Sebuah alunan lagu mengiringi langkah Lizzy yang mulai muncul di depan pintu gedung itu. Seluruh undangan yang memenuhi gedung itu melihat ke belakang, ke arah pintu. Mereka berseru tertahan, menahan napas bersiap-siap menikmati momen berharga ini. Perlahan-lahan Lizzy mulai memasuki pintu gedung, ia mengenakan gaun pengantin yang sangat indah dan memegang sebuket bunga. Seluruh mata tertuju padanya, berdecak kagum sembari melemparkan senyum padanya.
Lizzy mengapit sebelah tangannya di lengan Sang Ayah, bersama-sama melangkah menuju altar. Byun Baekhyun sudah berdiri di atas sana dengan jas hitamnya. Ia berdiri terpana mengagumi pendampingnya. Hatinya berbisik memuji betapa beruntung dirinya.
Lizzy berjalan perlahan-lahan, membalas semua senyuman tamu undangannya. Ia melihat mereka satu per satu. Semuanya hadir di sana. Lalu kerabat jauhnya, dan seluruh keluarganya, termasuk kedua orangtua Nana. Mereka tak henti-hentinya tersenyum menyaksikannya berjalan menuju altar. Lizzy tiba di sebelah Baekhyun. Ayah Lizzy mengambil tangan Lizzy dan menempatkannya ke dalam tangan kanan Baekhyun, lalu Ayahnya kembali duduk di sebelah Sang Ibu.
Lizzy dan Baekhyun saling mengucap janji pernikahan mereka, setelah itu Baekhyun mengeluarkan cincin pernikahannya dan memasangnya di jari manis Lizzy. Lizzy tersenyum bahagia memandang cincinnya, kemudian bergantian memasangkan cincin di jari Baekhyun.
“Di segala zaman dan di antara semua manusia, cincin telah menjadi sebuah simbol yang sangat berarti. Cincin ini berbentuk lingkaran, tidak memiliki akhir, sampai masa tua kalian, hingga kematian dan sampai selamanya anda harus mempertahankan janji yang tidak dapat digugat ini. Yang telah ditandai dan dimateraikan oleh sebuah cincin. Semoga anak-anak kalian membawa kebahagiaan,” tutup pemimpin upacara. Semua di dalam ruangan itu bertepuk tangan ketika melihat Lizzy dan Baekhyun berciuman. Upacara selesai. Baekhyun dan Lizzy telah resmi menikah.
Di tempat duduk paling ujung, seseorang berseru. “Lizzy, apa kau tidak ingin melemparkan buket bunga di tanganmu itu?”
Lizzy melihat buket bunga di tangannya lalu memandang seseorang tersebut. Ia menoleh ke arah Baekhyun. Tiba-tiba Baekhyun dan Lizzy berbalik membelakangi mereka.
“Aku hitung sampai tiga,” teriak Lizzy.
Semua teman-temannya berhamburan berdiri di belakang Lizzy, termasuk Eyoung dan Gaeun. Seseorang berseru kepada Nana. “Kau tidak ikut, nak?”
Nana menoleh, ia melihat Ibu Lizzy yang mengusap-ngusap punggungnya. Ia hanya tersenyum menggeleng. Tiba-tiba Kibum menarik tangan Nana ketika Lizzy sudah menghitung dalam hitungan kedua.
“Tidak ada salahnya untuk bersenang-senang, bukan?”
“TIGA...” Lizzy melempar buket bunganya, dan langsung ditangkap seseorang.
Semua melihat ke arah yang mendapatkan buket bunga itu. Lizzy dan Baekhyun berbalik dan ingin melihat juga siapa yang akan mengikuti jejak mereka. Heol! Lizzy menutup mulutnya, sedangkan Baekhyun tersenyum.
“Daebak,” gumam Gaeun pelan.
Nana menyipitkan matanya, lalu ia tersenyum dan menggeleng.
“Kuucapkan selamat,” teriak Baekhyun yang masih berdiri di atas altar.
“Mwoya?” Kibum berseru kecewa. “Chanyeol-ssi, sejak kapan kau berdiri di situ?” tanyanya.
Chanyeol mengangkat bahunya, lalu ia memberikan bunga itu kepada Kibum yang menelan kekecewaan. Chanyeol yang mendapatkan bunga itu. Ia juga tidak tahu, karena sebenarnya dia hanya ingin melihat saja siapa yang akan mendapatkannya. Ia juga tidak menyangka jika bunga itu akan jatuh di tangannya begitu saja.
.
~
.
Setelah selesai upacara pernikahan itu, semua tamu undangan dan kedua mempelai keluar ke pekarangan belakang.
Chanyeol duduk di atas tangga dengan memegang segelas sampanye. Seseorang tiba-tiba duduk di sampingnya dan mendesah berat. Chanyeol sontak menoleh ke kanan dan mendapat Ayah Nana sudah duduk di sebelahnya.
Chanyeol terbelalak ketika melihat wajah tua yang terurus itu. Ia bangkit berdiri dan membungkukkan badan memberi hormat pada Ayah Nana.
“Duduklah, Nak,” seru Ayah Nana.
Dengan canggung Chanyeol kembali duduk di atas tangga yang sebelumnya ia duduki tadi. Ketegangan merasuki Chanyeol tiba-tiba. Sejenak, mereka duduk dalam keheningan sesaat.
“Lama tidak bertemu,”
Angin bertiup menerjang kulit mereka. Chanyeol meneguk sampanyenya, lalu ia mengangguk dan tersenyum kecil. “Aku baik-baik saja,” matanya kembali menyipit ketika ia menatap lurus ke depan.
“Aku minta maaf untuk enam tahun yang lalu. Aku tidak pernah memberimu kesempatan untuk bicara. Sekarang, bicaralah. Katakan semua yang ingin kau katakan padaku,”
Chanyeol tidak bersuara, dan ayah Nana melanjutkan. “Maafkan aku juga soal waktu itu. Aku hanya ingin yang terbaik untuk putriku.”
“Aniyo,” Chanyeol menoleh ke arah ayah Nana, ia tersenyum. “Anda tidak salah. Itu memang sudah menjadi tugas anda, dia putri anda satu-satunya, bagaimana mungkin anda tidak akan ikut campur?”
Kini ayah Nana tersenyum, mata sendu yang di halangi kaca mata itu menatap Chanyeol penuh harap. “Berjanjilah padaku bahwa kau akan membahagiakan putriku,” Ayah Nana menunjuk ke arah Nana yang sedang tertawa bersama pengantin baru tersebut.
“Selama enam tahun ini, aku sulit melihat tawanya seperti itu. Tapi sekarang, aku seperti menemukan bahagia putriku yang sebenarnya.”
Chanyeol ikut melihat Nana yang tertawa bersama teman-temannya. Ia diam beberapa saat, lalu kembali tersenyum. “Aku bahkan belum pernah melihatnya tertawa seperti itu,”
Ayah Nana menoleh ke arah Chanyeol dengan satu alis terangkat. “Kenapa dulu kau harus berbohong?”
Chanyeol tersenyum dan membalas tatapan Ayah Nana. “Karena aku hanya ingin dia bahagia, seperti yang anda inginkan,”
“Ya, tapi malah terjadi sebaliknya...”
“Masa lalu, biarlah menjadi masa lalu. Yang terpenting adalah sekarang. Abeohji, apa anda bersedia menyerahkan tangan putri anda padaku kelak?”
“Abeohji?” Ayah Nana membetulkan kaca mata yang bertengger di hidungnya dan tertawa kecil. “Kau belum menjadi anakku. Sebelum kau menjadi anakku kau tidak boleh memanggilku Abeohji!” ucap ayah Nana tegas. Namun tampak jelas di wajahnya jika beliau hanyalah membuat lelucon. Seakan tahu apa yang di pikiran Chanyeol, Ayah Nana melanjutkan.
“Jangan pikir ini sebuah lelucon, anak muda. Jika ingin memanggilku Abeohji maka cepatlah menjadi anakku,”
Kedua laki-laki ini tertawa ringan, mereka terus mengobrol seperti sepasang sahabat yang sudah lama tidak berjumpa, seakan tiada habis kata untuk berbicara.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Pagi-pagi sekali Nana sudah beranjak dari tempat tidurnya. Bahkan sebelum Sena dan Jongsuk bangun. Ini sesuatu yang mustahil. Nana biasanya bangun setelah Hana. Tapi tidak untuk pagi ini. Ia sedang bersiap menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Hantu apa yang merasuki Nana? Sejak kapan ia tertarik untuk memasak? Oh–tidak, ia pernah mengakui kepada Sena jika ia sangat buruk dalam memasak. Lalu kenapa ia nekat untuk memasak?
“Selamat pagi, Park Chanyeol, maaf mengganggu mimpimu,” Nana memasang earphone ke telinganya yang satu lagi dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.
“Bisa bantu aku membuat telur dadar gulung?”
Terdengar dengusan tawa di ujung sana. “Apa kau sudah menyiapkan bahan-bahannya?” sahut Chanyeol dalam keadaan menguap.
“Hanya telur. Aku harus menyiapkan apa saja?” Nana membuka kulkas dan memeriksa isi bahan makanan di dalam kulkas tersebut. Chanyeol berceloteh memberi arahan kepada Nana sambil membuat kopi untuknya, lalu ia berjalan ke ruang tengah sambil membaca majalah.
Nana mengikuti arahan Chanyeol, mengocok empat butir telur, yang sudah dicampurkan irisan wortel juga daun bawang, lalu menuangkan telur yang sudah dikocok tadi ke dalam wajan yang sudah dipanaskan.
Sebelum matahari terbit, Nana sudah selesai menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Ia hanya berharap jika masakannya juga terasa enak di lidah keluarganya. Akhirnya ia bisa menyiapkan sarapan, dan ia juga berpikir, jika memasak tidaklah terlalu sulit.
.
~
.
Setiba Nana di rumah sakit ia melakukan aktivitas sehari-harinya yang berperan sebagai seorang dokter. Tidak banyak yang berubah. Nana tetap menjadi dokter, namun sekarang ia mendapat julukan sebagai dokter yang ceria dan menyenangkan. Seperti ada sebuah sihir menyentuh dirinya.
.
Setelah seharian bekerja, Nana bersiap-siap diri untuk pulang. Ketika ia ingin keluar dari ruangannya. Ia kaget melihat Kibum sudah berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang penuh selidik.
“Kibum annyeong,” sapa Nana ceria.
“Kau sudah mau pulang?” tanya Kibum.
“Iya,”
“Kau––” ucapan Kibum terpotong karena ponsel Nana tiba-tiba berdering.
Nana mengeluarkan ponselnya yang berada di dalam tasnya. Sebelum ia menjawab dan menempelkan ponselnya ke telinga, ia mengembangkan senyumnya.
“Yeoboseyo...” Nana mengangkat tangannya sebelah dan pergi menjauh dari Kibum.
Kibum mendengus, lalu mengembuskan napas panjang dan terus menatap punggung Nana yang berjalan semakin jauh darinya. “Jadi ini sifat asli kalian. Tsk,”
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
“APA? Kau akan pergi ke China lagi?” Tanya Eyoung dengan kesal. “Aku tidak salah dengar, bukan?”
Luhan memasang senyum termanisnya dan menjawab. “Tentu saja tidak?”
Eyoung mendecakkan lidah. “Memangnya untuk urusan apalagi kau ke sana? Bukankah kau bilang sudah tidak ada urusan apa-apa lagi di China?” Tanya Eyoung lagi dengan tidak sabar.
Luhan menggeleng-geleng. “Memang tidak ada,” jawab Luhan datar. Sepertinya ia sangat menyukai Eyoung yang cemberut dan marah.
Tapi tidak dengan Eyoung. Dengan secepat kilat ia menyambar tasnya yang berada di atas meja kerja Luhan. “Semoga perjalananmu menyenangkan. Sampaikan salamku kepada kedua orangtuamu,” Eyoung langsung melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan Luhan. tapi sebelum ia benar-benar keluar––
“Kau tidak ingin bertanya untuk apa aku ke sana?” ––Luhan beranjak dari duduknya dan mendekati Eyoung yang masih membelakanginya. Lalu, ia memeluk Eyoung dari belakang. Hembusan napasnya sangat terasa di telinga Eyoung. Gadis itu hanya diam membatu.
“Ayo kita bertemu dengan orangtuaku bersama-sama,” lanjut Luhan.
Eyoung membulatkan matanya. Dirasakannya debaran jantung yang tiba-tiba berdetak keras itu. Ia tidak mampu menjawab pertanyaan pria itu.
Luhan melepaskan pelukannya dan memutar tubuh Eyoung agar mereka bisa saling lihat. “Apa kau tidak mau?”
Eyoung menepis itu dengan cepat. “Aniyo, geundae, apa kau serius dengan ucapanmu? Apa kau benar-benar ingin menjalin hubungan ini dengan serius?”
“Wae? Apa kau tidak mempercayaiku?”
“Aniyo, geunyang–––”
Bibir Luhan mengatup bibir Eyoung. Dilumatnya bibir mungil itu dengan lembut tanpa hasrat yang menggebu. Tangan nakalnya menarik tubuh Eyoung ke pelukannya. Begitupun dengan Eyoung, tangannya melingkari pinggang Luhan.
Setelah beberapa saat menikmati ciuman manis itu. Luhan melepaskan bibirnya dari bibir Eyoung, dan menangkup kedua pipi Eyoung, lalu ditatapnya dalam-dalam mata gadis itu.
“Apa kau masih ingin menanyakan keseriusanku?” Tanya Luhan dengan senyuman yang meyakinkan.
Eyoung mengembangkan senyumnya sambil menggeleng, dan mengecup bibir Luhan singkat. “Aniyo, aku percaya.” Eyoung kembali memeluk Luhan.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Gaeun dan Sehun saling bertopang dagu di atas meja bar, sembari melihat acara lamaran sepasang kekasih di restoran mereka. Tangan bebas Gaeun yang satunya lagi terus mengelap meja tanpa tenaga. Pandangannya menerawang jauh, berbeda dengan Sehun yang seperti memperhatikan gerak-gerik sepasang kekasih di hadapan mereka itu.
“Kapan kau akan melakukan itu padaku?” tanya Gaeun tiba-tiba dan membuat tangan Sehun tumbang dari dagunya.
Sehun mendengus pelan. “Aku belum mau memikirkan itu,” sahutnya santai.
“Tsk,” Gaeun menempelkan kedua lengannya ke atas meja, lalu menempelkan dagunya. “Aku lupa kau memang bukan pria yang romantis,”
“Ya, bukan begitu. Aku hanya belum siap cinta dan kasih sayangmu terbagi.” Sahut Sehun dengan cepat.
Gaeun mengangkat bola kepalanya, melempar serbet yang sedari tadi ia pegang dengan sentakan keras. Kemudian, ia melirik sinis ke arah Sehun. “Apa waktu enam tahun belum cukup cinta dan kasih sayangku bagimu, Oh Sehun?” kata Gaeun dengan suara memekik yang tertahan. “Aku ini anak Ayah dan Ibuku satu-satunya. Mereka bertambah tua, sudah waktunya aku memberi cucu kepada mereka.” Lanjutnya.
“Aku juga anak satu-satunya yang dimiliki oleh Ayah dan Ibuku, Lee Gaeun. Mereka juga bertambah tua. Aku tidak ingin punya adik karena aku tidak ingin kasih sayang dari orangtuaku terbagi.”
Gaeun menyipitkan matanya. “Aish, jinjja, tapi ini untuk anakmu sendiri, bodoh.” Sahut Gaeun Jengkel. “Ah, kenapa aku sangat mencintai pria egois ini,” Gaeun kembali bertopang dagu melihat sepasang kekasih tadi.
Sehun tersenyum jail. Jari jemarinya berjalan pelan-pelan, menyentuh lengan Gaeun. Gadis itu melirik malas. Ketika matanya mendapat senyum jail yang terlukis di wajah pria itu, Gaeun menatapnya sinis.
“Di depan ada hotel baru, bagaimana kita––”
Gaeun terkesiap. Tangannya yang cekatan mengambil papan menu dan langsung mendaratkannya ke kepala Sehun.
“Ack, Sakit.” Sehun mengusap kepalanya.
“Jangan minta yang macam-macam. Kau tidak akan bisa menyentuhku sebelum kau membawa orangtuamu bertemu dengan kedua orangtuaku,” setelah mengucapkan kalimat itu, Gaeun berlalu.
Sehun mengekorinya sembari bergumam. “Orangtua kita sudah pernah bertemu, bahkan sering.” Ucapnya.
“Tapi ini pertemuan yang spesial, bodoh,” sahut Gaeun yang terus menapakkan kakinya, menaiki anak tangga satu persatu dengan santai tanpa mempedulikan Sehun.
Perdebatan kecil itu terus berlanjut. Entah sampai kapan, tidak akan ada yang tahu. Dan tidak akan ada orang yang peduli, karena semua orang di dalam restoran sudah terlalu sering melihat kejadian-kejadian tersebut.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Nana dan Chanyeol berjalan-jalan di taman sambil menikmati es krim. Suasana taman itu sangat sepi. Hanya diterangi dengan beberapa lampu, membuat suasana itu memberi kedamaian yang menenangkan.
Kemudian Chanyeol dan Nana duduk di hamparan rumput yang berembun menghadap ke arah danau. Cahaya lampu yang menerangi air danau memberi keindahan tersendiri bagi mereka.
“Nana,” panggil Chanyeol pelan.
“Uhm?”
Chanyeol mengeluarkan setangkai mawar segar dari balik punggungnya. Nana tercengang ketika melihat setangkai mawar itu. Lalu ia menerima mawar dari tangan Chanyeol. Ia tersenyum, tak sanggup menyembunyikan senyum dan rasa bahagia di dalam hatinya itu.
“Biarkan aku menjadi pria yang romantis malam ini,” kata Chanyeol.
Tapi mendengar itu Nana mencibir. “Romantis? Apanya yang romantis jika hanya memberiku setangkai mawar,”
“Aish. Setidaknya itu tidak layu, seperti waktu itu. Aku mungkin tidak bisa setiap hari menghujanimu dengan semua kebahagiaan di dunia ini. Tapi aku berjanji padamu dan diriku sendiri, aku akan selalu mencintaimu dengan seluruh hatiku, mencintaimu setiap hari sepanjang hidupku. Dan kalau kau tidak keberatan, aku ingin mencoba untuk membahagiakanmu.”
Chanyeol mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah Cincin emas putih yang bermata hati di tengah-tengahnya
“Tunggu. Kau melamarku?” Tanya Nana, lalu ia menjilat es krimnya.
Chanyeol memutar kedua bola matanya. “Apa kau keberatan jika aku ingin membahagiakanmu?”
Nana tertawa menggoda. “Kenapa kau tiba-tiba marah begitu? Tsk,”
Nana memindahkan es krimnya ke tangan kiri, kemudian tanpa berkata-kata lagi ia mengulurkan tangan kanannya ke arah Chanyeol. Dengan cepat, Chanyeol memasangkan cincin itu ke jari manis kanan Nana. lalu ia menarik Nana ke dalam pelukannya.
“Aku mencintaimu,” bisik Nana untuk pertama kalinya.
Chanyeol tersenyum, ia melepaskan pelukannya menatap Nana kembali dan mencium Nana dengan lembut.
Tiba-tiba mereka mendengar alunan harmonika di dekat mereka. Nana mendorong Chanyeol sehingga membuat laki-laki itu sedikit menjauh darinya. Kemudian ia kembali menjilat es krimnya dan memalingkan wajahnya dari Chanyeol. Namun di balik alihannya itu, ia menahan senyum lucu.
Gadis harmonika itu lagi-lagi berada di sana. Mereka hanya dibatasi oleh pohon besar di sana. Baik Nana maupun Chanyeol sama-sama tersipu malu walaupun gadis itu tidak melihat ke arah mereka.
Chanyeol mendekati Nana dan berbisik pelan. “Kita ketahuan lagi,” mereka terkikik pelan. Dengan gerak-gerik seperti maling, mereka pun kabur dari danau itu.
.
~
.
Setelah lumayan jauh dari danau, mereka tertawa dan Nana memakan es krimnya sampai berantakan. Chanyeol mengusap es krim di bibir Nana dengan jempolnya.
“Kau begitu lucu,” kata Chanyeol.
“Kau tampan,” sahut Nana.
“Aku mencintaimu,” balas Chanyeol.
“Aku sangat mencintaimu,” ucap Nana.
Chanyeol pun mendaratkan sebuah kecupan di kening Nana. Mereka berjalan sambil tertawa bersama.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Nana Pov :
Hidup benar-benar penuh kejutan. Yang terburuk datang bersama yang terbaik. Tapi kami bisa melalui hidup, karena terkadang yang terbaik datang bersama yang terburuk. Dulu aku ingin sekali keluar dari kehidupanku yang serba membosankan. Aku ingin sekali punya cerita cinta yang unik, yang indah dan berakhir bahagia. Tentu saja aku tidak berharap kisah cintaku bisa menjadi sedemikian rumit. Tapi aku lega karena pada akhirnya semua ini berakhir bahagia. Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaanku saat ini, mungkin senang–– mungkin–– Begitulah, tapi yang pasti cinta telah membuatku bahagia.
Kita tidak bisa memaksakan diri mencintai seseorang, sama seperti kita yang tidak bisa memaksakan diri membenci orang yang kita cintai.
Oh iya, Baekhyun? Cinta pertamaku dan sekaligus sahabat terbaikku. Dia sudah menikah dengan sahabatku dari kecil, Park Lizzy.
Mengingat kejadian-kejadian kami di masa lalu, aku merasa Baekhyun membalas jasaku. Hehe, kalian ingat kejadian enam tahun yang lalu? Dimana aku mengorbankan segalanya hanya untuk membuatnya bahagia. Dan ia sudah membalas itu semua, tentu itu bukan aku yang memaksakan. Hehe, terimakasih Byun Baekhyun, jika bukan karena keras kepalamu, mungkin aku akan terus menjadi korban kesalahpahaman itu. Dan kau tenang saja, aku tidak sekalipun mengungkit masalah jantungku kepadanya.
Seperti yang pernah kujanjikan, untuk merahasiakan itu semua sampai dia mengatakannya sendiri. Aku tidak tahu harus menyesal atau bersyukur dengan bertahan jantung ibunya di dalam tubuhku. Baiklah, bisa dikatakan aku menyesal dan bersyukur. Menyesal, karena ia tidak bisa hidup lama dan melihat kesuksesan putranya. Bersyukur, karena ia telah memberikanku hidup dan memberiku kesempatan untuk bersama putranya.
.
~
.
Chanyeol Pov:
Seseorang pernah berkata padaku 'bahwa kau tidak punya alasan untuk mencintai seseorang'. Seseorang itu juga pernah bertanya 'apakah kau tahu kenapa kau bisa mencintai seseorang ' terus terang aku tidak tahu. Cinta terjadi begitu saja.
Kata orang cinta itu buta. Mungkin ada benarnya juga. Entah bagaimana aku menjelaskan pada kalian semua. Aku hanya ingin kalian selalu percaya bahwa cinta itu selalu ada, jangan pernah ragu mencintai seseorang hanya karena kalian takut menghadapi semua resikonya.
Tapi kuingatkan sekali lagi, cinta bisa datang pada siapa saja dan dimana saja. Dan beberapa lama kita mencintai seseorang, bukan jaminan jika orang itu adalah cinta sejati kita.
Untuk Ibuku, aku berterimakasih karena sudah menjaga orang yang kucintai dan mempertemukan kami kembali. Ibu, kau melihat kami, bukan? heum, aku bahagia, sangat bahagia.
.
~End~
.