CHAPTER 13
This Happiness Will Last Forever, Won’t It?
Author : bellecious0193, realhida
Poster : LilyAndromeda
Genre : romance, sad, action
Length : chaptered
Rating : PG 16
Main Casts :
Kris Wu aka Wu Yi Fan/Li Jia Heng
Kim Jongin aka Kai
Lee Na Ra aka Lily Evans (OC)
Shin Sung Young (OC)
Lu Han
Oh Sehun
etc
“I don’t care about your past, your ex or anything about it. I just wanna be with you, am I too selfish if I want you by my side?” – Lee Na Ra
“Yes I am happy, I’m sorry” – Shin Sung Young
Na Ra langsung berbalik mengikuti sumber suara yang memanggil namanya tadi, pikirannya semakin kacau ditambah spekulasi tentang siapa yang memanggilnya. Ini hampir tengah malam dan siapa orang yang mengikutinya sampai sejauh ini? Luhan kah? Tapi Na Ra cepat-cepat meralat tebakannya. Luhan tidak punya suara berat, suara Luhan tidak seperti ini.
Terdengar langkah kaki orang itu semakin mendekat, Na Ra menajamkan penglihatannya agar ia bisa dengan jelas melihat ke arah orang yang tadi memanggilnya tapi nihil, kegelapan malam dan kabut menghalanginya.
“Lee Na Ra?” Pria bersuara berat itu semakin mendekat kini hanya berjarak beberapa meter dari Na Ra, dan kini gadis itu bisa melihat sosok itu dengan sangat jelas, sosok yang saat ini begitu ingin dihindarinya, Kris.
Na Ra segera berbalik menghadap ke hamparan danau lagi begitu mengetahui orang yang memanggilnya adalah Kris.
“Lee Na Ra, aku bisa jelaskan semuanya. Aku aku—” Kris tak mampu menyelesaikan kata-katanya, Na Ra masih sibuk memotret kegelapan malam yang sebenarnya sama sekali tidak menarik itu, tapi tentu saja diam-diam dia menyimak setiap perkataan Kris padanya.
Lee Na Ra menghentikan aktifitas memotretnya sesaat menunggu Kris menyelesaikan kalimatnya.
“Na Ra-yya jebal kau harus mempercayaiku.” Suara Kris terdengar begitu lembut.
Na Ra masih terus mengabaikan Kris, mendiamkan laki-laki yang sebenarnya tak kalah kalutnya dengan Na Ra.
“Aku tidak memintamu menjelaskan apapun.” Na Ra akhirnya membuka suaranya, ia lalu memasukkan dengan asal kamera-nya ke dalam tas yang ia bawa dan berbalik pergi.
Ia melewati Kris begitu saja seolah sosok Kris tak ada di sana. Kris dengan cepat menarik tangan Na Ra, tapi Na Ra sama sekali tidak berbalik, dan dengan kasar menepis tangan Kris yang masih memeganginya.
“Lepaskan aku.” Na Ra kembali melangkahkan kakinya.
“Aku sudah tidak ada hubungan apapun dengan Sooyoung, dia hanya masa laluku, aku bahkan sudah melupakan hal-hal yang pernah aku lalui bersamanya, jadi kumohon Na Ra jangan salah paham.”
Na Ra menghentikan langkahnya dan kali ini ia berbalik menatap Kris, dengan tatapan yang begitu sayu. Na Ra sudah tidak dapat menyembunyikan sakit hatinya atas peristiwa yang ia saksikan beberapa saat yang lalu.
“Aku bilang aku tidak butuh penjelasanmu Kris. Kau tidak perlu menjelaskan apapun padaku, aku tidak perduli dengan masa lalumu, dengan gadis itu atau dengan siapapun. Jadi berhentilah membicarakan hal yang tidak perlu, berhenti membuang waktumu untuk hal-hal yang tidak berguna.” Na Ra mengulangi perkataan yang Kris katakan pada Sooyoung beberapa saat yang lalu.
“Na Ra-yya! Na—”
“Dan berhenti merasa bersalah atas apa yang baru saja terjadi. Gadis itu masih sangat mencintaimu, kau harusnya memikirkan perasaannya padamu, aku yakin kau adalah orang yang begitu peduli pada orang lain.” Na Ra menekankan setiap perkataanya, membuat Kris terdiam dan tak mampu mengucapkan apa apa lagi. Na Ra membenarkan letak tas di bahunya dan segera berbalik pergi, tapi baru beberapa langkah Kris berteriak lantang padanya.
“SARANGHAMNIDA!!” Kata-kata itu lolos seketika dari kedua bibir Kris membuat Na Ra hampir mati berdiri saking terkejutnya. Ia menatap tajam iris mata coklat Kris meminta penjelasan atas apa yang baru saja diucapkannya.
“Saranghamnida, Lee Na Ra, na jeongmal—”
“Tsk berhenti mengatakan hal yang tidak seharusnya kau katakan. Aku bukan apa-apamu Kris, kita bahkan baru mengenal beberapa waktu belakangan ini, kau nyaman di sisiku, aku nyaman di sisimu, tapi itu bukan berarti kau jatuh cinta padaku, kau terlalu cepat—”
CHUUUU~
Kris berlari kearah Na Ra, memegang wajah gadis itu dan mencium bibirnya. Mata Na Ra membulat sempurna karena tindakan Kris. Kris mengecup bibir Na Ra berkali-kali, begitu lembut penuh cinta dan kasih. Lambat laun Na Ra memejamkan matanya, ia menjatuhkan tas yang sedari tadi terselempang manis di bahunya, ia memegang punggung Kris, menikmati ciuman yang diberikan namja Chinese-Canadian itu.
Tangan kanan Kris berpindah ke tengkuk Na Ra, menekannya pelan untuk memperdalam ciuman mereka. Mereka semakin terhanyut dalam ciuman yang sarat dengan emosi, serta cinta yang terpendam. Na Ra bahkan meremas pelan rambut pirang Kris, terlena oleh permainan yang mereka ciptakan sendiri. Setelah bermenit-menit ciuman yang begitu menggairahkan, Na Ra akhirnya berinisiatif menyudahinya, ia menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang kini ia yakin sudah semerah tomat menahan antara perasaan malu dan bahagia.
Kris tersenyum melihat tingkah gadis di depannya, ia memegang dagu Na Ra agar gadis itu menatapnya.
“Jeongmal saranghamnida. Jangan pernah katakan bahwa kau bukan siapa-siapaku atau memintaku kembali pada mantan kekasihku, berhentilah menganggap dirimu tidak berarti apa-apa bagiku, you are my everything, Lee Na Ra.”
“Cih! Picisan.” Na Ra mau tidak mau ikut tersenyum menanggapi pengakuan cinta Kris padanya.
“Aku serius nona Lee, aku benar-benar mencintaimu bahkan dari sejak pertama kali bertemu. From the very beginning, Na Ra-yya.”
Na Ra masih bungkam dan greppp… ia kini memeluk tubuh jangkung Kris, menenggelamkan kepalanya di dada bidang Kris yang terasa begitu nyaman untuknya.
“Nona Lee, gwenchana?” Kris malah bertanya dengan nada khawatir melihat perubahan sikap Lee Na Ra.
Na Ra hanya mengagguk tanpa melepaskan pelukannya pada Kris. Ia masih ingin terus berada di pelukan namja yang kini sudah berstatus sebagai namja chingunya itu. Ada jutaan kehangatan dan kasih sayang yang Na Ra rasakan saat ia memeluk Kris, kasih sayang yang begitu lama tidak ia rasakan.
“Na Ra-yya, ayo kita pulang, hmm? Disini dingin sekali tidak baik untuk kesehatanmu, kau bisa memelukku sepuasnya setelah kita sampai di apartemenmu, ara?” Kris meletakkan dagunya di puncak kepala Na Ra dan mengusap rambut panjang gadis itu penuh sayang.
“Aku ingin kita tetap disini, bisakah?” Na ra akhirnya membuka suaranya, pelukannya pada Kris sama sekali tidak mengendur.
“Tapi Na Ra, disini sangat dingin kau bisa sakit.”
“Kumohon Kris aku ingin melihat matahari terbit besok pagi bersamamu, bisakah ? kumohon.”
Kris tampak berpikir sejenak lalu kemudian ia menyetujui permintaan Na Ra
“Baiklah, kita akan tetap disini tapi kita tinggal di mobil, ara? Aku tidak ingin kau sakit hanya untuk melihat matahari terbit.”
“Jeongmal?”
“Hmm.” Kris mengangguk mantap. Ia begitu bahagia sekarang, perasaanya pada gadis yang ada di depannya kini ternyata terbalaskan, dan hari ini Kris melihat lagi sosok lain dalam diri Na Ra, bahwa gadis itu tidak sedewasa kelihatannya, gadis itu masih begitu kekanak-kanakkan ketika rasa cemburu menghampirinya. Gadis itu begitu ke kanak-kanakkan ketika merengek meminta hal yang ia inginkan. Kris kembali tersenyum mengingat hal-hal itu.
Na Ra kini sudah melepaskan pelukannya dan menatap lekat sosok Kris yang ada di depannya.
“Kajja.” Kris mengulurkan tangannya dan menggandeng Na Ra untuk menuju mobilnya yang ia parkir tak jauh dari sana.
Kris membuka pintu belakang mobilnya lalu mempersilahkan Na Ra masuk. Tangan Kris langsung melingkar di tubuh Na Ra begitu ia duduk di sebelah Na Ra. Seolah ia tidak mau melepaskan Na Ra walau hanya sebentar.
Na Ra bermain-main dengan jemari tangan Kris, mengusap setiap inci kulit namja yang sangat ia cintai. Kris hanya tersenyum melihat tingkah Na Ra, ia sama sekali tak protes ataupun mengeluarkan kata-kata penolakan atas sikap Na Ra. Tangan Na ra begitu hangat, membuatnya nyaman ditengah udara yang begitu dingin.
Na Ra melirik ke arah Kris dari sudut matanya, melihat namja itu sedang tersenyum-senyum ke arahnya.
“Wae? Kenapa kau terus tersenyum seperti itu, eoh?”
“Apa selalu harus ada alasan untuk tersenyum?”
“Tentu saja harus, Kris! Kau menjengkelkan!” Na Ra mem-pou-tkan bibirnya, kesal yang justru terlihat sangat cute di mata Kris.
Kris mencium bibir Na Ra sekilas.
“Yak! Yak! Jangan menciumku sembarangan!”
“Aku mencium yeojachingu-ku sendiri, apa tidak boleh?”Kris tidak mau kalah berdebat.
“Terserah kau saja, kau menyebalkan!”
“Aigoo… Nona Lee kenapa jadi pemarah seperti ini, hmm? Aku hanya bercanda, aku tersenyum karena aku senang kau ada di sini. Disini, dipelukanku, kau pikir apa yang lebih membahagiakan dibanding bisa bersama dengan orang yang kita sayang?” Kris menjelaskan panjang lebar.
Na Ra tidak menjawab ucapan Kris, ia masih diam memainkan jemari tangan Kris, pandangannya tampak tidak fokus.
“Na Ra-yya…”
“Hmm?”
“Saranghae…”
“I know it.” Na Ra menghadap wajah Kris dan tersenyum. Kris mengecup tangan Na Ra berkali-kali dan memeluknya lagi, tak butuh waktu lama gadis itu tertidur di pelukan Kris.
Kris terus memandangi wajah gadisnya, tanpa bosan. Mengabsen setiap lekuk wajah gadis itu. Na Ra tampak begitu polos ketika tidur. Beberapa kali Kris membenarkan rambut Na Ra yang sedikit menutupi wajahnya, membuat gadis itu sesekali menggeliat merasakan sentuhan dingin Kris ditangannya. Dan dengan hati-hati Kris berusaha untuk bergerak selembut mungkin agar Na Ra tidak terbangun.
“I promiseto love you every moment of forever.” Kris berbisik lembut pada Na Ra yang sudah terlelap. Dan dia memutuskan untuk menyusul Na Ra ke alam mimpi.
………………………………………………………………………………………
Suara rintik hujan yang deras membangunkan Na Ra. Dia sedikit terkejut saat menyadari dia tertidur di pelukan Kris. Sesaat ia memandangi wajah tampan namja itu, ia tidak tahu kenapa ia bisa begitu cepat jatuh cinta kepadanya. Ia tidak tahu kenapa ia bisa begitu cemburu melihatnya dengan gadis lain. Ia tidak tahu kenapa begitu ingin menghabiskan sisa hidupnya bersamanya.
Hujan di luar sangat deras, bahkan ia tidak mampu melihat daerah di sekitarnya karena hujan yang begitu deras. Na Ra hanya memandangi rintik-rintik hujan itu dan menempelkan kepalanya pada sisi kaca mobil Kris, merasakan dinginnya air hujan.
Karena bosan Na Ra membuka pelan pintu mobil dan beranjak keluar dari sana, berusaha menimbulkan suara seminimal mungkin agar Kris tidak terbangun dari tidurnya.
Tess… tesss… tess…
Air hujan langsung membasahi tubuh Na Ra. Na Ra memejamkan matanya, merasakan air hujan yang begitu dingin menelusuk membasahi pori-pori kulitnya. Ia berjalan mendekati danau, lalu sekali lagi duduk di batu besar di danau itu sambil memandang ke arah danau. Seluruh tubuhnya sudah basah kuyup karena air hujan tapi ia tidak memperdulikannya, air hujan membuat perasaanya menjadi semakin baik.
Sementara itu Kris terbangun dari tidurnya dan mendapati Na ra sudah tidak ada di sampingnya ia begitu panik dan terus memanggil-manggil gadis itu.
“ Na ra-yya! Na Ra! Kau dimana? Na Ra! Lee Na Ra!”
Kris akhirnya memutuskan untuk mencari Na Ra di luar. Ia mengambil payung yang ada di mobilnya dan segera keluar mencari gadis itu.
“NA RA-YYA! LEE NA RA…! KAU DIMANA?!” Kris berteriak-teriak memanggilnya. Merasa Kris memanggilnya, Na Ra pun menjawab panggilan Kris.
“KRIS, AKU DISINI!” Na Ra melambaikan tangannya ke arah Kris. Begitu derasnya hujan turun membuat pandangan Kris sedikit kabur, ia memicingkan matanya dan menemukan sosok Na Ra ada di dekat danau, ia mendekati gadisnya itu dan segera menarik tangannya agar ia cepat-cepat berteduh.
“ Apa yang kau lakukan disini? Hujannya sangat deras ayo masuk mobil. Palli! Kau bisa saki”
“Shireo! Aku mau disini saja.”
“Na Ra-yya, kali ini sajaturuti aku. Kau bisa sakit jika terus-terusan seperti ini.” Kris masih berusaha menarik tangan Na Ra.
“Aku ingin melihat matahari terbit, Kris-ah.” suara Na Ra mendadak parau. Kris yang tadinya sedikit keras pada gadis itu pun melembut. Ia duduk disamping Na Ra sambil memayungi mereka berdua, walaupun tampak sia-sia karena hujan yang begitu deras membuat mereka mau tidak mau basah kuyup.
“ hujan begitu deras, kita tidak bisa melihat matahari terbit hari ini, kita bisa melihatnya lain kali, kau tidak perlu kuatir, hmm?” Ucapan Kris terdengar begitu lembut.
“Aku takut aku tidak punya kesempatan ini lagi, Kris-ah.”
“Kita akan melihat matahari terbit sesering yang kau mau, aku janji.” Kris menggenggam lembut tangan Na Raberusaha meyakinkannya.
“Sekarang ayo masuk ke mobil, kau bisa sakit jika terus-terusan seperti ini.”
Na Ra akhirnya menuruti keinginan Kris, dan mereka masuk kembali ke mobil Kris. Kondisi tubuh Na Ra yang basah kuyup membuatnya menggigil kedinginan. Kris dengan penuh perhatian memberikan sweater yang dikenakannya.
“Kita harus segera pulang dari sini, kau harus segera ganti baju, ara?”
Na Ra hanya mengangguk saja, tubuhnya sudah terasa begitu beku. Kris menelepon salah saeorang pegawainya untuk mengambil mobil Na Ra dan mengantarkannya ke apartment gadis itu.
Kris terus menggenggam tangan Na Ra sepanjang perjalanan. Berusaha sedikit menghangatkan Na Ra, yang memang tampak begitu kedinginan. Na Ra terus menggigil, bibirnya pun memucat, hal ini semakin membuat Kris kuatir, ia akhirnya memutuskan untuk membawa Na Ra ke rumahnya.
Tak butuh waktu lama mobil Kris sudah memasuki halaman rumahnya. Ia segera menggendong Na Ra yang tampak sudah sangat lemah, beberapa pelayan yang menyambut Kris tampak bingung dan bertanya-tanya tentang siapa yang tuan mereka bawa ke rumahnya, karena selama ini Kris tidak pernah membawa gadis manapun kerumah.
Kris membawa Na Ra ke kamarnya dan menidurkannya disana.
“Ahjumma Kang, tolong ganti bajunya dan panggilkan dokter sekarang.”
Orang yang dipanggil ahjumma Kang oleh Kris itu langsung memangggil tiga orang pelayan untuk membantu menggantikan baju Na Ra dan tak beberapa lama kemudian seorang dokter datang untuk memeriksa keadaan Na Ra, Kris tampak begitu panik ia tidak henti-hentinya menanyakan keadaan Na Ra pada sang dokter.
“Ulsaenim, bagaimana keadaanya?”
“Nona itu kedinginan dan kelelahan. Sebaiknya dia beristirahat dengan cukup. Begitu Nona itu bangun dari tidurnya segera berikan obat ini.” Dokter itu memberikan beberapa obat-obatan pada Kris.
“Ne gamsahamnida.”
“Baik Tuan Wu saya permisi dulu.”
Sang dokter membungkuk sopan dan meninggalkan Kris. Kris berjalan pelan menuju ranjang dimana Na Ra tertidur. Ia memandangi wajah gadis itu, tak ada puasnya. Seolah hari ini adalah hari terakhirnya ia bisa terus memandang wajah gadisnya.
Na Ra yang merasakan sentuhan tangan Kris diwajahnya perlahan membuka mata dan mencoba tersenyum, wajahnya tampak begitu pucat, bahkan garis matanya tampak begitu cekung.
“Kris-ah?”
“Apa aku membangunkanmu, huh? Tidurlah kembali.”
“Ani… Aku tidak bisa tidur lagi kalau kau terus disini.”
“Baiklah aku akan mening—”Greppp. Sebuah tangan mungil menahan lengan Kris ketika pria itu baru akan beranjak dari kursinya.
“Please, don’t go.”
“But you said you couldn’t sleep when I—”
“Just please don’t go, stay here.” Na Ra menunjuk sisi kosong ranjang disebelahnya.
“Hmm… Baiklah… Kau kenapa,hmm?” Kris duduk disebelah Na Ra dan menyuruh gadis itu untuk bersandar di dada bidangnya.
“Memangnya aku kenapa, Kris-ah?”
“Kau sakit kenapa tidak memberitahuku? Aku sangat kuatir,chagi.” Kris memanggil Na Ra dengan sebutan ‘chagi’ yang membuat gadis itu mengangkat kepalanya dari dada Kris sambil melontarkan pandangan ‘maksudmu apa?”. Kris hanya terkekeh menanggapi tatapan Na Ra yang kaget.
“Mwo? Kau kekasihku, jadi bukankah wajar aku memanggilmu chagi?”
“Ck! Aneh!”
“Perempuan manapun di dunia ini akan senang ketika kekasihnya memanggilnya dengan sebutan sayang, tapi kau malah mencibirku. Kau aneh, Nona Lee.”
“Jika aku aneh kenapa kau menyukaiku?”
“Ah sudahlah.” Kris memilih mengalah, menyudahi perdebatan konyol mereka, ia kini menyandarkan dagu lancipnya di puncak kepala Na Ra.
“Kaumau makan sesuatu? Kau belum makan apapun dari semalam.”
“Umm… Aku mau crepes dengan saus coklat.”
Kris mengangkat alisnya..
“Crepes?”
“Ne… Wae?”
“Anyi… Kau seperti Nona Prancis saja.”
“Yak! Aku tinggal selama sepuluh tahun di Prancis, Kris-ah.”
“Jinjja? Kenapa aku baru tahu?” Kris tampak terkejut dengan satu lagi fakta tentang Na Ra, ia semakin penasaran dengan masa lalu gadisnya ini. Tapi ia urungkan niatnya untuk bertanya mengingat kondisi Na Ra yang sedang sakit.
“Kau saja tidak bertanya padaku.”
“Chamkamman…Aku akan membuatkan crepes untukmu.”
Kris segera berlalu kedapur membuat Na Ra bertanya-tanya dengan perubahan sikap Kris, memangnya apa yang salah, apa dia membuat kesalahan. Na Ra mengacak rambutnya frustasi, ia lalu melangkahkan kakinya menuju balkon di dekat kamar Kris. Hujan sudah reda, namun tetes-tetes air masih terlihat di sana-sini.
Na Ra membuka jendela kamar Kris lebar-lebar, mengisi paru-parunya dengan udara yang begitu segar, bau hujan bercampur tanah. Pikirannya menerawang, mengingat tahun-tahunnya ketika masih di Prancis dulu.
“Na Ra-yya, kau sedang apa?”Kris menghampiri Na ra dengan seipiring crepes yang tadi Na Ra inginkan.
“Woahh…Kau yang membuatnya? Kyaa… aku tidak sabar untuk memakannya.” Na Ra bertepuk tangan seperti anak kecil. Kris mengangkat sebelah alisnya heran.
“Kau tidak menjawab pertanyaanku!”
“Aigoo, jawab pertanyaannya nanti saja, eoh? Aku benar-benar lapar.” Na Ra membujuk Kris dengan memamerkan puppy eyes-nya.
“Em.” Kris mengangguk menyetujui permintaan yeoja-nya. Na Ra melahap crepes buatan Kris dengan cepat, seperti ia sudah tidak makan berhari-hari.
“Pelan-pelan, Na Ra. Kau bisa tersedak!” Kris tampak kuatir.
“Kau benar-benar membuatnya?” Na Ra melontarkan pertanyaan yang dijawab anggukan singkat Kris.
“Woah jinjja! Kau bisa jadi koki tetap di Jules Verne, Tuan Wu!”
“Kau sering kesana?”
“Eum… Seminggu sekali, kekekek.”
“Dasar, Nona Muda.” Kris mengacak pelan rambut Na Ra setelah mendengar pengakuan gadis itu, Jules Verne, Kris juga tidak asing dengan restoran itu. Restoran yang menyuguhkan pemandangan indah kota Paris dari ketinggian, ya dari restoran itu orang-orang bisa menikmati betapa indahnya Paris.
Dulu sekali ketika ia menghabiskan sebulan di Paris karena urusan bisnis orang tuanya, dia selalu berkunjung ke restoran itu bersama dengan seorang gadis kecil periang yang keberadaanya entah dimana. Yang Kris ingat gadis itu ditemuinya ketika ia hampir tersesat di jalanan kota Paris.
Gadis kecil yang menemaninya selama sebulan disana,yang mengubah hari-hari membosankannya menjadi hari-hari yang penuh keceriaan. Tapi sayang sekali Kris tidak punya kesempatan bahkan untuk mengucapkan terima kasih pada gadis kecilnya dulu karena ia harus segera pindah ke Vancouver.
“Tuan Wu, aku mau pulang.”
“N-ne?” Kris sedikit tergugup, ia tersadar dari lamunannya. Setelah sekian tahun kenapa ia tidak bisa melupakan gadis kecil itu. Gadis itu begitu berarti bagi hidup Kris.
“Hey, kau melamunkan apa?”
“Aniyo.” Kris tersenyum tipis menutupi kegugupannya.
“Ah… Sudahlah aku pulang dulu, ne?” Na ra beranjak meninggalkan Kris.
“Akuakan mengantarkanmu, pabbo. Mobilmu kan sudah dibawa ke apartment-mu.”
“Eh… Jinjja? Kekeke… Mian, aku lupa.” Na Ra menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil tertawa bodoh.
Kris hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Na Ra, ia segera mengambil kunci mobilnya dan mengantarkan gadis itu pulang.
………………………………………………………………………………………
“Arrrgghhhh, aku bisa gila!” Luhan menendang bantal sofar berbentuk bulat yang sedari tadi ia pegang. Pria itu duduk bersila sambil menyandarkan punggungnya di sandaran sofa yang empuk.
“Wae, Hyung?” Sehun yang tengah asyik menonton TV hanya melirik Luhan sekilas lalu kembali fokus pada benda persegi yang ada di depannya.
“Sehun-ah! Ottoke?” Luhan memungut kembali bantal yang sudah ia tending tadi lalu meremasnya dengan kesal.
“Apa masalahmu, Hyung?” Sehun membalikkan badannya sehingga menghadap Luhan. Dilihatnya Luhan memasang ekspresi yang begitu kesal, dengan rambut yang acak-acakan karena sedari tadi ia remas.
Luhan hanya diam sambil mengamati bantal yang ada di pangkuannya.
“Ah! Sung Young?” Sehun bertanya karena melihat Luhan hanya berdiam diri tanpa mau sedikitpun bersusah payah menjawab pertanyaannya sebelumnya.
Pria berwajah imut itu hanya mengangguk lemas mendengar Sehun menyebutkan nama Sung Young.
“Kejarlah dia, Hyung.”
“Mwo? Ottoke?”
“Hyung, kau itu bodoh atau bagaimana?” Sehun yang sedari tadi duduk di lantai pun beranjak dan menempatkan dirinya di sebelah Luhan.
“Kau masih sangat mencintainya, bukan?”
Luhan mengangguk.
“Kau baru saja menemukannya lagi setelah bertahun-tahun kau mencarinya dan sangat berharap untuk bisa bertemu dengannya. Benar?”
Luhan mengangguk lagi.
“Lalu kau tunggu apa lagi? Kejar dia, Hyung! Datangi dia. Katakan bahwa kau masih mencintainya. Mudah, kan?”
Luhan diam dan tampak berpikir untuk beberapa saat. Sebelum akhirnya ia menjawab dengan nada getir. “Bagaimana jika perasaannya padaku tidak seperti apa yang aku rasakan padanya? Itu akan sangat menyakitkan, Hun.”
Sehun menatap pria yang lebih tua darinya itu dengan pandangan yang tidak dapat diartikan.
“Jangan jadi pengecut, Hyung. Jangan kalah sebelum berperang. Kenapa kau takut perasaannya tak sama lagi denganmu? Bukankah kau sangat mengenalnya? Kalian bersama lebih dari tiga tahun, kan? Itu waktu yang cukup lama untuk saling mengenal, dengan dalam.”
“Arra. Tapi Na Ra mengatakan bahwa Youngie sudah memiliki seseorang di sisinya.” Luhan menunduk lemah.
“Benarkah? Dia mengatakan seperti itu?” Sehun membulatkan matanya.
“Well, tidak segamblang itu.”
“Yasudah, Hyung! Apa yang kau khawatirkan? Kau menunggunya selama bertahun-tahun, tanpa pernah sedikitpun melupakannya. Kau bahkan tidak pernah mengencani wanita lain karena dia. Sekarang begitu dia ada di depan matamu, kau hanya akan diam karena takut jika perasaanya padamu telah berubah? Hyung, mungkin dia akan benar-benar memiliki seseorang yang lain di sisinya jika kau bersikap seperti itu.” Sehun berbicara panjang lebar.
“Jadi, aku harus mengejarnya kembali?” Luhan menghembuskan nafasnya dengan cepat. Tangannya masih bermain dengan bantal yang sedari tadi ia pegang.
“Tentu! Dapatkan dia kembali, Hyung. Aku mendukungmu 100%.” Sehun mengepalkan tangannya di udara, pertanda ia menyemangati Luhan.
“Okay. Gomawo, Hun-ah! Mungkin kau harus mempertimbangkan untuk beralih profesi mejadi konsultan cinta. Haha.” Luhan tertawa sambil beranjak menuju kamarnya. Sebelum berjalan ia lemparkan bantal yang sedari tadi ia pegang pada Sehun, yang sedetik kemudian memasang ekspresi jengkel.
“Itu tidak lucu, Hyung!” Sehun setengah berteriak karena Luhan sudah berjalan menjauh menuju kamarnya. Dilemparkannya bantal itu ke lantai lalu ia kembali fokus pada TV masih menyala di ruangan itu.
………………………………………………………………………………………
Sung Young membuka matanya dan menggeliat perlahan. Dilihatnya jam dinding bulat yang tergantung di dinding kamarnya. Waktu menunjukkan pukul Sembilan. Terpaksa ia bangun lebih siang karena semalam gadis itu menyelesaikan tugas kuliah serta beberapa artikel majalah yang harus ia edit dengan deadline sore ini.
Sung Young bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi. Diusap-usapnya mata kanannya yang terasa gatal. Gadis itu membersihkan diri selama sepuluh menit. Mengenakan setelan kasual andalannya, dan membubuhkan sedikit make up.
Sung Young meraih ponselnya yang ada di meja kecil di samping tempat tidurnya. Tidak ada pesan masuk dari Na Ra. Yang dari tadi malam ia hubungi, namun selalu tidak tersambung. Gadis itu merasa sedikit khawatir dengan kakaknya. Ia memutuskan untuk mampir sebentar ke apartment Na Ra ketika berangkat nanti.
Setelah mengisi perutnya dengan beberapa gigitan roti dan segelas susu putih, Sung Young beranjak pergi. Hari ini ia bertugas untuk meliput seorang artis yang tengah naik daun karena drama yang baru saja dibintanginya di sebuah vila yang tak jauh dari Seoul.
Namun betapa terkejutnya gadis itu ketika ia membuka pintu dan mendapati sesosok pria dengan tubuh tegap dan senyum menawan berdiri di depannya.
“Annyeong?” Jongin member lambaian kecil pada Sung Young yang tengah memasang ekspresi terkejut.
“Kim Jongin, ada apa kau datang kemari?” Sung Young melemparkan pertanyaan yang membuat Jongin mendesah pelan.
“Memang perlu ada sesuatu untukku datang kemari?”
“A-ah, ani.” Sung Young yang selalu merasa otaknya tidak berfungsi dengan benar ketika berada di dekat Jongin segera menjawab dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
“Hmm. Ayo kita berangkat.”
“Hah? Ke mana?” Sung Young membulatkan matanya karena bingung dengan perkataan Jongin barusan.
“Kau harus mewawancarai artis yang sedang naik daun itu kan hari ini? Ayo kita berangkat, sebelum jalanan macet. Aku akan mengantarmu, Nona Manis.”
“Tapi, dari mana kau tahu aku ada wawancara hari ini?” Sung Young memicingkan matanya dan member Jongin tatapan menyelidik.
“Bosmu. Sudahlah, ayo.” Jongin menggenggam tangan Sung Young dan menarik pelan gadis itu.
“Bosku? Bagaimana bisa?” Sung Young masih saja memandang Jongin dengan tatapan bingung bahkan ketika mereka memasuki lift.
“Ya, bisa. Tentu saja aku bertanya.” Jongin memandang lurus ke depan. Ia tersenyum puas karena menyadari sedari tadi Sung Young tidak melepaskan pandangan darinya, dengan matanya yang melebar pada batas maksimal. Sangat lucu, batinnya.
“Untuk apa kau menanyakan jadwal kerjaku, Jongin?”
“Untuk bisa tahu kapan saja kau membutuhkanku untuk mengantarmu, dan juga untuk bisa bersama denganmu.” Jongin menatap Sung Young sekilas dengan senyum yang masih terpeta di wajahnya. Mereka turun dari lift dan berjalan menuju mobil Jongin.
Sung Young yang tadi sempat menggumamkan kata ‘apa maksudnya’ sekarang hanya diam dan semakin kehilangan kata-kata saat Jongin membukakan pintu mobil untuknya. Dalam hati gadis itu merutuki dirinya sendiri karena selalu bersikap bodoh di depan Jongin.
Setelah satu jam perjalanan yang mereka isi dengan percakapan seru dan gurauan, yang tentu saja dibuka oleh Jongin, sampailah mereka di sebuah vila yang tampak ramai karena sedang berlangsung proses syuting.
Sebenarnya Sung Young sempat mengeluh pada bosnya karena sulitnya ia mendapat waktu untuk mewawancarai artis itu. Bukan karena ia yang sibuk, namun karena manager artis itu selalu menyatakan bahwa bosnya sibuk tiap kali Sung Young menelepon. Jadi saat dua hari yang lalu managernya mengatakan bahwa Sung Young bisa mewawancari bosnya pada hari Sabtu itu, maka Sung Young langsung menyetujuinya walaupun harus mengorbankan hari liburnya.
Dan setelah dua jam, proses wawancara yang sempat terhenti dua kali karena artis yang Sung Young wawancarai mengeluh kehausan dan ruangan yang panas itu pun selesai. Sung Young berjalan cepat ke arah Jongin yang sedari tadi menunggunya di dekat danau yang ada di samping vila itu.
“Sudah?” Jongin membalikkan badannya dan bertanya pada Sung Young setelah menyadari gadis itu mendekat ke arahnya. Dua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana jeans nya.
“Hmm. Lama, ya? Maaf. Artisnya sedikit rewel.” Sung Young mencibir.
“Gwenchana. Uh, mana kameramu?”
“Kamera? Untuk apa?” Sung Young bertanya heran, namun tetap mengeluarkan kamera dari dalam tasnya.
Jongin menyalakan kamera Sung Young. Dan memegangnya dengan posisi untuk memotret mereka berdua. “Untuk ini.”
Satu jepretan dan muncul lah Jongin dan Sung Young di layar kamera itu. Jongin dengan senyum menawannya dan Sung Young dengan ekspresi bingungnya yang membuat Jongin tertawa geli.
“Hey, jangan tertawa. Sejak kapan kau suka ber-self camera?” Sung Young bertanya karena mengingat dulu Jongin tidak suka ketika secara sengaja ia memotretnya.
“Sejak bertemu denganmu.” Jongin kembali memposisikan kamera Sung Young untuk memotret mereka bedua. Sung Young yang masih diam hanya bisa terkejut saat Jongin melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu, dan menariknya mendekat hingga tak ada ruang lagi di antara mereka.
“Say kimchi! Hana, dul, set.” Jongin berkata dengan senyum di wajahnya.
Sung Young hanya bisa ikut tersenyum dan mengarahkan pandangannya ke kamera yang Jongin pegang. “Kimchi!”
Setelah beberapa kali mengambil gambar, dengan berbagai pose dan gaya, Jongin pun mengajak Sung Young untuk beranjak dari sana. Sung Young hanya bisa menurut dan memasuki mobil Jongin dengan jantung berdebar-debar, dikarenakan foto terakhir yang mereka ambil. Jongin yang tiba-tiba mencium pipi kanannya membuat Sung Young menampakkan ekspresi terkejutnya, dan hal itu tentu saja terabadikan oleh kamera Sung Young yang sedari tadi dipegang oleh Jongin.
Namun, saat mereka berdua merasakan perasaan yang meletup-letup karena bahagia, ada satu orang di tempat itu yang memandang mereka dengan perasaan sesak. Seseorang yang sedari tadi mengamati Jongin dan Sung Young. Seseorang yang memandang dengan tatapan sayu dari balik kaca mobilnya. Seseorang yang merasa hatinya hancur karena wanita yang ia cintai ternyata memang sudah memiliki pria lain yang ia cintai. Seseorang yang hanya bisa mendesah pelan lalu pergi dari tempat itu. Luhan.
**
find me the other stories on http://belleciousm.wordpress.com/library/