home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > You Don't Know Play Ur Love

You Don't Know Play Ur Love

Share:
Author : LatifahNL999
Published : 23 Sep 2014, Updated : 26 Aug 2016
Cast : Nana || Chanyeol || Lizzy || Baekhyun || Eyoung || Luhan || Others
Tags :
Status : Complete
32 Subscribes |1125504 Views |73 Loves
You Don't Know Play Ur Love
CHAPTER 24 : Chapter 23

 

“Jadi, apa kau mau menjelaskan kenapa kau kesakitan seperti waktu itu?” tanya Lizzy yang duduk dengan lelah di sofa kamar Nana setelah selesai membereskan kamar Nana.

“Tidakkah sebaiknya kau istirahat dulu?” tanya Nana berharap mengulur-ulur waktu.

“Aku tidak lelah,” sahut Lizzy.

“Kau ingin minum sesuatu? Biar aku ambilkan?” Nana hendak beranjak dari ranjangnya, namun tatapan tajam dan datar Lizzy mengurungkan niatnya. Ia pun menghela napas setelah diam sejenak dan menatap jari telunjuknya yang menelusuri pinggir ponselnya.

Ekhem,” Lizzy berdeham pelan.

Ne. Ada sedikit masalah dengan jantungku!!”

“Masalah seperti Apa?” tanya Lizzy yang langsung mengangkat tubuhnya dari senderan sofa.

“Apa Baekhyun tidak akan ke sini?” Nana mengangkat wajahnya menatap Lizzy.

“Berhenti mengalihkan pembicaraan.” Sela Lizzy dengan datar.

 

Nana memberengut, lalu melemparkan ponselnya ke atas bantal. “Jantungku tiba-tiba saja berhenti berfungsi dengan normal,”

“Sudah berapa lama?” tanya Lizzy lagi.

“Sekitar satu setengah tahun yang lalu,” sahut Nana dengan nada enggan. Ia juga tidak berani menatap sahabatnya, ia tidak tahu akan seperti apa reaksi sahabatnya jika ia melanjutkan penjelasannya. “Dokter sudah melakukan berbagai macam tes tapi dia tetap tidak tahu apa yang menyebabkan jantungku terus melemah.” Nana mengangkat wajahnya, menatap Lizzy di hadapannya yang terlihat kaget dan matanya mengerjap menatap Nana seolah-olah tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

“Selama itu kau menyembunyikannya dariku? Tidak, kau menyembunyikannya dari kami. Kenapa itu harus menjadi sebuah rahasia?” tanya Lizzy.

“Karena aku tidak punya alasan untuk memberitahu kalian.”

Tsk. Jinjja? Lalu apalagi yang dikatakan dokter?”

Oh Tuhan! Apa aku harus mengatakannya?!

Nana menggigit bibirnya sejenak. “Aku tidak boleh terlalu lelah, dan harus rutin tiga kali sehari minum obat yang diharapkan bisa memperbaiki kondisi jantungku. Dan juga––” Nana menggantung ucapannya, membuat Lizzy sulit untuk  bernapas.

“Apa?” tanya Lizzy, ia menelan salivanya yang terasa keras.

Nana menghela napas dalam-dalam. “Aku harus segera memiliki jantung baru. Jika tidak––”

“Apa kau akan mati?” potong Lizzy dengan asal.

“Apa yang kau bicarakan? Aniya, geunyang––”

“Aku pulang dulu. Aku lupa, aku sudah ada janji dengan Baekhyun. Ah!” Lizzy melirik jam di tangannya.  “Pasti dia menunggu lama lagi.”

Sebelum Nana bereaksi, beberapa detik kemudian Lizzy bangkit dan berjalan menuju pintu, menyambar tasnya di atas meja rias Nana. Ia tidak berkata apa-apa lagi, ia takut airmatanya akan tumpah jika membuka mulutnya. Ia mengerjap ketika airmata menusuk-nusuk bagian kelopak matanya. Tanpa menoleh ke belakang sekalipun, Lizzy membuka pintu berjalan keluar dan membanting pintu. Nana terperanjat, ia menelan salivanya, berusaha mengatur napasnya yang mendadak tercekat.

 

“Lizzy,” pekik Nana pelan melihat pintu yang dibanting Lizzy. Ia mengira Lizzy akan melemparkan tatapan kasihan kepadanya. Tetapi ia salah, tatapan mata sahabatnya tidak ada kilatan rasa kasihan, melainkan takut. “Itulah alasan sebenarnya untuk tidak mengatakannya kepada kalian. Bukan kalian saja yang takut, aku bahkan lebih takut dari kalian,” kata Nana, lebih tepatnya kepada dirinya sendiri. Dan kali ini Nana yang mengerjapkan mata ketika airmatanya mulai menusuk-nusuk.

.

~

.

Lizzy tergopoh-gopoh menuruni anak tangga rumah Nana. Perasaannya takut, napasnya tercekat menahan isakan, tatapannya kosong. Sesuatu telah menusuk dadanya, hatinya terasa nyeri. Dan rasa nyeri itu membuatnya tidak bisa menahan air matanya. Ibu yang hendak mengantarkan cemilan ke kamar Nana, meletakkan cemilannya ke atas meja dan menghampiri Lizzy yang terduduk lemah di atas tangga dan menangis pelan.

“Lizzy? Kau baik-baik saja?” Ibu memegang bahu Lizzy, dan ada getaran hebat yang ibu rasakan dari tubuh Lizzy. “Wae geurae?” Nada Ibu terdengar khawatir. “Apa ia mengalami serangan lagi?” tanya ibu dan hendak menghampiri Nana ke kamar. Namun tangan Lizzy dengan cepat menahan Ibu.

“Bibi,” panggil Lizzy dengan suara serak.

Wae?” Ibu duduk di hadapan Lizzy dan menatap Lizzy dengan dalam.

“Apa–– Apa dia akan baik-baik saja? Apa dia hidup lebih lama lagi?” Lizzy memandang Ibunya dengan sedih dan takut.

 

Dan akhirnya ibu mengerti dari tatapan Lizzy dan apa yang dirasakan anak yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri. Ibu memeluk Lizzy, membelai halus rambutnya. “Gwaenchana. Jangan terlihat lemah di hadapannya. Oh,” Ibu berusaha menahan airmatanya untuk tidak keluar. “Maaf menyembunyikannya dari kalian begitu lama,”

 

“Jika dia tidak mendapatkan donor jantung dengan cepat, apa dia akan––” ucapan Lizzy terputus, dan dirasakannya pelukan Ibu semakin erat.

“Bibi tahu. Bibi juga takut. Uljimara, oh!”

Nana menutup pintu kamarnya kembali ketika melihat dan mendengar apa yang dibicarakan Ibunya dan Lizzy. Ia menyandarkan punggung dan kepalanya di pintu, memejamkan kedua matanya. Likuid hangat mengalir dari sudut matanya.

.

** You Don’t Know Play Ur Love **

.

Annyeong,” sapa Gaeun dengan girang setelah masuk ke kamar inap Ibu Chanyeol. Senyumnya semakin mengembang ketika mendapat Ibu Chanyeol sudah membaik dan membereskan barang-barangnya.

“Bibi, oppa?”

Ibu Chanyeol mengangkat kedua bahunya. “Mungkin sebentar lagi,”

“Tidak usah menunggunya, kita duluan saja, aku akan memberitahunya,” ucap Gaeun sambil membantu Ibu Chanyeol membereskan barang-barangnya.

Ne,”

“Ayo,” Gaeun memperhatikan sesaat ruangan itu sebelum mereka pergi. Kemudian, ia menggandeng Ibu Chanyeol.

Mereka berjalan keluar dari rumah sakit menuju parkir. Ketika sudah di tangga akhir Gaeun berhenti dari langkahnya.

“Bibi duluan saja, sepertinya kunci mobilku tertinggal di kamar. Itu mobil ku,” tunjuk Gaeun pada mobil Hyundai berwarna merah.

Ne,”

“Aku tidak akan lama,” Gaeun berlari dengan cepat menaiki anak tangga masuk ke dalam rumah sakit lagi. Sebelum kaki kirinya naik ke tangga akhir––

Brak!

––suara tabrakan dan jeritan para pengunjung rumah sakit menghentikan langkahnya. Ia melihat ke bawah, orang-orang berkumpul dan ia melihat mobil melaju dengan urak-urakkan dan hampir menabrak orang-orang yang berlalu lalang. Dengan cepat Gaeun turun ke bawah kembali untuk melihat. Ia membesarkan kedua matanya yang sipit, dan menyuruh seseorang untuk memanggil perawat yang ada di rumah sakit.

.

~

.

“Bibi, bertahanlah,” dengan tubuh yang penuh peluh, Gaeun ikut mendorong ranjang roda yang membawa Ibu Chanyeol. Ibu Chanyeol setengah sadar menahan kesakitan di seluruh tubuhnya. Gaeun terus menggenggam tangan Ibu chanyeol sampai di depan unit gawat darurat. karena ia tidak diizinkan masuk selain suster dan dokter, Gaeun berjalan lemah menuju bangku ruang tunggu.

Tidak lama kemudian Chanyeol, Sehun dan orang tuanya tiba di rumah sakit, mereka mendapatkan Gaeun duduk menutup wajah dengan tangan dan melihat baju juga tubuh Gaeun yang bersimbah darah di mana-mana.

“Bagaimana?” Chanyeol merengkuh kedua bahu Gaeun dengan kuat. Dengan takut-takut Gaeun menatap Chanyeol ia menggelengkan kepalanya. Chanyeol merenggangkan rengkuhannya dari bahu Gaeun. Sekujur tubuhnya mendadak dingin. Ia pun duduk di sebelah Gaeun, memegang kepalanya memandang lantai dengan tatapan kosong.

 

“Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf,” Gaeun kembali menutup wajahnya dengan tangan dan menangis.

Ya, ini bukan salahmu,” Sehun memegang bahu Gaeun dan mengguncangnya pelan, mencoba untuk menghiburnya.

 

Chanyeol menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan. Ia yang duduk di deretan bangku ruang tunggu, menunggu Ibunya yang masih diperiksa.

Mereka tidak tahu separah apa cedera yang dialami Ibunya. Ibu Gaeun mencoba memeluk Chanyeol.  Lagi-lagi Chanyeol menarik napas dalam, dan bau rumah sakit membuat dadanya terasa berat dan sesak. Telinganya yang menangkap suara-suara di sekitarnya, tangisan Gaeun, suara para dokter dan perawat yang membahas pasien tertentu, dering telpon, ranjang roda yang didorong cepat sepanjang koridor. Hingga suara pintu itu terbuka membuat Chanyeol mendongakkan kepalanya dan ia melompat berdiri di samping Dokter.

“Apa yang terjadi?”

Pertanyaan Chanyeol membuat dokter mengembuskan napas berat dan memegang tangan Chanyeol yang berada di lengan tangannya. “Kita hanya butuh keajaiban,”

 

“Apa-apaan ini?” Chanyeol membentak dokter matanya memerah  dan marah kepada dokter. “Anda Dokter, tugas anda adalah menyelamatkan pasien. Apa sekarang anda pantas disebut Dokter?!”

Chanyeol mengguncang tubuh dokter dan semua caciannya untuk dokter, membuat sang dokter menunduk, menyesal karena tidak bisa berbuat lebih lagi, selain menunggu keajaiban. Dokter pun meninggalkan mereka. Tangan Sehun menahan bahu Chanyeol, agar Chanyeol tidak melakukan hal yang gila. Chanyeol menangis, dan mengutuk orang yang menabrak ibunya.

.

** You Don’t Know Play Ur Love **

.

Eyoung baru selesai bermain musik di sekolah dan sedang berjalan menyusuri koridor  ke arah tangga. Ketika mendengar alunan musik yang berasal dari salah satu ruang kelas di sebelah, Eyoung berhenti dan melihat ke arah sumber suara.

 

“Nana? Apa yang dilakukannya, bukankah dia harusnya beristirahat?” gumam Eyoung.

Eyoung menghampiri pintu dan mengintip ke dalam dari jendela  kaca di pintu. Ia mengira akan menemukan Nana sedang  menari di dalam sana seperti biasa, namun dugaannya salah. Eyoung mengangkat alis heran ketika melihat Nana sedang duduk bersila di lantai dengan punggung dan kepala disandarkan di dinding belakangnya.

“Nana?”  panggil Eyoung sambil membuka pintu dan melangkah masuk. “Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah harusnya kau istirahat?”

Nana tersentak dan menoleh. “Apa kau berlatih lagi?”  tanya Nana sambil tersenyum.

Eyoung mengerjap heran melihat mata Nana yang sembap dan hidungnya yang merah. “Ada apa? Gwaenchana?”  tanya Eyoung sambil menjatuhkan diri di lantai di dekat Nana. 

Nana tertawa kecil dan mengibaskan sebelah tangan. “Aku tidak apa-apa,”  sahutnya ringan. Lalu ia menunjuk hidungnya dan berkata, “Ini gara-gara flu.”

Geurae?” Eyoung tersenyum mengerti dan tidak mendesak Nana lagi. Ia mengangguk ke arah compact disc  player di sudut ruangan dan bertanya, “Instrumen lagu apa yang kau dengar?”

“Destiny of Love!!” desah Nana.

“Yiruma? Ah, neomu joah,” gumam Eyoung. “Kukira akan mendapatkanmu menari di sini. Aku baru saja ingin memarahimu.”

Nana membuat seulas senyuman dan menatap Eyoung dengan dalam.  Kemudian ia mendesah pelan dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Aku tidak akan melakukan hal-hal yang membuatku lelah lagi,”

 

Wae?” tanya Eyoung dengan heran, dan mengingat ucapan ayahnya waktu di rumah sakit, matanya membulat melihat Nana. Dengan hati-hati ia bertanya. “Apa terjadi sesuatu padamu?”

“Aku tidak tahu harus memulainya dari mana, aku takut kau akan bereaksi yang sama dengan Lizzy.”

Naega wae??” tanya Eyoung tak mengerti.

Nana menatapnya dalam, dan untuk beberapa detik ia menunduk. “Aku––” Nana mendesah berat dan mengerjap matanya berkali-kali. “Aku–– aku–– sedang sakit yang bisa dibilang cukup parah. Mungkin,”

Tidak ada reaksi dari Eyoung, dia hanya menatap Nana dan berharap Nana melanjutkan ucapannya.

“Aku memiliki masalah dengan jantungku. Dan sekarang aku harus mendapatkan jantung baru. Untuk sementara. Obat ini–” Nana menunjukkan tabung kecil ke arah Eyoung. “Membantuku untuk beberapa waktu. Karena aku tidak ingin dirawat di rumah sakit. Maka dari itu, aku tidak boleh terlalu kelelahan.”

“Lalu apa yang kau lakukan di sini? Bukannya beristirahat saja.” Eyoung memberikan tatapan hangat kepada Nana. Dan Nana lagi-lagi mengira salah, ia akan mengira Eyoung melakukan hal yang sama seperti Lizzy. “Semoga kau segera mendapatkan donor dengan cepat,” Eyoung memberi Nana semangat dan memegang kedua tangannya dengan kuat.

“Apa aku harus menyumpahi seseorang yang memiliki jantung yang sehat cepat mati?” canda Nana.

Mwoya? Aish. Geundae, Eotteyo?” tanya Eyoung dengan menunjuk hati Nana dan membuat Nana mendesah pelan. Ia mengamati Nana yang sepertinya tenggelam dalam pikirannya sendiri. “Lee Jin Ah,”

Suara Eyoung berhasil menarik gadis itu dari lamunannya. Nana mendongak dan tersenyum kecil. “Bisakah kau beri tahu aku, bagaimana cara melupakan orang yang kita sayangi dan kita benci sekaligus? Orang yang telah membawa kita terbang tinggi, tapi juga mematahkan sayap kita dan menghempaskan kita ke tempat yang paling dalam? Orang yang telah menoreh cinta dan luka di hati kita di saat bersamaan?”

 

Eyoung menggenggam tangan Nana dengan erat. “Menangis.”

Wae?”

“Hanya untuk melegakan rasa yang menyesakkan.”

Uhm?” Nana menatapnya bingung.

“Apa kau masih memikirkannya?? Apa kau benar-benar menyukainya? Kau tidak mau mendengar penjelasan yang sebenarnya?”

“Apa maksudmu? Bisakah kita tidak membahasnya?” elak Nana.

“Aku merasakan apa yang kau rasakan,” Eyoung pun membuka hatinya. “Menyukai laki-laki yang tidak menyukai kita, tapi kita menghabiskan waktu kita bersamanya. Aku tahu bagaimana sakitnya.”

 

“Siapa? Luhan? Daebak!” celetuk Nana tanpa pikir panjang. Karena yang ada dipikiran Nana, selalu mendapatkan Eyoung bersama Luhan, dan juga tidak ada laki-laki lain selain Luhan, Baekhyun, dan Kangjoon yang dekat dengannya.

Oh,” Eyoung tidak mengelak itu.

Jinjja?” Nana membulatkan kedua bola matanya.

“Bagaimana denganmu? Maaf, bukan aku ingin mengungkit. Apa kau sudah tidak menyukai Baekhyun lagi?” Eyoung menoleh ke arah Nana.

 

Nana memeluk kedua kakinya dan menempelkan dagu ke lututnya. “Aku juga tidak mengerti bagaimana caranya aku bisa melupakan perasaanku pada Baekhyun, itu semua terjadi tanpa aku sadari.”

“Karena Chanyeol?”

Kali ini Eyoung yang tersenyum kecil “Kita yang terlalu alim atau terlalu naif? Haha” Eyoung tertawa ringan.

 

Annyeong,” sapaan riang yang berasal dari pintu membuat Eyoung dan Nana serentak menoleh. “Oh, Luhan Annyeong.” Eyoung balas menyapa.

“Apakah aku mengganggu acara bergosip kalian?” tanya Luhan sambil berjalan menghampiri mereka.

Ani..” sahut Eyoung

Luhan tersenyum lebar, lalu menatap Nana. “Kenapa kau di sini, kau harusnya beristirahat. Aish, anak ini.”

“Kau sendiri, apa yang kau lakukan? Ini hari minggu?”

“Hari minggu adalah jadwalku bermain bola dengan teman-teman yang lain. Kebetulan lewat dan mendengar alunan musik aku ingin memeriksa. Oh, iya, kalian sudah makan? Mau makan bersama?”

Nana tersenyum meminta maaf. “Kalian berdua saja yang pergi. Aku sudah janji pada Ibuku untuk tidak pulang lama-lama. Mian..” Nana bangkit dari duduknya.

“Perlu kuantar?” Eyoung menawarkan diri.

Gwaenchana,” Nana mengedipkan matanya dan keluar dari ruangan itu. Setelah Nana membereskan barang-barangnya. Eyoung dan Luhan saling beradu pandang, suasana mendadak canggung.

.

As always, tbc ^^

.


Happy Vyrus” Ampuni daku. Ampun banget.. untuk beberapa Chapt, mungkin akan menghilang gelar “Happy Vyrus” pada diri Chanyeol. Jeongmal Mianhaeyo.. Merasa menjadi orang yang terjahat didunia, membuat “Happy Vyrus” bersedih dengan waktu yang lama. *Terkutuk lah kau Ah Choo~ ((sungkem))

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK