Udara dingin Sungai Han menerpa wajah Nana dan Baekhyun yang sedang duduk menikmati pemandangannya di malam hari.
“Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin kuceritakan padamu,” kata Baekhyun seraya sambil memberi Nana sekaleng minuman bersoda. “Tapi aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Aku takut ini akan mengganggu pikiranmu.” Baekhyun menoleh ke arah Nana yang menatap lurus ke sungai Han. Kemudian ia mendesah juga menatap lurus ke arah sungai Han. “Ini tentang Chanyeol,” ucapan Baekhyun membuat Nana diam mematung untuk beberapa saat.
“Berhenti membawaku ke masa lalu itu, Baekhyun.” Gumam Nana pelan. “Aku benar-benar sudah melupakannya. Kenapa kalian selalu mengungkit dan menyebut namanya?!”
“Aku dengar, masa lalunya memang tidak terlalu baik, bahkan sekarang, ia harus mengorbankan semuanya. Sisihkan sedikit perasaanmu padanya, untuk memberinya kesempatan sekali lagi. Karena aku yakin kau sebenarnya masih peduli.”
Baekhyun mengangkat tangan kanan Nana dan melihat cincin yang melingkar di jari manisnya. Nana juga melihat dan ia kembali menyadarinya. Ia selalu ingin tahu dari siapa cincin yang sudah lama terlingkar di jarinya.
“Dia mungkin terlambat selangkah dari ayahmu untuk memperjelaskan semuanya,”
“Apa maksudmu?” Nana menoleh ke arah Baekhyun dan memutar-mutar cincinnya.
Baekhyun pun menatap mata Nana semakin dalam. Tak lama dari itu ia memalingkan wajahnya ke arah sungai Han kembali.
“Besok kau pesawat sore, bukan? Temui dia di tempat yang hanya kalian berdua yang tahu sebelum kau berangkat ke China. Itupun jika kau benar-benar ingin tahu. Jika tidak juga aku tidak akan memaksamu.” tutup Baekhyun.
Nana kembali berpikir mengasah semua pembicaraan Baekhyun.
Tempat yang hanya kami berdua yang tahu. Taman?
Nana membesarkan kedua matanya. Ia menggenggam erat minuman kalengnya. Baekhyun melihat reaksi Nana yang menggenggam minuman kalengnya.
“Kajja. Sepertinya udara di sini semakin dingin,” Baekhyun beranjak dari duduknya dan menuju mobil.
.
Baekhyun mengantar Nana pulang. Selama perjalanan pulang tidak ada yang bersuara. Tidak Nana maupun Baekhyun yang ingin memulai percakapan. Hingga sampai di depan rumah Nana. Sebelum Nana masuk ke dalam rumahnya. Baekhyun keluar dari mobil dan menghentikan gerakan kecil dari gadis itu.
“Cobalah datang ke tempat yang dimaksud Chanyeol. Mungkin semuanya belum terlambat,” ucap Baekhyun. Namun Nana tidak memperdulikan ucapan Baekhyun. Ia menundukkan kepalanya ke arah Baekhyun dan melangkah masuk ke dalam.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Nana berasa gusar di dalam kamarnya. Sebentar lagi dia akan pergi bandara dan ia benar-benar merasa tidak bergairah lagi untuk pergi ke China. Ada yang menyesakkan, seakan-akan mendesaknya untuk menyelesaikan suatu masalah yang masih menggantung.
Cobalah datang ke tempat yang dimaksud Chanyeol. Mungkin semuanya belum terlambat.
Sisihkan sedikit perasaanmu padanya, untuk memberinya kesempatan sekali lagi. Karena aku yakin kau sebenarnya masih peduli
Kata-kata Baekhyun terngiang-ngiang lagi dalam benaknya. Ia melihat cincin yang terlingkar di jarinya. Lalu, Nana memejam matanya kuat-kuat, menghapus semua keraguan yang ada di dalam pikirannya. Hatinya terombang-ambing tak menentu. Tapi kata-kata Baekhyun semakin menghantuinya. Kali ini ucapan Sehun yang terngiang-ngiang di kepalanya.
Apa kau kira dia mendekatimu hanya karena uang? Benar. Ayahmu memberinya Blank Check tapi apa kau tahu? Dia tidak mau menerimanya, cek itu bahkan dirobek olehnya.
Nana meremas tangannya mencoba untuk tidak terpengaruh sedikitpun, tapi hati kecilnya sendiri terus mendesaknya untuk percaya. Tepat pada saat itu, Nana tersentak ketika Ayah mengetuk pintu kamarnya. Ia pun bergegas menyeret kopernya yang tersisa satu, lantas tangannya langsung menggapai handle pintu.
“Apa sudah siap?” tanya Ayah.
Nana termangu sesaat dan mengangguk samar. “Ya,”
“Kalau begitu, ayo,” Ayah melirik arloji di tangannya. “Kita sudah tidak punya banyak waktu.”
.
Selama gerakan langkah kecilnya menuju garasi mobil, Nana melamun dan masih bergelut dengan kerisauannya.
“Nana, bukankah kopermu ada tiga?” tanya Ayah dan langsung menyadarkan Nana dari lamunannya. “Sepertinya aku lupa membawanya, kalau begitu aku ambil dulu,”
Tidak usah,” Jongsuk mencegat tangan Nana. “Kau dan Ayah masuklah ke dalam mobil, biar aku yang mengambilnya. Omong-omong, dimana kau meletakkan kopermu?”
“Di belakang pintu.”
Tak butuh waktu lama lagi, Jongsuk langsung melangkahkan kakinya dengan lebar, memasuki rumah besar itu lagi.
Ayah menyentuh bahu Nana dan mengajaknya untuk masuk ke dalam mobil. Tapi ia menghentikan langkahnya.
“Ayah,” Nana menatap wajah ayahnya dengan tatapan penuh rasa bersalah. “Maaf,”
“NANA,” Ayah berteriak ketika melihat Nana berlari menuju pagar dengan langkah lebar
Ia tidak sempat berpikir panjang, yang ia mau hanyalah berlari ke tempat di mana ia bisa menemui Chanyeol sebelum terlambat. Kakinya berlari mengikuti kata hatinya. Ia terus berlari dan berlari. Berharap keputusannya ini sudah tepat. Ia akan mengambil resiko apapun yang nanti akan menimpanya.
Ayah berlari mengejarnya sembari menyerukan namanya. Namun, tenaga Ayahnya bukan lagi tenaga jiwa muda, tulang kakinya sudah tidak sanggup untuk berlari sekuat tenaga. Jongsuk memunculkan dirinya, dan langsung menyusul Ayahnya yang berdiri kelelahan di ambang pintu pagar. Saat itu, ia sudah tidak melihat Nana lagi.
“Ada apa?”
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Eyoung baru tiba di bandara Internasional Incheon. Ketika ia turun dari taksi, ia langsung dibantu supir taksi menurunkan beberapa kopernya. Pada saat itu juga petugas bandara datang menghampirinya dan menawarkan troli. Karena kopernya lumayan banyak, Eyoung pun menerima tawaran petugas bandara itu. Sebelum melangkah masuk, ia membayar biaya taksi.
Ketika ia ingin melangkah masuk, seseorang menyerukan namanya, dan sontak membuatnya berhenti.
“Jadi benar kau akan berangkat hari ini juga?”
Eyoung bergeming sesaat, sebelum ia menoleh ke belakang. Ia terkejut dan membulatkan kedua matanya dengan sempurna kala melihat Luhan berdiri di situ.
“Lu–– Lu–– Luhan?” ucap Eyoung terbata-bata.
“Wae? Tsk, bisa-bisanya kau tidak memberitahuku jika kau berangkat di hari yang sama dengan Nana.” Katanya sambil mendekati gadis itu.
Eyoung tertegun, ia menelan salivanya karena gugup.
“Saat bertemu kita selalu berbagi cerita. Cerita di mana hanya kita berdua yang tahu. Tapi, kenapa kau tidak memberitahuku tentang keberangkatanmu?” omel Luhan.
“Keugae––” ucapannya terhenti ketika menatap dalam mata pemuda itu.
“Sepertinya aku tak dapat menghapus, membuang, dan melupakannya.” Kata Luhan yang membuat Eyoung semakin bingung. “Aku penasaran, siapa yang ada di dalam hatimu? Aku benar-benar penasaran siapa yang ada di pikiranmu? Berhenti berpura-pura tidak tahu.” Lanjutnya.
“Ya?”
“Apa percobaanmu sudah berhasil? Apa kau sudah bisa mengucapkan selamat tinggal pada cintamu?” Luhan menatap mata Eyoung, sepertinya pemuda ini telah mengunci mata Eyoung. Gadis itu pun memandangnya tanpa berkedip sedikitpun.
“Agashi, anda akan ke mana?” Tanya petugas bandara tersebut.
Eyoung menoleh ke arah petugas dan tersenyum. “Uhm, Cheosonghamnida, ahjuhssi,” ucap Eyoung dengan rasa bersalah, ia kembali menatap Luhan yang menunggu jawabannya. “Lima menit lagi, aku masih ada urusan dengan temanku dulu,” lanjutnya kemudian/
Petugas itu sedikit menjauh dari Eyoung. Membiarkan Eyoung berbicara dengan Luhan.
Eyoung sedikit semakin mendekat ke arah Luhan.
“Kau sudah membuatku menjadi pemuda yang jahat, Eyoung. Kenapa kau tidak mencegahku waktu aku mengatakan aku menyukai Gaeun? Kenapa kau harus menyembunyikan perasaanmu? Aku sudah mengetahui semuanya dari mulutmu sendiri. Aku selalu berharap jika semua pembicaraan itu adalah bohong. Setiap berhadapan denganmu, rasa bersalah selalu menghantam hatiku. Bagaimana bisa kau–– hha,”
“Tidak usah merasa bersalah. Karena kau tidak sama sekali bersalah. Yang bersalah adalah aku. Karena telah mencintai orang yang seharusnya tidak kucintai. Maaf, jika itu menyulitkanmu,” ucap Eyoung dengan lembut dan membuat seulas senyum hangat. Namun di dalam hatinya berkecamuk. Kemudian ia mengulurkan tangannya dan Luhan memandang tangan itu dengan lesu. Butuh waktu sepuluh detik untuk Luhan menggapai tangan itu.
“Ini menyedihkan,” gumam Luhan yang masih memegang tangan Eyoung. Ia mendongak dan kembali memandang Eyoung. “Ini menyedihkan. Sungguh.”
“Mari kita jangan seperti orang bodoh. Jangan sakiti hati sendiri.” Kata Eyoung dengan tersenyum.
“Jangan tersenyum demi diriku. Karena aku tahu betul hal itu begitu berat bagimu sendiri.”
“Dasar bodoh. Bagaimana aku akan pergi jika kau mengkhawatirkanku?!”
“Haruskah kita berkata bahwa kita saling menyukai? Bukankah pikiranmu pun tak jauh berbeda denganku? Apakah kita akan jujur mengatakan semuanya? Haruskah?” tanya Luhan.
“Ya! Ada apa denganmu??”
“Jika kau berpikiran sama denganku, aku akan menunggu untuk bertemu denganmu lagi. Juga dengan jawabanmu,” kali ini Luhan membuat seulas senyum dan membuat dada Eyoung berdebam dengan kencang, sangat tidak teratur. Luhan melepas tangan Eyoung dan menyuruh Eyoung untuk segera masuk.
“Pergilah, petugas itu sudah bosan menunggumu. Aku harus pulang, dan juga harus membenahi barang-barangku. Sampai jumpa lagi.” Luhan melambaikan tangannya pada Eyoung sebelum berbalik dan melangkah pergi.
Eyoung terus memandang punggung Luhan yang pergi dengan langkah mantap. Lalu ia juga membentuk seulas senyuman di bibirnya.
Sampai jumpa lagi, Luhan.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Tak ada yang bisa menggambarkan seperti apa suasana hati Nana saat ini. Ia menunggu dan terus menunggu, berharap Chanyeol akan muncul di depan matanya. Meskipun ia merasa sebenarnya ia sedang menunggu ketidakpastian yang tak akan kunjung datang.
Nana berdiri di tepi danau dan mengenang kembali saat-saat ia dan Chanyeol mengucapkan permohonan. Mungkin ia tidak pernah menyadari bahwa saat itulah ia pertama kali membuka hatinya untuk Chanyeol, hingga akhirnya jatuh cinta padanya.
Nana meringkuk di sana, menahan semua kenangan manis itu agar tidak semakin keluar dan membuat luka di hatinya semakin dalam. Tapi memori itu terus berputar di dalam pikirannya, tertanam dalam jiwanya. Ia tidak kuasa menipu dirinya sendiri bahwa ia sebenarnya menginginkan saat-saat indah itu bisa kembali padanya.
Sudah tiga jam berlalu, ia meringkuk di tepi danau itu. Menunggu dan terus menunggu. Ia juga tidak tahu kenapa mau datang ke tempat ini. Kenapa ia masih juga memberi kesempatan pada Chanyeol. Tiba-tiba saja, Nana merasa bosan, ia bangkit berdiri, memandang seisi taman kosong itu untuk terakhir kalinya. Ia tersenyum tanpa arti, sedikitpun ia tidak menyesal telah datang ke sini. Karena dengan begini, akhirnya ia bisa dengan rela mengucapkan selamat tinggal pada semuanya. Selamat tinggal pada tempat itu, juga pada Chanyeol.
“Aku akan mengakhiri semuanya. Aku akan melepaskan diriku sendiri dari bayanganmu,” di taman itulah ia berjanji akan melupakan Chanyeol dengan seluruh hatinya.
.
.
Tapi Nana tidak pernah tahu, duapuluh menit setelah ia pergi, Chanyeol berlari menuju taman itu. Susah payah menerobos masuk untuk pergi ke tepi danau itu. Napasnya masih tersengal-sengal, memandang sekeliling untuk mencari gadis itu. Tapi Nana sudah tidak ada, hanya duapuluh menit setelah Nana pergi.
Betapa waktu duapuluh menit itu sanggup mengubur cinta sedalam apapun. Chanyeol duduk di bawah pohon tepat di depan danau, dan menemukan sebuah kertas yang ditindih dengan beberapa batu krikil.
“Tidak bisakah kau menunggu sedikit lebih lama, Nana?!” gumam Chanyeol dengan menundukkan kepalanya.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Aku menunggunya dalam waktu yang sangat lama. menyesal datang ke sini? Tidak. Aku justru tidak tahu kenapa aku datang ke sini? Aku hanya menyalahkan hatiku yang tak sabar. – Nana.
.
Kau berpikir terlalu banyak, sehingga kau membuat perpisahan secara sepihak. Seharusnya kau berkata untuk pergi baik-baik. Jika kau mencintaiku sedikit saja, kau akan menungguku. Mungkinkah ini berakhir? – Chanyeol.
.
Aku berusaha menoleh dan menemuinya. Menjadi pemuda penuh keberanian dengan gaya bicara yang aneh, ini bukanlah drama, dan aku bukanlah pria yang berada di drama itu. – Luhan.
.
Jika ini adalah mimpi, aku berharap tidak terbangun dari mimpi yang sangat bahagia ini. Aku belum bisa percaya dengan kehadirannya di depanku. – Eyoung.
..
tbc
..