home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Cross Roads

Cross Roads

Share:
Published : 07 Oct 2014, Updated : 14 Dec 2014
Cast : Kris, Kai, Lee Na Ra, Shin Sung Young, EXO-K, EXO-M
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |24821 Views |7 Loves
Cross Roads
CHAPTER 10 : THEY’RE GETTING CLOSER

CHAPTER 10

THEY’RE GETTING CLOSER

Shin Sung Young

 

Aku menyesap tehku perlahan. Menikmati rasa legitnya yang menempel di lidahku, dan rasa hangatnya yang tersebar ke seluruh bagian tubuhku. Suhu yang rendah, dan di luar hujan deras, membuatku menyetel penghangat ruangan pada angka yang tinggi. Aku tidak ingin alergiku kambuh lagi.

 

Aku sedang duduk di sofa ruang tamuku, dengan cahaya yang minim, aku memandang keluar jendela yang tak tertutup oleh tirai. Rintik hujan, suara hujan, aku sangat menyukainya. Itu semua mengingatkanku pada Eomma. Eomma yang sekarang mungkin sedang melihatku dari atas sana, dari langit.

 

Tanpa sadar, aku menangis, sendiri, dalam diam dan gelap. Aku sangat merindukan Eomma, melebihi apapun di dunia ini. Aku rindu wangi tubuhnya, aku rindu tangan hangatnya, aku rindu tatapan lembutnya padaku. Aku merindukannya, Tuhan.

 

Andai saja Eomma masih ada, pasti sekarang aku sedang bergelayut manja, meletakkan kepalaku di pangkuannya. Itulah yang biasa kulakukan saat hujan dan saat suhu rendah. Eomma akan membuatkanku secangkir coklat panas yang akan menghangatkan tubuhku, menghindari alergiku yang bisa datang ketika suhu terlalu rendah.

 

Mungkin juga, aku tidak akan kesepian seperti ini. Mungkin ruang kosong yang ada di hidupku tak akan pernah ada. Terkadang aku bertanya pada diriku sendiri, apa yang telah kuperbuat sehingga hidupku harus terasa seberat ini. Tanpa keluarga, hidup sendiri.

 

Aku menghela nafas panjang lalu bangkit, kuambil sebuah figura yang berisi fotoku bersama Eomma. Kami tersenyum lebar di foto itu, hanya ada aku dan Eomma.

 

Eomma, eomma bogoshipoyo. Jeongmal bogoshipoyo.” Aku berkata lirih, mendekap foto itu, berharap Eomma bisa mendengarku dan menghapus rasa sesak yang bersarang di dadaku.

 

Aku diam, masih terus menangis. Seolah ingin melepaskan bebanku, aku berharap semuanya lepas bersama dengan air mataku. Namun tiba-tiba kudengar bel berbunyi. Dengan cepat ku hapus air mataku dengan punggung tangan, lalu bangkit dan berjalan menuju pintu.

 

Mataku melebar sempurna, ketika kulihat seseorang di layar intercom-ku. Seorang lelaki tegap berdiri di sana, dengan senyum di wajahnya.

 

Neo?” Aku membukakan pintu, dan terlihat sosok asli pria itu.

 

Dari mana kau tau aku tinggal di sini?” Tanyaku.

 

Kau pernah memberitahuku, Nona Shin. Apakah kau sepikun itu?” Dia menjitak kepalaku pelan, membuatku mencubit lengan kekarnya.

 

Yaa! Kim Jongin! Kau pikir aku sudah tua, eoh?” Aku pura-pura kesal, sebenarnya aku bahagia melihatnya. Ada rasa senang yang menelusup ke dalam hatiku begitu melihat pria tampan ini.

 

Ani-

 

Diam! Masuklah, aku malas berdebat.” Aku memotong kalimatnya. Kulihat ia menguntitku.

 

Kau mau minum apa?” Dia duduk di sofaku, dan diedarkannya pandangannya ke seluruh penjuru ruang tamuku.

 

Yang manis.

 

Air gula?” Aku bertanya sambil berlalu. Tak kudengar jawaban keluar dari mulutnya.

 

Aku kembali membawakan Jong In secangkir latte. Kulihat ia memperhatikan fotoku dan Eomma, yang memang tadi kutinggalkan di atas meja.

 

Matamu merah.” Ia menatapku tajam, namun lembut. Aku mengalihkan pandanganku namun ia menarik pelan daguku, membuatku mau tak mau menatap wajahnya.

 

Kau habis menangis?

 

Mm, ani-

 

Young-ah.” Jong In mendekatkan wajahnya padaku, dan sesaat kemudian kurasakan bibirnya menyentuh bibirku, dan berhenti di sana, mungkin selama lima detik. Dan selama lima detik itu aku merasa dunia berhenti berputar, waktu berhenti berjalan. Dadaku bergemuruh, bingung harus bereaksi apa. Namun sedetik kemudian air mataku turun, air mata yang sempat tertunda. Tangisku pecah.

 

Menangislah.” Jong In menarikku dalam pelukannya, menyandarkan kepalaku di dada bidangnya. Aku bisa mencium wangi tubuhnya, maskulin. Dan dia tetap diam, tak bersuara. Ia membelai rambutku, lalu turun ke punggungku. Sementara aku masih menangis, menangis.

 

Aku merasakan sekujur tubuhku diselimuti rasa aneh yang menyesakkan. Ragaku baik-baik saja, tapi tidak dengan hatiku. Hanya satu yang kukatakan dalam hatiku, mungkin, aku sudah lelah.

 

 

…………………………………………………………………………

 

 

 

 

 

Kim Jong In

 

 

Kita mau ke mana?” Sung Young menatapku penuh tanda tanya.

 

Lihat saja nanti.” Aku menginjak pedal gas. Keluar dari gedung tempat Sung Young tinggal. Sebenarnya aku akan mengajaknya melakukan sesuatu. Aku akan mampir ke rumah untuk menukar mobilku dengan sepeda motor kesayanganku.

 

Kulihat Sung Young duduk tenang di sebelahku. Ia tengah memandang keluar jendela, entah apa yang sedang ia pikirkan, tapi aku tau pikirannya sedang tidak di sini.

 

Ini aneh, aku sangat senang berada di samping gadis itu. Sepertinya ini yang pertama kali, untukku merasakan bahagia di samping seorang gadis. Ada perasaan aneh yang membuatku ingin terus berada di sampingnya, melindunginya. Dia memberiku semacam sensasi tersendiri saat berdekatan dengannya. Senyumnya, tingkah lakunya, wangi tubuhnya, aarrgghhh, mungkin aku sudah gila.

 

Selama ini tidak jarang aku berkencan dengan seorang gadis, bahkan sering aku berganti pasangan, namun tak pernah sedikitpun aku memberikan perasaanku pada gadis-gadis itu. Mereka yang mencariku, maka aku akan dengan senang hati berkencan dengan mereka, namun tak pernah lama dan tak pernah berkesan. Kali ini? Bahkan gadis beriris hitam yang sedang duduk di sampingku ini tak pernah mengatakan bahwa ia mengagumiku seperti gadis-gadis lain yang akan mengatakannya bahkan di saat pertama kali melihatku. Entahlah, sepertinya aku yang mengaguminya.

 

Ini rumahmu?” Dia bertanya saat mobilku memasuki pelataran rumahku yang luas. Kulajukan mobilku menuju garasi.

 

Ne. Ayo turun.” Kataku padanya.

 

Kau mengajakku ke rumahmu?” Aku turun dari mobil, begitu juga Sung Young. Matanya melebar saat mendapati isi garasiku, yang dipenuhi oleh mobil-mobil mahal.

 

Tidak, kita hanya mampir.” Aku berjalan menuju salah satu sudut menuju sepeda motorku yang terparkir. Aku menoleh dan mendapati Sung Young menatap ngeri ke arah motorku, mungkin ia masih sedikit trauma karena motor ini lah yang telah membuatnya tidak bisa berjalan selama sebulan.

 

Gwenchana.” Aku menghampirinya, kupegang erat tangannya, dan kuajak dia untuk naik ke benda kesayanganku itu, ia hanya menurut.

 

Aku mengambil dua buah helm di atas meja yang ada di dekat situ, kupakai satu yang besar, dan kupakaikan helm yang lebih kecil dikepala Sung Young. Dia menatapku lekat saat aku memasangkan pengaman helmnya, membuat jantungku berdetak lebih cepat.

 

Setelah siap, aku pun naik ke motorku dan mulai menjalankannya dengan kecepatan rendah. Hujan yang sedari tadi mengguyur kota Seoul telah reda, menyisakan udara basah yang terasa sejuk. Bisa kurasakan dua tangan Sung Young melingkar di perutku, dan saat itu juga kutarik kedua tangannya sehingga saling bertautan. Aku tersenyum, tanpa ia sadari.

 

Young-ah!” Aku memanggilnya dengan suara yang agak keras, karena kami mulai memasuki jalanan yang padat.

 

Ne?

 

Ingin merasakan bagaimana rasanya membelah angin?

 

Hmm, bahayakah?” Ia balik bertanya. Kudengar ia berusaha berbicara lebih keras karena sekarang aku melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi.

 

Tidak, jika kau percaya padaku.” Aku setengah berteriak sekarang, karena kecepatan motorku sudah kutambah. Aku bisa merasakan Sung Young mengeratkan dekapannya di perutku, membuat jantungku berdetak lebih kencang. Dan sekilas bisa kudengar ia berbicara,

 

Ne, aku percaya padamu, Kim Jongin-ssi.” Lalu sedetik kemudian kami serasa terbang membelah angin.

 

 

…………………………………………………………………………

 

 

Aku diam di tempatku duduk. Jong In bargerak di depanku. Ia turun dari motor dan melepas helmnya. Ia menatapku dengan pandangan heran.

 

Kau kenapa?” Dia tersenyum sekarang.

 

That was awesome.” Aku bergumam, lebih pada diriku sendiri. Jong In melebarkan senyumnya.

 

Kajja.” Dia menggenggam tanganku erat dan membantuku turun dari motor besarnya. Bisa kucium aroma maskulin yang menguar dari tubuh Jong In karena jarak tubuh kami yang bisa dibilang dekat.

 

Pria berambut coklat gelap itu menarik pelan tanganku, membuatku berjalan mengekorinya. Dan saat itu baru aku sadar bahwa kami sedang berada di tempat parkir.

 

Kita mau ke mana?” Aku betanya pada Jong In ketika kami sudah memasuki lift.

 

Tempat tinggalku.” Jawab Jong In sembari menekan tombol bertuliskan angka 25. Aku terdiam dan sibuk dengan pikiranku sendiri. Untuk apa Jong In membawaku ke apartmentnya? Dan bukankah dia memiliki rumah?
 

Masuklah.” Jong In melepaskan genggamannya saat kami sudah masuk dalam sebuah ruangan, tempat tinggalnya. Aku menyapukan pandanganku di tempat itu. Tempat tinggal yang bisa dibilang rapi dan bersih untuk ukuran seorang lelaki.

 

Duduklah. Aku akan mandi sebentar.

 

Ne.” Aku duduk dan kulihat Jong In berlalu masuk ke kamarnya.

Aku kembali mengedarkan pandanganku di tempat itu. Namun aku dikejutkan dengan bunyi keras yang berasal dari ponselku, tanda panggilan masuk. Aku mengambil tasku yang tergeletak di lantai, lalu mencari ponselku di dalam sana. Dahiku berkerut mendapati nomor si penelpon. Nomor telepon yang tidak kukenali tercetak di layar ponselku.

 

Yeoboseyo?” Aku berbicara.

 

Young-ah?” Kutelah ludahku dengan susah payah. Kudengar suara itu keluar dari ponselku, suara yang sangat kukenal, suara milik seorang Xi Luhan.

 

 

…………………………………………………………………………

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lee Na Ra


 

Aku masih terus memandang wajah Kris, gurat kesedihan jelas terlihat disana, walaupun sama sekali ia tidak menceritakan kenapa dia bisa begini. Tapi sungguh aku tidak akan menanyakannya, aku tidak mau menanyakan hal-hal yang mungkin akan menyakitinya.

 

Ada jejak air mata disana, Kris menangis dalam tidurnya. Apa sebegitu sakit luka hatinya hingga tidurpun dia tidak bisa melupakan masalahnya? Kuhapus air mata itu, menyekanya selembut mungkin.

 

Kris-ah, berbahagialah.” Bisikku lirih.

 

Malam itu aku tidak bisa tidur. Kris masih tertidur di pangkuanku. Aku  memang mengalami insomnia akut ditambah lagi sekarang Kris yang sedang dalam keadaan tidak baik ada di pangkuanku. Membuatku  kian tidak bisa memejamkan mataku.

 

Waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi, pelan-pelan ku angkat kepala Kris dari pangkuanku. Pahaku terasa begitu pegal setelah semalaman Kris meletakkan kepalanya di sana. Tapi itu bukan masalah bagiku. Setidaknya aku bisa menjadi tempatnya bersandar saat dia begitu rapuh seperti sekarang ini. Itu sudah lebih dari cukup.

 

 

…………………………………………………………………………

 

 

Na Ra menuju ke kamar mandi, membersihkan dirinya. Sungguh ia begitu penasaran kenapa Kris Wu yang tampak begitu tegar bisa seperti sekarang ini. Setelah itu, ia menyiapkan sarapan, roti panggang dan pleine milk. Na Ra pun beranjak membangunkan Kris.

 

Kris-ah, ireona. Sudah pagi.” Kris hanya menggeliat. Membuat Na Ra tersenyum melihat tingkahnya yang seperti anak kecil yang tidak mau diganggu tidurnya .

 

Kris-ah ireona ppalli. Kau harus bekerja kan?” Kali ini  mengguncang tubuh Kris pelan

 

Eungg.” Akhirnya Kris merespon.

 

Sudah pagi ayo bangun.

 

Jam berapa sekarang?” Kris bertanya dengan suara seraknya, khas orang bangun tidur.

 

Jam 6.30

 

Mwo?” Kris tampak terkejut.

 

Tenanglah, aku sudah menelfon ke kantormu, aku bilang kalau kau akan telat karena ada hal penting yang harus kau urus, jadi tenanglah. Mandi sekarang dan segera sarapan aku sudah menyiapkannya.

 

Eoh.” Kris masih berusaha beradaptasi dengan suasana pagi itu yang begitu asing baginya, ternyata ia semalaman menginap di apartment Na Ra.

 

Oh ya. Aku juga sudah menyiapkan baju kerjamu. Tadi aku meminta orang dirumahmu untuk mengantarkannya.” Na Ra berkata sangat lembut. Ia menyiapkan semua keperluan Kris pagi itu seperti istri yang baik.

 

Na Ra-ya, na—

 

Sudah, berterima kasihnya nanti saja, ne? Cepat mandi.” Na Ra memotong kalimat Kris cepat dan menariknya agar segera mandi. Kris tentu saja, seperti biasa menurutinya.

 

Dua puluh menit kemudian Kris sudah siap dengan stelan kerjanya, sangat pas membalut tubuh sempurna Kris, yang tentu saja membuat mata semua wanita tentu akan beralih padanya. Rambut pirangnya ia sisir rapi, menambah kharismanya.

 

Duduklah.” Na Ra menyuruh Kris duduk dan mengoleskan selai coklat di roti panggang Kris, serta menuangkan plein milk ke gelas di depan Kris.

 

Na Ra-ya?

 

Ne, wae?

 

Kau… Eum, bagaimana kau bisa tau tempatku bekerja dan tempat tinggalku, kau bisa menyiapkan semua ini?

 

Kekekeke… Apa itu hal yang sulit, Tn.Wu?” Kris mengernyitkan dahinya menanggapi jawaban yang semakin membingungkannya dari gadis di depannya ini.


Aku serius, Nn.Lee.

 

Ck! Itu hal mudah Tn.Wu, apa kau tidak sadar kalau Kris Wu sangat terkenal di Korea? Bagaimana aku tidak mengetahui tempatnya bekerja dan tempat tinggalnya?” Na Ra terkekeh pelan.

 

Terserah kau saja, Nn.Lee.

 

Aish… Lihat, pagi-pagi tuan muda sudah marah-marah. Lihat wajahmu seperti Angry Bird.” Na Ra masih betah menggoda Kris yang kini memasang wajah angry bird-nya.

 

Saat itu Na Ra tiba-tiba merasa perutnya sangat sakit. Seperti ada ratusan palu yang memukul-mukul perutnya, membuat gadis itu memekik tertahan dan memegangi perutnya. Ia tampak membungkuk menahan sakit. Kris yang melihat perubahan reaksi Na Ra langsung terkejut, ia melesat ke arah Na Ra, dan memegang kedua bahunya.

 

Na Ra-ya, waeyo? Na Ra-ya?

 

A-anyi, g-gw-gwenchana.” Na Ra berkata terbata-bata.

 

Neo… Katakan, apa kau punya obat atau sesuatu? Ppalli marhaebwa!

 

Na Ra menunjuk ke arah laci di dekat meja makan. Kris langsung menuju laci itu dan menemukan ada banyak obat-obatan disana. Kris tercengang, tapi itu bukan saatnya untuk menanyakan banyak hal, ia segera mengambil obat-obat itu dan memberikannya pada Na Ra, membantunya meminum obat itu satu per satu.

 

Rasa sakit Na Ra sudah mulai berkurang, ia kini duduk di lantai bersandar pada kursi disebelahnya. Kris berjongkok memegang satu sisi bahu Na Ra dengan lengannya.

 

Na Ra-ya, g-gwenchana?” Kris bertanya hati-hati. Na Ra mengangguk. Kris menuntun Na Ra untuk duduk di sofa agar gadis itu lebih nyaman.

 

Kau kenapa? Eodi appo, hm? Akan kupanggilkan dokter sekarang, ne?” Kris sudah bersiap dengan telfon genggamnya. Namun Na Ra segera mencegahnya.

 

A-anyi, aku sudah baik-baik saja, hanya perlu istirahat sebentar.

 

Tapi Na Ra mukamu pucat sekali, kau—

 

Anyi, Kris-ah. Aku tau kondisi tubuhku, aku tidak mau ke dokter mereka akan memberiku lebih banyak obat.” Na Ra mengerakan rahangnya berargumen. Yang ditanggapi Kris dengan menghela nafasnya berat. Gadis ini begitu keras kepala.

 

Aih gwenchana, Kris-ah. Jeongmal.” Na Ra memasang senyum terbaiknya dan segera bangkit dari duduknya.

 

Kajja, aku antarkan kau ke kantor.” Na Ra mengambil kunci mobilnya. Kris menaikkan sebelah alisnya, ia tahu gadis di depannya ini tidak baik-baik saja.

 

Mereka masih saling diam bahkan saat sudah memasuki lift. Na Ra masih menahan sakit di perutnya yang begitu menyiksanya. Kris sesekali melirik Na Ra sangat kuatir dengan keadaan gadis itu.

 

Biar aku yang menyetir.” Kris akhirnya membuka suara ketika mereka sudah sampai di basement apartment Na Ra. Na Ra menuruti keinginan Kris, tidak ada alasan untuk berdebat.

 

Na Ra-ya, neo…” Kris tampak ragu2 melanjutkan perkataanya.

 

Eoh?” Na Ra menoleh pada Kris yang sesekali menoleh padanya dan jalanan di depannya.

 

Ku mohon pergilah ke dokter, aku akan mengantarkanmu sekarang, ara?” Suara Kris begitu lembut kali ini.

 

Ah… Tidak perlu, aku sudah baik-baik saja, Kris-ah. Khopjimalgu (jangan kuatir).” Na Ra mencoba meyakinkan Kris.

 

Na Ra—

 

Aigoo, Tn.Wu

 

Kris segera menghentikan kata-katanya. Percuma membujuk Na Ra. Mereka akhirnya sampai di kantor Kris. Ia segera turun dari mobil Na Ra. Mereka berdiri di depan mobil Na Ra. Kris terus memandangi gadis beriris coklat itu lekat membuat Na Ra begitu kikuk.

 

Selamat bekerja, Tn.Wu. Semoga harimu menyenangkan, dan jangan lupa minum vitaminmu, fighting!” Na Ra mengepalkan tangannya memberi semangat pada Kris. Kris begitu gemas dengan tingkah gadis ini. Ia bahkan begitu ceria saat keadaanya tidak baik-baik saja. Kris mengacak acak rambut Na Ra pelan dan mencium puncak kepala Na Ra, membuat gadis itu terhanyut dan memejamkan matanya.

 

Kau yang harusnya menjaga diri. Sekali lagi kau seperti itu, aku orang pertama yang akan membawamu ke rumah sakit!” Kris berkata dengan serius.

 

Whoaa… Mr.angry bird sudah kembali, ck.” Na Ra berpura-pura takut, membuat Kris makin gemas saja.

 

Sudah kuliah paginya disimpan saja, eoh? Kau sudah terlambat. Anyeong, Kris-ah.” Na Ra pun melajukan mobilnya setelah lebih dulu melambaikan tangan pada Kris. Tak jauh dari situ, sepasang mata menatap mereka berdua dengan tatapan membunuh.

 

Gadis itu, jadi gadis itu yang membuat Krisku berubah. Aku tidak akan membiarkannya! Kris… Naekkoya (milikku)!” Desisnya mengerikan.

 

 

 

…………………………………………………………………………

 

 

Na Ra melajukan mobilnya pelan. Ia terus memegangi perutnya yang masih sangat sakit. Ia tidak langsung pergi ke kantornya, tapi menuju ke Seoul Hospital menemui dokter Kim Joon Myeon. Dokter yang merawatnya selama ia di Korea. Ia terpaksa berbohong pada Kris dengan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Ia benci ketika orang lain memandang iba padanya, mengasihaninya.

 

Na Ra berjalan sedikit terseok ke ruangan Dr. Kim Joon Myeon. Ia mengetuk pintunya dengan tergesa dan tak lama kemudian muncul lah dokter muda dan tampan dengan senyum malaikatnya, mengingatkannya pada sosok Carlisle Cullen di Twilight.

 

Annyeong haseyo, Na Ra-ya.” Ia tersenyum lembut.

 

N-n-ee ann-nyeong o-oppa.” Na Ra menjawab dengan terbata dan bruggg, tubuhnya lunglai. Beruntung, Dr.Kim menahan tubuh Na Ra sehingga ia tidak jatuh ke lantai. Dr. Kim membantu Na Ra untuk berbaring di ranjang di ruang prakteknya. Pria itu memeriksa kondisi Na Ra.

 

Na Ra-ah, kenapa bisa begini? Lihat tekanan darahmu begitu rendah.

 

Ah mollayo, Oppa.

 

Apa kau tidak meminum semua obat yang aku berikan, eoh?” Rasa khawatir jelas tergambar di wajah Dr. Kim.

 

Well… Ginjalku sakit sekali, Oppa, setiap meminum obat-obatan itu. Aku tidak tahan.” Na Ra bersikeras.

 

Itu hanya efek sementara. Kau harus meminumnya jika kau masih ingin bisa berjalan-jalan dengan bebas, atau kau ingin rawat intensif disini, eoh?” Dr. Kim tampak sedikit mengancam.

 

Andwaeee andwae! Aku tidak mau, Oppa. Suho Oppa, jebal, help me, eoh.” Na Ra memanggil Dr. Kim dengan sapaan akrabnya.

 

Maka turuti perkataanku!

 

Ne ne… Arrasseo, Oppa. Ingat, jangan katakan apapun pada Mom dan Dad. Mereka akan jauh lebih mengerikan jika tau keadaanku.

 

Kapan kau berhenti menjadi pemberontak, Lee Na Ra?

 

Sampai mereka memahamiku!” Na Ra berkata tegas.

 

 

 

…………………………………………………………………………

 

 

Kris memasuki lift. Ia hendak menutup pintu lift saat tangan seorang yeoja menahannya.

 

Chankamman.” Yeoja itu dengan santai memasuki lift. Ia memamerkan senyum terbaiknya, menutupi hatinya yang meletup-letup setelah melihat adegan Kris dan Na Ra tadi. Sedangkan Kris hanya mengangguk bersikap sebiasa mungkin.

 

Keheningan tercipta diantara mereka. Hingga Kris sampai di lantai 15, ruang kerjanya. Yeoja itu mengikuti Kris hingga ke ruang kerjanya, membuat Kris jengah.

 

Apa yang kau lakukan?” Kris bertanya dingin pada yeoja di depannya.

 

Menemanimu kerja tentu saja.” Yeoja itu tersenyum manis.

 

Tidak perlu!” Kris membalas ucapan yeoja itu tanpa melihat kearahnya.

 

Ayolah Kris, aku bisa menjadi sekretarismu, asistenmu atau apapun.” Sooyoung merajuk sambil merangkul lengan Kris.

 

Tidak perlu. Tn.Song sudah mengurus semuanya dengan baik. Dan jika kau tidak keberatan, Nn.Choi, silahkan keluar dari ruanganku, aku masih punya banyak pekerjaan!” Kris menunjuk ke arah pintu, membuat Sooyoung setengah mati menahan kesal.

 

Atau aku perlu memanggilkan satpam untuk membantumu keluar dari sini?” Kris semakin menajamkan kata-katanya melihat Sooyoung yang tidak juga beranjak dari tempatnya.

 

Sooyoung akhirnya menuruti Kris. Ia sedikit takut melihat Kris yang begitu dingin seperti ini, sangat berbeda dengan Kris yang dulu. Tapi walau bagaimanapun juga ia tidak akan menyerah untuk mendapatkan Kris lagi apapun caranya. Sooyoung pun melangkah keluar dan ketika di ambang pintu Kris memanggilnya.

 

Soo Young!” Sooyoung berbalik dengan senyum berbinar menyangka bahwa Kris akan berubah pikiran.

 

Jangan pernah kau datang kembali ke kantorku. Ingat kita sudah tidak punya hubungan apapun. Aku tidak mau orang-orang salah paham.

 

Senyuman memudar dari wajah Sooyoung Ia menghentakkan kakinya dengan keras dan menutup pintu ruang kerja Kris dengan kasar. Kris menghempaskan tubuhnya ke sofa, mengacak-acak rambutnya.

 

Gadis itu, kenapa harus muncul lagi?!

 

 

…………………………………………………………………………

 

 

Sung Young mendecak kesal karena hujan yang mengguyur secara tiba-tiba. Ia berdiri di depan perpustakaan kampusnya sembari menatap air hujan yang sedang turun dengan rajinnya. Gadis itu merutuki dirinya sendiri karena lupa membawa payung hari ini. Jarak antara kampusnya dengan halte bis cukup jauh. Dalam hujan selebat itu tidak mungkin ia bisa menerobos.

 

Sung Young memutuskan untuk menunggu hujan reda. Ia duduk di bangku panjang yang ada di salah satu sisi teras perpustakaan itu. Beberapa kali ia tersenyum dan membungkuk pada pegawai kampus yang menyapanya.

 

Gadis itu merasakan getaran dari dalam tasnya. Segera ia buka benda itu dan menemukan ponselnya yang sedang menyala, menunjukkan adanya panggilan masuk.

 

Yeoboseyo.” Ujar Sung Young sedikit keras, karena suara hujan yang cukup bising di tempat itu.

 

Young-ah?” Terdengar suara berat seorang pria dari seberang sana.

 

Ne, Jong In-ssi.” Sung Young menjawab lembut. Ada getaran tersendiri di dadanya karena mendengar suara Jong In.

 

Neo oddiega?

 

Kampus.” Sung Young menjawab singkat. Ia menggembungkan pipinya pertanda kesal.

 

Di mana?
 

Perpustakaan.” Sung Young menjawab lemas. Hujan yang turun semakin deras, membuat gadis itu hanya bisa menatap nanar ke depan.

 

Sementara itu Jong In tidak lagi mengeluarkan suara. Beberapa menit hingga membuat Sung Young heran.

 

Jong In-ssi?” Sung Young bertanya. Menerka kenapa tiba-tiba pria itu berhenti berbicara.

 

Ne? Lihatlah ke arah jam 10.” Jong In berkata singkat lalu memutus sambungan teleponnya. Sung Young hanya mengernyit pertanda ia bingung. Lalu sedetik kemudian di lihatnya kea rah jam 10 seperti yang Jong In perintahkan tadi. Matanya membulat seketika karena mendapati pemandangan yang mengagetkan di sana.

 

Dilihatnya Jong In keluar dari dalam mobilnya, yang terparkir tepat di depan parking area di dekat situ. Pria berkulit gelap itu memegang sebuah payung, membuatnya terlindung dari guyuran air hujan. Ia berlari ke arah Sung Young berada. Sementara gadis beriris hitam itu tak hentinya memandangi sosok Jong In yang sedang berlari ke arahnya. Ia masih heran bagaimana bisa Jong In berada di kampusnya.

 

Anyeong?” Sapa Jong In lembut saat ia sudah sampai di depan Sung Young. Payungnya ia letakkan tak jauh dari tempatnya berdiri.

 

Neo? Bagaimana kau bisa ada di sini?” Sung Young masih takjub dengan pemandangan yang ada di depannya. Gadis itu masih saja mendongak menatap tubuh Jong In.

 

Aku tau kau kehujanan. Dan secepat kilat aku langsung datang ke sini.” Jong In berkata singkat, sembari menyeka tetesan air yang sempat mendarat di rambut coklatnya.

 

Mwo?” Sung Young membulatkan matanya lagi mendengar jawaban dari pria bermarga Kim itu.

 

Haha. Lihatlah wajahmu, sangat lucu.” Jong In tertawa keras, membuat Sung Young menekuk wajahnya kesal.

 

Waeyo? Berhenti tertawa, Tuan Menyebalkan!

 

Ne ne arraseo, Tuan Putri.” Jong In tersenyum lembut. Senyum yang bisa membuat wanita manapun akan bertekuk lutut pada pria itu. Namun Sung Young hanya menanggapinya dengan mendengus kesal.

 

Jangan memanggilku seperti itu.

 

Ne ne. Sudah, jangan memberiku tatapan seperti itu.” Jong In memundurkan badannya, berpura-pura menjauh.

 

Kau menyebalkan, Tuan Kim.

 

Ne, aku memang menyebalkan, Nona Shin.” Jong In melontarkan jawabannya sambil menatap Sung Young dalam-dalam. Pria itu seperti menyalurkan sesuatu lewat tatapannya. Yang dengan seketika membuat pipi Sung Young bersemu merah. Gadis itu lantas menangkupkan kedua tangannya di pipinya, mengusap-usap pelan seolah ia sedang kedinginan, mencoba untuk menutupi guratan warna merah yang terpeta jelas di sana.

 

Jong In yang melihat hal itu hanya bisa tersenyum lembut. Ia tahu, Sung Young tidak kedinginan. Karena jelas gadis itu mengenakan sweater tebal dan syal yang melilit di lehernya.

 

Jong In berdiri dan memegang tangan Sung Young, menarik lembut tangan itu hingga si empunya ikut berdiri. Namun Sung Young hanya menatap Jong In dengan mata lebarnya.

 

Mau ke mana?” Tanya gadis itu sedikit bingung,

 

Tentu saja pergi dari sini. Atau kau ingin menginap di sini?

 

Ah, ne. Kajja.” Sung Young yang seperti baru saja sadar bahwa ia telah bertanya hal yang bodoh segera menarik tangan Jong In yang sedari tadi menggenggam tangannya.

 

Dasar gadis aneh.” Jong In berujar sembari mengambil payung yang tergeletak tak jauh dari tempat mereka berdiri. Mendengar hal itu, Sung Young hanya mencibir ke arahnya.

 

Mereka berdua berjalan di bawah payung berwarna biru tua itu. Hujan yang masih deras mengguyur mengakibatkan percikan air di mana-mana. Membuat bagian bawah tubuh Sung Young dan Jong In terkena cipratan-cipratan itu.

 

Jong In yang menyadari bahwa gadis di sampingnya tengah sibuk melindungi diri dari guyuran air hujan, karena ukuran payung yang tidak cukup besar, segera menarik Sung Young mendekat ke tubuhnya. Sung Young yang menerima perlakuan pria berbibir tebal itu hanya bisa diam, karena dirasakannya pipinya mulai menghangat lagi, dan mungkin juga memerah seperti tadi.

 

Mereka berdua masuk ke dalam mobil Jong In. Sung Young menepuk-nepukkan tangannya di kedua bahunya yang sedikit basah karena guyuran air hujan. Begitu juga Jong In yang sekali lagi mengusap tetesan air di rambut coklatnya.

 

Masih dalam diam, Jong In melajukan mobilnya keluar dari area kampus Sung Young. Hujan yang sedikit mereda membuat pria itu melajukan mobilnya dengan kecepatan yang sedikit lebih tinggi dari sebelumnya.

 

Young-ah, apa kau sudah makan?” Jong In bersuara, memecah keheningan yang tercipta di antara  mereka berdua.

 

Hmm, belum.” Sung Young menggeleng sembari menatap ke bawah, ke arah perutnya yang sedari tadi berbunyi pelan karena rasa lapar.

 

Apa yang ingin kau makan saat ini? Kita mampir makan dulu.” Jong In melirik sekilas gadis yang duduk di sampingnya. Gadis itu terlihat berpikir sembari menggembungkan pipi nya yang chubby.

 

Aku ingin masakan cina.” Sung Young tersenyum lebar ke arah Jong In.

 

Baiklah.” Jong In tersenyum lalu menambah kecepatan laju mobilnya. Membuat Sung Young memekik tertahan karena itu.

 

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK