tadi memandangi mereka seperti tontonan drama korea yang biasa mereka nikmati di TV.
“Na Ra-yya” Kris memanggil gadis itu dengan suara berat khasnya.
“Kenapa baru sekarang kau kembali? Kenapa terus mengindariku ? Apa aku melakukan kesalahan ? Jawab aku?” Kris melepaskan pelukannya dan mencecar Na Ra dengan berbagai pertanyaan.
‘’Maukah kau pergi kencan denganku ?’’
‘’Mwo ?’’ Kris menaikkan kedua alisnya tidak percaya dengan apa yang baru Na Ra katakan.
‘’Ya sudah kalau tidak mau, aku pulang sa-‘’
‘’Yak yak..kau mau kemana ? Ayo pergi kencan kemana ? London, Paris, Venesia, Barcelona, kau mau kemana? Ppali marhaebwa!!” Kris berkata terburu-buru begitu melihat Na Ra yang tampak akan pergi meninggalkannya lagi.
“Aish jinjja, aku tidak mau kesana, aku sudah mengunjungi semua tempat itu, um.. bagaimana kalau ke pantai?”
“Pantai? Kau yakin?”
“Aku yang mengajakmu kencan jadi terserah aku mau mengajakmu kemana, jadi kau mau tidak?” Na Ra melipat kedua tangannya, memberikan pandangan mengintimidasi yang membuat Kris dengan cepat menyetujui permintaan Na Ra.
Kris menggandeng erat tangan Na Ra, bahkan saat mereka mengendarai Black Rolls Royce milik Kris pun pemuda itu sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya, ia begitu kuatir jika Na Ra akan pergi meninggalkannya.
Setelah 30 menit perjalanan akhirnya mereka sampai disebuah pantai di pinggir kota Seoul, pantai itu tampak sepi, hanya ada beberapa nelayan yang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka. Na Ra melepas seatbeltnya, dan segera keluar dari mobil itu untuk menghirup dalam-dalam udara pantai yang segar.
Kris kembali terpaku melihat kecantikan Na Ra, gadis itu berdiri sambil memejamkan matanya, membiarkan rambut coklatnya terurai di belai angin. Ia tidak mau melewatkan pemandangan indah itu begitu saja, ia segera mengambil kamera SLRnya dan dengan cepat memotret Na Ra sebanyak yang ia bisa.
“Apa yang kau lakukan?’’ Na Ra sadar ia terus di foto oleh Kris dan itu membuatnya tidak nyaman.
“Memotretmu tentu saja? Wae?”
“Berikan kameranya!” Na Ra merebut cepat kamera yang sedang Kris pegang.
“Mwo apa yang akan kau lakukan , kembalikan kameraku ppalli!”
“Memotret orang tanpa izin itu tidak baik Tn.Wu!”
“Kau yang memulainya Nn.Lee, bukankah kau yang memulainya dulu?’
“Mwo?”
“Kau memotretku saat kita pertama bertemu, anyu..kau bahkan terus memotretku, apa aku tampak sangat tampan Nn.Lee, sampai kau terus memotretku terus menerus seperti itu “
“Aigoo.. kenapa kau begitu percaya diri, kemari!” Na Ra menarik tangan Kris untuk mendekat kearahnya, dan klik… Na Ra mengambil foto mereka berdua, wajah Kris tampak sangat terkejut
“Kyaa lihat kau benar-benar seperti angry bird kekeke… lucu sekali”
“Aku adalah angry bird paling tampan di dunia”
“Cih, percaya dirimu berlebihan! Narcissist disorder”
“Kekeke.. aku benar kan Nona Lee, kalau aku tidak tampan kau tidak akan jatuh cinta padaku”
Na Ra tidak menanggapi perkataan Kris ia terus mengambil selca mereka berdua dengan kamera SLR Kris.
“Yak yak Nona Lee kenapa mengabaikanku”
“Kemari, ayo kita berfoto bersama”
Kris dan Na Ra terus mengambil banyak selca bersama, selama ini memang mereka tidak pernah berfoto bersama, Na Ra sadar akan hal itu maka ia menggunakan kesempatan langka itu untuk berfoto bersama Kris sebanyak yang ia bisa.
“Aku memang benar-benar tampan!” Kris kembali memuji dirinya sendiri setelah mereka berhenti berselca dan kini mereka sedang melihat hasil foto mereka.
“Tentu saja Kris-ku sangat tampan, amat sangat tampan” Na Ra berkata jujur tanpa mengalihkan pandangannya dari foto mereka berdua yang sedang mereka lihat.
Kris terkejut dengan kalimat yang Na Ra ucapkan, ia mengira akan ada perdebatan seperti biasanya jika dia terus memuji dirinya sendiri, tapi kali ini tidak Na Ra menyetujuinya.
“Na Ra-yya..”
“Ne?”
“Apa terjadi sesuatu denganmu” Kris menatap tajam ke dalam manic mata Na Ra.
“Anyi.. semuanya baik-baik saja. Ayo kesana” Na Ra mengalihkan pembicaraan dan menggenggam tangan Kris menuju bibir pantai yang lebih dekat. Ia melepas alas kakinya dan mengambil sebatang kayu yang kebetulan ada di pantai itu.
“Apa yang kau lakukan? “ Kris bertanya heran pada Na Ra yang tampak sedang menggambar sesuatu di permukaan pasir pantai itu.
“Ssstt..diamlah aku sedang melukismu”
“Mwo?”
“Aigoo diamlah sebentar tuan Wu” Kris menuruti Na Ra, selama bermenit-menit ia terus memperhatikan Na ra yang sedang sibuk menggambar dirinya di atas pasir.
“Chaaaa… sudah selesai lihat kau tampan disini” Na Ra menunjukkan hasil lukisan pasirnya pada Kris, ia mengamati lukisan pasir itu sejenak, lalu ia mengambil batang kayu yang ada ditangan Na Ra.
“Lukisan pasirmu buruk sekali!”
“Yak..aku sudah susah payah melukisnya untukmu kau menyebalkan” Na Ra mempoutkan bibirnya kesal. Kris hanya tersenyum miring menanggapi kekesalan gadisnya itu, ia kini mulai menggoreskan gambar lain disebelah gambar Na Ra, lalu ia menambahkan tulisan disana dalam bahasa Prancis “Notre Amour est pour toujours” (cinta kita untuk selamanya).
Na Ra seperti mengalami déjà vu, ia ingat betul siapa lelaki yang pernah menuliskan kalimat itu padanya bertahun-tahun yang lalu, Li Jia Heng. Seorang anak keturunan Chinese-Canadian yang ditemuinya di Paris dulu, pria kecil yang tersesat di jalanan Les Champs-Élysées. Pria yang bahkan seumur hidup tidak akan di lupakannya karena pria itu mengenalkan pada Na Ra bahwa ada warna lain dari hidup ini tidak sekedar hitam dan putih tapi ada merah, biru, dan bahkan pelangi di setiap kehidupan manusia.
Pria kecilnya dulu, yang bahkan masih sangat melekat kuat dalam ingatannya. Ia kembali terhenyak akan perpisahan mereka.. tidak itu sama sekali bukan perpisahan, mereka bahkan tidak saling mengucapkan selamat tinggal.
Na Ra seperti terlempar kedalam ingatan masa lalunya, ia memandang Kris yang sedang sibuk melukiskan sesuatu diatas permukaan pasir itu. Ia seperti melihat sosok Li Jia Heng kecilnya di diri Kris sekarang hanya dalam wujud yang berbeda. Na Ra menutup rapat-rapat mulutnya ketika ia melihat gelang yang Kris kenakan, Na Ra bersumpah bahwa gelang itu adalah gelang Li Jia Heng, tidak itu gelang mereka, Na Ra juga mempunyai gelang yang sama yang ia simpan di kotak kenangan di apartemennya.
“Li…Jia.. Heng” Na Ra melafalkan nama itu, sangat pelan bahkan angin pun mungkin tidak bisa mendengarnya.
“Nah..ini baru sempurna!” Kris menghampiri Na Ra dan terheran-heran kenapa gadis itu terus menatapnya dengan pandangan aneh yang tidak ia mengerti.
“Li Jia Heng” hanya nama itu yang bisa Na Ra ucapkan sekarang, membuat Kris mengernyitkan dahinya.
“Mwo? Dari mana kau tahu nama kecilku?”
“Ja..Jadi…” ucapan Na Ra kembali terputus ia tidak tahu lagi apa yang harus ia katakana setelah ia menyadari bahwa Kris adalah sosok Li Jia Heng-nya dulu. Cinta pertamanya.
“Ah sudahlah tidak penting, lihat Nona Lee..ini baru sempurna” Kris menunjuk pada hasil lukisan pasirnya, kini disana ada lukisan dirinya dan seorang gadis yang tentu saja itu lukisan wajah Lee Na Ra.
“Ini aku, dan kau, dan ini mantra ampuh untuk cinta kita agar abadi selamanya” Kris tersenyum lebar, memancarkan kehangatan.
“Mantra ampuh?”
“Um.. notre amour est pour toujours, our love is forever”
‘’Dari mana kau mendapatkan kata-kata itu ?’’
Kris mengalihkan pandangannya ke laut lepas, dan memejamkan matanya sesaat.
‘’Seseorang mengajariku, dan dia memberiku gelang ini’’ Kris menunjukkan gelang silver dengan lambang dewa amour.
“-dia bilang gelang ini adalah satu-satunya di dunia, dan gelang ini pula yang akan menjaga cinta seseorang agar abadi, tidak peduli sejauh atau selama apapun berpisah pasti cintanya akan abadi”
“Dimana kau mendapatkannya?”
“Di depan Cathédral Notre Dame de Paris saat aku menghabiskan liburanku di Paris selama sebulan”
Na Ra kembali terhenyak ia kini semakin yakin bahwa Kris adalah Li Jia Heng-nya, ia tidak mungkin lupa saat-saat mereka menghabiskan waktu bersama di Paris dan saat ia membeli gelang itu karena kekuatirannya akan perpisahan yang ternyata benar-benar memisahkan mereka selama bertahun – tahun.
‘’..tapi kurasa hal itu hanya mitos, buktinya aku berpisah dengannya dan bahkan aku sudah tidak bisa bertemu dengannya lagi’’ Batin Na Ra menjerit ia ingin mengatakan bahwa ia lah gadis itu, gadis kecil seorang Li Jia Heng.
Kris melepaskan gelang itu dan hendak membuangnya kelaut.
“A-apa yang kau lakukan?”
‘’Membuangnya, aku sudah tidak butuh gelang ini, seharusnya aku sudah membuangnya bertahun-tahun yang lalu’’
‘’Andwae…chankamman, kemarikan’’ dengan segera Na Ra merebut gelang yang hampir dibuang Kris itu.
“Yak, memang mau kau apakan? Gelang itu sudah tidak berguna, aku tidak mau aku terus mengingat seseorang di masa lalu’’
‘’Tolong biarkan aku menyimpannya kumohon” Na Ra memohon pada Kris seperti ia takut kehilangan sesuatu yang sangat berharga.
“Kenapa kau ingin menyimpannya? ‘’ Kris bertanya menyelidik.
“Kumohon Kris”
Kris mengangguk dan memberikan gelang itu pada Na Ra, gadis itu bernafas lega karena akhirnya Kris mengurungkan niatnya untuk membuang gelang itu.
“Na Ra-yya, apa hari ini hari istimewa?”
‘’Memangnya kenapa ? Aku rasa begitu ? Saat bersamamu semua hari terasa istimewa’’ Kris menahan senyum dibibirnya, tidak biasanya Na Ra berkata semanis ini.
‘’Aku ingin setiap hari kita bisa seperti ini’’
‘’Seperti ini ?’’
‘’Ne..menghabiskan waktu bersama, hanya kau dan aku, melakukan hal-hal sederhana bersama, aku ingin setiap hari selalu begini’’
‘’Jika setiap hari selalu begini, maka hari ini tidak akan jadi hari istimewa Kris. Apa kau senang hmm ?’’
‘’Tentu saja aku senang, kau tidak tahu aku sangat merindukanmu ? Aku selalu mendatangi apartemenmu, tempat kerjamu dan bertanya pada siapapun tentangmu, aku hampir gila karena kau menghilang begitu saja, sekarang apa kau bisa memberitahuku alasanmu pergi begitu saja ‘’
Kris meluapkan isi hatinya, ia hampir tidak bisa menahan emosinya lagi. Na Ra malah membalasanya dengan senyuman, ia lalu duduk di atas permukaan pasir dan pandangannya tertuju pada laut biru di depannya.
‘’Duduklah’’ Na Ra menarik pelan tangan kekar Kris agar duduk disebelahnya.
‘’Matahari hampir terbenam, pasti akan sangat indah jika dilihat dari sini’’
‘’Na Ra kau masih berhutang penjelasan padaku!’’ emosi Kris masih meletup-letup walaupun ia tetap menuruti Na Ra untuk duduk di sampingnya.
“Jadi..penjelasan macam apa yang kau ingin dengar Kris?’’ Na Ra bertanya retoris membuat Kris bingung.
“Apapun, kemana kau pergi, apa yang kau lakukan, siapa saja yang kau temui, semuanya kau harus menjelaskannya padaku! SEMUANYA!!’’ Kris menekankan perkataanya pada kata SEMUANYA.
“Kau tahu tidak aku sangat menghawatirkanmu, aku..aku takut kehilangamu Na Ra, aku sangat mencintaimu’’ tatapan Kris berubah menjadi sayu, membuat Na Ra merasa semakin bersalah pada Kris. Ia tahu ia sudah amat sangat menyakiti Kris, dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.
“Kau boleh memarahiku sepuasnya sekarang Kris, aku tahu aku salah, aku akan mendengarkan semua cercaanmu sekarang ayo lanjutkan..’’
‘’Lee Na Ra neo-‘’ Kris tidak mampu melanjutkan kata-katanya lagi, ia memang sangat ingin mendengar semua alasan Na Ra kenapa menghilang selama sebulan ini, tapi semua itu tidaklah penting sekarang, yang terpenting bahwa sekarang Na Ra ada disampingnya.
HUG.
Kris memeluk erat Na Ra, seolah hari itu adalah hari terakhir ia bisa memeluk Na Ra, bekas operasi Na Ra terasa berdenyut-denyut karena Kris memeluknya begitu erat, membuatnya susah bernafas. Ia menggigit bibir bawahnya agar suara kesakitannya tidak keluar.
“Mianhae..’’ Kris mengucapkan permintaan maaf yang Na Ra tidak tahu kenapa Kris mengucapkan hal itu, karena baginya satu-satunya yang bersalah adalah dirinya bukan Kris. Na Ra mengusap pelan punggung Kris, ia tidak punya banyak kata-kata yang ingin ia sampaikan.
Kris melepaskan pelukannya, ia memegang kedua bahu Na Ra.
“Apa kau mencintaiku?’’
“Kenapa kau menanyakan hal yang sudah sangat jelas Kris?”
“Apa kau mencintaiku?”
“Tentu saja”
‘’Katakan kau mencintaiku’’
‘’Apa aku harus mengatakannya ? semuanya sudah jelas Kris’’
‘’Aku hanya ingin mendengarnya, aku ingin tahu apa arti diriku untukmu. Aku bahkan sudah mengatakannya berulang kali. Sekarang aku hanya ingin mendengarnya, aku ingin memastikan bahwa aku tidak mencintaimu secara sepihak, aku-‘’
‘’Aku menyukaimu, anyi… aku mencintaimu, aku amat sangat mencintaimu, aku.. aku tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan padamu, aku bukan orang yang pandai mengucapkan kata-kata manis tapi aku bersungguh-sungguh aku mencintaimu, amat sangat. Aku selalu berusaha untuk mengontrol perasaanku agar aku tidak jatuh cinta padamu, aku selalu berusaha untuk mencoba mengabaikan perasaanku, tapi aku tidak bisa, semakin aku mencobanya, aku semakin mencintaimu, semuanya terjadi diluar kendaliku, maafkan aku telah banyak menyakitimu”
Kris terhenyak dengan setiap kata yang Na Ra ucapkan, akhirnya Na Ra mengucapkannya, mengatakan bahwa ia juga mencintainya.
Na Ra mengusap pelan pipi Kris dengan tangan hangatnya, ia mendekat pada tubuh Kris, mengikis jarak antara mereka, gadis itu lalu menempelkan bibir mungilnya di bibir Kris, membuat Kris membulatkan matanya karena terkejut, ini adalah pertama kalinya Na Ra menciumnya terlebih dulu, biasanya selalu Kris-lah yang mengawali ciuman mereka. Na Ra masih terus menempelkan bibirnya pada bibir Kris, dan kini ia mengecupnya perlahan, membuat Kris ikut memejamkan matanya menikmati kehangatan bibir Na Ra. Mereka terus berciuman di bibir pantai itu dan di depan mereka terhampar pemandangan maha indah dimana matahari tampak terbenam ke dalam laut yang dalam, menjadi saksi bisu betapa kedua anak manusia itu saling mencintai.
‘’I Love you Kris’’
‘’I Love you more Lee Na Ra’’
Dan ciuman itu kembali berlanjut dengan beberapa kecupan hangat yang saling mereka berikan satu sama lain, menyalurkan cinta dan kerinduan yang selama ini mereka pendam.
‘’Kris-ah’’ Na Ra berusaha menyudahinya saat dirasa ia membutuhkan oksigen untuk ia hirup, ia menarik tubuhnya sedikit menjauh dari Kris. Kris hanya tersenyum melihat wajah merah merona Na Ra. Ia tidak tahu kenapa gadisnya selalu merasa malu setiap kali mereka berciuman. Kris mengerti akan hal itu, ia mengecup dahi Na Ra dan menarik gadis itu kedalam pelukannya.
**