“Aku pulang,” Nana menutup pintu dan melangkah masuk menghampiri Ayah, Ibu, dan Jongsuk yang sedang berkumpul di ruang keluarga. Ia merebahkan tubuhnya di sebelah Jongsuk dan menyandarkan kepalanya di bahu Jongsuk.
“Eugh?" Jongsuk melihat kepala Nana yang bersandar di bahunya. Lalu ia menyingkirkan kepala Nana dengan jari telunjuknya. “Menjauh dari bahuku. Kau bau sekali,” ucap Jongsuk yang menutup hidungnya.
“Tsk,” Nana malah memeluk Jongsuk dari samping bahkan mengangkat kakinya ke atas paha Jongsuk, membuat Jongsuk tidak bisa bergerak.
“Kau darimana??” tanya ayah yang sedang membaca Koran.
“Myeongdong,” jawab Nana yang masih memeluk Jongsuk.
“Myeongdong??” tanya Jongsuk kaget.
“Dengan siapa?” tanya ayahnya sekali lagi.
“Lizzy,” lagi-lagi Nana menjawabnya datar.
“Hanya berdua?”
“Ani. Ada Baekhyun, Gaeun, juga…” Nana menghentikan ucapannya.
Ayah melihat Nana dari cela-cela ia membaca Koran. Nana teringat ketika ayahnya marah-marah ia berjalan dengan Chanyeol. “Juga– sudah, hanya itu saja. Hanya kami berempat..!!”
Ayah membalik lembaran korannya dan berdeham pelan.
“Aku lelah..” Nana beranjak dan masuk kamarnya.
“Segera mandi, setelah itu makan malam.” ucap ibunya.
“Ne,” jawab Nana yang sudah di kamarnya. Ia melempar tasnya di atas kasur, kemudian ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Sesaat kemudian, ia beranjak duduk di atas ranjangnya dan merogoh isi tasnya mengambil sebuah cetakan foto. Nana tersenyum senang melihat foto tersebut.
Nana berpindah dari tempat tidurnya ke meja belajar, kemudian ia mengambil pena dan menulis difoto tersebut “Myungdong Moment©” Nana tersenyum memandangnya sesaat, lalu ia melekatkan foto tersebut di dinding yang sudah dipenuhi dengan foto-fotonya.
“Besok, aku hanya ingin masa tenangmu hanya bersamaku. Tidak ada Baekhyun, tidak ada Lizzy, tidak ada Gaeun, Tidak ada Sehun, maupun temanmu yang lain. Kita jadikan itu kencan kita yang sesungguhnya. Mengerti!”
Kata-kata itu terngiang-ngiang di kepala Nana membuatnya mabuk kepayang dan menari-nari di kamar mandinya.
,
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
“Cuaca hari ini begitu indah, ya?” Sehun merentangkan kedua tangannya yang sedang duduk di sebuah bangku dan menghirup udara dengan segar. Kemudian ia merangkul Chanyeol dengan mesra. “Hyung,” Sehun tersenyum cerah.
Chanyeol menjauhkan kepala Sehun dari dirinya. Ia melihat sekeliling. “Menjauh dariku. Aku tidak ingin orang-orang berpikiran aneh tentang kita,”
Tapi Sehun tidak memperdulikan ucapan Chanyeol, ia malah memeluk Chanyeol erat dengan bahagianya dan membuat Chanyeol menghela napas kesal.
“Aku merasa kita berdua benar-benar hidup, hyung. Merasa bebas, merasa dunia ini telah milik kita. Hha. Lepas dari rentenir itu melancarkan pernapasanku,” Sehun tersenyum cerah.
Chanyeol menoleh ke arah Sehun dengan datar. “Jugeullae.”
Sehun melepas pelukannya. “Anii..” Sehun mengisut tubuhnya sedikit demi sedikit menjauh dari Chanyeol.
“Jugeullae?” tanyanya sekali lagi. Dengan cepat Chanyeol mengapit kepala Sehun dengan tangannya dan membuat Sehun tidak bisa berkutik.
“Ack, hyung. Ukhuk..ukhuk..” Sehun memukul tangan Chanyeol. “Hyung, ampun,” Sehun berusah melepaskan diri dari kapitan Chanyeol.
“Sekali lagi kau membahas itu, aku yang akan mengganggu pernapasanmu.. Aratchi!” Chanyeol menjitak kepala Sehun sebelum ia melepas kapitannya.
“Ne..ne.. tolong singkirkan tanganmu dari leherku, Hyung,”
Chanyeol melepas kapitannya kemudian tersenyum. Sehun yang memegang lehernya, menatap Chanyeol jengkel, meskipun hatinya merasa senang.
“Saengil Chukahae,” Chanyeol menyodorkan kotak berukuran sedang.
Sehun bergeming. Dia menatap kotak di tangan Chanyeol. “Hyung??”
“Wae? Anjoah?” Chanyeol hendak mengantongi kotak itu kembali ke dalam saku jaketnya.
Dengan cepat sehun merebut kotak itu dari tangan Chanyeol. “Gomawo, hyung,” Sehun mengambil kotak itu dari tangan Chanyeol, ia menahan tangisnya.
“Hhe..” Chanyeol mengusap kepala Sehun. “Jangan lupa mentraktirku,”
“Tsk. Aratseo, sore ini,, kita ke kafe langganan kita.”
“Untuk hari ini aku tidak bisa.” Chanyeol beranjak dari duduknya. “Lain kali akan kutagih. Ganda,” Chanyeol pun meninggalkan Sehun sendirian.
“Hyung, kau akan ke mana?” Sehun berteriak, namun Chanyeol hanya melambaikan tangannya tanpa berbalik. “Tsk,.” Sehun tersenyum melihat kado dari Chanyeol.
** You Don’t Know Play Ur Love **
“Kenapa teleponku tidak dijawab?” tanya Luhan pada Baekhyun ketika mereka sedang beristirahat bermain bola.
“Mian, aku lupa membawa ponselku,”
“Lalu kau ke mana?”
“Myeongdong,”
“Mwo? Kalian ke sana tanpa mengajakku? Kau tahu, kemarin kepalaku rasanya ingin pecah,”
“Wae?”
“Eyoung mengajakku belajar. Itu sungguh benar-benar membuatku gila. Lebih baik aku mengelilingi lapangan ini 100x daripada harus belajar seperti kemarin,” gerutu Luhan yang sekarang ini sedang tiduran di lapangan bola itu.
“Jinjja? Daebak. Kurasa kau cocok dengan Eyoung. Si Eyoung yang pintar dan si Luhan yang malas dan bodoh.” Baekhyun tertawa ringan.
“Aei. Tapi entah kenapa, kami selalu bertemu disaat yang tepat, disaat sedang bosan dan membutuhkan. Sesungguhnya belajar dengannya tidaklah bosan.”
“Maksudmu bersama dengannya bukan belajarnya..” Baekhyun menggoda Luhan.
“Aish..”
“Mungkin kalian sudah ditakdirkan,” lanjut Baekhyun asal, dan beranjak dari duduknya mengajak Luhan pulang. “Kajja. Aku sudah ada janji dengan Lizzy, aku tidak mau dia marah-marah lagi karena sering terlambat.”
“Heol! Apa kalian tidak pernah merasa bosan? Selalu bersama setiap hari dan setiap saat. Tsk,”
“Wae? Apa kau iri dengan hubungan kami?” Baekhyun memicingkan matanya ke arah Luhan. “Makanya, cari kekasih biar kau tahu rasanya. Tapi kurasa tidak akan ada gadis yang menyukaimu,” ledek Baekhyun.
Luhan berdiri dan menatap Baekhyun datar. “Tsk. Apa kau ingin menyombongkan dirimu? Karena kau pria yang paling diminati gadis-gadis di sekolah dan telah berhasil memiliki gadis yang sangat diminati para lelaki yang ada di sekolah? Huh? Hhe, setelah lumayan lama mengenalmu, ternyata ini sifat aslimu,” Luhan melempar bola ke arah Baekhyun.
Baekhun menangkap bola itu dan mengiyakan perkataan Luhan. “Oh. Kalau begitu buktikan padaku. Kalau kau bisa memiliki kekakasih.” Baekhyun melempar bolanya kembali ke arah Luhan.
“Aei..” Luhan juga menangkap bolanya. “Nada ucapanmu, sepertinya meremehkan ketampananku?!” ucap Luhan yang tidak mau kalah.
Kemudian mereka tertawa, dengan debat mereka seperti anak kecil. Baekhyun merangkul Luhan dan Luhan membalas rangkulan Baekhyun.
** You Don’t Know Play Ur Love **
Di toko bunga, Chanyeol mengelilingi bunga-bunga segar dan harum.
“Uhm. Noona, aku pesan bunga ini. Nanti aku akan kembali sekitar pukul empat sore, untuk mengambil bunga ini.” Chanyeol mengeluarkan dompetnya untuk membayar bunga tersebut. Namun, matanya terhenti dengan sebuah foto yang membuatnya tersenyum.
“Apa ini untuk kekasihmu??” tanya Noona penjual bunga.
Chanyeol hanya tersenyum malu dan menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.
“Beruntung sekali dia bisa memiliki namja romantis sepertimu. Hhe..”
“Anieyo. Noona membuatku malu saja,”
“Oh, Chanyeol oppa,”
** You Don’t Know Play Ur Love **
Nana mengobrak-abrik seisi lemari bajunya. Panik mencari baju yang paling pas untuk menemui Chanyeol nanti. Ia pun harus menyeret Lizzy dalam masalah ini. Ia berkaca, tersenyum-senyum sendiri melihat dirinya mencoba-coba baju.
“Kau mau kemana? Sejak kapan kau memperhatikan penampilanmu, biasanya kau tidak pernah peduli. Jangankan memusingkan soal baju apa yang harus kau pakai, soal pergi kemanapun kau tidak pernah peduli. Tapi kenapa sekarang kau malah..” Lizzy menyusun baju-baju Nana yang berserakkan di hadapannya. “Mau repot-repot berdandan yang rapi?”
Nana tidak mendengar keluhan Lizzy dia masih sibuk memilih-milih baju. “Apa ini cocok untukku?”
“Ya. Semua bajumu tidak ada yang tidak cocok untukmu. Semuanya cocok. Kau membuat kepalaku pusing.” Lizzy mengambil baju yang dihamburkan Nana di sofa kamarnya. Kenakan yang ini saja,” kata Lizzy sembari memberi baju pilihannya.
“Ehm? Apa ini tidak terlalu simple?”
Lizzy menghela napas. “Ini sangat cocok untuk kepribadian luarmu yang masa bodoh.”
“Geurae?”
.
Butuh waktu setengah jam untuk meyakinkan dirinya sendiri. “Okay. Gomawo,” Nana mencubit pipi Lizzy kemudian ia cepat-cepat berlari ke kamar mandi di kamarnya.
“Aku pulang dulu. Baekhyun sudah menungguku di rumah!!” pekik Lizzy yang masih di kamar Nana.
“Ne..” sahut Nana dari kamar mandi.
.
“Oh, Lizzy-ya,”
“Selamat siang, Bi,”
“Kau mau kemana lagi? Kenapa buru-buru sekali?” tanya Ibu Nana.
“Ada temanku yang sudah menunggu di rumah. Aku pergi dulu”
“Teman atau kekasih?” Ibu Nana memicingkan matanya yang menggoda.
“Aniyo,” Lizzy tersipu malu. “Aku pulang dulu,”
** You Don’t Know Play Ur Love **
“Kau rapi sekali. Mau kemana?” Ayah meletakkan korannya saat ia melihat Nana turun dari tangga.
“Pergi dengan temanku,” Nana menghampiri ayahnya.
“Lizzy? Gaeun? Eyoung? Anak muda, apa kalian ingin berpesta?” Ayahnya tersenyum lagi.
Ada kekeluhan dari bibir Nana. “Aniyo.. Hhe..”
Ayahnya melihat mata Nana. “Baekhyun??” tanya ayahnya.
Nana menggigit ujung bibirnya dan tidak tahu harus berkata apa, sehingga mengharuskannya mengabai pertanyaan ayahnya. “Aku pergi dulu, sudah setengah lima. Ayah, aku pergi dulu,” Nana pamit kepada ayahnya.
“Kau ingin menemui pemuda itu?”
Nana menghentikan langkahnya. Wajahnya tiba-tiba menjadi tanpa ekspresi. Ia bahkan tidak berani memutar tubuhnya, dan masih merasa nyaman membelakangi Ayahnya.
“Apa tebakkan Ayah benar?”
Akhirnya Nana berbalik, namun ia menundukkan kepalanya. Ia berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk menjelaskan kepada ayahnya.
“Ayah tenang saja, dia orang yang baik–– sungguh––” Nana meyakinkan Ayahnya.
Ayah langsung bergeming. Wajahnya yang cerah tiba-tiba saja berubah masam. Ia bangkit berdiri dari sofa empuknya dan datang mendekati Nana.
“Kau masih berhubungan dengannya?!” tanya Ayahnya yang sudah berdiri di depannya.
“Kenapa–– Ayah–– begitu tidak ingin aku dekat dengannya?”
“Ayah––” Ayah menatapnya dengan ragu-ragu.
“Kenapa Ayah terlihat bingung begitu? Kenapa?”
“Ayah tahu, anak Ayah anak yang baik, tapi––” Ayah menatap Nana dan berharap putrinya bisa kuat saat menerima semua penjelasannya. “Ayah hanya ingin kau–– berhenti menemuinya. Ini demi dirimu,”
Nana membulatkan kedua bola matanya dengan sempurna. “Ke––ke––kenapa begitu?”
“Dia bukan anak-anak baik––”
“Aniyo,” Nana mencekal ucapannya Ayahnya. “Sungguh dia tidak seperti itu. Ayah harus––”
“Ayah sudah coba untuk mengenalnya. Beberapa hari yang lalu aku datang ke rumahnya,”
Nana mundur sedikit dari Ayahnya. “A––apa?” Nana semakin tidak mengerti.
“Ayah tahu mungkin ini kedengarannya konyol. Tapi Ayah melakukan semua ini karena tidak mau melihatmu terluka lebih dalam lagi,”
“Aku sunggu tidak mengerti,”
“Mian. Waktu itu aku datang ke rumahnya hanya untuk menemuinya dan ingin berbicara dengannya. Mungkin saja dia memang anak yang baik. Tapi––”
.
~
.
“Aku tidak menjamin putraku itu bisa memperlakukan putrimu dengan baik. Dia itu sepertinya mengencani anakmu hanya demi uang. Tapi, ya, jika memang peduli dengan anakmu, rasanya tidak berat bagimu untuk mengeluarkan––”
Ayah Nana menunduk kecewa mendengar semua cerita dari mulut ayah Chanyeol. Hatinya sakit mencemaskan Nana. “Berapa uang yang kau mau?”
“Hahaha. Aku ini orang baik-baik. Tapi putraku itu memang kurang ajar––”
Ayah Nana mengeluarkan selembar Check dari saku jasnya dan berhasil mengatup mulut Ayah Chanyeol rapat-rapat. Ayah Nana tidak memasukkan jumlah uang dilembaran check itu. Ayah Chanyeol tercengan tak percaya melihat blank check yang disodorkan padanya, cepat-cepat ia menyambarnya.
.
~
.
Napas Nana tercekat. “Maldo andwae!” Nana perlahan bergerak mundur menjauh dari Ayahnya. Ia bersikeras untuk tidak mempercayai semua itu mentah-mentah, tapi hatinya perlahan-lahan membawanya kembali untuk melihat dengan jelas semua permasalahan Chanyeol. Samar-samar Nana teringat dengan percakapan mereka di rumah Gaeun.
Aku pinjam pada seseorang
Nana memegang dadanya yang mulai terasa sakit dan menahan airmatanya yang sudah menetes.
Aku pinjam pada seseorang.. Aku pinjam pada seseorang.. AKU PINJAM PADA SESEORANG..
Kata-kata itu terngiang-ngiang di telinga Nana berulang-ulang. Menamparnya dengan keras, ia merasa sekujur tubuhnya dalam sekejap dingin membeku. Jantungnya seperti berhenti berdetak. Ia berdiri kaku di tempatnya, bersiap untuk hancur.
“Maldo andwae,” ucap Nana pelan dengan suara bergetar. Tatapanya kosong, ia terus menelengkan kepalanya untuk menyadarkan diri. Dadanya menjadi semakin sakit dan terasa sesak. Ayahnya menjadi khawatir dan merasa bersalah.
“Nana,” Ayah mendekatinya dan memegang kedua bahunya. Namun, Nana menurunkan tangan Ayah. “Sayang,” Ayah memandangi Nana dengan sangat khawatir.
.
Nana berjalan sepoyongan menuju anak tangga ke kamarnya. Ia pun memukul dadanya dengan keras berkali-kali. Selama menapaki tangga, tatapannya kosong, likuid hangat membasahi pipinya yang tirus. Ia sudah berusaha keras menahan air mata itu, namun air matanya nakal.
Bruk.
Kakinya melemah, membuatnya berlutut ditangga. Ia menangis sesegukan sembari memukul-mukul dadanya.
“Ada apa?” Ibu yang mendengar tangis Nana yang pecah, langsung keluar dari kamar. Ia tersentak kaget melihat Nana yang tersungkur di atas tangga. Dengan segera ia menghampiri Nana. “Sayang, kau kenapa?” Ibu membantu Nana berdiri.
Ketika Nana sampai di pintu kamarnya, ia segera masuk meninggalkan Ibunya berdiri di depan pintu kamar.
“Sayang, Nana,” Ibu terus mengetuk pintu kamarnya.
Ayah mengusap wajahnya dan berjalan mendekati Ibu yang berdiri cemas di depan pintu.
“Maafkan Ayah. Ayah mohon, maafkan Ayah,”
Bukan perbuatan Ayah yang memukul Nana dengan telak. Tapi kenyataan yang menyakitkan tentang Chanyeol, kebenaran tentang Chanyeol yang hanya mendekatinya hanya demi uang.
Hancur? Ya. Hancur, hancur berkeping-keping dan menimbulkan luka yang dalam di sana. Nana sadar, bukan hatinya yang hancur, tapi seluruh hatinya. Butuh waktu yang cukup lama untuk membuat Nana sadar kalau ia sudah mulai jatuh cinta pada Chanyeol, tapi butuh waktu yang sangat singkat untuk merenggut kebahagiaannya itu dan mencampakkannya ke jurang yang paling dalam.
.
tbc
.