Hari ini Nana memutuskan untuk menemui Chanyeol di restorannya. Tetapi, ketika ia sampai di sana, Chanyeol dikatakan tidak berada di tempat kerja sejak kemarin. Lalu ia meminta alamat apartemen Chanyeol, namun lagi-lagi tidak ada jawaban, tidak ada yang membuka pintu apartemen tersebut. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk mengistirahatkan dirinya sejenak di taman.
Di taman itu Nana duduk bersandar di bawah pohon di tepi danau. Dipandanginya pemandangan yang indah membentang di depan matanya. Ia tersenyum pedih, ketika menikmati keindahan taman itu.
Taman tempatnya pertama kali jatuh cinta pada Chanyeol, tempatnya berpisah dengan Chanyeol dan berjanji melupakannya, lalu tempatnya bertemu kembali setelah enam tahun berpisah. Taman bersejarahnya.
Tiba-tiba, Nana teringat sesuatu. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya, lalu mengeluarkan sebuah koin kecil.
Kalimat yang diucapkan Chanyeol enam tahun lalu, saat ia pertama kali membawanya kemari terngiang-ngiang kembali,
.
Kau tahu? Dulu orang-orang bilang jika kita melempar koin ke danau ini dan meminta permohonan apa saja, pasti akan terkabulkan.
.
Nana tersenyum penuh arti. Ia mengenggam koin itu erat-erat, kemudian melemparkannya ke dalam danau.
Sunyi.
Enam tahun yang lalu aku tidak memasukkan Chanyeol dalam permohonanku. Kini aku hanya ingin satu hal, aku ingin bertemu dengannya. Memperjelas semuanya.
Nana mengigit bibirnya, matanya terpejam lalu menunduk lirih. Lalu entah dari mana Nana mendengar alunan harmonika. Ia menoleh. Gadis muda yang tidak diketahui namanya tengah duduk di atas hamparan rumput, memainkan harmonikanya dengan alunan musik yang begitu indah dan penuh penghayatan. Membentuk sebuah simfoni yang begitu mengugah perasaan. Entah kenapa air mata menggenang di pelupuk mata Nana saat gadis itu tiba-tiba melemparkan kedipan padanya.
Nana menyeka air mata yang tiba-tiba menetes tadi lalu ia tersenyum pahit.
“Menangislah. Taman ini memang memiliki sejuta tangisan bahkan harapan. Karena manusia selalu menangis dulu baru berharap,"
“Apa yang kuharapkan? Apa pun yang kulakukan, tidak akan mengubah keadaan.”
Gadis itu tersenyum melihat Nana. “Apa kau korban patah hati?”
“Ya?” Nana menatap gadis itu dengan bingung.
Gadis itu tersenyum. “Kemarin, aku bertemu dengan seorang pemuda. Ia juga mengatakan hal yang sama seperti itu,” katanya.
Seorang pemuda? Kemarin?” Tanya Nana.
Gadis itu tersenyum dan mengangguk kecil, lalu ia melanjutkan. “Jangan pernah berhenti berharap pada cinta jika memang kau ingin meraihnya kembali. Segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang namanya terlambat.”
Sekarang giliran Nana yang termenung. Lama ia terdiam di sana. Meresapi setiap kata-kata yang meluncur dari bibir gadis yang tidak dikenalinya itu juga. Tiba-tiba ponselnya berdenting menyadarkan lamunan Nana.
Maaf, aku membohongimu. Sebenarnya dia ada di restoran. – Gaeun.
Tanpa berpikir panjang lagi, Nana langsung mengambil langkah seribu meninggalkan taman itu dan juga si gadis harmonika.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Duapuluh menit kemudian Nana tiba di restoran PLO, dan ia langsung berhadapan dengan Gaeun. Gaeun menggerakkan kepalanya ke arah belakang restoran. Nana mengangguk dan langsung menuju ke belakang restoran.
Tepat pada saat itu, ia sudah menemukan Chanyeol berdiri di sana, seperti sudah menanti kedatangannya. Nana menatapnya pilu, perlahan-lahan langkah kakinya menuju ke arah Chanyeol.
“Apa ada yang perlu dibicarakan lagi?” Chanyeol langsung membuka suaranya tanpa mendelik ke arah gadis itu, sedikitpun.
Hati Nana terasa teriris. Dengan keteguhan hatinya, ia berdiri di hadapan pemuda itu. Tapi ia menunduk, berusaha menahan diri untuk tidak berbuat apa-apa.
Chanyeol pun mau tidak mau harus melihat gadis itu. Ia juga menunduk, melihat Nana yang berdiam diri tanpa bicara sepatah katapun padanya. Chanyeol mendesah panjang.
“Aku tidak punya banyak waktu,” kata Chanyeol.
Nana mengangkat wajah. Air mata sudah tergenang di pelupuk matanya, membuat Chanyeol tertegun. Ia membiarkan air matanya merambas keluar, sementara tangannya memukul-mukul dada pemuda itu dengan pelan.
“Kenapa kau melakukan semua ini? Kenapa?” Suara Nana bergetar, napasnya tercekat karena menahan isakan. “Kenapa kau melakukan semua ini kepadaku? Kenapa?” Suaranya melemah, tangannya tak mampu lagi untuk memukul pemuda itu. Sehingga, ia hanya menempelkannya saja di atas dada Chanyeol.
Chanyeol pun sudah tak kuasa. Ia hanya diam membisu, menatap Nana dengan pilu.
Banyak yang ingin dikatakan Nana pada Chanyeol, tapi semuanya sirna ketika ia sudah berdiri berhadapan dengannya. Bahkan menatapnya saja sudah cukup membuat Nana lumpuh tidak berdaya.
“Kau memang kejam,” kata Nana lagi. Ia memukul dada Chanyeol dengan kuat, ketika isakannya lompat dari mulutnya.
Chanyeol memegang tangan Nana untuk menghentikannya. Matanya sudah memerah menahan air mata yang juga sudah menusuk-nusuk kelopak matanya.
Nana memberontak, ia ingin terus memukul dada pemuda itu, agar ia tahu bagaimana sakitnya menahan kekecewaan pahit.
Chanyeol mencengkram pundak dan memaksa gadis itu untuk menatapnya. Jarak mereka sangat dekat saat itu. Chanyeol melihat gadis itu dengan dalam. Melihat dengan jelas air mata yang keluar dari mata yang sudah membasahi pipinya
Hatinya bergetar hebat, saat itu ia langsung memeluk Nana erat-erat. Rasanya sudah lama sekali ia tidak memeluk Nana. Sudah berapa lama? Enam tahun kah? Atau lebih? Chanyeol sadar, selama ini ia tidak pernah sekalipun memeluk gadis itu. Ia selalu menahan diri untuk tidak mencintai gadis itu, bahkan sekedar memeluknya pun ia sungguh tidak punya keberanian. Tapi kini Nana berada di dalam pelukannya.
“Maafkan aku,” kata Chanyeol pelan. Membuat isakan tangis Nana membeludak keluar dan membasahi bahunya. Ia bisa merasakan pelukan Chanyeol yang semakin erat.
Beberapa saat kemudian, Nana melepaskan pelukan Chanyeol. Ia menatap laki-laki di hadapannya itu dengan seluruh cintanya. “Aku sudah berbuat banyak kesalahan padamu. Jika aku meminta kau berjanji satu hal padaku, akankah kau mengabulkannya?”
Chanyeol diam terpaku, dilihatnya Nana mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Sebuah kalung yang tergantung cincin, itu adalah hadiah ulang tahunnya.
Chanyeol tertegun melihat kalung itu, pandangannya kembali melemah. “Apa kau masih belum mempercayaiku?”
“Aku percaya padamu. Aku percaya,” Nana mndongakkan kepalanya.
“Lalu kenapa kau mengembalikan ini padaku?”
Bibir keluh menahan tangis itu kini mengembang menjadi sesimpul senyuman yang indah. “Bisa kau pasangkan untukku?”
Chanyeol memandangnya dengan heran dan juga tidak percaya.
“Berjanji padaku, setelah kau memasang kalung ini di leherku, bahwa kau tidak akan meninggalkanku lagi,”
Chanyeol tersenyum dan mengangguk. Nana menyampirkan rambutnya ke depan sementara Chanyeol memasangkan kalung tersebut di leher Nana. Setelah ia selesai mengaitkan kalung tersebut di leher Nana, ia memundurkan tubuhnya sedikit untuk bisa melihat wajah Nana dengan jelas.
“Mencintaimu adalah sesuatu yang berharga, yang akan selalu kujaga sepanjang hidupku,” kata Chanyeol. Ia mencodongkan wajahnya mendekati Nana. Sedetik kemudian ia mendaratkan bibirnya ke bibir mungil Nana.
Itu ciuman pertama mereka. Tanpa hasrat yang menggebu-gebu. Lembut penuh cinta. Direngkuhnya Nana dengan segenap jiwanya. Waktu enam tahun yang selama ini terbuang sia-sia sanggup ditebusnya.
Di pintu dapur belakang, sepasang kekasih yang usil mengintip mereka. Gaeun dan Sehun menyaksikan mereka serempak tepuk tangan. Chanyeol dan Nana dengan sigap melepaskan diri. mereka menjadi gelagapan menahan malu. Nana mengusap-ngusap lehernya, wajahnya merona merah dalam sekejap, tawa dari Sehun dan Gaeun langsung meledak.
.
*TBC*
.
* Lucu, ya. Diawal-awal chapter, ratingnya PG-15.
* Terus diakhir-akhirnya menjadi PG-17 hanya karena kissing. wkwkwk
* Semua demi menyuguhkan ending yang manis, dan kiss itu pun aku ciptakan. Wkwkwwkk Yah, meskipun buat Nana dan Chanyeol baekan, harus nangis-nangis dulu, ye. hehe.
* Oh, iya, ini tinggal satu chapter lagi, lo. Semoga ending yang aku suguhkan berkenan di hati para readers semuanya.
KAMSAHAMNIDA EXO-L & playboys and playgirls.